Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ULUMUL QURAN

“Asbabun Nuzul II”

Dosen Mata Kuliah Ulumul Quran:

Sufyan Muttaqin SQ.MQ

Disusun Oleh:

Rudhitya Agil Nur Fitrah

Laila Hafizah Salma

Muhammad Samsul Arifin

Noneng Nurhasanah

Junaidi

Sekolah Tinggi Ilmu Al-qur'an


Prodi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

1
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

KATA PENGANTAR..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................5

C. TUJUAN...................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Redaksi Asbabun Nuzul.........................................................................................6

B. Yang Menjadi Pegangan Lafadz yang Umum bukan Sebab yang Khusus.......7

C. Penurunan Ayat Lebih dahulu daripada Hukumnya.......................................11

D. Beberapa Ayat Turun Mengenai Satu Orang...................................................12

E. Faedah Mengetahui Asbab –al-Nuzul.................................................................13

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................15

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul: ”Asbab al-Nuzul”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari
penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran dan semoga segala yang tertuang dalam
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Batam, 21 februari 2021

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG


Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia yang diwahyukan
secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Pengembagan studi keislaman yang
berkaitan dengan al-Qur’an dapat ditempuh di antaranya dengan pendekatan sosio-historis.
Aplikasi pendekatan tersebut memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial
dalam al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an dapat dikategorikan menjadi dua kelompok menurut
sebab turunnya ayat. Pertama, ayat yang turun dengan adanya sebab; kedua, ayat yang turun
tanpa sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya, seperti ayat-ayat yang menceritakan
umat terdahulu, berita-berita alam ghaib, gambaran alam barzakh, persaksian alam
kebagkitan, keadaan hari kiamat dan sebagainya
Pada masa Rasulullah, banyak peristiwa terjadi yang belum diketahui hukumnya me
nurut islam. Beberapa sahabat juga sering bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu yang
belum mereka pahami. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk menjelaskan atau menunjukkan
hukum atas peristiwa atau pertanyaan yang muncul tersebut. Jawaban dari al-Qur’an
merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Itulah yang kemudian disebut dengan
Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunya ayat-ayat al-Qur’an. Untuk lebih mengetahui atau
memahami maksud al-Qur’an secara utuh maka lebih utama jika mengetahui tentang
Asbabun Nuzul. Pengenmbangan studi keislaaman yang berkaitan dengan al-Qur’an dapat
ditempuh diantaranya dengan pendekatan Sosio-historis.
Pendekatan ini memungkinkan penemuan nilai-nilai dan makna substansial dalam al-
Qur’an yang terangkum dalam Asbabun Nuzul, yakni sesuatu yang disebabkan olehnya
diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa, atau menerangkan
hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu. Karena kita bisa salah menangkap pesan-pesan
Al-Qur’an secara utuh, jika hanya memahami dari bahasanya saja secara tekstual tanpa
memahami konteks Sosio-historisnya.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1.        Apa yang dimaksud dengan Redaksi Asbabun Nuzul?
2.        Apa Yang Menjadi Pegangan Lafadz yang Umum bukan Sebab yang Khusus?
3.        Bagaimana Penurunan Ayat Lebih dahulu daripada Hukumnya?
4.        Sebutkan Beberapa Ayat Turun Mengenai Satu Orang?
5. Apa Faedah Mengetahui Asbab –al-Nuzul?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Redaksi Asbabun Nuzul
2. Untuk mengetahui Yang Menjadi Pegangan Lafadz yang Umum bukan Sebab yang Khusus
3. Untuk mengetahui Penurunan Ayat Lebih dahulu daripada Hukumnya?
4. Untuk mengetahui Beberapa Ayat Turun Mengenai Satu Orang?
5. Untuk mengetahui Faedah Mengetahui Asbab –al-Nuzul?

BAB II
5
PEMBAHASAN

A. REDAKSI ASBAB AN-NUZUL


Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan turunnya al-
qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di kelompokkan dalam dua
kategori, yaitu:

1.Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab an-nuzul dengan indikasi
menggunakan lafadz (pendahuluan). “sebab turun ayat ini adalah...” “telah terjadi..... maka turunlah
ayat.....” “rasulullah saw pernah di tanya tentang ....... maka turunlah ayat.....”Contoh lain: QS. Al-
maidah/5, ayat 2 yang artinya:
“hai orang-orag yang beriman, janganlah kamu melanggar shi’ar-shi’ar Allah, dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram, (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qala-id, dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keridhoannya dari tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari masjid al-haram, mendorongmu membuat aniaya (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya ”.(Q.S. almaidah : ayat 2)

