Disusun Oleh:
MEDAN
2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh sebab itu, untuk menelusuri terkait dengan kolonialisme dan dikotomi
pendidikan di Indonesia, tulisan ini mencoba memaparkan kebijakan kependidikan
Belanda dan hubungannya dengan lahirnya dikotomi pendidikan, analisis aspek-
aspek pendidikan dikotomis: filsafat ilmu; kurikulum; kelembagaan; pendanaan;
dan lulusan, serta akan mengedepankan akibat yang ditimbulkan dikotomi
pendidikan.
PEMBAHASAN
1
Dahlan. Sejarah Pendidikan Islam: Medan. (2018). Hlm.110
untuk berdagang mencari rempah-rempah, namun dalam perjalanan selanjutnya
tidak hanya berdagang.
2
Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendididkan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2009. Hlm 225-236
Kebijakannya dalam bidang pendidikan, tidak terlepas dari pola politik
penjajahannya. Alasan penyelenggaraan pendidikan pengajaran, lebih ditekankan
pada kepentingan pemerintah penjajah daripada kepentingan rakyat jajahannya.
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pertentangan antara Pendidikan Belanda
(HIS, MULO, AMS, dan lain-lain), dengan pendidikan Islam (Pesantren, Dayah,
Surau).
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, cet. 1, (2011). Hlm
275
Pemerintah penjajah Belanda tidak mengajarkan pendidikan agama sama
sekali disekolah-sekolah yang mereka asuh. Dengan demikian suasana pendidikan
dikotomis itu amat kentara di zaman penjajahan Belanda. Karel A. Steenbrink
mendapati bahawa asal usul system pendidikan yang dualistic Setelah pemerintah
Belanda menyatakan politik etis maka bagi rakyat Indonesia terbukalah kesempatan
untuk memasuki sekolah-sekolah, khususnya pendidikan rendah. Pada tahun 1907
atas perintah Gubernur Jenderal Van Heutz didirikanlah sekolah-sekolah desa. Pada
awal abad 20 muncullah sekolah kelas satu, sekolah kelas dua, sekolah desa
disebabkan karena berbagai faktor, meliputi kebijakan, fasilitas dan sarana, maka
sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerinah belanda ini sangat terbatas, tidak
atau belumseimbang dengan populasi penduduk Indonesia.
4
Kurniyati. Memahami Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia. Universitas
Muhammadiyah Tangerang: Rausyan Fikr. (2018). Hlm.4
Pada zaman penjajahan, pesantren tetap eksis dalam kehidupan masyarakat
muslim dengan posisi uzlah yaitu terpisah dari tata kehidupan pemerintah kolonial
pada umumnya. Muhaimin mengistilahkan isolatiftradisional, dalam arti tidak mau
menerima apa saja yang berbaur barat (kolonial) dan terhambat pengaruh pemikiran
modern untuk masuk kedalamnya.
Sementara ilmu dalam studi Islam terkait erat dengan pembagian kelompok
ilmu Islam dalam pengertian ilmu agama yang diperlawankan dengan kelompok
non-Islam atau ilmu umum, ini berimbas pada kemunculan dikotomi kelembagaan
akan dibahas pada sub berikutnya- dalam pendidikan Islam. Akibatnya, muncul
pula istilah sekolah-sekolah agama dan sekolah-sekolah umum. Dengan kata lain,
sekolah agama berbasis ilmu-ilmu "Agama"dan sekolah umum berbasis ilmu-ilmu
"Umum". Dalam bidang pendidikan agama pemerintah Hindia Belanda,
mempunyai sikap netral terhadap pendidikan agama di sekolah- sekolah umum, ini
dinyatakan dalam Pasal 179 (2) IS (Indische Staatsregeling) dan dalam beberapa
ordonansi yang secara singkatnya sebagai berikut: "Pengajaran umum adalah
netral, artinya bahwa pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan
agama masing- masing. Pengajaran agama hanya boleh berlaku di luar jam
sekolah”.
5
Dahlan. Sejarah Pendidikan Islam: Medan. (2018). Hlm.121
perjalanan panjangnya dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama terus
diperlawankan.
