Anda di halaman 1dari 2

Karekteristik Tafsir Al-Qur'an Al-Karim.

Karya tafsir Alquran Alkarim memiliki komposisi sederhana. Format penerjemahannya dilakukan setelah
mengetengahkan teks Alquran di bagian kanan, dengan terjemahan di bagian kiri. Hal ini memungkinkan
semua orang mengetahui arti kata dari setiap ayat yang diterjemahkan. Selain itu, ada juga uraian
panjang mengenai suatu objek tertentu. Dalam uraian tafsirnya penulis berusaha menyisipkan suatu
pesan moral kepada pembaca agar dalam kehidupan bermasyarakat senantiasa menjaga nilai-nilai
kebersamaan dan rasa persatuan.

Secara historis, penyajian ini menandakan sebuah bentuk awal episteme keilmuan di Indonesia pada
masa itu. Hal tersebut diperkuat dengan teknis penyajian yang dilakukan oleh Mahmud Yunus dalam
empat model:

pertama, terjemahan Alqur’an dalam tafsir ini disusun sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia.

Kedua, keterbatasan penjelasan di atasi oleh Mahmud Yunus dengan system footnote.

Ketiga, menambahkan keterangan dan penjelasan terkait dengan isu yang muncul ketika itu, dan
keempat menyampaikan nilai-nilai sosial-kemasyarakatan sesuai konteks ayat.(footmote 1)

Keempat, model penyajian ini dipandang sebagai cara paling mudah untuk menyampaikan dakwah Islam
dalam Alquran yang menjadi latar belakang ditulisnya kitab tafsir ini.(footnote 2)

Adapun dari segi gaya bahasa penulisannya. Tafsir karya Mahmud Yunus ini menggunakan gaya bahasa
reportase karena jika disimak maka akan ditemukan uraiannya yang mengajak pembaca untuk terus
menghayati dan memahami makna dari suatu ayat. Salah satu contohnya yaitu dalam memaparkan
tafsir Surah Yunus ayat 101 yang berbunyi(footnote 3) :
۟ ‫قُ ِل ٱنظُر‬
َ‫ت َوٱلنُّ ُذ ُر عَن قَوْ ٍم اَّل ي ُْؤ ِمنُون‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
ُ َ‫ض ۚ َو َما تُ ْغنِى ٱلْ َءا ٰي‬ ِ ‫ُوا َما َذا فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya :“Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda-
tanda (kebesaran Alah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi rang yang tidak beriman.”

diatas ditafsirkan oleh Mahmud Yunus, yaitu:

Ayat ini menyuruh kita untuk memperhatikan apa-apa yang di langit, seperti bulan, matahari dan
bintang-bintang. Gunanya supaya kita insyaf dan mengetahui bahasa yang menjadikannya Allah, yang
Maha Kuasa. Begitu juga hendaklah perhatikan apa-apa yang di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan,
binatang-binatang, dan apa-apa yang tersimpan dalam tanah, seperti emas, perak, batu arang, minyak
tanah, dan sebagainya.

Ringkasan ayat ini menyuruh kita mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan, umpamanya ilmu
falak, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam, kimia, dan sebagainya. Karena dengan
mempelajari ilmu-ilmu itu dapatlah kita memperhatikan apa-apa yang di bumi dan yang di langit dengan
perhatian yang luas. Oleh sebab itu hendaklah ajarkan ilmu-ilmu itu dalam sekolah-sekolah agama,
karena itu berarti memperhatikan apa-apa yang di langit dan di bumi.

(Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk memperhatikan apa yang ada di langit, seperti bulan,
matahari, dan bintang-bintang. Supaya kita mengetahui tanda-tanda kebesaran yang menciptakannya,
yaitu Allah yang Maha Kuasa. Begitu juga hendaklah kita perhatikan apa yang ada di bumi, seperti
tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan apa yang tersimpan di dalam tanah seperti emas, perak,
batu arang, minyak tanah, dan sebagainya.)

Ringkasan ayat ini memerintahkan kepada kita agar kita mempelajari berbagai macam ilmu
pengetahuan, sepeti ilmu falak, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam, kimia, dan sebagainya.
Karena dengan mempelajari ilmu-ilmu tersebut maka kita dapat mengetahui apa yang ada di langit dan
di bumidengan pengetahuan yang luas. Oleh sebab itu maka hendaklah ilmu-ilmu tersebut juga
dipelajari di sekolah-sekolah agama, karena dengan itu kita dapat mengetahui tanda-tanda kebesaran
Allah melaui apa yang ada di langit dan di bumi.
Gaya bahasa yang digunakan Mahmud Yunus ini membawa pembaca untuk ikut bertamasya ke
dalam persoalan yang dikaji, apalagi dengan menggunakan kata “kita”. Hal inipun juga bisa menyentuh
emosi pembacanya.

footnote:

1. Howard M. Federspiel, Kajian Alqur’an di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab (Terj),
38-42.
2. Howard M. Federspiel, Kajian Alquran di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab (Terj),
38-42.

3. Kemenag RI, Mushaf al-Firdaus, (Jakarta : Pustaka al-Fadhilah, 2012),h.220

Anda mungkin juga menyukai