Asbab an-nuzul dari ayat ini; ibnu jarir mengetengahkan subuah hadits dari ikrimah
yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang kemadinah bersrta kafilahnya
yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualanya lalu ia masuk ke madinah
menemui nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit untuk keluar
pulang, nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang
yang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang
bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang khianat. Tatkala al-bakri
sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agamaislam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia
keluar bersama kafilahnya dengan tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar
beritanya, maka segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaun ansar
bersiap-siap keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian
Allah SWT. Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
shiar-shiar Allah...(QS. Al-maidah/5: 2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi
menghormati bulan haji itu).

Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim mengetengahkan
dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa rasulullah saw. Bersama para sahabat tatkala
berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki
bait al-haram peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang
musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah arab untuk tujuan melakukan umroh. Para
sahabat nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka sebagaimana(teman-teman mereka)
merekapun menghalangi sahabat-sahabat kita. Kemudian Allah Swt. Menurunkan

6
ayat,”janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...” (QS. Al-
maidah/5ayat : 2)

2.Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)

Ungkapan “mutammimah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan


asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapansebagai
berikut:...“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”“saya kira ayat ini diturunkan berkenaan
dengan ...........”“saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan.....”Contohnya:
QS. Al-baqarah/2: 223 yang artinya:

“istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, mak datangilah tanah
tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik)untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”(QS. Al-baqarah/2:
223).Asbab an-nuzul dari ayat berikut ;dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh abu daud
dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar yatsrib
(madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka menganggap
bahwa kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan
menganggap baik segala perbuatannya.Salah satu perbuatan kaum yahudi yang di anggap
baik oleh mereka ialah tidak menggauli istrinya dari belakang.

Adapun penduduk kamping sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan


segala keleluasannya.Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah seorang
dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah).Ia berbuat seperti
kebiasaannya tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini, hanya
menggauli istrinya dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw, sehingga
turunlah ayat tersebut di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, balakang,
atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim.

B. YANG MENJADI PEGANGAN LAFADZ YANG UMUM BUKAN


SEBAB YANG KHUSUS

Yang Jadi Pegangan Itu Lafal Umum Atau Sebab Khusus?(Al-‘Ibrah bi


‘Umûm al-Lafzhi aw bi Khushûsh as-Sabab)

Ada dua macam ayat al-Qur`an:


1. Ibtidâi: Ayat-ayat yang turun begitu saja, tanpa ada sababun nuzul. Sebagian besar ayat al-
Qur`an bersifat ibtidai
2. Sababi: Ayat-ayat yang turun setelah adanya sababun nuzul.

Sababun nuzul (‫ ) َسبَبُ النُّ ُزوْ ِل‬adalah: peristiwa / ucapan / pertanyaan yang kemudian ada ayat
al-Quran yang turun terkait dengannya. Bentuk jamak dari Sababun Nuzul adalah: Asbabun
Nuzul (‫)أَ ْسبَابُ النُّ ُزوْ ِل‬.

7
Hal-hal lain yang terkait dengan asbabun nuzul bisa Anda baca di buku-buku ‘Ulumul Quran.
Di sini saya hanya fokus pada pembahasan: “yang dijadikan pegangan adalah lafal ayat yang
umum ataukah sebab turunnya yang khusus”.

Jenis-jenis Ayat Sababi (Turun dengan Sababun Nuzul)


Sebelum menjawab “lafal yang umum” atau “sebab yang khusus”, sebaiknya kita pahami
dulu tiga jenis ayat umum yang turun dengan sebab khusus:

1. Ayat sababi dengan indikator yang menunjukkan bahwa ayat itu umum. Seluruh ulama
sepakat bahwa ayat semacam ini hukumnya berlaku secara umum. Contoh:
- Firman Allah: “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya…” (QS al-Maidah: 37)
- Menurut pendapat yang mengatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah kasus seorang
wanita dari Bani Makhzum yang mencuri, maka penyebutan ‘pencuri laki-laki’ adalah
indikator bahwa ayat ini berlaku umum untuk siapapun yang mencuri
- Sebaliknya, bila kita berpegang pada pendapat yang mengatakan bahwa sebab turun ayat ini
adalah ‘seorang laki-laki yang mencuri rida`nya Shafwan bin Umayyah’, maka penyebutan
‘pencuri perempuan’ adalah indikator bahwa ayat ini berlaku umum