2) Kurikulum
6
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2011), h. 298-299
j. pengelolaan tidak berlaku secara formal. Sedangkan pada sekolah-sekolah
yang didirikan oleh Belanda, kurikulumnya berorientasi kepada duniawi yaitu
mempelajari ilmu-ilmu umum saja.
• Sekolah Kelas I
Kurikulum sekolah ini ditentukan dalam peraturan pada tahun 1893, terdiri
atas mata pelajran yang berikut:
1. Membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam huruf daerah dan Latin.
2. Membaca dan menulis dalam bahasa Melayu.
3. Berhitung.
4. Ilmu Bumi Indonesia.
5. Ilmu Alam.
6. Sejarah pulau tempat tinggal.
7. Menggambar.
8. Mengukur tanah.
• Sekolah Kelas II.
• Sekolah Desa
Pada tahun 1907 diciptakanlah sekolah baru, yakni Sekolah Desa. Di samping
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung juga di ajarkan pekerjaan tangan
membuat keranjang, pot, genteng dan sebagainya. Yang digunakan sebagai tempat
beljar sementara ialah pendopo, sambil mendirikan sekolah dengan bantuan murid-
murid. Guru-guru diambil dari kalangan penduduk sendiri. Sekolah itu sendiri
7
Ibid. hlm 129
primitif di mana murid-murid duduk di lantai seperti di rumah sendiri, kaleng
kosong yang diperoleh dari toko- toko cina digunakan sebagai alas untuk menulis.
Sebidang tanah dipagari sebagai tempat untuk menggembala kerbau-kerbau saat
mereka sedang belajar yang diawasi oleh seorang yang dewasa. Sekolah dibuka jam
09.00-12.00 dan 13.00-15.00.
3) Kelembagaan
VOC telah mendirikan sekolah pertama kali di Ambon pada tahun 1607. Tujuan
dari didirikannya sekolah ini tidak lepas dari semangat keberagamaan orang-orang
Belanda yang Protestan berhadapan dengan paham keagamaan Katolik yang dianut
oleh Portugis. Tujuan utama mendirikan sekolah-sekolah ini adalah untuk
melenyapkan agama Katolik dengan menyebarkan Protestan. Sekolah-sekolah
tersebut berkembang di sekitar kepulauan Maluku.8
Di Jakarta, sekolah pertama yang didirikan pada 1617, tahun 1636 sudah
menjadi 3 sekolah. Tujuan sekolah ini didirikan untuk mencetak tenaga kerja yang
kompeten pada VOC. Contoh lain adalah ketika kolonial Belanda menguasai daerah
Sumatera Barat, surau tetap memainkan peran penting sebagai institusi pendidikan
Islam. Meskipun pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan dan mendirikan
sekolah sebagai institusi pendidikan yang berbeda dengan surau, eksistensi dan
kontinuitas surau masih dapat dipertahankan.
8
Ramayulis, Sejarah pendidikan Islam, cet. 1, jakarta: Kalam Mulia, (2012)
4) Pendanaan
Sikap kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam bisa dilihat lebih lanjut dari
kebijakannya yang sangat diskriminatif, baik secara sosial, ras, anggaran, maupun
kepemelukan terhadap agama. Diskriminatif sosial misalnya pada didirikannya
sekolah yang membedakan antara sekolah yang diperuntukkan khusus untuk kaum
bangsawan dengan sekolah yang khusus untuk rakyat biasa. Untuk kaum
bangsawan, anak-anak raja, Bupati, tokoh terkemuka, didirikan sekolah raja
(Hoofdenshcool) pada tahun 1865 dan 1872 di Tondano. Selain itu mendirikan
sekolah angka satu untuk anak-anak dari pemuka-pemuka, tokoh-tokoh terkemuka
dan orang-orang terhormat Bumiputra. Sedangkan untuk rakyat pribumi biasa
didirikan sekolah dasar kelas dua (De Schoolen de Tweede Klasse) atau yang sering
dikenal dengan istilah sekolah ongko loro.9
5) Lulusan
9
Haidar Putri Daulay ,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia,Bandung: Citapustaka Media, 2001. Hlm 157
begitu, pemerintah Belanda tidak mengakui para lulusan pendidikan tradisional.
