PENDAHULUAN
A. Latar Blakang
Al-qur’an merupakan kitab suci dan sumber ajaran islam yang pertama
dan utama. Apabila dilakukan telaah dengan seksama, maka akan di temukan
bahwa al-qur’an mengandung keunikan-keunikan makna yang tak terbatas.
Kedudukan al-qur’an sebagai rujukan utama umat Islam dalam berbagai aspek
kehidupan dan terbukanya interpretasi baru, merupakan motivasi tersendiri
terhadap lahirnya usaha-usaha untuk menafsirkan dan menggali kandungan
maknanya.
Sejarah telah membuktikan upaya-upaya untuk menafsirkan al-qur’an
telah berlangsung sejak generasi-generasi islam angkatan pertama hingga saat
ini. Kitab suci al-qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab. Untuk
memahami bahasa tersebut seseorang di tuntut untuk memahami bahasa
dimana kitab itu di turunkan dalam segala aspeknya, baik perkembangan dan
tata aturan yang di gunakan. Hal semacam ini tidak terlepas dari usaha
memahami al-qur’an secara menyeluruh.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penelusuran sejarah
tentang berbagai upaya ulama dalam mengembangkan kaidah-kaidah
penafsiran. Tujuannya adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama
tafsir dalam menafsirkan al-qur’an sehingga penafsiran tersebut dapat di
gunakan secara fungsional oleh masyarakat islam dalam menghadapi
persoalan kehidupan.
Namun kaidah-kaidah penafsiran disini tidak berperan sebagai alat
ukur benar-salah terhadap suatu penafsiran al-qur’an. Kaidah-kaidah ini lebih
berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang dihasilkan bersifat
obyektif dan ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan. Sebab produk tafsir
pada dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang di batasi oleh ruang
dan waktu. Maka, dalam menetapkan suatu hukum, diperlukan adanya usaha
untuk melakukan pengamatan dan penelitian guna memahami apa yang
tersurat dan apa yang tersirat dari teks al-Quran tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan qawa’id at-tafsir?
2. Apa yang di maksud dengan mutlaq, muqayyad, mantuq dan mafhum?
3. Sebutkan ciri-ciri mutlaq dan muqayyad?
4. Kaedah apa saja yang berkaitan dengan mutlaq dan muqayyad?
5. Sebutkan bentuk-bentuk mafhum?
1
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makaqlah ini selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ulumul Quran, juga agar mahasiswa mampu mengetahui
pemaknaan lafal ayat Al-Qur’an yang akan dijadikan hujjah suatu hukum dari
mutlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum, serta mengetahui bentuk dan
pembagian mutlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), hlm. 239
2
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013), hlm. 309-311
3
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), hlm. 248
3
mutlaq. Pengertian mutlaq dan muqayyad secara terminologi menurut
beberapa pakar Al-Qur’an, diantaranya:
1. Manna Al-Qaththan
Mutlaq adalah lafadz yang menunjukkan suatu hakikat (dalam
suatu kelompok) tanpa suatu qayid (pembatas)4, hanya menunjukkan
suatu dzat tanpa ditentukan (yang mana) dari (kelompok) tersebut.
Sedangkan muqayad adalah lafadz yang menunjukkan suatu hakikat
dengan qayid (pembatas).
2. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy.
4
Manna Al-Quththan,Pengantar Study Ilmu AL-Qur’an, ( Jakarta : Pustaka Al-Kausar,2011) hlm 304-
305
5
T.M Hasbi Ash-Shiddieqh, pengantar hukum islam,( Jakarta : Bulan Bintang, 1981), hlm 60-61
4
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka
Maidah: 6)
Ayat yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelas hadits yang
mutlaq, karena berbeda hukum yang dibicarakan yaitu wudhu dan
tayamum meskipun sebabnya sama yaitu hendak shalat atau karena
hadats7.
3. Sebab berbeda namun hukum sama.
Dalam hal ini ada dua pendapat: Menurut golongan Syafi’i,
mutlaq dibawa kepada muqayyad. Menurut golongan Hanafi dan
Makiyah, mutlaq tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa
kepada muqayyad. Contoh mutlaq:
6
Manna Al-Quththan,Pengantar Study Ilmu AL-Qur’an, ( Jakarta : Pustaka Al-Kausar,2011) hlm 305-
306
7
Hanafie, Ushul fiqih,( Jakarta : Wijaya,1993), hlm 76
5
َ
ُّْ
ْ ثم ِه
ِم ّ ِن
ِسَائ
ن َ م ِر
ُون ُظَاه
ي َ
ِين َّ و
َالذ
ِ
ّن َُ ر
َقبَة م ِيرْر َت
َح َا َقالو
ُا ف ِ
لم َ
ُنُدو
َعوي
َم
َاسَّايتَ َن
ِ أْل َ
قب.
