Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Mushaf Al-Qur’an (Pandangan Friedrich Schwally dan Theodor

noldeke)
Muhammad Habibie Ainul Mubarok

Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan pemikiran Friedrich Schwally, seorang Orientalis yang mengkaji Al-
Qur’an dengan melakukan upaya pencarian pengaruh Yahudi-Nasrani dalam Al-Qur’an serta
mencoba membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an. Yaitu menganalisis secara kritis
mengenai kisah-kisah serta istilah-istilah dalam Al-Qur’an, lalu membandingkan dengan sumber
pada kitab Yahudi-Nasrani.

Kata Kunci: Al-Qur’an, Friedrich Schwally, Theodor Noldeke, Orientalis

Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia di setiap ruang
dan waktu. Oleh karena itu nilai-nilai universal Al-Qur’an selalu bisa diaplikasikan baik di
zaman dahulu, sekarang, dan yang akan datang serta di manapun tempatnya. Demikian
juga, Al-Qur’an selalu terbuka untuk dipelajari bagi siapapun, baik dari kalangan muslim
maupun non muslim.

Umat Islam ketika mempelajari Al-Qur’an berangkat dari keimanan, sehingga hasil
kajiannya tidak melenceng dari syariat-syariat Islam serta tidak dicampuri kepentingan-
kepentingan lain. Karena pada dasarnya kaum Muslim yang harus menyajikan Al-Qur’an
sebagaimana yang mestinya. Akan tetapi berbeda halnya ketika kalangan non-muslim
atau orientalis yang mempelajari Al-Qur’an. Setidaknya, kajian orientalis modern
terhadap Al-Qur’an dapat diklasisfikasikan menjadi tiga, pertama, karya-karya yang
berusaha mencari pengaruh Yahudi-Nasrani di dalam Al-Qur’an, kedua, karya-karya yang
membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an, ketiga, karya-karya yang
menjelaskan keseluruhan atau aspek-aspek tertentu dari Al-Qur’an.1

1
Fazlurrahman, Tema-tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyudin, Bandung:
Pustaka, 1996, hal. xi.

1
Mengupas orientalisme dalam studi Islam akan selalu menarik dan seolah tidak
akan habis dibahas karena begitu besarnya cakupan garapan kajiannya. Hampir setiap
bidang Islamic Studies bersinggungan dengan orientalisme, baik itu tafsir, hadis, fikih,
filsafat, sufsime serta sejarah.2 Masing-masing bidang studi itu tidak luput dari sentuhan
kajian orientalis, dengan demikian kita akan memahami bagaimana cara barat
memandang Islam. Dari karya-karya mereka inilah, barat mengakui bahwa Al-Qur’an
adalah kitab yang paling otentik dan memiliki isi dan misi yang tak tertandingi.

Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research). Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang
bersumber dari kitab, buku-buku, jurnah ilmiah serta literatur lainnya yang berkaitan
dengan objek penelitian dalam hal ini tentang seorang Orientalis bernama Friedrich
Schwally dan Theodor noldeke berikut pemikirannya. Berdasarkan sifatnya, penelitian ini
penulis golongkan pada penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif.

Pembahasan
Riwayat Hidup dan Intelektual Friedrich Schwally
Friedrich Schwally lahir pada 10 Agustus 1863, di rumah keluarga di Guldengasse,
Butzbach, Grand Duchy of Hesse, dari orang tua Georg Peter Schwally, dan Johannette
Friederike Schwally. Dia dinamai menurut nama ayah baptis dan sepupunya, Friedrich
Zacharias Friedrich, seorang pedagang di Darmstadt. Pernikahannya pada tahun 1895
dengan Ebba Kuhnen di Strassburg, menghasilkan dua anak perempuan, Irene pada
tahun 1898 dan Hildegar pada tahun 1901.

Setelah kematian ayahnya dalam kecelakaan kereta api ketika ia berusia enam
tahun, Schwally sekolah di Volksschule dan Hohere Burgerschule (Sekolah Warga Tinggi)
di Butzbach. Dari musim gugur 1877 ia lanjut di Ludwig-Georgs-Gymnasium di
Darmstadt, di mana ia menyelesaikan sekolahnya pada musim gugur 1883.