Mereka tidak bisa bekerja baik di pabrik maupun sebagai tenaga birokrat.
Kehadiran sekolah-sekolah pemerintah Belanda mendapat kecaman sengit dari
kaum ulama. Kaum ulama dan golongan santri menganggap program pendidikan
tersebut adalah alat penetrasi kebudayaan barat di tengah berkembangnya pesantren
atau lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Terjadinya pemisahan ilmu agama dan ilmu umum yaitu sekitar abad
pertengahan, dimana umat tidak mempedulikan sains, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi sehingga umat Islam mulai terpuruk. Waktu itu, yang berpengaruh
hanyalah ulama-ulama fiqih sehingga umat islam mengalami ketebelakangan dalam
hal IPTEK. Ikhrom sebagaimana dinukil Bukhari Umar mengemukakan bahwa
setidaknya terdapat empat masalah akibat dikotomi ilmu- ilmu umum dan ilmu-
ilmu agama, sebagai berikut:10
10
Yusuf. Dikotomi Pendidikan Islam: Penyebab dan Solusinya. Sekolah Tinggi Agama Islam.
Makassar: Jurnal Pendidikan Agama Islam. (2021).hlm. 14
4. Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini
disebabkan karena pendidikan Barat kurang menghargai nilai-nilai kultur dan
moral.
• Anti agama telah dipersempit yaitu sejauh yang berkaitan dengan aspek teologi
Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah agama selama ini.11
• Sekolah agama telah terkotak dalam kubu tersendiri.
• Sumber masukan sekolah agama dan perguruan tinggi Agama Islam rata-rata
ber IQ rendah, maka mutu tamatannya adalah tergolong kelas dua.
• Kegiatan keagamaan dan api keIslaman di IAIN dan
Kedua, Modernasasi atas dunia Islam: Faktor lain yang dianggap telah
menyebabkan minculnya dikotomi sistem pendidikan didunia muslim adalah
modernisasi. yang harus disadari bahwa mlsernisasi itu muncul sebagai suatu
perpaduan antara dua ideologi barat, teknikisme dan nasionalisme. perpaduan
kedua paham modernisme inilah, menurut Zianuddin, yang sangat membahayakan
11
Badru Tamami, Dikotomi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Umum di Indonesia, Tarlim
Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 2 No. 1 Maret 2019.
dibandingkan dengan tradisionalisme yang sempit. Selain itu, penyebab dikotomi
sistem pendidikan adalah diterimanya budaya barat secara total bersama adopsi
ilmu pengetahuan dan teknologinya. sementara itu, Amrullah Ahmad menilai
bahwa penyebab utamanya dikotomi adalah peradaban umat Islam secara kaffah.
karna dari akibat dikotomi itu, lahirnya pendidikan umat islam yang sekularistik,
rasionalistik, dan materialistik.
A. Kesimpulan
B. Saran
Penulis tentunya masih masih menyadari jika makalah di atas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman padap banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf. (2021). Dikotomi Pendidikan Islam: Penyebab dan Solusinya. Sekolah
Tinggi Agama Islam. Makassar: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Dahlan. (2018). Sejarah Pendidikan Islam: Medan
……….. (2021). Kolonialisme Dan Dikotomi Pendidikan di Indonesia. Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara: Islamic Education
Kurniyati. (2018). Memahami Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan Di Indonesia.
Universitas Muhammadiyah Tangerang: Rausyan Fikr
Djamas, (2009). Dinamika Pendididkan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ramayulis, (2012). Sejarah pendidikan Islam, cet. 1, jakarta: Kalam Mulia.
Haidar Putra Daulay, (2001). Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan
Islam di Indonesia,Bandung: Citapustaka Media,
.………,(2009). Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Rineka
Cipta.
Badru Tamami, (2019). Dikotomi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Umum
di Indonesia, Tarlim Jurnal Pendidikan Agama Islam.
Yusuf. (2021). Dikotomi Pendidikan Islam: Penyebab dan Solusinya. Sekolah
Tinggi Agama Islam. Makassar: Jurnal Pendidikan Agama Islam.