noldeke)
Muhammad Habibie Ainul Mubarok
Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan pemikiran Friedrich Schwally, seorang Orientalis yang mengkaji Al-
Qur’an dengan melakukan upaya pencarian pengaruh Yahudi-Nasrani dalam Al-Qur’an serta
mencoba membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an. Yaitu menganalisis secara kritis
mengenai kisah-kisah serta istilah-istilah dalam Al-Qur’an, lalu membandingkan dengan sumber
pada kitab Yahudi-Nasrani.
Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia di setiap ruang
dan waktu. Oleh karena itu nilai-nilai universal Al-Qur’an selalu bisa diaplikasikan baik di
zaman dahulu, sekarang, dan yang akan datang serta di manapun tempatnya. Demikian
juga, Al-Qur’an selalu terbuka untuk dipelajari bagi siapapun, baik dari kalangan muslim
maupun non muslim.
Umat Islam ketika mempelajari Al-Qur’an berangkat dari keimanan, sehingga hasil
kajiannya tidak melenceng dari syariat-syariat Islam serta tidak dicampuri kepentingan-
kepentingan lain. Karena pada dasarnya kaum Muslim yang harus menyajikan Al-Qur’an
sebagaimana yang mestinya. Akan tetapi berbeda halnya ketika kalangan non-muslim
atau orientalis yang mempelajari Al-Qur’an. Setidaknya, kajian orientalis modern
terhadap Al-Qur’an dapat diklasisfikasikan menjadi tiga, pertama, karya-karya yang
berusaha mencari pengaruh Yahudi-Nasrani di dalam Al-Qur’an, kedua, karya-karya yang
membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an, ketiga, karya-karya yang
menjelaskan keseluruhan atau aspek-aspek tertentu dari Al-Qur’an.1
1
Fazlurrahman, Tema-tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyudin, Bandung:
Pustaka, 1996, hal. xi.
1
Mengupas orientalisme dalam studi Islam akan selalu menarik dan seolah tidak
akan habis dibahas karena begitu besarnya cakupan garapan kajiannya. Hampir setiap
bidang Islamic Studies bersinggungan dengan orientalisme, baik itu tafsir, hadis, fikih,
filsafat, sufsime serta sejarah.2 Masing-masing bidang studi itu tidak luput dari sentuhan
kajian orientalis, dengan demikian kita akan memahami bagaimana cara barat
memandang Islam. Dari karya-karya mereka inilah, barat mengakui bahwa Al-Qur’an
adalah kitab yang paling otentik dan memiliki isi dan misi yang tak tertandingi.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research). Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang
bersumber dari kitab, buku-buku, jurnah ilmiah serta literatur lainnya yang berkaitan
dengan objek penelitian dalam hal ini tentang seorang Orientalis bernama Friedrich
Schwally dan Theodor noldeke berikut pemikirannya. Berdasarkan sifatnya, penelitian ini
penulis golongkan pada penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif.
Pembahasan
Riwayat Hidup dan Intelektual Friedrich Schwally
Friedrich Schwally lahir pada 10 Agustus 1863, di rumah keluarga di Guldengasse,
Butzbach, Grand Duchy of Hesse, dari orang tua Georg Peter Schwally, dan Johannette
Friederike Schwally. Dia dinamai menurut nama ayah baptis dan sepupunya, Friedrich
Zacharias Friedrich, seorang pedagang di Darmstadt. Pernikahannya pada tahun 1895
dengan Ebba Kuhnen di Strassburg, menghasilkan dua anak perempuan, Irene pada
tahun 1898 dan Hildegar pada tahun 1901.
Setelah kematian ayahnya dalam kecelakaan kereta api ketika ia berusia enam
tahun, Schwally sekolah di Volksschule dan Hohere Burgerschule (Sekolah Warga Tinggi)
di Butzbach. Dari musim gugur 1877 ia lanjut di Ludwig-Georgs-Gymnasium di
Darmstadt, di mana ia menyelesaikan sekolahnya pada musim gugur 1883.