Sebagai mahasiswa di Universitas Giessen selama tiga setengah tahun dari 1883
hingga 1886, ia belajar Teologi dan Orientalisme . Dengan Bernhard Stade yang terkenal
sebagai supervisornya, Schwally menyelesaikan PhD-nya dalam Studi Perjanjian Lama di
Giessen pada Paskah 1888. Dia menerbitkan tesis sebagai buku pada tahun yang sama.
Pada tahun sebelumnya pada musim panas 1887, ia menghadiri kelas Theodor Noldeke
dan Euting di Universitas Kaiser Wilhelm di Strassburg, untuk memperdalam
pengetahuannya tentang Filologi. Pertemuan pertama dengan Noldeke ini kemudian
memiliki arti penting bagi karir Schwally sebagai seorang Orientalis.3

Pada tahun 1889 ia memperoleh kredensial mengajar untuk Agama, Ibrani dan
Jerman. Dari Paskah tahun 1889 hingga Paskah 1890, Schwally mengajar di Ludwig-

2
Hasan Ahmad Said, “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis” Jurnal At-Tibyan, Vol. 3 No. 1, Juni
2018, hal. 23.
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.

2
292.

3
Georgs-Gymnasium di Darmstadt. Setelah studi lebih lanjut ia dianugerahi Lic. Theol.
dari Universitas Giessen pada 23 Oktober 1891.

Pada tahun-tahun berikutnya, kehidupan Schwally mengambil jalur karir


tradisionalis sebagai seorang sarjana Perjanjian Lama di Fakultas Teologi. Titik balik
dalam karirnya datang ketika gelar doktor keduanya pada studi Perjanjian Lama, tidak
diberikan oleh penguji konservatif di Universitas Halle. Ini bukan karena standar karya
Schwally tetapi karena kesimpulan dan implikasi dari tesisnya dan metodologinya, tidak
sesuai dengan teologi konservatif penguji Halle-nya. Tesis ini diterbitkan sebagai buku
pada tahun 1892.

Kecintaan Schwally pada bahasa Semit membawanya ke Universitas Strassburg


pada tahun 1892 untuk kembali menjadi mahasiswa Orientalis Jerman terkemuka pada
masanya yaitu Theodor Noldeke. Di Universitas-universitas Jerman, Orientalisme telah
berkembang menjadi disiplin akademis tersendiri, dan berlabuh di dalam Fakultas
Filsafat. Itu didasarkan pada pengetahuan tentang bahasa dan budaya, dan juga dapat
merangkul metodologi kritis-historis untuk analisis teks. Bagi Schwally, ini adalah rumah
alaminya.

Di Strassburg, ia bertemu dan berteman dengan Albert Schweitzer dan Theodor


Heuss, calon Presiden Jerman. Pada kata pengantarnya dalam buku The History of the
Qur’an, Schwally dedikasikan untuk gurunya Noldeke serta teman-temannya, Ignaz
Goldziher di Budapest dan Christian Snouck Hurgronje di Leiden, yang pernah
berkolaborasi dengannya.4

Saat memperoleh gelar doktor keduanya pada tahun 1893 dari Strassburg, ia
mengisi posisi pengajar di sana sejak tanggal 29 April 1893 sebagai dosen sesi (Privat-
Dozent). Kemudian pada tahun 1898, ia dipromosikan menjadi Associate Professor
(Profesor Ausserordentlicher) dalam Bahasa Semit. Ini adalah kemajuan karir untuk
seorang akademisi di Universitas Jerman. Schwally tetap di Strassburg sampai 1901 ia
bertugas di Universitas Giessen pada tingkat yang sama sebagai Associate Professor
(profesor Luar Biasa) dalam Bahasa Semit.

Perjalanan studinya ke Kairo pada musim semi 1903 dan 1904, masing-masing
selama tiga bulan, memberinya landasan yang lebih dalam untuk karyanya tentang teks-
teks Al-Qur’an dan juga studinya tentang isu-isu Islam kontemporer. Pada saat itu, Kairo
dianggap sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam. Schwally belajar di Perpustakaan
Kedhivial dan Masjid Al-Azhar. Ia mengambil les privat dalam metode penerjemahan Al-
Qur’an dan membenamkan dirinya dalam bahasa dan budaya lokal dengan tinggal di
rumah dan lingkungan Arab. Sempat meninggalkan Kairo, Schwally kembali lagi pada
tahun 1912.

Pada tahun 1906 ia ditawari, namun ia tolak, sebagai jabatan profesor penuh di
departemen yang baru dibuat yakni studi bahasa Arab di Universitas Islam Aligarh yang
4
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. xx.

4
dioperasikan swasta di India. Tahun itu juga ia menulis di penerbitan Aegyptiaca, sebuah
esai tentang kehidupan orang Mesir modern. Ini adalah kontribusi Schwally sebagai
bagian dari dua volume, buku penghormatan ulang tahun ke-70 kepada Theodor
Noeldeke oleh 86 sarjana.

