MAKALAH
Oleh :
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu Ushul Fiqh, terdapat beberapa indikator-indikator didalamnya. Salah
satunya yaitu kaidah-kaidah ushuliyah yang merupakan kaidah yang berkaitan
dengan Lughawi atau segi bahasa. Kaidah-kaidah ushuliyah merupakan aspek penting
dalam ilmu Ushul Fiqh sebab merupakan media yang digunakan dalam mempelajari
kandungan yang terdapat dalam sumber fiqih yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam Kaidah Ushuliyah terdapat beberapa kaidah yang digunakan dalam
memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti lafaz Am’, Khas, dan Mutlaq,
Muqayyad. Kaidah-kaidah tersebut terangkum untuk memahami penalaran ilmu
Ushul Fiqh yang dipelajari. Sebab dalam ilmu Ushul Fiqh tak hanya dipelajari saja
tetapi untuk dipahami keseluruhan dalam segi lafaz dan juga teksnya.
Lafaz Am’, Khas, dan juga Mutlaq, Muqayyad merupakan kaidah yang
memudahkan untuk mempelajari ilmu Ushul Fiqh berdasarkan sumbernya. Para
ulama telah meciptakan kaidah-kaidah tersebut secara sistematik dan jelas dengan
menggunakan metode tersebut, agar tidak terjadi kekeliruan dalam mempelajari ilmu
Ushul Fiqh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad ?
2. Apa macam-macam lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad ?
3. Apa saja contoh lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad.
2. Untuk memaparkan macam-macam lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad.
3. Untuk mengetahui contoh lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq dan Muaqayyad
1. ‘Am
‘Am menurut bahasa ialah cakupan sesuatu baik lafaz atau selainnya.
Sedangkan menurut istilah ialah lafaz yang menunjukkan pada jumlah yang
banyak dan satuan yang termasuk dalam pengertiannya dalam satu makna yang
berlaku. Adapun yang dimaksud dengan satu makna yang berlaku yaitu lafaz yang
tidak mengandung arti lain yang bisa menggantikan makna tersebut (bukan
musytarak). Di sini ditegaskan bahwa lafaz ‘am tersebut menunjukkan arti
banyak dengan menggunakan satu ungkapan dan dalam keadaan yang sama.1
2. Khas
Khas menurut bahasa ialah lawan dari pada ‘am. Sedangkan menurut istilah
ialah suatu lafaz yang menunjukkan arti tunggal yang menggunakan bentuk
mufrad, baik pengertian itu menunjuk pada jenis ()إنسان,atau menunjuk macam (
)رجل, atau juga menunjuk arti perorangan ()خالد, ataupun isim jumlah ()ثالثة.
Singkatnya bahwa setiap lafaz yang menunjukkan arti tunggal itulah lafaz khas.
Dan menurut kesepakatan para ulama bahwa setiap lafaz yang khas, menunjukkan
pengertian yang qath’iy yang tidak mengandung adanya kemungkinan-
kemungkinan yang lain.2
3. Mutlaq dan Muqayyad
Kata Mutlaq ( )مطلقdari segi bahasa berarti “suatu yang dilepas/tidak terikat”.
Dari akar kata yang sama lahir kata thalaq (talak), yakni lepasnya hubungan
suami maupun istri sudah tidak saling terikat. Sedangkan kata Muqayyad () مقيد
dari segi bahasa berarti “ikatan yang menghalangi sesuatu memiliki kebebasan
gerak (terikat/mempunyai batasan)”. Pengertian mutlaq dan muqayyad secara
terminologi menurut beberapa pakar Al-Qur’an, diantaranya:
a. Manna Al-Qaththan
Mutlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat (dalam suatu
kelompok) tanpa suatu qayid (pembatas), hanya menunjukkan suatu dzat
tanpa ditentukan (yang mana) dari (kelompok) tersebut. Sedangkan
1
Wahbah al-Zuhailiy, “Ushûl al-Fiqh al-Islâmiy Juz 1”, (Dimasyq: Dar al-Fikr, 1996),
Hlm. 243-244.