2. Ayat sababi dengan indikator yang menunjukkan bahwa ayat itu khusus untuk obyek
tertentu. Seluruh ulama sepakat bahwa ayat seperti ini hanya berlaku khusus untuk obyek /
individu tertentu. Contoh:
- Ketika ada perempuan ingin menghadiahkan dirinya untuk Nabi ‫ﷺ‬, Allah
menurunkan ayat ke-50 dari surat al-Maidah
- Dalam ayat itu, pada pembicaraan menghadiahkan diri untuk Nabi, Allah membolehkan hal
ini dan menjelaskan “sebagai kekhushusan bagimu, tidak untuk semua orang mukmin”
- Catatan: sifat umum dalam ayat ini diperoleh karena firman Allah untuk beliau -secara
umum- berlaku juga untuk seluruh umat beliau, bukan karena ada lafal yang umum

3. Ayat sababi yang tidak memiliki indikator bahwa ia berlaku umum atau khusus.
Pada bagian inilah para ulama berbeda pendapat:
a. Sebagian besar mengatakan: yang jadi pegangan adalah lafal yang umum
b. Sebagian ulama lain mengatakan: yang jadi pegangan adalah sebab turun yang khusus.

Seluruh pembahasan di bawah ini hanya akan membicarakan jenis ketiga ini.
Pendapat Pertama: Yang Dijadikan Pegangan Adalah Lafal yang Umum
Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar ulama, bahkan bisa dikatakan hampir semua
ulama. Pendapat ini mengatakan bahwa: kalau ada ayat umum yang turun dengan sebab
khusus, maka ayat itu berlaku umum untuk sababun nuzulnya maupun selain sababun
nuzulnya.

8
Di antara alasan pendapat pertama:
1. Oleh Rasulullah sendiri dihukumi ‘berlaku umum’:
a. Ada seorang laki laki yang mencium perempuan (bukan mahramnya), kemudian dia
mendatangi Nabi ‫ﷺ‬  dan mengabarkan perihal itu. Kemudian Allah
menurunkan: “Dan laksanakanlah salat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada
bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS Hud: 114). Orang
itu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu hanya untukku?”. Beliau menjawab: “Untuk
semua umatku” (HSR Bukhari dan Muslim)
b. Riwayat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu yang beralasan untuk tidak shalat
malam. Di situ diterangkan bahwa Rasulullah membacakan ayat “tetapi manusia adalah
memang yang paling banyak membantah” (QS al-Kahfi: 54) (HSR Bukhari dan Muslim).
Padahal sababun nuzul ayat itu adalah orang-orang kafir yang berdebat soal al-Quran

2. Kesepakatan (ijmak) seluruh sahabat. Mereka menggeneralisir ayat-ayat yang turun dengan
sebab khusus kepada individu / obyek lain yang tidak termasuk sababun nuzul

3. Secara bahasa: jika salah seorang istri meminta cerai, kemudian suaminya menanggapi
dengan: “Semua istriku saya ceraikan”, maka status cerai berlaku untuk semua istrinya.
Begitu pula ayat al-Quran, karena yang menjadi patokan -secara bahasa- adalah lafal yang
merupakan tanggapan/ reaksi.

Pendapat Kedua: Yang Dijadikan Pegangan Adalah Sebab yang Khusus


Pendapat ini adalah pendapat sebagian kecil ulama, yang nampaknya di masa sekarang sudah
tidak ada lagi yang setuju dengan pendapat ini. Pendapat ini adalah:
- Pendapat Imam Malik dalam sebuah riwayat. Artinya: murid beliau yang lain justru
mengatakan beliau berpendapat bahwa yang jadi pegangan adalah lafal umum. Bahkan
menurut Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (dalam Mudzakkirah Ushûl al-Fiqh), justru
yang benar adalah bahwa Imam Malik berpendapat seperti pendapat mayoritas ulama
(pendapat pertama)
- Katanya ini adalah pendapat (‫ )حُ ِك َي ع َْن‬Imam Syafi’i dan Imam Abu Tsaur. Tentu sebutan
‘katanya’ adalah penyebutan yang meragukan, sangat mungkin keduanya sebenarnya tidak
berpendapat begini
- Pendapat sebagian ulama madzhab syafi’i seperti: al-Muzani, ad-Daqqaq, dan al-Qaffal.