Pada awal tahun 1913, Schwally menjabat sebagai kepala Fakultas Filsafat di
Giessen, di samping tugas-tugas akademik regulernya. Pada tanggal 5 Juli 1913, Kaisar
menganugerahkan Schwally kehormatan Kekaisaran “The Red Eagle Class IV”. Sekitar
waktu ini Schwally juga menjadi anggota dari komunitas masyarakat yang baru dibentuk
untuk studi Islam kontemporer, Deutsche Gesellschaft fur Islamkunde, yang didirikan
oleh Martin Hartmann di Berlin pada 9 Januari 1912.

Dari 1914 sampai 1919 Schwally adalah Profesor Bahasa Semit di Universitas
Konigsberg. Pada tahun 1915, ia berkontribusi pada buku penghormatan Ulang Tahun ke-
70 untuk Eduard Sachau.

Schwally melakukan beberapa perjalanan penelitian termasuk ke Kairo,


Alexandria, Damaskus, Palmyra, Yerusalem, Beirut, Istanbul, Paris, London, Leiden.
Selain itu, ada perjalanan ekstensif di Jerman. Dia adalah orang luar yang kuat dengan
cinta kehidupan, menikmati berenang, menunggang kuda, dan khususnya backpacking.
Schwally menikmati liburan jalan kaki di banyak daerah pegunungan dan hutan di
Jerman. Terlepas dari kecintaannya pada alam dan kehidupan luar, Schwally menaruh
minat linguistik pada banyak dialek dan aksen orang-orang yang ditemuinya dalam
perjalanan liburannya.

Schwally meninggal di Konigsberg pada 5 Februari 1919 pada usia 55 tahun. Pada
saat itu, kematian dininya dikaitkan dengan penyakit jantung yang sudah diderita
sebelumnya. Tentang kematian Schwally, Paul Kahle, penerus Schwally di Universitas
Giessen, dengan baik hati menulis obituari lima halaman yang komprehensif yang
diterbitkan dalam jurnal akademik untuk para sarjana Orientalis, Der Islam pada tahun
1920.

Karya Ilmiah Friedrich Schwally


Schwally terkenal karena edisi ke-2 dari Geschichte des Qorans (The History of the
Qur’an) karya Noldeke.5 Karena usianya yang semakin lanjut, Noldeke kemudian
meminta Schwally untuk mengambil tugas ini dan memberinya tanggung jawab penuh
atas teks yang dihasilkan sebagai milik Schwally. Volume Satu, ber den Ursprung des
Korans, diterbitkan pada tahun 1909. Setelah kematian Schwally pada Februari 1919,
saudara iparnya Heinrich Zimmern, dengan bantuan penyuntingan dari August Fischer,
membawa manuskrip Schwally Volume 2, Die Sammlung des Korans ke penerbit di
Leipzig. Gotthelf Bergstrasser, penerus Schwally ini di Konigsberg, meneruskan Volume 3.
Ketika Bergstrasser tewas dalam insiden gunung di Bavaria pada tahun 1933, Otto Pretzl,
yang murid Bergstrasser ini, meneruskan sampai publikasi akhir tahun 1938.
5
Hilmy Pratomo, “Aplikasi Pendekatan Kritis-Historis (Geschichte des Qorans) Theodor Noldeke
dalam Studi Al-Qur’an”, Syariati Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum, Vol. 4 No. 1, Mei 2018, hal. 3.

5
Dikumpulkan dalam cetakan keenam berjumlah 837 halaman, diterbitkan oleh Olms
pada tahun 2008. Karya ini disebarkan di perpustakaan Universitas di seluruh dunia. The
Konrad Adenauer, Yayasan yang menerbitkan terjemahan bahasa Arab edisi ke-2 terbaru
pada tahun 2004 di Beirut, Tarikh Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Georges Tamer.
Sebelum itu, terjemahan bahasa Turki edisi ke-2 oleh Muammer Sencer, Kur’an Tarihi,
diterbitkan oleh Ilke Yayinlari di Istanbul pada tahun 1970.

Karya Schwally juga diterbitkan secara luas di bidang lain dari Perjanjian Lama,
Ibrani, Aram, dan Islam bersama-sama dengan makalah tentang topik Perang Suci.
Monografnya tahun 1901 Der heilige Krieg im alten Israel, adalah satu-satunya
pembahasan komprehensif pertama tentang topik tersebut, sebagai lanjutan dari karya
sebelumnya oleh Wellhausen dan lainnya. Selain menerbitkan karya tentang teks-teks
kuno, Schwally telah menerbitkan tentang Islam kontemporer. Publikasinya tahun 1912,
Beitraege zur Kenntnis des Lebens der Mohammedanischen Staedter, Fellachen und
Beduinen im heutigen Aegypten, dan artikel jurnal tahun 1916 Der heilige Krieg des Islams
in religiongeschichtlicher und staatsrechtlicher Beleuchtung. Dia juga menyumbangkan
artikel tentang Hubungan Internasional ke surat kabar seperti Frankfurter Zeitung.

