Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Blakang
Al-qur’an merupakan kitab suci dan sumber ajaran islam yang pertama
dan utama. Apabila dilakukan telaah dengan seksama, maka akan di temukan
bahwa al-qur’an mengandung keunikan-keunikan makna yang tak terbatas.
Kedudukan al-qur’an sebagai rujukan utama umat Islam dalam berbagai aspek
kehidupan dan terbukanya interpretasi baru, merupakan motivasi tersendiri
terhadap lahirnya usaha-usaha untuk menafsirkan dan menggali kandungan
maknanya.
Sejarah telah membuktikan upaya-upaya untuk menafsirkan al-qur’an
telah berlangsung sejak generasi-generasi islam angkatan pertama hingga saat
ini. Kitab suci al-qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab. Untuk
memahami bahasa tersebut seseorang di tuntut untuk memahami bahasa
dimana kitab itu di turunkan dalam segala aspeknya, baik perkembangan dan
tata aturan yang di gunakan. Hal semacam ini tidak terlepas dari usaha
memahami al-qur’an secara menyeluruh.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penelusuran sejarah
tentang berbagai upaya ulama dalam mengembangkan kaidah-kaidah
penafsiran. Tujuannya adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama
tafsir dalam menafsirkan al-qur’an sehingga penafsiran tersebut dapat di
gunakan secara fungsional oleh masyarakat islam dalam menghadapi
persoalan kehidupan.
Namun kaidah-kaidah penafsiran disini tidak berperan sebagai alat
ukur benar-salah terhadap suatu penafsiran al-qur’an. Kaidah-kaidah ini lebih
berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang dihasilkan bersifat
obyektif dan ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan. Sebab produk tafsir
pada dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang di batasi oleh ruang
dan waktu. Maka, dalam menetapkan suatu hukum, diperlukan adanya usaha
untuk melakukan pengamatan dan penelitian guna memahami apa yang
tersurat dan apa yang tersirat dari teks al-Quran tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan qawa’id at-tafsir?
2. Apa yang di maksud dengan mutlaq, muqayyad, mantuq dan mafhum?
3. Sebutkan ciri-ciri mutlaq dan muqayyad?
4. Kaedah apa saja yang berkaitan dengan mutlaq dan muqayyad?
5. Sebutkan bentuk-bentuk mafhum?

1
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makaqlah ini selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ulumul Quran, juga agar mahasiswa mampu mengetahui
pemaknaan lafal ayat Al-Qur’an yang akan dijadikan hujjah suatu hukum dari
mutlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum, serta mengetahui bentuk dan
pembagian mutlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian qowaid tafsir


Dalam bahasa Arab, kaidah-kaidah tafsir dikenal dengan istilah
Qawa’id al-tafsir. Qowaid al tafsir merupakan kata majemuk; terdiri dari kata
qawa’id dan kata tafsir. Qawa’id, secara etimologis, merupakan bentuk jamak
dari kata qai’dah atau kaidah dalam bahasa Indonesia. Kata qa’idah sendiri,
secara semantik, berarti asas, dasar, pedoman, atau prinsip1.
Adapun Kata tafsir di ambil dari kata fassara–yufassiru–tafsiran yang
berarti keterangan atau uraian. Tafsir memiliki makna menjelaskan (al-idhah),
menerangkan (al-tibyan), menampakkan (al-izhar), menyibak atau
mengungkapkan (al-kasyf), dan merinci (al-tafshil). Dan Secara istilah,
beberapa ulama mengemukakan redaksi yang berbeda-beda. Salah satunya
Syaikh Az-Zarqani berpendapat, tafsir adalah “suatu ilmu yang membahas
perihal Al-Qur’an dari segi dalalahnya sesuai maksud Allah ta’ala berdasar
kadar kemampuan manusia2.
Dengan demikian dapat di katakan bahwa qawa’id at-tafsir adalah
dasar-dasar, pedoman-pedoman, prinsif-prinsif atau kaidah-kaidah yang di
gunakan agar isi atau kandungan serta pesan-pesan al-Qur’an dapat di tangkap
dan dipahami secara baik sesuai tingkat kemampuan. Sumber-sumber yang
dipakai dalam kaidah tafsir yaitu :
1. Al-Qur’an Al-Karim.
2. As-Sunnah An-Nabawiyah.
3. Beberapa atsar dari sahabat yang membahas tentang tafsir.
4. Ushul Fiqh.
5. Ilmu Linguistik3.
6. Kitab-kitab ulumul Quran dan beberapa kitab Tafsir
B. Mutlaq dan muqayyad
Kata Mutlaq (‫ ) مطلق‬dari segi bahasa berarti “suatu yang dilepas/tidak
terikat”. Dari akar kata yang sama lahir kata thalaq (talak), yakni lepasnya
hubungan suami maupun istri sudah tidak saling terikat. Sedangkan kata
Muqayyad (‫ ) مقيد‬dari segi bahasa berarti “ikatan yang menghalangi sesuatu
memiliki kebebasan gerak (terikat/mempunyai batasan)”.dengan kata lain
lafadh muqaiyyad ialah lafadh mutlak yang diberikan kaitan dengan lafadh
lain sehingga artinya menjadi lebih tegas dan terbatas dari pada waktu masih