Sebagai mahasiswa di Universitas Giessen selama tiga setengah tahun dari 1883
hingga 1886, ia belajar Teologi dan Orientalisme . Dengan Bernhard Stade yang terkenal
sebagai supervisornya, Schwally menyelesaikan PhD-nya dalam Studi Perjanjian Lama di
Giessen pada Paskah 1888. Dia menerbitkan tesis sebagai buku pada tahun yang sama.
Pada tahun sebelumnya pada musim panas 1887, ia menghadiri kelas Theodor Noldeke
dan Euting di Universitas Kaiser Wilhelm di Strassburg, untuk memperdalam
pengetahuannya tentang Filologi. Pertemuan pertama dengan Noldeke ini kemudian
memiliki arti penting bagi karir Schwally sebagai seorang Orientalis.3
Pada tahun 1889 ia memperoleh kredensial mengajar untuk Agama, Ibrani dan
Jerman. Dari Paskah tahun 1889 hingga Paskah 1890, Schwally mengajar di Ludwig-
2
Hasan Ahmad Said, “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis” Jurnal At-Tibyan, Vol. 3 No. 1, Juni
2018, hal. 23.
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
2
292.
3
Georgs-Gymnasium di Darmstadt. Setelah studi lebih lanjut ia dianugerahi Lic. Theol.
dari Universitas Giessen pada 23 Oktober 1891.
Saat memperoleh gelar doktor keduanya pada tahun 1893 dari Strassburg, ia
mengisi posisi pengajar di sana sejak tanggal 29 April 1893 sebagai dosen sesi (Privat-
Dozent). Kemudian pada tahun 1898, ia dipromosikan menjadi Associate Professor
(Profesor Ausserordentlicher) dalam Bahasa Semit. Ini adalah kemajuan karir untuk
seorang akademisi di Universitas Jerman. Schwally tetap di Strassburg sampai 1901 ia
bertugas di Universitas Giessen pada tingkat yang sama sebagai Associate Professor
(profesor Luar Biasa) dalam Bahasa Semit.
Perjalanan studinya ke Kairo pada musim semi 1903 dan 1904, masing-masing
selama tiga bulan, memberinya landasan yang lebih dalam untuk karyanya tentang teks-
teks Al-Qur’an dan juga studinya tentang isu-isu Islam kontemporer. Pada saat itu, Kairo
dianggap sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam. Schwally belajar di Perpustakaan
Kedhivial dan Masjid Al-Azhar. Ia mengambil les privat dalam metode penerjemahan Al-
Qur’an dan membenamkan dirinya dalam bahasa dan budaya lokal dengan tinggal di
rumah dan lingkungan Arab. Sempat meninggalkan Kairo, Schwally kembali lagi pada
tahun 1912.
Pada tahun 1906 ia ditawari, namun ia tolak, sebagai jabatan profesor penuh di
departemen yang baru dibuat yakni studi bahasa Arab di Universitas Islam Aligarh yang
4
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. xx.
4
dioperasikan swasta di India. Tahun itu juga ia menulis di penerbitan Aegyptiaca, sebuah
esai tentang kehidupan orang Mesir modern. Ini adalah kontribusi Schwally sebagai
bagian dari dua volume, buku penghormatan ulang tahun ke-70 kepada Theodor
Noeldeke oleh 86 sarjana.
Pada awal tahun 1913, Schwally menjabat sebagai kepala Fakultas Filsafat di
Giessen, di samping tugas-tugas akademik regulernya. Pada tanggal 5 Juli 1913, Kaisar
menganugerahkan Schwally kehormatan Kekaisaran “The Red Eagle Class IV”. Sekitar
waktu ini Schwally juga menjadi anggota dari komunitas masyarakat yang baru dibentuk
untuk studi Islam kontemporer, Deutsche Gesellschaft fur Islamkunde, yang didirikan
oleh Martin Hartmann di Berlin pada 9 Januari 1912.
Dari 1914 sampai 1919 Schwally adalah Profesor Bahasa Semit di Universitas
Konigsberg. Pada tahun 1915, ia berkontribusi pada buku penghormatan Ulang Tahun ke-
70 untuk Eduard Sachau.