Asal Kata Al-Qur’an menurut Friedrich Schwally


Sebagian besar sarjana Muslim memandang kata Al-Qur’an merupakan kata benda
bentukan (mashdar) dari kata kerja (fi’il) qara’a berarti “membaca”. Dengan demikian Al-
Qur’an bermakna “bacaan” atau “yang dibaca” (maqru’).6

Namun, para sarjana Barat modern pada umumnya menerima pandangan


Friedrich Schwally bahwa kata qur’an merupakan derivasi (isytiqaq) dari bahasa Siria atau
Ibrani: qeryana, qiryani (“bacaan” atau “yang dibaca”), yang digunakan dalam liturgi
Kristen. Kemungkinan terjadinya pinjaman dari bahasa Semit lainnya dalam kasus ini
bisa saja dibenarkan, mengingat kontak-kontak yang dilakukan orang-orang Arab dengan
dunia di luarnya. Lewat kontak-kontak semacam itu, berbagai kata non-Arab telah
dimasukkan ke dalam bahasa Arab atau “diarabkan”. Terma qur’an dalam kaitannya
dengan kitab suci kaum Muslimin pada prinsipnya berasal dari penggunaan Al-Qur’an
sendiri yang didasarkan pada bentuk mashdar fu‘lan dari akar kata qara’a.7

Studi Al-Qur’an dan Metode yang Digunakan Friedrich Schwally


Schwally menggunakan pendekatan kritis historis dengan mengaplikasikan
pendekatan tersebut dalam karyanya yakni The History of the Qur’an dalam edisi bahasa
Arab berjudul “Tarikh Al-Qur’an”. Pendekatan ini menitikberatkan pada data yang berisi
kebenaran yang mengandung perbandingan antara sejarah dan legenda, antara fakta dan
fiksi, dan atanra realitas dan mitos. Dalam hal ini bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai
Nabi yang menyerupakan terhadap ajaran tentang Nabi dalam kitab Taurat dan Injil dan
wahyu yang disampaikan atas inspirasinya berdasarkan kondisi lingkungan dan kitab suci

6
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
54.
7
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 26.

6
sebelumnya.8 Dalam pisau analisisnya Schwally menggunakan analisis filologis, yakni
berdasarkan analisis pada teks, perbandingan berbagai teks atau varian teks, penerapan
kritik teks, ataupun penyelidikan mengenai asal-usul teks itu. Pada akhirnya, Friedrich
Schwally menyimpulkan bahwa wahyu dalam Al-Qur’an bersumber dari ajaran
sebelumnya. Pendekatan serupa banyak digunakan oleh Orientalis, hasilnya dapat
disaksikan dalam karya yang terkemuka, seperti T.J. De Boer dalam karyanya “Tarikh al-
Falsafah fi al-Islam”. Menyebutkan dalam karyanya bahwa filsafat Islam berasal dari
helenistik filsafat Yunani.9

Pada awalnya, buku Geschichte des Qorans (The History of the Qur`an) ditulis oleh
Theodor Noldeke sebagai kajian tesisnya. Namun Kemudian dikembangkan oleh
Schwally, Bergstrasser, dan Otto Pretzl yang ditulis selama 68 tahun sejak edisi pertama.
Sehingga, karya tersebut dengan judul Geschichte des Qorans dianggap sebagai karya
standar bagi para Orientalis, khususnya bagi untuk meneliti sejarah secara kritis dalam
penyusunan Al-Qur’an. Isi dari kitab keseluruhan, yakni mengandung 3 juz yaitu Ashl Al-
Qur’an, Jam’ul al-Qur’an dan Tarikh Nash Al-Qur’an. Juz pertama mengandungi isi
kenabian Muhammad dan Wahyu, dan asal bagian Al-Qur’an yang ditulis oleh beliau
sebanyak 49 halaman.

Struktur Konstruksi Dasar Pemikiran Friedrich Schwally terhadap Al-Qur’an


Konstruksi teori penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bentuk dari macam-
macam penelitian, karena perbedaan atau macam-macam penelitian yang dilakukan akan
mempengarui bentuk konstruksi teori penelitian yang dilakukan, termasuk pula
penelitian agama. Penelitian dapat mengambil bentuk bermacam-macam tergantung dari
sudut pandang mana yang digunakan untuk melihatnya. Secara umum teori konstruksi
(genre) yang digunakan Friedrich Schwally adalah berpijak dari pernyataan bahwa
menjadikan Bibel sebagai alat untuk menilai keontentikan Al-Qur’an, dia berpendapat
bahwa Nabi Muhammad SAW disebut ummi (bukan tidak bisa membaca dan menulis,
melainkan kebalikan dari ahlul kitab), disebabkan karena sumber utama Nabi
Muhammad SAW adalah berasal dari Yahudi.

