Anda di halaman 1dari 2

RESUME

JUDUL : PEMIKIRAN KARL VOLLERS TERHADAP AL-QUR’AN

Biografi

Karl Vollers lahir pada tanggal 19 Maret 1857, di Hooksiel Oldenburg, Jerman dan wafat
pada 5 Januari 1909. Karl adalah seorang tokoh orientalis dari Jerman. Vollers bersekolah di
Hildesheim dan Jever di mana ia menerima gelar SMA Abitur pada tahun 1875. Vollers belajar
teologi Protestan dan bahasa Oriental di Tubingen, Halle, Berlin, dan Strassburg. Ia lulus pada
tahun 1879. Dari musim gugur 1879 hingga Juli 1880 ia bekerja sebagai guru swasta di
Konstantinopel. Pada tahun 1880 ia menerima licentia docendi untuk teologi di Jena. Penunjukan
profesional pertamanya sebagai guru di gimnasium lokal sekolah menengah di Furstenwalde di
Saxony, di mana ia bertugas antara Oktober 1881 hingga 1882. Setelah mempertahankan tesis
PhD-nya di Universitas Halle, ia diangkat sebagai asisten di Perpustakaan Kerajaan di Berlin
pada tahun Oktober 1882 di bawah kepemimpinan Carl Lepsius.

Pada tahun 1886, ia diangkat sebagai direktur Perpustakaan Khedival di Kairo, posisi
yang dipegang oleh beberapa orientalis Jerman sebelum Perang Dunia I. Ia mendapatkan
reputasinya sebagai ahli dialektologi dengan menulis salah satu studi pertama tentang bahasa
kontemporer Mesir. Di sini dia bisa mengumpulkan bahan untuk penelitiannya nanti. Ia bertugas
di Kairo sampai September 1896. Dan ia pernah menjadi seorang pustakawan pada saat di Mesir.
Pada tahun 1896 ia kembali ke Jerman dan menerima posisi sebagai profesor bahasa Oriental di
Sekolah Filsafat di Universitas Jena dan direktur "Grand Ducal Oriental Coin Cabinet Jena".
Setelah perselisihan yang menjadi pribadi atas bukunya Volksprache und Schriftsprache im alten
Arabien (1906), Vollers meninggalkan Deutsche Morgenländische Gesellschaft pada tahun 1908.
Dia meninggal tak lama kemudian1 . Ia juga pernah menjabat sebagai guru besar bahasa-bahasa
Timur di universitas Wina. Di antara karya-karyanya adalah al-Quran bi lahjat Makkah al-
Sya’biyah.

Pandangan Karl Vollers Terhadap Kebahasaan Al-Quran


Vollers berpendapat bahwa Al-Quran diturunkan dengan menggunakan bahasa yang
sesuai dengan kondisi penduduk Hijaz di Mekah dan Madinah, yang tidak memiliki kaidah-
kaidah i’rab. Lalu para ahli nahwu membangun dan meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu
berdasarkan keinginan mereka sendiri. Tidak hanya menolak otentisitas i’rab saja, Vollers
bahkan menolak otentisitas ilmu nahwu secara keseluruhan. Selain itu, pandangan Vollers
tentang al-Quran tidak memiliki i’rab juga telah mereduksi hakikat i’rab itu sendiri. Pendapat ini
sangat tidak tepat sebab didasarkan pada anggapan bahwa para ahli nahwu dalam membuat
kaidah-kaidah ilmu nahwu sematamata hanya berdasar pada keinginan mereka, padahal prinsip
utama ahli nahwu dalam berargumen (ihtijaj) adalah selalu berpedoman dengan al-Quran.
Mahmud Fahmi Hijazi mengatakan bahwa pendapat Vollers merupakan hasil kesimpulan dari
penelitiannya terhadap buku-buku bahasa Arab dan ilmu nahwu serta buku-buku tentang biografi
tokoh-tokoh ahli bahasa dan ahli nahwu, namun apa yang ia baca sebenarnya tidak utuh. Ia
hanya membaca buku-buku tersebut yang sesuai dengan pandangannya, dan mengabaikan buku-
buku yang dinilai tidak dapat mendukung pemikirannya. Tidak hanya buku tentang bahasa Arab
dan ilmu nahwu saja, mushaf-mushaf yang pilihnya juga bukan mushaf-mushaf yang
representatif. Menurut Vollers, yang juga dikenal di bidang sejarah agama-agama, agama adalah
bagian dari budaya dan sejarah, dan perlu kembali ke prasejarah untuk mengungkap asal-
usulnya. Agama adalah institusi yang muncul sebagai hasil aktivitas akal manusia dalam konteks
hubungan sebab akibat dengan lingkungannya. Agama tidak membentuk komunitas, tetapi
komunitas membentuk agama.

Anda mungkin juga menyukai