Di antara alasan pendapat kedua:


1. Kalau yang jadi pegangan bukan sebab yang khusus, sababun nuzulnya mungkin malah
bisa dikecualikan dari keumuman (ditakhshish dari) ayat tersebut.
Jawaban: Pendapat pertama pun sepakat bahwa sababun nuzul secara qath’i (pasti) termasuk
yang dimaksudkan dalam ayat tersebut, dan tidak dapat ditakhsish. Tapi bukan berarti ayat itu
hanya berlaku untuk sababun nuzulnya

9
2. Upaya rawi menceritakan sababun nuzul dan turunnya ayat baru setelah sababun nuzul
menunjukkan bahwa: hukum ayat itu hanya terbatas pada sababun nuzul.
Jawaban: kedua hal itu tidak menunjukkan bahwa hukum dalam ayat tersebut hanya berlaku
untuk sababun nuzulnya. Tetapi menunjukkan hikmah-hikmah adanya ayat al-Quran yang
sifatnya sababi, di antaranya:
a. Membantu memahami ayat. Jika kita mengerti sababun nuzul ayat “Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu” (QS al-Baqarah: 143), kita akan paham bahwa makna iman di situ
adalah shalat
b. Menerangkan keutamaan atau keburukan sababun nuzul. Seperti sababun nuzul surat al-
Lahab yang menerangkn kejhatan Abu Lahab
c. Dan lain-lain, silahkan dibaca di pembahasan faidah mengenal asbabun nuzul di buku-buku
‘Ulumul Quran.

Ringkasnya: pendapat yang kuat adalah pendapat pertama (mayoritas ulama) yang
mengatakan bahwa: yang dijadikan pegangan adalah lafal yang umum, bukan sebab yang
khusus.

Jenis Perbedaan Pendapat


Sebelum saya berbicara tentang jenis perbedaan pendapat, ada baiknya saya utarakan
konsekuensi kedua pendapat di atas:
- Pendapat pertama: menghukumi obyek / individu selain sababun nuzul dengan ayat, karena
memang lafal ayat tersebut bersifat umum
- Pendapat kedua: menghukumi obyek / individu selain sababun nuzul dengan dikiaskan pada
sababun nuzul.

Dalam kasus sebab turun ayat “Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-
kesalahan” (QS Hud: 114), jika ada orang lain yang melakukan maksiat lalu melakukan
ketaatan:
- Pendapat pertama mengatakan: dosanya dihapus karena ayat itu bersifat umum
- Pendapat kedua mengatakan: dosanya dihapus karena orang lain itu dikiaskan pada sababun
nuzul ayat ke-114 dari QS Hud.
Atas dasar pemaparan di atas, sebagian orang mungkin mengatakan bahwa jenis perbedaan
pendapat dalam masalah ini hanyalah khilâf lafzhi (beda kalimat, tetapi substansinya sama).
Ini karena memang tidak nampak akan ada perbedaan dalam menghukumi obyek / individu di
luar sababun nuzul, baik dengan mengikuti pendapat pertama atau kedua.

Tetapi Dr. ‘Abdul Karim bin ‘Ali an-Namlah (dalam al-Muhadzdzab fi ‘Ilm Ushûl al-Fiqh
al-Muqâran) mengatakan bahwa yang tepat adalah bahwa khilaf dalam soal ini adalah khilâf
ma’nawi (beda kalimat sekaligus beda substansi). Di antaranya karena hukum yang
didasarkan pada kias (sesuai pendapat kedua) tentu tidak sekuat hukum yang didasarkan pada
nash (sesuai pendapat pertama). Walau sama-sama mengatakan halal, atau haram, atau
dosanya terhapus, atau yang lainnya.

10
C. PENURUAN AYAT LEBIH DAHULU DARIPADA HUKUMNYA

Az-Zarkasyi mengemukakan satu macam pembahasan yang berhubungan dengan


sebab nuzul yang dinamakan “Penurunan ayat lebih dahulu daripada hukum [maksud]nya.”
contoh yang diberikannya dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai
hukum tertentu, kemudian pengamalannya datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut
menunjukkan bahwa ayat itu diturunkan dengan lafadz mujmal [umum], yang mengandung
arti lebih dari satu, kemudian penafsiarannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti
tersebut, sehingga ayat tadi mengacu pada hukum yang datang kemudian.