Studi Al-Qur’an dalam pandangan Friedrich Schwally yaitu dengan melacak


sumber Al-Qur’an dari dua agama besar sebelumnya, yakni Yahudi dan Nasrani, dan
memiliki argumen historis untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW betul-
betul telah terpengaruh oleh ajaran dari kedua agama tersebut untuk kemudian dijadikan
doktrin dalam Al-Qur’an. Bahwa kajian Orientalis untuk menggugurkan sakralitas Al-
Qur’an. Ketika ada bahasa Al-Qur’an yang benar agak mirip dengan bahasa lain, mereka
mengklaim bahwasannya bahasa Al-Qur’an mengambil dari situ.

Schwally mengatakan “It would be superfluous to explain here that not only most
of the histories of the prophets in the Koran but also many of the dogmas and laws are of
8
Muhammad Muslih, Religious Studies Problem Hubungan Islam Barat Kajian atas Pemikiran Karel
A. Steenbrink, Yogyakarta: Bulkar, 2003, hal. 85.
9
Faiq Ihsan Anshari, “Pencarian Sebuah Keautentikan”, Jurnal Aufklarung, No. 1, November 2007,
hal. 102-104.

7
Jewish origin”.10 “Akan berlebihan untuk menjelaskan di sini bahwa tidak hanya sebagian
besar sejarah para Nabi dalam Al-Qur’an, tetapi juga banyak dogma dan hukum yang
berasal dari Yahudi”.

Pandangan Friedrich Schwally tentang Kronologi Al-Qur’an


Sejak pertengahan abad ke-19, dunia kesarjanaan Barat mulai menaruh perhatian
terhadap upaya untuk merekonstruksi secara kronologis wahyu-wahyu Al-Qur’an. Upaya
ini dilakukan dengan mengeksploitasi bahan-bahan tradisional Islam dan memperhatikan
bukti-bukti internal Al-Qur’an sendiri, yakni rujukan-rujukan historis di dalamnya,
terutama selama periode Madinah dari karir kenabian Muhammad. Perhatian juga
dipusatkan pada pertimbangan gaya Al-Qur’an, perbendaharaan katanya, dan semisalnya.
Singkatnya, Al-Qur’an telah menjadi sasaran penelitian yang cermat selaras dengan
metode kritik sastra dan kritik sejarah modern. Hasilnya, muncul berbagai sistem
penanggalan Al-Qur’an berdasarkan asumsi-asumsi yang beragam. Jadi, ketika kajian-
kajian kronologi Al-Qur’an di dunia Islam menapaki titik lesunya dan hanya berkutat
pada riwayat-riwayat lama tanpa membuahkan hasil yang signifikan, perkembangan di
dunia akademik Barat justru berada di titik berlawanan.

Ada empat kriteria aransemen kronologi yang kemudian dijelaskan oleh Schwally
dalam karyanya Geschichte des Qorans (The History of the Qur’an). Yaitu susunan
kronologis surat periode Makkah awal, tengah, akhir, dan susunan kronologis surat
periode Madinah.

Surat-surat periode Makkah awal cenderung pendek-pendek. Ayat-ayatnya juga


pendek-pendek serta berima. Surat-surat sering diawali dengan ungkapan-ungkapan
sumpah, serta bahasanya penuh dengan tamsilan dan keindahan puitis. Susunan
kronologis surat-surat Al-Qur’an periode ini menurut Schwally adalah sebagai berikut:11

Susunan Kronologis Surat Periode Makkah Awal Versi Schwally


Urut No.
Nama Surat Keterangan
Kronologis Surat
1 Al-‘Alaq 96 Ayat 9-11 belakangan
2 Al-Mudatsir 74 Ayat 31-34, 41 belakangan
3 Al-Lahab 111
4 Quraisy 106
5 Al-Kautsar 108
6 Al-Humazah 104
7 Al-Ma’un 107
8 Al-Takatsur 102
9 Al-Fil 105 Ayat 6 Mk. Akhir
10 Al-Lail 92

10
Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 5.
11
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
118. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 63.