1
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), hlm. 239
2
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013), hlm. 309-311
3
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), hlm. 248

3
mutlaq. Pengertian mutlaq dan muqayyad secara terminologi menurut
beberapa pakar Al-Qur’an, diantaranya:
1. Manna Al-Qaththan
Mutlaq adalah lafadz yang menunjukkan suatu hakikat (dalam
suatu kelompok) tanpa suatu qayid (pembatas)4, hanya menunjukkan
suatu dzat tanpa ditentukan (yang mana) dari (kelompok) tersebut.
Sedangkan muqayad adalah lafadz yang menunjukkan suatu hakikat
dengan qayid (pembatas).
2. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy.

Mutlaq yaitu:“Lafadz yang menunjuk kepada suatu benda atau

beberapa anggota benda dengan jalan berganti-ganti.” Sedangkan

muqayad yaitu:“Lafadz yang menunjuk kepada suatu benda atau

beberapa anggota benda dengan ada suatu qayid5.”


3. Abdul Hamid Hakim
Mutlaq adalah “Lafadz yang menunjukkan sesuatu hakekat,
tanpa ada satu ikatan dari (beberapa) ikatannya.” Sedangkan muqayad
adalah “Lafadz yang menunjukkan sesuatu hakekat dengan ada satu
ikatan dari (beberapa) ikatannya.”

Jadi penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat diatas bahwa


yang dinamakan mutlaq adalah lafadz-lafaz yang menunjukkan suatu hakekat
tanpa ada batasan (qayid) tertentu. Sedangkan muqayyad adalah lafadz-lafaz
yang menunjukkan suatu hakekat dengan ada batasan (qayid) tertentu.

C. Pembagian Lafadz Mutlaq dan Muqayyad


Lafadz Mutlaq dan Muqayyad mempunyai bentuk-bentuk yang
bersifat rasional, bentuk-bentuk yang realistis sebagai berikut ini:
1. Sebab dan hukumnya sama
Dalam hal ini mutlaq harus ditarik pada yang muqayyad,
artinya muqayyadmenjadi penjelasan mutlaq. Seperti “puasa”
untuk kaffarah sumpah. Lafadz itu dalam qiraah mutawatir yang
terdapat dalam mushaf diungkapkan secara mutlaq,
‫ِ أي‬
‫ّام ذلك‬ ‫ُ ثلثة‬‫د فصيام‬ ‫ْ َلم‬
ِْ‫ْ يج‬ ‫من‬َ‫ف‬
‫ْتم‬
ُْ ‫ّرة أيمنكم إذا ح‬
‫َلف‬ ‫كف‬