Schwally meninggal di Konigsberg pada 5 Februari 1919 pada usia 55 tahun. Pada
saat itu, kematian dininya dikaitkan dengan penyakit jantung yang sudah diderita
sebelumnya. Tentang kematian Schwally, Paul Kahle, penerus Schwally di Universitas
Giessen, dengan baik hati menulis obituari lima halaman yang komprehensif yang
diterbitkan dalam jurnal akademik untuk para sarjana Orientalis, Der Islam pada tahun
1920.
5
Dikumpulkan dalam cetakan keenam berjumlah 837 halaman, diterbitkan oleh Olms
pada tahun 2008. Karya ini disebarkan di perpustakaan Universitas di seluruh dunia. The
Konrad Adenauer, Yayasan yang menerbitkan terjemahan bahasa Arab edisi ke-2 terbaru
pada tahun 2004 di Beirut, Tarikh Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Georges Tamer.
Sebelum itu, terjemahan bahasa Turki edisi ke-2 oleh Muammer Sencer, Kur’an Tarihi,
diterbitkan oleh Ilke Yayinlari di Istanbul pada tahun 1970.
Karya Schwally juga diterbitkan secara luas di bidang lain dari Perjanjian Lama,
Ibrani, Aram, dan Islam bersama-sama dengan makalah tentang topik Perang Suci.
Monografnya tahun 1901 Der heilige Krieg im alten Israel, adalah satu-satunya
pembahasan komprehensif pertama tentang topik tersebut, sebagai lanjutan dari karya
sebelumnya oleh Wellhausen dan lainnya. Selain menerbitkan karya tentang teks-teks
kuno, Schwally telah menerbitkan tentang Islam kontemporer. Publikasinya tahun 1912,
Beitraege zur Kenntnis des Lebens der Mohammedanischen Staedter, Fellachen und
Beduinen im heutigen Aegypten, dan artikel jurnal tahun 1916 Der heilige Krieg des Islams
in religiongeschichtlicher und staatsrechtlicher Beleuchtung. Dia juga menyumbangkan
artikel tentang Hubungan Internasional ke surat kabar seperti Frankfurter Zeitung.
6
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
54.
7
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 26.
6
sebelumnya.8 Dalam pisau analisisnya Schwally menggunakan analisis filologis, yakni
berdasarkan analisis pada teks, perbandingan berbagai teks atau varian teks, penerapan
kritik teks, ataupun penyelidikan mengenai asal-usul teks itu. Pada akhirnya, Friedrich
Schwally menyimpulkan bahwa wahyu dalam Al-Qur’an bersumber dari ajaran
sebelumnya. Pendekatan serupa banyak digunakan oleh Orientalis, hasilnya dapat
disaksikan dalam karya yang terkemuka, seperti T.J. De Boer dalam karyanya “Tarikh al-
Falsafah fi al-Islam”. Menyebutkan dalam karyanya bahwa filsafat Islam berasal dari
helenistik filsafat Yunani.9
Pada awalnya, buku Geschichte des Qorans (The History of the Qur`an) ditulis oleh
Theodor Noldeke sebagai kajian tesisnya. Namun Kemudian dikembangkan oleh
Schwally, Bergstrasser, dan Otto Pretzl yang ditulis selama 68 tahun sejak edisi pertama.
Sehingga, karya tersebut dengan judul Geschichte des Qorans dianggap sebagai karya
standar bagi para Orientalis, khususnya bagi untuk meneliti sejarah secara kritis dalam
penyusunan Al-Qur’an. Isi dari kitab keseluruhan, yakni mengandung 3 juz yaitu Ashl Al-
Qur’an, Jam’ul al-Qur’an dan Tarikh Nash Al-Qur’an. Juz pertama mengandungi isi
kenabian Muhammad dan Wahyu, dan asal bagian Al-Qur’an yang ditulis oleh beliau
sebanyak 49 halaman.
Schwally mengatakan “It would be superfluous to explain here that not only most
of the histories of the prophets in the Koran but also many of the dogmas and laws are of
8
Muhammad Muslih, Religious Studies Problem Hubungan Islam Barat Kajian atas Pemikiran Karel
A. Steenbrink, Yogyakarta: Bulkar, 2003, hal. 85.
9
Faiq Ihsan Anshari, “Pencarian Sebuah Keautentikan”, Jurnal Aufklarung, No. 1, November 2007,
hal. 102-104.