8
11 Al-Balad 90
12 Alam Nasyrah 94
13 Al-Dhuha 93
14 Al-Qadar 97
15 Al-Thariq 86
16 Al-Syams 91
17 ‘Abasa 80
18 Al-Qalam 68 Ayat 17 belakangan
19 Al-A’la 87
20 Al-Tin 95
21 Al-‘Ashr 103 Ayat 3 Mk. akhir
22 Al-Buruj 85 Ayat 8-11 belakangan
23 Al-Muzamil 73
24 Al-Qari’ah 101
25 Al-Zalzalah 99
26 Al-Infithar 82
27 Al-Takwir 81
28 Al-Najm 53 Ayat 23, 26-32 belakangan
29 Al-Insyiqaq 84 Ayat 25 Mk. akhir
30 Al-‘Adiyat 100
31 Al-Nazi’at 79 Ayat 27-46 belakangan
32 Al-Mursalat 77
33 Al-Naba’ 78 Ayat 37 Mk. Tengah
34 Al-Ghasyiyah 88
35 Al-Fajr 89
36 Al-Qiyamah 75 Ayat 16-19
37 Al-Muthafifin 83
38 Al-Haqqah 69
39 Al-Dzariyat 51 Ayat 24 belakangan
40 Al-Thur 52 Ayat 21, 29 belakangan
41 Al-Waqi’ah 56 Ayat 75 belakangan
42 Al-Ma’arij 70
43 Al-Rahman 55 Ayat 8-9 belakangan
44 Al-Ikhlash 112
45 Al-Kafirun 109
46 Al-Falaq 113
47 Al-Nas 114
48 Al-Fatihah 1
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.

Surat-surat periode kedua atau periode Makkah tengah lebih panjang dan lebih
berbentuk prosa, tetapi tetap dengan kualitas puitis yang indah. Gayanya membentuk

9
suatu transisi antara suratsurat periode Makkah pertama dan ketiga. Tanda-tanda
kemahakuasaan Tuhan dalam alam dan sifat-sifat Ilahi seperti rahmah ditekankan,
sementara Tuhan sendiri sering disebut sebagai al-Rahman. Deskripsi yang hidup tentang
surga dan neraka diungkapkan, serta dalam periode inilah kisah-kisah umat nabi sebelum
Muhammad yang diazab Tuhan, atau lebih dikenal di kalangan akademisi Barat sebagai
“kisah-kisah pengazaban” diintroduksi. Surat-surat periode kedua menurut versi Schwally
adalah sebagai berikut:12

Susunan Kronologis Surat Periode Makkah Tengah Versi Schwally


Urut No.
Nama Surat Keterangan
Kronologis Surat
1 Al-Qamar 54
2 Al-Shaffat 37
3 Nuh 71
4 Al-Insan 76
5 Al-Dukhan 44
6 Qaf 50
7 Thaha 20
8 Al-Syu’ara 26
9 Al-Hijr 15
10 Maryam 19 Ayat 35-40 belakangan
11 Shad 38
12 Yasin 36
13 Al-Zukhruf 43
14 Al-Jinn 72
15 Al-Mulk 67
16 Al-Mu’minun 23
17 Al-Anbiya’ 21
18 Al-Furqan 25 Ayat 64
19 Al-Isra’ 17
20 Al-Naml 27
21 Al-Kahfi 18
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.

Surat-surat periode Makkah ketiga atau Makkah akhir lebih panjang dan lebih
berbentuk prosa. “Kekuatan puitis” yang menjadi ciri surat-surat dua periode sebelumnya
telah menghilang dalam periode ini. Schwally mengemukakan bahwa penggunaan al-
Rahman sebagai nama diri Tuhan berakhir pada periode ketiga, tetapi karakteristik-
karakteristik periode kedua lainnya semakin mengental. Kisah-kisah kenabian dan

12
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
120. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 97

10
pengazaban umat terdahulu dituturkan kembali secara lebih rinci. Susunan kronologis
surat-surat Al-Quran periode Makkah ketiga ini adalah sebagai berikut:13

Susunan Kronologis Surat Periode Makkah Akhir Versi Schwally


Urut No.
Nama Surat Keterangan
Kronologis Surat
1 Al-Sajdah 32
2 Fushilat 41
3 Al-Jatsiyah 45
4 Al-Nahl 16 Ayat 41, 110-124 Md.
5 Rum 30
6 Hud 11
7 Ibrahim 14 Ayat 38 Md.
8 Yusuf 12
9 Al-Mu’min 40 Ayat 57
10 Al-Qashash 28
11 Al-Zumar 39
12 Al-‘Ankabut 29 Ayat 1-11, 46 Md., 49
Ayat 14 Md. 12, 16-19 belakangan,
13 Luqman 31
27-29 Md.
14 Al-Syura 42
15 Yunus 10
16 Saba’ 34
17 Fathir 35 Ayat 157 Md.
18 Al-A’raf 7
19 Al-Ahqaf 46
20 Al-An’am 6
21 Al-Ra’d 13
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.