2
Abu Zahra, “Ushul Fiqh”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 236.
2
muqayad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayid
(pembatas).
b. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy
Mutlaq yaitu:
ٍ مادل على فرد او.
افراد شائعة بدون قيد مستقل لفظا ّ
Bahwa pada lafaz الق !!رءmengandung arti haid ( ) الحيضdan suci ( ) الطهر.
Sementara antara haid dan suci merupakan hal yang saling berlawanan, meski
keduanya silih berganti dan terus menerus.
2) Lafaz umum yang mengandung Satu hakikat dan satu arti secara majas.
3
Abdul Hamid Hakim,” As-Sullam”, (Jakarta: Pustaka As-Sa’adiyah Putra. 2007), hlm. 32.
3
Bahwa makna yang dimakasud dalam lafaz ini adalah makna yang dapat
diartikan sesuai hakikatnya lafaz, ataupun diartikan dalam bentuk majasnya.
Contoh: اللمس
menggunakan tangan () اللمس باليد, dan secara majas adalah ijma’ atau
Arti dari hakikat lafaz adalah membeli, namun yang dikehendaki adalah
4
Contoh :
ِ ِ ِ
ِ صيَّ ٍةي
وصيبِ َهاأ َْو َديْ ٍنُ م َنب ْعد َو
Sesudah wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya ( Q.S
An Nisa : 11)
Kata al wasiyyah pada ayat ini adalah mutlak dan dibatasi dengan hadis
yang menunjukan bahwa tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga harta waris,
maka maksud ayat ini adalah wasiat yang dalam batas sepertiga harta
tinggalan.
Apabila ada lafaz mutlaq terdapat dalam nash syara dan lafaz tersebut
dalam nash lain dibatasi jika tema dua nash tersebut satu, misal sama dalm hal
hukum dan sebab, tidak ada perbedaan mutlak dan terbatas, maka yang mutlak
itu dibatasi dengan batasan yang terbatas.
3) Lafaz Khash Berbentuk Amr
Jika lafaz khusus yang terdapat pada nash syara’ itu berbentuk perintah
atau bentuk berita yang bermakna perintah berarti menunjukan kewajiban
yakni menuntut secara tepat dan pasti terhadap perintah tersebut. Contoh
dalam firman Allah disebutkan maka potonglah tangan keduanya, artinya
kewajiban memotong tangan pencuri laki laki dan perempuan.
Pendapat yang unggul mengatakan bahwa setiap bentuk apapun yang
berarti perintah secara bahasa di buat untuk arti kewajiaban. Adapun lafaz
ketika dimutlakan maka maknanya menunjukan arti hakiki sebagaimana lafal
itu dibuat, ia tidak dibolehkan dibelokkan dari arti hakiki kecuali dengan
alasan tertentu. Pembelokan dengan alasan tertentu disini dapat dipindahkan
dari arti wajib kepada arti lain yang dapat dipahami dari isi alasan tertentu itu.
Contoh pada lafaz ayat fakuluu wasrabuu pada lafaz tersebut perintah akan
tetapi memiliki hukum yang mubah.
4) Lafaz Khas Berbentuk Nahi
Jika lafaz khusus yang terdapat dalam nash syara’ itu berbentuk nahi atau
bentuk berita yang bermakna larangan berarti menunjukan suatu keharaman,
yakni menuntut untuk tidak melakukan yang dilarang secara tepat dan pasti.
Firman Allah:
َّى ُي ْؤ ِم َن ِ
ِ نكحوا الْم ْش ِر َك
ٰ ات َحت ُ ُ ََواَل ت
Dan janganlah kamu menikahi wanita musyrik (QS al baqarah: 221)
5
Ayat tersebut memeberikan pemahaman haram bagi seorang laki laki
muslim menikahi wanita musyrik.