4
Manna Al-Quththan,Pengantar Study Ilmu AL-Qur’an, ( Jakarta : Pustaka Al-Kausar,2011) hlm 304-
305
5
T.M Hasbi Ash-Shiddieqh, pengantar hukum islam,( Jakarta : Bulan Bintang, 1981), hlm 60-61

4
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka

kaffarahnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah


kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar.” (Qs. al-Maidah: 92)
Lafadz ‫ِ أي‬
‫ّام‬ ‫ُ ثلثة‬
‫فصيام‬ itu di-muqayyad-kan

atau dibatasi dengan kata “at-tatabu”, yaitu berturut-turut seperti


dalam qiraah Ibnu Mas’ud: ‫ِ أي‬
‫ّام‬ ‫ُ ثلثة‬
‫فصيام‬
‫َات‬
‫ِع‬‫َاب‬
‫ُتت‬
‫م‬.“Maka kaffarahnya adalah berpuasa selama tiga
hari berturut-turut.” Pengertian lafadz yang mutlaq ditarik kepada
yang muqayyad, karena “sebab” yang satu tidak akan
menghendaki dua hal yang bertentangan6.
2. Sebab sama namun hukum berbeda
Dalam hal ini masing-masing mutlaq dan muqayyad tetap pada
tempatnya sendiri. Contoh mutlaq yang menerangkan tentang
tayamum:
ََ‫ِ والي‬
ِ‫دين‬ ‫ْه‬‫َج‬ ٌ‫ْب‬
‫َة للو‬‫َ ضر‬
‫مم‬َُ‫ّي‬
‫ الت‬.
“Tayamum ialah sekali mengusap debu untuk muka dan kedua

tangan.” (HR. Ammar).


Contoh muqayyad yang menerangkan tentang wudhu
‫ُم وايد يكم الى‬
‫هك‬َ‫ُجو‬
‫ِلوا و‬
‫فاغس‬
‫ِق‬
.ِ ‫َاف‬
‫مر‬َ‫ال‬
“Basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” (Qs. al-

Maidah: 6)
Ayat yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelas hadits yang
mutlaq, karena berbeda hukum yang dibicarakan yaitu wudhu dan
tayamum meskipun sebabnya sama yaitu hendak shalat atau karena
hadats7.
3. Sebab berbeda namun hukum sama.
Dalam hal ini ada dua pendapat: Menurut golongan Syafi’i,
mutlaq dibawa kepada muqayyad. Menurut golongan Hanafi dan
Makiyah, mutlaq tetap pada tempatnya sendiri, tidak dibawa
kepada muqayyad. Contoh mutlaq:

6
Manna Al-Quththan,Pengantar Study Ilmu AL-Qur’an, ( Jakarta : Pustaka Al-Kausar,2011) hlm 305-
306
7
Hanafie, Ushul fiqih,( Jakarta : Wijaya,1993), hlm 76

5
َ
ُّْ
‫ْ ثم‬ ‫ِه‬
‫ِم‬ ّ ‫ِن‬
‫ِسَائ‬
‫ن‬ ‫َ م‬ ‫ِر‬
‫ُون‬ ‫ُظَاه‬
‫ي‬ َ
‫ِين‬ َّ ‫و‬
‫َالذ‬
ِ
‫ّن‬ َ‫ُ ر‬
‫َقبَة م‬ ‫ِير‬‫ْر‬ ‫َت‬
‫َح‬ ‫َا َقالو‬
‫ُا ف‬ ِ
‫لم‬ َ
‫ُن‬‫ُدو‬
‫َعو‬‫ي‬
‫َم‬
‫َاسَّا‬‫يت‬َ ‫َن‬
‫ِ أ‬‫ْل‬ َ
‫قب‬.
“Orang-orang yang menzihar isterinya kemudian mereka

hendak menarik apa yang mereka ucapakan maka (wajib atasnya)


memerdekakan hamba sahaya sebelum keduanya bercampur.”
(Qs. al-Mujadalah: 3).