Surat-surat periode keempat (Madinah) tidak memperlihatkan banyak perubahan


gaya dari periode ketiga dibandingkan perubahan pokok bahasan. Perubahan ini terjadi
dengan semakin meningkatnya kekuasaan politik Nabi dan perkembangan umum
peristiwa-peristiwa di Madinah setelah hijrah. Pengakuan terhadap Nabi sebagai
pemimpin masyarakat, menyebabkan wahyu-wahyu berisi hukum dan aturan
kemasyarakatan. Tema-tema dan istilah-istilah kunci baru turut membedakan surat-surat
periode ini dari periode sebelumnya. Susunan kronologis surat-surat Al-Quran dari
periode Madinah versi Schwally adalah sebagai berikut:14

13
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
121. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 117.
14
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
122. Lihat juga Theodor Noldeke, et al., The History of the Qur’an, Leiden: Brill, 2013, hal. 135

11
Susunan Kronologis Surat Periode Madinah Versi Schwally
Urut No.
Nama Surat Keterangan
Kronologis Surat
1 Al-Baqarah 2
2 Al-Bayyinah 98
3 Al-Taghabun 64
4 Al-Jumu’ah 62
5 Al-Anfal 8
6 Muhammad 47
7 Ali-Imran 3
8 Al-Shaff 61
9 Al-Hadid 57
10 Al-Nisa’ 4
11 Al-Thalaq 65
12 Al-Hasyr 59
13 Al-Ahzab 33
14 Al-Munafiqun 63
15 Al-Nur 24
16 Al-Mujadilah 58
17 Al-Hajj 22
18 Al-Fath 48
19 Al-Tahrim 66
20 Al-Mumtahanah 60
21 Al-Nashr 110
22 Al-Hujurat 49
23 Al-Taubah 9
24 Al-Ma’idah 5
Nb.: Nama surat mengikuti edisi Al-Qur’an Indonesia, demikian juga dengan nomor surat, Mk = Makkah,
Md = Madinah.

Pada akhirnya, jika kita melihat keempat sistem periode yang disusun Schwally di
atas terlihat hanya merupakan varian yang agak terelaborasi dari sistem penanggalan
Makkiyah-Madaniyah kesarjanaan Islam. Sistem yang disusun Schwally sangat
bergantung pada sistem periodesasi dan hal-hal yang bertalian dengan bentuk serta gaya
yang dikembangkan sarjana Muslim. 15

15
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jakarta: Divisi Muslim Demokratis, 2011, hal.
122.
Riwayat Hidup dan Intelektual Friedrich Schwally
12
Theodor Noldeke (1836–1930) adalah seorang orientalis dan ahli bahasa Jerman yang
dikenal karena kontribusinya pada studi Al-Quran dan sastra Arab. Berikut adalah ikhtisar
singkat dari biografi Theodor Noldeke:

Lahir dan Pendidikan:

Theodor Noldeke lahir pada 2 Maret 1836, di Harburg, Kerajaan Hannover (sekarang
bagian dari Hamburg, Jerman). Ia memperoleh pendidikan tingginya di Universitas
Göttingen dan Berlin, dengan fokus pada studi bahasa Semit dan literatur Arab.

Karir Akademis:

Noldeke memulai kariernya sebagai dosen di Universitas Königsberg pada tahun 1864.
Pada tahun 1866, ia menjadi profesor bahasa dan sastra Semit di Universitas Strasbourg.
Ia kemudian pindah ke Universitas Strasbourg pada tahun 1872 dan menjadi profesor di
bidang yang sama di sana.

Kontribusi Akademis:

Noldeke dikenal karena metodologi kritisnya terhadap studi Al-Quran. Ia


mengembangkan teori tentang kronologi surah Al-Quran, menyusun urutan surah
berdasarkan analisis linguistik dan konteks sejarah. Karya terkenalnya termasuk
"Geschichte des Qorâns" (Sejarah Al-Quran), yang diterbitkan antara tahun 1860 dan 1909.

Pengakuan dan Penghargaan:

Noldeke dianggap sebagai salah satu cendekiawan terkemuka dalam bidang studi Al-
Quran pada masanya, dan karyanya memiliki dampak besar pada perkembangan ilmu
Qur'aniyah. Pada tahun 1906, ia dianugerahi gelar doktor kehormatan oleh Universitas
Leiden.

Wafat:

Noldeke pensiun pada tahun 1906 tetapi tetap aktif dalam penelitian hingga
kematiannya. Theodor Noldeke meninggal pada 25 Desember 1930, di Karlsruhe, Jerman.

Theodor Noldeke adalah seorang orientalis Jerman yang terkenal dalam studi Al-

13
Quran pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Noldeke memberikan kontribusi besar terhadap
pemahaman sejarah Al-Quran dan mengembangkan metode kritik tekstual yang
berpengaruh.