Bentuk nahi dapat dipahami secara bahasa dibuat untuk menunjukan
makna keharaman maka keharaman itu dapat dipahami ketika larangan
tersebut itu mutlak. Apabila ada alasan yang dapat membelokan makna hakiki
kepada makna majazi maka pemahamannya adalah menurut petunjuk alasan
tersebut, seperti doa dalam firman Allah Rabbana la tuzigh quluubanaa yang
artinya ya Allah janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan.
Yaitu menjelaskan perintah larangan yang berhukum mubah atau boleh.4
3. Macam-macam Lafaz Mutlaq dan Muqayyad
Mutlaq dan Muqayyad mempunyai bentuk-bentuk ‘aqliyah, dan sebagian
realitas bentuknya kami kemukakan berikut ini:
1) Sebab dan hukumnya sama
Seperti “puasa” untuk kafarah sumpah dalam surah Al-Maidah:89
ين ِم ْن أ َْو َس ِط َما ِ ِ ٰ ِ ِٰ ِ ِ ِ
ُ اَل ُي َؤاخ ُذ ُك ُم ٱللَّهُ بِٱللَّغْ ِو فىٓ أَيْ َٰمن ُك ْم َولَكن ُي َؤاخ ُذ ُكم بِ َما َع َّقدتُّ ُم ٱأْل َيْ َٰم َن ۖ فَ َك َّف َرتُهُۥٓ إِط َْع
َ ام َع َش َرة َم َٰسك
ٰ ِصيام َث ٰلَث ِة أَيَّ ٍام ۚ ٰذَل
ْ ك َك َّف َرةُ أَيْ َٰمنِ ُك ْم إِذَا َحلَ ْفتُ ْم ۚ َو
۟ ٓٱح َفظُوا َ َ ُ َ ِ َتُط ِْع ُمو َن أ َْهلِي ُك ْم أ َْو كِ ْس َو ُت ُه ْم أ َْو تَ ْح ِر ُير َر َقبَ ٍة ۖ فَ َمن لَّ ْم يَ ِج ْد ف
Dalam hal seperti ini, pengertian lafaz yang mutlaq dibawa kepada yang
muqayyad (dengan arti, bahwa yang dimaksud oleh lafaz mutlaq adalah sama
4
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama Semarang, 2014), hlm. 280-286
6
dengan yang dimaksud oleh lafaz muqayyad). karena “sebab” yang satu tidak
akan menghendaki dua hal yang bertentangan.
2) Sebab sama namun hukum berbeda
Seperti kata “tangan” dalam wudu dan tayamum. Membasuh tangan dalam
berwudu dibatasi sampai dengan siku. Allah berfirman dalam surah Al-
Maidah ayat: 6
۟ ُسل
وا ُو ُجو َه ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم َّ ٰ َيٓأ َ ُّي َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ٱل
ِ صلَ ٰو ِة فَٱ ْغ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.
Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, mutlak,
sebagaimana dijelaskan dalam firmannya dalam surah Al-Maidah ayat: 6
۟ س ُح
ُوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُكم ِّم ْنه َ ص ِعيدًا طَيِّبًا فَٱ ْم ۟ فَتَيَ َّم ُم
َ وا
Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
3) Sebab berbeda tetapi hukumnya sama.
Dan dalam hal ini ada dua bentuk:
Pertama, taqyid atau batasan hanya satu. Misalnya pembebasan budak
dalam hal kafarah. Budak yang dibebaskan disyaratkan harus budak
“beriman” dalam kafarah pembunuhan tak sengaja.5
Kedua, Taqyid atau batasannya berbeda-beda. Contohnya:
a. Kafarat dzahir, puasa, berturut-turut
b. Kafarat haji tamattu’ terpisah-pisah
c. Puasa qadla dan mutlaq, tanpa taqyid.