“Orang-orang yang menzihar isterinya kemudian mereka
Contoh muqayyad:
َُ ر
َقبَة ِير
ْر َت
َح ً ف
َطَأ
ًا خ
ِنْم
مؤ َل
ُ َ َن َقتَمو
َة
ِنْم ُّ
مؤ.
Contoh muqayyad:
ُْ
ُْتم َا قمِذُا إ َ آم
َنو ِين َّ
الذ َايهَُّ
َا أ
ي
َِلى
ْ إُم َِ
يك َْ
يد َأ ُم
ْ و هك
َُو
ُجُا و ْس
ِلو َاغ
ِ ف َْ
َة َِلى الص
َّل إ
ِق
ِ َافمر ْ
َال
6
“Wahai orang mukmin, apabila kamu hendak shalat, maka
8
Rachmat Syafe’I, ILMU USHUL FIQIH (Bandung : Pustaka setia,1999) hlm 215
7
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum,
pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata: uffin)
jangankamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu.
Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan
menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung
kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq
dan tidak nyata disebut mafhum.Menurut para ulama’ ushul fiqh, bahwa
sebagian besar dalalah yang diuraikandi atas didasarkan pada teks9.
3. Macam-macam Mantuq dan Mafhum
a. Mantuq diklarifikasikan menjadi dua:
1) Nash, yakni manakala menghasilkan makna yang tidak terbuka
kemungkinan diarahkan pada makna lain. Contoh, lafadz”zaid”
dalam kalimat جاء زيد (zaid telah datang). Makna yang
9
Abdulloh Kafabihi Mahrus, Lubb al-Ushul ( lirboyo: Santri Salaf Press, 2014) hlm 96
8
َ َّ َ و
َالدم َةْتمي ْ ُ
َال ُم َي
ْك َل
َ ع َّم
َر َا ح
نمَِّ
إ
ْر
ِ ا َي
لغِ ِ
ِهَّ ب
ِلُه
َا أ َم
ِ وِيرْز ْ َ
الخِن ْم َو
َلح
َاغ
َ ب ُر
َّ غي
ْر ْط
َنِ اض َم
َ ف ْم
ِثَال إَاد ف َال عو
ِ ن ْه
ِ إ َي
َلَحِی م ع
ٌ ر َف
ُور ا غ
“Sesungguhnya dia hanya mengharamkan bagimu
orang tua”.
Sedangkan kata-kata keji saja tidak boleh (dilarang)
apalagi memukulnya. Contoh, mafhum berupa memukul
orang tua, dengan mantuq berupa berkata kasar kepada orang
tua dalam QS. Al-Isra’:23 di atas. Dalam hal ini mafhum,
yakni memukul tingkatannya lebih berat dibandingkan
berkata kasar dilihat dari aspek menyakitinya.
Lahn al-Khithab, yaitu mafhum yang kapasitasnya menyamai
mantuq. Contoh, membakar harta anak yatim yang dipahami
dari mantuq atas. Seperti firman Allah SWT:
َم
َىٌْليَت
َ اَال
موَْ
َ أْن ُُ
لو ْك
َأَ ي
ينِْ َّ َّ
الذ إن
ِم
ْ ِه
ْنُوُط
ِى بَ فْن
لو ْك
ُُ َأ
َا ينمَِّ
ًا إ ُْ
لم ظ
ْ ر َو
ْن سَعِ ی َسَيَص
ْل ًاصلى و َ
نار
10
Rachmat Syafe’i, ILMU USHUL FIQIH, cet IV ( Bandung: CV Pustaka setia,2010) hlm 216
11
Rachmat syafe’i, ilmu ushul fiqih, (Bandung : CV Pustaka Setia 1999) hlm 134
9
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mutlaq adalah lafadz-lafaz yang menunjukkan suatu hakekat tanpa ada
batasan (qayid) tertentu. Sedangkan muqayyad adalah lafadz-lafaz yang
menunjukan suatu hakekat dengan ada batasan (qayid) tertentu. Lafadz mutlaq
menjadi tidak terpakai jika ada lafadz muqayyad yang menjelaskan sebab dan
hukum tersebut. Pembagian lafadz mutlaq dan muqayyad ada empat bentuk-
bentuk yang realistis yaitu: sebab dan hukumnya sama, sebab sama namun
hukum berbeda, sebab berbeda namun hukum sama, sebab dan hukum
berbeda.
Mantuq adalah makna yang kandungan hukumnya dipahami dari
apayang diucapkan, dengan kata lain mantuq itu ialah makna yang
tersurat(terucap), contohnya, “diharamkan bagi kamu bangkai”. Mantuq dari
ayat iniialah bangkai itu hukumnya haram. Adapun mafhum adalah petunjuk
lafadz atau makna pada suatu hukumyang tidak disebutkan oleh lafadz atau
makna itu sendiri, dan dalalah mafhumini ialah tersirat (tidak terucap).
11
DAFTAR PUSTAKA
12