7
Jewish origin”.10 “Akan berlebihan untuk menjelaskan di sini bahwa tidak hanya sebagian
besar sejarah para Nabi dalam Al-Qur’an, tetapi juga banyak dogma dan hukum yang
berasal dari Yahudi”.
Ada empat kriteria aransemen kronologi yang kemudian dijelaskan oleh Schwally
dalam karyanya Geschichte des Qorans (The History of the Qur’an). Yaitu susunan
kronologis surat periode Makkah awal, tengah, akhir, dan susunan kronologis surat
periode Madinah.
10
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 5.
11
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
118. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 63.
8
11 Al-Balad 90
12 Alam Nasyrah 94
13 Al-Dhuha 93
14 Al-Qadar 97
15 Al-Thariq 86
16 Al-Syams 91
17 ‘Abasa 80
18 Al-Qalam 68 Ayat 17 belakangan
19 Al-A’la 87
20 Al-Tin 95
21 Al-‘Ashr 103 Ayat 3 Mk. akhir
22 Al-Buruj 85 Ayat 8-11 belakangan
23 Al-Muzamil 73
24 Al-Qari’ah 101
25 Al-Zalzalah 99
26 Al-Infithar 82
27 Al-Takwir 81
28 Al-Najm 53 Ayat 23, 26-32 belakangan
29 Al-Insyiqaq 84 Ayat 25 Mk. akhir
30 Al-‘Adiyat 100
31 Al-Nazi’at 79 Ayat 27-46 belakangan
32 Al-Mursalat 77
33 Al-Naba’ 78 Ayat 37 Mk. Tengah
34 Al-Ghasyiyah 88
35 Al-Fajr 89
36 Al-Qiyamah 75 Ayat 16-19
37 Al-Muthafifin 83
38 Al-Haqqah 69
39 Al-Dzariyat 51 Ayat 24 belakangan
40 Al-Thur 52 Ayat 21, 29 belakangan
41 Al-Waqi’ah 56 Ayat 75 belakangan
42 Al-Ma’arij 70
43 Al-Rahman 55 Ayat 8-9 belakangan
44 Al-Ikhlash 112
45 Al-Kafirun 109
46 Al-Falaq 113
47 Al-Nas 114
48 Al-Fatihah 1
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.
Surat-surat periode kedua atau periode Makkah tengah lebih panjang dan lebih
berbentuk prosa, tetapi tetap dengan kualitas puitis yang indah. Gayanya membentuk
9
suatu transisi antara suratsurat periode Makkah pertama dan ketiga. Tanda-tanda
kemahakuasaan Tuhan dalam alam dan sifat-sifat Ilahi seperti rahmah ditekankan,
sementara Tuhan sendiri sering disebut sebagai al-Rahman. Deskripsi yang hidup tentang
surga dan neraka diungkapkan, serta dalam periode inilah kisah-kisah umat nabi sebelum
Muhammad yang diazab Tuhan, atau lebih dikenal di kalangan akademisi Barat sebagai
“kisah-kisah pengazaban” diintroduksi. Surat-surat periode kedua menurut versi Schwally
adalah sebagai berikut:12
Surat-surat periode Makkah ketiga atau Makkah akhir lebih panjang dan lebih
berbentuk prosa. “Kekuatan puitis” yang menjadi ciri surat-surat dua periode sebelumnya
telah menghilang dalam periode ini. Schwally mengemukakan bahwa penggunaan al-
Rahman sebagai nama diri Tuhan berakhir pada periode ketiga, tetapi karakteristik-
karakteristik periode kedua lainnya semakin mengental. Kisah-kisah kenabian dan
12
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
120. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 97
10
pengazaban umat terdahulu dituturkan kembali secara lebih rinci. Susunan kronologis
surat-surat Al-Quran periode Makkah ketiga ini adalah sebagai berikut:13
13
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
121. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 117.
14
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
122. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 135
11
Susunan Kronologis Surat Periode Madinah Versi Schwally
Urut No.