C. Bentuk Lafaz ‘Am, Khas, Mutlaq, dan Muqayyad
1. Bentuk Lafaz ‘Am
1) Kullun, jami’un, kaffatun dan ma’syara
Contoh Kullun
ِ س َذائَِقةُ الْمو
ت ٍ ُك ُّل َن ْف
َْ
Tiap-tiap jiwa pasti akan merasakan kematian.(QS. Ali Imron: 185)
Contoh Jami’un
ِ َخلَ َق لَ ُك ْم َّما فِي الْٱ َْر
ض َج ِم ْي ًعا
5
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,2010), hal. 350-
351.
7
Dijadikan untuk kamu segala yang ada di bumi. (QS. Al-Baqarah: 29)
Contoh Kaffatun
ًش ِر ِكيْنَ َكافَّةً َك َما يُقَاتِلُ ْونَ ُك ْم َكافَّة
ْ َوقَتِلُوا ا ْل ُم
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya. (QS. At-Taubah: 36)
Contoh Ma’syara
ِ يم ْع َشر ال
ِ ْْج ِّن َو اإْلِ ن
س َ ََ
Wahai golongan jin dan manusia. (QS. Al-An’am: 130)
2) Isim Syarat (Man, maa dan aina)
Contoh Man () َم ْن
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan
diberi pahala yang cukup.(QS. Al-Baqarah: 272)
Contoh Aina ( َ)أ ْين
8
أَيْ َن َمأ ُك ْنتُ ْم تَ ْدعُ ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن اهلل
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang lain sedikitpun.(QS. AL-Baqarah: 123)
5) Isim maushul (Kata sambung)
ِ َوالَّ ِذين يرمو َن الْم ْحصن
ات َ ُ ُْ َْ َ ْ َ
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat
zina.(QS. An-Nur: 4)
6) Jama’ yang dimu’rafkan dengan Idhafah atau alif lam jinsiyah
Contoh jama' yang dima'rifahkan dengan al jinsiyyah
ص َن بِأَْن ُف ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ ُق ُر ْو ٍء ُ وَال ُْمطَلَّ َق
ْ َّات َيَت َرب
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru. (QS. Al-Baqarah: 228)
Contoh jama' yang dima'rifahkan dengan idafah:
ِّ لذ َك ِر ِمثْل َح
ظ اأْل ُْن َثَي ْي ِن َّ ِص ْي ُكم اهللُ فِي أ َْواَل ِد ُك ْم ل
ِ
ُ ْ ُ ُي ْو
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
anak perempuan. (QS. An-Nisa': 11)
َ ُخ ْذ ِمنْ أَ ْم َوالِ ِه ْم
ًص َدقَة
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. (QS. At-Taubah: 103)
7) Isim mufrad yang dima’rifahkan dengan alim lam jinsiyah
السا ِرقَةُ فَاقْطَعُ ْوا أَيْ ِد َي ُه َما
َّ السا ِر ُق َو
َّ َو
9
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah. (QS. An-Nur: 2)
الربَا
ِّ َح َّل اهللُ الَْب ْي َع َو َح َّر َم
َ َوأ
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharakan riba.(QS. Al-
Baqarah: 275).6
2. Bentuk Lafaz Khas
1) Diungkapkan dengan menyebut jumlah
Contoh:
ص َن بِأَْن ُف ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ ُق ُر ْو ٍء ُ وَال ُْمطَلَّ َق
ْ َّات َيَت َرب
"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'..." (QS. Al-Baqarah: 228)
Maksud ayat diatas adalah seorang wanita yang ditolak oleh suaminya
hendaknya ber-'iddah selama tiga kali haid/suci. Dalam ayat diatas terdapat
lafaz 'adad (jumlah) yaitu lafaz ( ( ثالثtiga. Sehingga dapat dipahami bahwa
lafaz diatas termasuk lafaz khas karena diungkapkan dengan jumlah atau
bilangan
2) Menyebut jenis (golongan, nama sesuatu, nama orang)
Misal yang menunjukkan golongan:
ُ وَاق ُْتلُواال ُْم ْش ِركِ ْي َن َح ْي
ث َو َج ْدتُ ُم ْو ُه ْم
6
Khairul Umam & Achyar Aminudin, Ushul Fiqh II, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 62-69
