Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Balaghah Al-Qur’an
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
Safiah 18105030118
Kesimpulan ..................................................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah mukjizat terbesar yang Allah karuniakan kepada nabi Muhammad dan
umat Islam, karena al-Qur’an turun dengan bahasa Arab dan bernilai sastra tinggi. Al-Qur’an
adalah kitab yang sarat dengan makna, dalam upaya memahami al-Qur’an terdapat satu cabang
keilmuan khusus yang sangat membantu dalam hal ini yaitu ilmu Balaghah. Dalam Balaghah
dikenal 3 cabang keilmuan yaitu, al-Bayan, al-Ma’ani, dan al-Badi’. Ilmu al-Bayan ini terbagi lagi
menjadi, Tasybih, Kinayah, dan Majaz. Dalam makalah ini kami akan membahas masalah kinayah
dan persamaan dan perbedaan kinayah dan majaz dalam al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Supaya pembahasan dalam makalah ini tidak terlalu melebar, maka kami membuat
rumusan masalah sebagai batasan dalam pembahasan dalam makalah ini. Berikut rumusan
masalah:
1. Apa pengertian kinayah?
2. Bagaimana macam-macam kinayah?
3. Apa tujuan kinayah dalam al-Qur’an?
4. Bagaimana persamaan dan perbedaan kinayah dengan majaz dalam al-Qur’an?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kinayah
Pengertian Kinayah Kinayah merupakan bagian dari ilmu balaghah yang termasuk dari
bidang kajian ilmu bayan. Secara etimologi, kinayah diambil dari bahasa arab الكنايةyang yang
merupakan bentuk masdar dan كناية- يكني- كنيbermakna membicarakan sesuatu namun
memaksudkan pada sesuatu lainnya.
الكناية هي لفظ أطلق وأريد به الزم معناه مع جواز إرادة المعنى األصلى غالبا
“Al-kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman
maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.”
Dalam khazanah ilmu Balaghah, istilah kinayah pertama kali muncul pada tahun 209 H
oleh Abu Ubaidah. Tokoh lain yang kemudian membahas kinayah adalah al-Jahidz serta muridnya
Muhammad bin Yazid Al-Mubarrid (285 H) dalam karyanya yang berjudul al-Kamil. Al-Jahidz
hanya mendefinisikan kinayah sebagai kebalikan dari kata-kata yang sudah jelas maknanya.
Sedangkan muridnya selangkah lebih jauh memberikan pemahaman bahwa terdapat tiga
pemahaman kinayah: Pertama, demi menutupi atau menyamarkan makna sebenarnya, kedua, demi
mengagungkan makna sebenarnya, serta yang ketiga adalah demi terhindar dari kata-kata yang
kotor atau buruk.1
Selanjutnya menurut Quddamah bin Ja’far dalam kitabnya Naqdusy Syi’ri, kinayah
merupakan ungkapan yang memiliki makna irdaf. Maksudnya adalah bahwa kinayah merupakan
suatu pencarian kata yang mempunyai makna yang sama dengan apa yang sebetulnya ingin
disebutkan.
1
Yuyun Nurbayan, Keindahan Gaya Bahasa Kinayah Dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Royyan Press, 2010), hlm. 29-
30
4
Setelah melewati berbagai dinamika pekembangan diatas, kemudian para ahli Balaghah
sepakat bahwa kinayah merupakan model pengungkapan yang terkandung didalamnya makna
konotatif maupun makna denotatif. Karena sama-sama memiliki makna konotatif, kinayah juga
hampir serupa dengan majaz. Yang berbeda hanyalah majaz tidak boleh dipahami dengan makna
denotatifnya sedangkan kinayah diperbolehkan. Selanjutnya, terkait aspek-aspek kinayah, dalam
ilmu balaghah dijelaskan bahwa kinayah memiliki dua aspek yang perlu diperhatikan: 1. Makna
‘anhunya (lafadz yang dikinayahkan), 2. Aspek wasait (media) yang digunakan. 2
B. Macam-macam Kinayah
b) Kinayah Ba’idah
Yaitu kinayah yang perpindahan maknanya melalui perantara. Perantara di sini tidaklah
seperti adat dalam tasybih, melainkan sebab atau peristiwa tertentu yang menghubungkan
kedua makna tersebut. Contoh:
2 Ahmad Muhammad Badawi, Min Balaghah al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Nahdah al-misr, 1950), hlm. 226-228.