Pandangan-pandangan penting Noldeke terkait sejarah mushaf Al-Quran antara lain:


1. Teori Kronologi Surah: Noldeke mengembangkan teori tentang pengembangan
kronologis surah Al-Quran. Menurutnya, beberapa surah diturunkan pada periode
yang berbeda selama kehidupan Nabi Muhammad SAW. Ia berusaha untuk
menentukan urutan sejarah surah tersebut berdasarkan analisis linguistik dan konteks
sejarah.
2. Perkembangan Gradual Al-Quran: Noldeke melihat Al-Quran sebagai sebuah karya
yang berkembang secara gradual selama beberapa tahun, bukan sebagai teks tunggal
yang diturunkan secara instan. Menurutnya, beberapa bagian Al-Quran diturunkan
sebagai respons terhadap situasi dan peristiwa tertentu dalam kehidupan Nabi.
3. Analisis Linguistik dan Sastra: Noldeke memberikan kontribusi besar dalam
menganalisis aspek linguistik dan sastra Al-Quran. Ia mencoba memahami perubahan
gaya bahasa dan struktur sastra sebagai indikator perkembangan sejarah teks.

Pendekatan kritis dan analitis Noldeke terhadap Al-Quran telah memberikan fondasi
bagi banyak penelitian selanjutnya dalam studi Al-Quran. Meskipun beberapa aspek dari
pandangan Noldeke mungkin telah diperdebatkan atau dikritik oleh sarjana lain,
kontribusinya tetap diakui sebagai bagian penting dari sejarah studi Al-Quran.
Sebagai catatan, interpretasi dan pandangan mengenai Al-Quran bisa sangat bervariasi di
kalangan cendekiawan, dan beberapa interpretasi Noldeke mungkin telah berkembang atau
diperluas oleh penelitian lanjutan.

KESIMPULAN

Friedrich Schwally (1863–1919) dan Theodor Noldeke (1836–1930) adalah dua


cendekiawan Jerman yang berkontribusi pada studi Al-Quran pada abad ke-19 dan awal abad
ke-20. Sementara keduanya memiliki kontribusi signifikan terhadap pemahaman Al-Quran,
pandangan mereka mungkin berbeda dan berkembang seiring waktu. Dalam konteks sejarah
mushaf Al-Quran, keduanya telah memberikan kontribusi pada analisis tekstual dan sejarah
perkembangan Al-Quran.
Theodor Noldeke, misalnya, dikenal karena metodologi historis-kritisnya terhadap Al-
Quran. Dia mengembangkan teori tentang pengembangan kronologis surah Al-Quran dan
memberikan analisis linguistik yang mendalam terhadap teks. Noldeke melihat Al-Quran
sebagai suatu karya yang berkembang seiring waktu, dengan beberapa bagian diturunkan
14
pada masa yang berbeda.
Friedrich Schwally juga berfokus pada studi bahasa Arab dan literatur pra-Islam serta
memberikan kontribusi pada pemahaman Al-Quran. Sayangnya, Schwally meninggal pada
usia muda, dan banyak karyanya tidak selesai. Oleh karena itu, pemikirannya mungkin tidak
sejelas Noldeke.
Keduanya, bersama dengan cendekiawan orientalis Jerman lainnya, berusaha
memahami sejarah dan perkembangan Al-Quran dengan menerapkan metode ilmiah dan
kritis pada teks tersebut. Meskipun pandangan mereka mungkin telah berkembang atau
diubah oleh perkembangan penelitian lebih lanjut, kontribusi mereka tetap diakui dalam
sejarah studi Al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA
15
Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Divisi Muslim Demokratis,
2011.

Anshari, Faiq Ihsan. “Pencarian Sebuah Keautentikan”. Jurnal Aufklarung, No. 1,


November 2007.

Fazlurrahman. Tema-tema Pokok Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Anas Mahyudin dari


judul Major Themes of the Qur’an. Bandung: Pustaka, 1996.

Muslih, Muhammad. Religious Studies Problem Hubungan Islam Barat Kajian atas
Pemikiran Karel A. Steenbrink. Yogyakarta: Bulkar, 2003.

Noldeke, Theodor., et al. The History of the Qur’an. Leiden: Brill, 2013.

Pratomo, Hilmy. “Aplikasi Pendekatan Kritis-Historis (Geschichte des Qorans) Theodor


Noldeke dalam Studi Al-Qur’an”. Syariati Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum, Vol. 4
No. 1, Mei 2018.

Said, Hasan Ahmad. “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”. Jurnal At-Tibyan, Vol. 3
No. 1, Juni 2018.

16

Anda mungkin juga menyukai