Dalam al-Burhaan disebutkan: “Ketahuilah bahwa nuzul atau penurunan sesuatu ayat
itu terkadang mendahului hukum. Misalnya firman Allah: ‘Sesungguhnya beruntunglah orang
yang membersihkan diri [dengan beriman].’ (al-A’la: 14)

Ayat tersebut dijadikan dalil untuk zakat fitrah. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan
diisnadkan kepada Ibn Umar, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan zakat Ramadhan [zakat
fitrah]; kemudian dengan isnad yang marfu’ Baihaqi meriwayatkan pula keterangan yang
sama. Sebagian dari mereka berkata: Aku tidak mengerti maksud penakwilan yang seperti ini,
sebab surah itu Makki, sedang di Makkah belum ada Idul Fitri dan zakat.”

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Baghawi menjawab bahwa nuzul itu boleh saja
mendahului hukumnya, seperti firman Allah: “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini;
dan kamu [Muhammad] bertempat di kota ini.” (al-Balad: 1-2) surah ini Makki, dan
bertempatnya di Makkah ini baru terealisasi sesudah penaklukan kota Makkah, sehingga
Rasulullah saw. bersabda, “Aku menempatinya pada siang hari.” (Dari hadits Bukhari dan
Muslim).

Demikian pula ayat yang turun di Makkah, yakni: “Golongan itu pasti akan
dikalahkan dan akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45). Umar bin Khaththab
mengatakan: “Aku tidak mengerti golongan mana yang akan dikalahkan itu. Namun ketika
terjadi perang Badar, aku melihat Rasulullah saw. berkata: ‘Golongan itu pasti akan
dikalahkan dan akan mundur ke belakang.”

Kita melihat pada apa yang dikemukakan pengarang al-Burhaan bahwa bentuk
redaksi sebab nuzul itu mungkin menunjukkan sebab dan mungkin pula menunjukkan
hukum-hukum yang dikandung oleh ayat: “Telah diriwayatkan oleh Baihaqi dengan
diisnadkan kepada Ibn Umar bahwa ayat di atas tadi turun mengenai zakat Ramadhan.” Dan
ayat-ayat yang disebutkannya bersifat mujmal, mengandung lebih dari satu makna, atau
dengan bentuk bahasa pemberitahuan tentang apa yang akan terjadi di masa datang,
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45).

11
D. BEBERAPA AYAT TURUN MENGENAI BEBERAPA ORANG

Terkadang seorang shahabat mengalami peristiwa lebih dari satu kali, dan al-Qur’an
pun turun mengenai setiap peristiwanya. Karena itu banyak ayat yang turun mengenainya
sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi.

Misalnya apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab “al-Adabul Mufrad”
tentang berbakti kepada kedua orang tua. Dari Sa’ad bin Abi Waqash yang mengatakan:
“Ada empat ayat al-Qur’an turun berkenaan denganku. Pertama ketika ibuku bersumpah
bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad; lalu Allah
menurunkan: ‘

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik.” (QS Luqman: 15)

Kedua, ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata
kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulallah, berikanlah kepadaku pedang ini.” Maka turunlah
ayat: “Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang.” (al-Anfaal: 1)

Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah saw. mengunjungiku, aku bertanya kepada
beliau: “Ya Rasulallah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan
separuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Aku bertanya, “Bagaimana kalau sepertiga?”
Rasulullah saw. diam. Maka wasiat dengan sepertiga itu diperbolehkan.

Berkenaan dengan wasiat, telah turun firman Allah: “Diwajibkan atas kamu, apabila
seseorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan kaum kerabatnya…” (”al-Baqarah: 180) sedang
keterangan tegas mengenai turunnya ayat ini tidak terdapat dalam hadits.

Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras [khamr] bersama kaum Anshar,
seorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang kepada
Rasulullah saw. maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan larangan minum khamr.”

Dan termasuk dalam kategori ini yakni, banyaknya ayat yang turun mengenai satu
orang ialah muwafaqah atau kebersesuaian kehendak /sikap Umar bin al-Khaththab dengan
wahyu. Dalam hal ini telah turun wahyu yang sesuai dengan pandangannya dalam banyak
ayat.

12
E. FAEDAH MEMPELAJARI ASBABUN NUZUL

Manfaat atau faedah yang diperoleh dari mempelajari ilmu Asbab an-Nuzul ini telah
dikemukakan banyak ulama. Salah satunya, Ibnu Taimiyah. Ia mengatakan, mengetahui
sebab-sebab turunnya ayat Alquran dapat menolong seseorang dalam memahami makna ayat
tersebut.