Nama Surat Keterangan
Kronologis Surat
1 Al-Baqarah 2
2 Al-Bayyinah 98
3 Al-Taghabun 64
4 Al-Jumu’ah 62
5 Al-Anfal 8
6 Muhammad 47
7 Ali-Imran 3
8 Al-Shaff 61
9 Al-Hadid 57
10 Al-Nisa’ 4
11 Al-Thalaq 65
12 Al-Hasyr 59
13 Al-Ahzab 33
14 Al-Munafiqun 63
15 Al-Nur 24
16 Al-Mujadilah 58
17 Al-Hajj 22
18 Al-Fath 48
19 Al-Tahrim 66
20 Al-Mumtahanah 60
21 Al-Nashr 110
22 Al-Hujurat 49
23 Al-Taubah 9
24 Al-Ma’idah 5
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.
Pada akhirnya, jika kita melihat keempat sistem periode yang disusun Schwally di
atas terlihat hanya merupakan varian yang agak terelaborasi dari sistem penanggalan
Makkiyah-Madaniyah kesarjanaan Islam. Sistem yang disusun Schwally sangat
bergantung pada sistem periodesasi dan hal-hal yang bertalian dengan bentuk serta gaya
yang dikembangkan sarjana Muslim. 15
15
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
122.
Riwayat Hidup dan Intelektual Friedrich Schwally
12
Theodor Noldeke (1836–1930) adalah seorang orientalis dan ahli bahasa Jerman yang
dikenal karena kontribusinya pada studi Al-Quran dan sastra Arab. Berikut adalah ikhtisar
singkat dari biografi Theodor Noldeke:
Theodor Noldeke lahir pada 2 Maret 1836, di Harburg, Kerajaan Hannover (sekarang
bagian dari Hamburg, Jerman). Ia memperoleh pendidikan tingginya di Universitas
Göttingen dan Berlin, dengan fokus pada studi bahasa Semit dan literatur Arab.
Karir Akademis:
Noldeke memulai kariernya sebagai dosen di Universitas Königsberg pada tahun 1864.
Pada tahun 1866, ia menjadi profesor bahasa dan sastra Semit di Universitas Strasbourg.
Ia kemudian pindah ke Universitas Strasbourg pada tahun 1872 dan menjadi profesor di
bidang yang sama di sana.
Kontribusi Akademis:
Noldeke dianggap sebagai salah satu cendekiawan terkemuka dalam bidang studi Al-
Quran pada masanya, dan karyanya memiliki dampak besar pada perkembangan ilmu
Qur'aniyah. Pada tahun 1906, ia dianugerahi gelar doktor kehormatan oleh Universitas
Leiden.
Wafat:
Noldeke pensiun pada tahun 1906 tetapi tetap aktif dalam penelitian hingga
kematiannya. Theodor Noldeke meninggal pada 25 Desember 1930, di Karlsruhe, Jerman.
Theodor Noldeke adalah seorang orientalis Jerman yang terkenal dalam studi Al-
13
Quran pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Noldeke memberikan kontribusi besar terhadap
pemahaman sejarah Al-Quran dan mengembangkan metode kritik tekstual yang
berpengaruh.
Pendekatan kritis dan analitis Noldeke terhadap Al-Quran telah memberikan fondasi
bagi banyak penelitian selanjutnya dalam studi Al-Quran. Meskipun beberapa aspek dari
pandangan Noldeke mungkin telah diperdebatkan atau dikritik oleh sarjana lain,
kontribusinya tetap diakui sebagai bagian penting dari sejarah studi Al-Quran.
Sebagai catatan, interpretasi dan pandangan mengenai Al-Quran bisa sangat bervariasi di
kalangan cendekiawan, dan beberapa interpretasi Noldeke mungkin telah berkembang atau
diperluas oleh penelitian lanjutan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
15
Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Divisi Muslim Demokratis,
2011.
Muslih, Muhammad. Religious Studies Problem Hubungan Islam Barat Kajian atas
Pemikiran Karel A. Steenbrink. Yogyakarta: Bulkar, 2003.
Noldeke, Theodor., et al. The History of the Qur’an. Leiden: Brill, 2013.
Said, Hasan Ahmad. “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”. Jurnal At-Tibyan, Vol. 3
No. 1, Juni 2018.
16