10
َو َم ْن َقتَ َل ُم ْؤ ِمنًا َخطَاً َفتَ ْح ِر ْي ُر َر َقبَ ٍة ُّم ْؤ ِمنَ ٍة
7
Romli, Studi Perbandingan Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 283-284
8
Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1986), hlm. 204-205
11
2) Syarat
Contoh:
ام َش ْه َريْ ِن ُمتَتَابِ َع ْي ِن ِ ِ
ُ َفَ َم ْن لَّ ْم يَج ْد فَصي
Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut. (QS. Al-Mujadilah: 4)
Ayat diatas membicarakan masalah zihar, bentuk kafarat bagi suami
yang melakukan zihar kepada istrinya yaitu memerdekakan budak
(perempuan), jika tidak ditemukan (tidak sanggup) maka diganti dengan
berpuasa dua bulan berturut-turut. Dalam ayat ini kewajiban berpuasa untuk
pembayaran kafarat zihar disyaratkan dengan qayid "dua bulan berturut-
turut".
3) Batas (ghoyah)
Contoh:
الصالَ ٍة! فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َوأَيْ ِديَ ُك ْم إِلَى ال َْم َرافِ ِق
َّ يَأ َُّي َها الَّ ِذيْ َن أ َّم ُن ْوا إِذَا قُ ْمتُ ْم إِلَى
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Prenada Kencana Media Group, 2008), hlm. 131
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kaidah lughawiyah terdapat beberapa pembahasan, salah satunya yakni
lafaz ditinjau dari cakupan maknanya yang meliputi ‘am dan khas, muthlaq dan
muqayyad. Lafaz ‘am adalah lafaz yang mencakup keseluruhan satuan-satuannya, jadi
jika disebut suatu lafaz ‘am itu berarti seluruh satuan-satuan dari ‘am ikut
didalamnya. Perbedaannya dengan lafaz khas adalah, jika lafaz ‘am maksudnya
adalah seluruh satuan yang ada di dalamnya, maka kalau lafaz khas yang dimaksud
adalah terbatas pada beberapa satuan atau sebagian saja.
Termasuk dari lafaz khas yakni lafaz mutlaq dan muqayyad; lafaz mutlak ialah
lafadz yang menunjukkan makna suatu lafaz secara hakiki tanpa dibatasi oleh batasan
tertentu. Pembatas dari lafaz mutlaq disebut dengan lafaz muqayyad, ia membatasi
lafaz mutlaq dengan beberapa alat pembatas, seperti sifat, syarat, ghoyah, dan
seterusnya yang telah dijelaskan sebelumnya
Terdapat banyak ikhtilaf dalam memahami hukum atau dilalah suatu lafaz, hal
ini berpengaruh terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh mujtahid. Perbedaan
yang lainnya adalah masalah pengamalan suatu lafaz, apakah boleh mengamalkan
lafaz ‘am yang belum ditakhsis atau bagaimana mengamalkan lafaz mutlaq jika
terdapat taqyidnya.
B. SARAN
Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan belajar pembaca pada mata kuliah
Ushul Fiqh 1. Namun, kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar
lebih baik lagi untuk makalah yang berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan menjadi amal baik bagi penulis. Amiin
13
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, Achyar., dan Khairul Umam. 2010. Ushul Fiqh II. Bandung: Pustaka Setia
Hakim, Abdul. H. 2007. As-Sullam. Jakarta: Pustaka As-Sa’diyah Putra
Khalaf, Abdul.W. 2014. Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang
Qattan, Manna’. K. 2010. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa
14