Seperti diketahui, dulu banyak ulama yang kesulitan dalam menafsirkan ayat Alquran
karena mereka tidak mengetahui latar belakangnya. Namun, setelah mendapatkan keterangan
mengenai latar belakang turunnya ayat itu, mereka pun semakin mudah menjelaskan dan
memahaminya.

Menurut Syekh Muhammad Husain Ath-Thabathaba'i dalam kitabnya Al-Qur'an fi


Al-Islam, mempelajari ilmu-ilmu sebab turunnya ayat (Asbab An-Nuzul) itu sangat penting
dalam mempermudah seseorang dalam mengetahui ayat dan memahami makna serta
kandungan yang ada di dalam Alquran, serta rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya.

Menurut Ibnu Abbas RA—salah seorang sahabat dan mufasir hebat awal permulaan
Islam—mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Alquran itu, memudahkan seseorang
dalam menelusuri riwayat peristiwa dan sejarah terdahulu yang terjadi di zaman Rasul SAW.

Al-Wahidie (w 472 H) menjelaskan, “Tidaklah mungkin mengetahui tafsir suatu ayat,


tanpa bersandar pada riwayat dan penjelasan turunnya ayat Alquran.”
Ibnu Daqiqi al-Ied (w 702 H) menjelaskan, mengetahui sebab turunnya suatu ayat merupakan
jalan yang paling tepat dalam memahami makna-makna (maksud) Alquran.

Dari keterangan tersebut di atas, para ulama menjelaskan, sedikitnya ada empat hal
yang menjadi faedah atau manfaat mempelajari Asbab an-Nuzul itu. Pertama, membantu
seseorang dalam memahami kandungan ayat dan menghindarkan kesulitan yang ada di dalam
ayat.

Kedua, memberikan pemahaman yang tepat bahwa hukum yang dibawa oleh ayat itu
adalah khusus untuk memberi penyelesaian peristiwa atau pertanyaan yang menjadi sebab
turunnya ayat tersebut.

Ketiga, membantu memudahkan penghafalan dan pemahaman serta melekatkan ayat-


ayat yang bersangkutan dalam hati orang-orang yang mendengarnya, bila ayat-ayat itu
dibacakan.

Keempat, dapat mengetahui hikmah (ilmu) Allah dengan yakin mengenai segala hal
yang disyariatkan melalui ayat-ayat yang diturunkannya.

]
13
BAB III

KESIMPULAN

Ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Quran adalah


keumuman lafazh dan bukannya kekhususan sebab(al-‘ibrah bi ‘umum al-lafazh la bi khusus
as-sabab). Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-
Quran harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman
lafazh(al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum al-lafazh).

Dari keterangan yang telah kami jelaskan di atas, para ulama menjelaskan, sedikitnya
Al-Qur’an turun untuk menjelaskan atau menunjukkan hukum atas peristiwa atau pertanyaan
yang muncul tersebut. Jawaban dari al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat
manusia. Itulah yang kemudian disebut dengan Asbabun Nuzul, yaitu sebab-sebab turunya
ayat-ayat al-Qur’an. Untuk lebih mengetahui atau memahami maksud al-Qur’an secara utuh
maka lebih utama jika mengetahui tentang Asbabun Nuzul.

Mempelajari macam-macam Asbabun Nuzul kita akan mengetahui tentang sudut


pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat AsbabunNuzul yaitu ada dua jenis
redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbabun Nuzul yaitu
sharih(jelas) dan muhtailah(kemungkinan/belum pasti).

Disini juga dijelaskan tentang kaidah “Al-Ibrah” yang dimana mayoritas ada empat
hal yang menjadi faedah atau manfaat mempelajari Asbab an-Nuzul itu. Pertama, membantu
seseorang dalam memahami kandungan ayat dan menghindarkan kesulitan yang ada di dalam
ayat.

14
DAFTAR PUSAKA

http://juniskaefendi.blogspot.com/2019/11/makalah-ulumul-quran-tentang-asbabun_6.html

http://tanacuma.blogspot.com/2016/10/yang-jadi-pegangan-itu-lafal-umum-atau_15.html

https://alquranmulia.wordpress.com/2016/03/06/beberapa-ayat-turun-mengenai-satu-orang/

https://alquranmulia.wordpress.com/2016/03/06/penurunan-ayat-lebih-dahulu-daripada-
hukumnya/

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/18/04/24/p7ojsl313-manfaat-
mempelajari-ilmu-asbabun-nuzul

Prof. Dr. H. Rosihan Anwar, M. Ag, Ulum Quran, Bandung Desember 2007

15

Anda mungkin juga menyukai