5
علاى ْال اع ا
صا ُج احا ايدُبُّ ا
Artinya: Juha berjalan dengan tongkat.
Maksudnya adalah Juhad sudah tua. Perantaranya adalah karena orang yang sudah tua
biasanya berjalan dengan menggunakan tongkat untuk membantu berjalan.
6
C. Tujuan Kinayah dalam Alquran
1. Peringatan akan keagungan.
7
4. Untuk meringkas
۟ س اما كاان
ُوا يا ْفعالُونا عن ُّمنكار فاعالُوهُ لابِئْ ا ۟ كاان
ُوا ال ياتانااه ْاونا ا
“Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat.
Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat”
Kinayah yang berupa ringkasan pada ayat ini adalah meringkas berbagai lafadz
yang berbeda-beda dengan kata فعل.
5. Untuk hiperbola
ُ ِ ت ال ْ ي ا ه ُ و د ُ ي ا د ُ ّللاَّ ِ ما غ ْ ل ُ و ل ا ة غ ُ ل َّ تْ أ ا ي ْ دِ ي هِ مْ او ل ُ ِع ن ُوا ب ِ ما ا ق ا ا ل ُ وا ۘ ب ا ْل ي ا د اا ه ُ ما ب ْ س ُو ط ا ت اا ِن ي ُ ن ْ ف
ق كا ي ا
ْف ِ او ق ا ا ل ا
ُي ا شاا ء
“Dan orang-orang Yahudi berkata , “Tangan Allah terbelenggu”. Sebenarnya
tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa
yang telah mereka katakan, padahal kedua tangan Allah terbuka. Dia memberi
rezeki sebagaimana Dia kehendaki.”
Kinayah pada ayat tersebut dimisalkan pada kata ب ا ْل ي ا د اا ه ُ ما ب ْ س ُو ط ا ت اا ِنyang
menyiratkan tentang kekuatan, kemuliaan, dan karamah-Nya yang sangat besar.
6. Peringatan tentang tempat kembali
َّي لا اهب َّوتاب
ْ تابَّتْ ياداآ اا ِب
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!”
Kinayah pada lafadz ini adalah makna tersirat pada ْ تابَّتdan َّوتابyang
َّ berupa neraka
Jahannam merupakan tempat kembalinya Abu Lahab.
7. Mubalaghah dalam menjelekkan sesuatu
ت ال ْ ي ا ه ُ و د ُ ي ا د ُ ّللاَّ ِ ما غ ْ ل ُ و ل ا ة
ِ او ق ا ا ل ا
“Dan orang-orang Yahudi berkata , “Tangan Allah terbelenggu”.
Kata غلdisitu merupakan kinayah dari lafadz البخل.
8. Memperindah lafadz
ك اأ ان َّ ه ُ َّن ب ا ي ْض ما كْ ن ُون
“Seakan-akan mereka adalah telur yang tersimpan dengan baik”
Telur ( )ب ا ي ْضdisitu merupakan makna tersirat dari perempuan. Orang Arab terbiasa
menggunakan kata telur untuk menggambarkan keindahan wanita dengan kata telur.
9. Menunjukkan kefasihan orang yang diajak bicara (mukhatab)
ع َٰلى با ْعض ْ قاالُ ْوا ال تاخ
ُ اف اخصْمَٰ ِن با َٰغى با ْع
ضناا ا
8
(...”Mereka berkata, Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian
berbuat zalim kepada yang lain”.....)
Nabi Dawud digambarkan dengan dua malaikat yang sedang bertengkar. 4
Majaz dan kinayah pada dasarnya adalah dua dari tiga model uslub (gaya pengungkapan)
dalam bahasa Arab. Dua model uslub ini dibahas dalam ilmu bayan, yaitu suatu cabang kajian dari
ilmu balagah, yang membahas model-model pengungkapan suatu ide ke dalam uslub yang
beraneka ragam.
