Anda di halaman 1dari 3

RESUME

JUDUL : BIOGRAFI, METODOLOGI DAN PEMIKIRAN JOHN


WANSBOURGH TERHADAP AL-QUR’AN

Biografi

John Edward Wansbrough dilahirkan di Peoria, Illinois sebuah negara bagian di Amerika
Serikat pada tanggal 19 Februari 1928. Beliau merupakan seorang sejarawan dan meninggal
dunia pada Juni 2002 di usia 74 th, 4 bulan. Selain seorang sejarawan Amerika, John
Wansbrough juga mengajar di Universitas London Sekolah Studi Oriental dan Afrika . John
Wansbourgh ialah seorang pemikir yang cukup produktif, terbukti dari beberapa karangan yang
berhasil beliau hasil kan.

Kalau mengacu pada hasil karya-karya dari John Wansbourgh disini nampak bahwa John
Wansbrough sangat intens dalam mengkaji al-Qur’an dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Metodologi John Wansbourgh Dalam Mengkaji Al-Quran

1. Metode Critical of Historis

Para Orientalis modern menggunakan metode kritis-historis ketika mengkaji al-Qur’an.


Metode tersebut sebenarnya berasal dari studi kritis kepada Bibel. Akhirnya, lahirlah kajian-
kajian kritis Bibel yang mendetil seperti kajian mengenai studi filologi «philological study»,
kritik sastra «literary criticism», kritik bentuk «form criticism», kritik redaksi «redaction-
criticism», dan kritik teks «textual criticism». Para Orientalis menggunakan berbagai jenis kritik
tersebut ke dalam studi al-Qur’an. John Wansbrough berpandangan bahwa historisitas alQur’an
merupakan sesuatu yang mengada-ada. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa al-Qur’an bukanlah
sumber sejarah yang otoritatif, dan tidak cukup menjadi bukti dalam mengungkap sumber dan
asal-usul geneologisnya sendiri.

2. Metode literary criticism


Para Orientalis termasuk di antaranya adalah John Wansbrough menggunakan kritik
sastra «literary criticism» untuk mengakaji alQur’an. Kritik sastra, yang terkadang disebut
sebagai studi sumber berasal dari metodologi Bibel. Pendekatan sastra ke dalam studi al-Qur’an
dilakukan oleh John Wansbrough. Wansbrough berpendapat kanonisasi teks alQur’an terbentuk
pada akhir abad ke 2 Hijrah. Semua informasi tersebut mungkin dibuat oleh para fuqaha’ untuk
menjelaskan doktrin-doktrin syari’ah yang tidak ditemukan di dalam teks.

Menurut John Wansbrough untuk menyimpulkan teks yang diterima dan selama ini
diyakini oleh kaum Muslimin sebenarnya adalah fiksi yang belakangan yang direkayasa oleh
kaum Muslimin.

Pemikiran John Wansbourgh

a. Pemikiran Tentang Nabi Muhammad SAW

Berdasarkan petunjuk al-Qur’an, kata John Wansbrough dalam Keyakinan umat Islam
tidak ada perbedaan antara satu nabi dengan Lainnya. Akan tetapi umat Islam meyakini bahwa
Nabi Muhammad saw. adalah sayyid al-mursalin. Padahal al-Qur’an mengatakan tidak ada
perbedaan di antara para nabi. Sebaliknya, kata John Wansbrough Nabi Muhammad saw. Tidak
bisa disamakan dengan nabi lainnya, bahkan ia lebih rendah derajatnya dari Musa as.

Keunggulan Nabi Musa sering diungkap dalam al-Qur’an, misalnya dalam QS. al-Nisa’
(4): 164 di mana Tuhan berbicara langsung kepada Nabi Musa as., QS. al-A’raf (7): 143
menunjukkan bahwa keadaan Nabi Musa as. ingin melihat Tuhannya, al-Syu’ara’ (26): 10 Tuhan
menyeru kepada Musa dengan firmannya dan mukjizat tongkat Nabi Musa as., dalam QS. al-
Naml (27): 8-12 dan al-Qasas (28): 30-31. Inilah yang menurut John Wansbrough menunjukkan
kelebihan Nabi Musa as. dibanding dengan Nabi Muhammad saw. Selain hal tersebut, John
Wansbrough juga meletakkan Nabi Muhammad saw. di bawah nabi-nabi lain semisal Nabi Isa
as. Nabi Ibrahim as., dan Nabi Adam. Berdasarkan pada pendapat John Wansbrough di atas
dengan menganalisa adanya persamaan nabi-nabi dalam al-Qur’an dan beberapa keistimewaan
Nabi Musa as. akhirnya John Wansbrough berkesimpulan Nabi Muhammad saw. berada di
bawah nabi Musa as. dan nabi-nabi lainnya.
b. Pemikirannya Tentang Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw.
Menurut John Wansbrough adalah merupakan Kepanjangan dari kitab Taurat, seperti
pengambilan kata setan dalam al-Qur’an. Yang lebih fatal lagi dengan merujuk pada QS. al-
A’raf (7) 71, al-Saffat (31): 156, John Wansbrough memberi arti kata al-Kitab/Kitabullah yang
ada dalam al-Qur’an dengan ketetapan (dorcee), otoritas (autority) atau usulan bukan dengan
kitab suci. Atas keengganan untuk menyebut kitab suci tersebut, nampaknya tujuan yang hendak
dicapai oleh John Wansbrough adalah melepaskan al-Qur’an dari jalinan yang transendental
yaitu wahyu Allah. Oleh karena itu, dimunculkanlah anggapan kata-kata yang disinyalir sebagai
tambahan dari Nabi Muhammad saw. John Wansbrough menganggap bahwa kata qul dalam QS.
al-An’am (6): 15, al-Ra’d (13): 36 dan al-Ankabut (29): 52, kata tersebut sengaja disisipkan
untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah benar wahyu Allah. Keberadaannya justru
menjadikan al-Qur’an tidak logis karena tidak sejalan dengan hegomonitas bahasa yang
berlebihan. Dengan demikian, John Wansbrough menyamakan al-Qur’an dengan karya sastra
syair lain yang harus konsisten dalam penggunaan gaya bahasa.

Anda mungkin juga menyukai