Di antara kedua uslub ini terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Perbedaan di antara
keduanya sangatlah tipis, sehingga sering terjadi ikhtilaf di antara para ahli bahasa dalam
menentukan apakah suatu ungkapan itu masuk ke dalam majazi atau kinayah. Persamaan antara
kinayah dan majaz keduanya sama-sama berkaitan dengan makna yang tsawani (majazi). Selain
itu majaz dan kinayah memiliki kesamaan karena keduanya bermakna konotatif. Sedangkan
perbedaannya terletak pada qarinah. Pada majaz, qarinah bisa bersifat lafhziyyah dan bisa juga
bersifat ma’nawiyyah. Sedangkan pada kinayah, qarinah-nya harus tersirat; pada majaz qarinah
mencegah pengambilan makna haqiqi sedangkan pada kinayah, qarinah tidak mencegah untuk
mengambil makna haqiqi.
Mengenai qarinah didalam majaz dan kinyah ini, terdapat perbedaan pendapat di antara
para pakar ilmu balagah dan para pakar ilmu fiqh. Para pakar ilmu balagah berpendapat bahwa
qarinah pada majaz berbeda dengan qarinah pada kinayah. Qarinah pada majaz mengharuskan kita
untuk mengambil makna majazi dan meninggalkan makna haqiqi-nya.5
Pada ungkapan فى الحمام أسد, kata أسدtidak bisa ditakwilkan dengan makna lain karena
terdapat qarinah yang menolak ungkapan tersebut dimaknai secara haqiqi. Sedangkan Syakaki,
seperti yang dikutip Qazwaini melihatnya dari sisi lain. Dia berpendapat bahwa perbedaan majaz
4 Lihat Jalaluddin as-Suyuti, Al-Itqon fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2015), hlm.378-379. Lihat
juga az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2011), hlm.399-402.
5
“BALAGHAH PALING LENGKAP.pdf,” diakses 25 Maret 2021,
http://repository.radenintan.ac.id/9298/1/BALAGHAH%20PALING%20LENGKAP.pdf.
9
dan kinayah adalah, jika pada majaz, perpindahan makna terjadi dari malzum kepada lazim;
sedangkan pada kinayah, perpindahan makna terjadi dari lazim kepada malzum. Selain itu,
kelaziman sendiri merupakan kekhasan yang ada pada kinayah.
Pengguanaan Majaz kalimat pada makna yang tidak sesuai dengan makna yang
dikehendaki oleh ahli lughah karena ada hubungan antara dua makna dan disertai dengan qarinah
yang tidak memungkinkan kalimat itu bermakna asli.Sedangkan kinayah, penggunaan makna
lafadz dengan menghendaki lazim dari maknanya dan tidak ada qarinah yang menghalangi lafadz
itu bermakna asli. Makna kinayah dan majaz tersebut bisa jadi sengaja terletak ditengah dalam
kalamnya dengan maksud agar menjadi perhatian manusia sekaligus melemahkan gaya bahasa
arab khususnya dan bahasa lainnya pada umumnya dari gaya bahasa kalam Allah.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kinayah secara bahasa yaitu menerangkan sesuatu dengan perkataan lain atau
mengatakan dengan kiasan atau sindiran. Sedangkan secara istilah kinayah adalah lafadz
yang disampaikan dan yang dimaksud adalaj kelaziman maknanya, disamping boleh juga
yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.
Tujuan kinayah :
a. Menjelaskan
b. Meringkas kalimat
c. Mengganti dengan kata-kata yang sebanding karena dianggap jelek
d. Memelihara kesopanan (menghindari kata-kata yang dianggap malu untuk diungkapkan).
Majaz dan kinayah pada dasarnya adalah dua dari tiga model uslub (gaya
pengungkapan) dalam bahasa Arab. Dua model uslub ini dibahas dalam ilmu bayan, yaitu
suatu cabang kajian dari ilmu balagah, yang membahas model-model pengungkapan suatu
ide ke dalam uslub yang beraneka ragam.
11
Daftar Pustaka
Al-Qur’an al-Karim
Yuyun Nurbayan, Keindahan Gaya Bahasa Kinayah Dalam Al-Qur’an (Yogyakarta: Royyan
Press, 2010), hlm. 29-30
Ahmad Muhammad Badawi, Min Balaghah al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Nahdah al-misr, 1950), hlm.
226-228.
Lihat Jalaluddin as-Suyuti, Al-Itqon fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2015),
hlm.378-379. Lihat juga az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2011), hlm.399-402.
12