Contoh muqayyad:

َ‫ُ ر‬
‫َقبَة‬ ‫ِير‬
‫ْر‬ ‫َت‬
‫َح‬ ‫ً ف‬
‫َطَأ‬
‫ًا خ‬
‫ِن‬‫ْم‬
‫مؤ‬ ‫َل‬
ُ َ ‫َن َقت‬‫َم‬‫و‬
‫َة‬
‫ِن‬‫ْم‬ ُّ
‫مؤ‬.

“Barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan

tidak sengaja (karena kekeliruan) maka hendaklah membebaskan


seorang hamba yang mukmin”. (Qs. an-Nisa’: 29).

Kedua ayat diatas berisi hukum yang sama, yaitu


pembebasan budak. Sedangkan sebabnya berbeda, yang ayat
pertama karena zhahir dan yang ayat yang kedua karena
pembunuhan yang sengaja.

4. Sebab dan hukum berbeda


Dalam hal ini masing-masing mutlaq dan muqayyad tetap pada
tempatnya sendiri. Muqayyad tidak menjelaskan mutlaq. Contoh
mutlaq:
‫ُا‬ ْ َ
‫اقطَعو‬ ُ‫َِق‬
‫ة ف‬ ‫ُ و‬
‫َالسَّار‬ ‫ِق‬‫َالسَّار‬
‫و‬
‫َا‬‫هم‬
ُ‫ي‬َِ َْ
‫يد‬ ‫أ‬
“Pencuri lelaki dan perempuan potonglah tangannya.”

Contoh muqayyad:

ُْ
‫ُْتم‬ ‫َا قم‬‫ِذ‬‫ُا إ‬ ‫َ آم‬
‫َنو‬ ‫ِين‬ َّ
‫الذ‬ ‫َا‬‫يه‬َُّ
‫َا أ‬
‫ي‬
‫َِلى‬
‫ْ إ‬‫ُم‬ َِ
‫يك‬ َْ
‫يد‬ ‫َأ‬ ‫ُم‬
‫ْ و‬ ‫هك‬
َ‫ُو‬
‫ُج‬‫ُا و‬ ‫ْس‬
‫ِلو‬ ‫َاغ‬
‫ِ ف‬ َْ
‫َة‬ ‫َِلى الص‬
‫َّل‬ ‫إ‬
‫ِق‬
ِ ‫َاف‬‫مر‬ ْ
َ‫ال‬

6
“Wahai orang mukmin, apabila kamu hendak shalat, maka

hendaklah basuh mukamu dan tanganmu sampai siku.” (Qs. al-


Maidah: 6).

Ayat yang muqayyad tidak bisa menjadi penjelas yang


mutlaq, karena berlainan sebab yaitu hendak shalat dan pencurian
dan berlainan pula dalam hukum yaitu wudhu dan potong tangan.

D. MANTUQ DAN MAFHUM


1. Pengertian Mantuq
Mantuq adalah makna yang kandungan hukumnya dipahami dari
apayang diucapkan, dengan kata lain mantuq itu ialah makna yang
tersurat(terucap), contohnya, “diharamkan bagi kamu bangkai”. Mantuq
dari ayat ini ialah bangkai itu hukumnya haram. Menurut kitab
mabadiulawwaliyah,mantuq adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu
lafadz atau makna dalamtempat pengucapan. Arti lain mantuq yaitu
makna yang ditunjukkan olehsebuah lafadz, oleh wilayah pengucapan.
Apabila lafadz tersebut menghasilkanmakna yang tidak mungkin
mengarah pada makna lain. Dan dalalah mantuq seperti yang di pakai oleh
istilah hanafiyah, yaitu ibarat, isyarat, dan iqtidanash8. Oleh karena itu
mantuq ialah petunjuk lafadz pada hukum yang disebut oleh lafadz itu
sendiri.
2. Pengertian Mafhum
Adapun mafhum adalah petunjuk lafadz atau makna pada suatu hukum
yang tidak disebutkan oleh lafadz atau makna itu sendiri, dan dalalah
mafhumini ialah tersirat (tidak terucap). Pendapat lain mafhum adalah
makna yangkandungan hukumnya dipahami dari apa yang terdapat dibalik
arti mantuq-nya.Dengan kata lain mafhum itu disebut dengan makna
tersirat. Dan makna yang ditunjuk oleh lafadz dan tidak terdapat dalam
wilayah pengucapannya. Apabilahukum mafhum selaras dengan mantuq-
nya, maka disebut mafhum muwafaqah, meskipun mafhum menyamai
mantuq, menurut pendapat Ashah.Maka tersebut berbentuk hukum
sekaligus mahal(penyandang) dari hukumtersebut (mahal al-hukm).
‫َا‬
‫هم‬
ُْ َْ
‫هر‬ َ ‫َال‬
‫تن‬ ‫ُف‬
‫ّ و‬ ‫َا أ‬
‫هم‬ ‫ُل‬
ُ‫ْ َل‬ َ ‫َال‬
‫تق‬ ‫ف‬
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya

perkataan“ah” dan jangan kamu membentak keduanya. (Q.S Al-Isra’ ayat


23).

8
Rachmat Syafe’I, ILMU USHUL FIQIH (Bandung : Pustaka setia,1999) hlm 215

7
Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum,
pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata: uffin)
jangankamu katakan perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu.
Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan
menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung
kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq
dan tidak nyata disebut mafhum.Menurut para ulama’ ushul fiqh, bahwa
sebagian besar dalalah yang diuraikandi atas didasarkan pada teks9.
3. Macam-macam Mantuq dan Mafhum
a. Mantuq diklarifikasikan menjadi dua:
1) Nash, yakni manakala menghasilkan makna yang tidak terbuka
kemungkinan diarahkan pada makna lain. Contoh, lafadz”zaid”
dalam kalimat ‫جاء زيد‬ (zaid telah datang). Makna yang

dihasilkan dari contoh iniadalah sosok tertentu, tampa ada


kemungkinan diarahkan pada makna lain.Atau Adalah lafadz
yang bentuknya telah dapat menunjukkan makna yangsecara
tegas dan tidak mengandung kemungkinan makna lain Seperti
firmanAllah SWT QS. Surat al-Baqarah: 196
‫ِي‬
‫يام ف‬ ََّ
‫ِ أ‬‫َة‬
‫َالث‬
‫ُ ث‬ ‫َص‬
‫ِيَام‬ ِْ‫َج‬
‫د ف‬ ‫ْ ي‬‫ْ َلم‬ ََ
‫من‬ ‫ف‬
ٌ‫َشَر‬
‫َة‬ ‫لكَ ع‬ِْ ‫ُم‬
‫ْ ت‬ ‫ْت‬
‫َع‬ ‫َا ر‬
‫َج‬ ‫ِذ‬‫َة إ‬‫ْع‬ ‫ِّ و‬
‫َسَب‬ ‫َج‬ ْ
‫الح‬
ٌ َ
‫ة‬ ‫ِل‬‫َام‬
‫ك‬
“Maka wajib berpuasa 3 hari dalam (musim) haji dan tujuh

hari lagi apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh


hari yang sempurna”.
2) Dzahir, yakni manakala menghasilkan makna yang terbuka
kemungkinan diarahkan pada makna yang marjuh (lemah)
sebagai pengganti makna yang pertama. Contoh, roaintu
yaumal azda (hari ini saya melihat Harimau). Lafadz ‫االسد‬
memiliki makna hewan buas, namun berpeluang diarahkan
pada makna lelaki pemberani, dimana makna ini marjuh karena
termasuk makna majas. Atau suatu perkara yang menunjukkan
sesuatu makna yang segera dipahami ketika ia diucapkan,
tetapi disertai kemungkinan makna lain yang lemah seperti QS
al-Baqarah: 173.

9
Abdulloh Kafabihi Mahrus, Lubb al-Ushul ( lirboyo: Santri Salaf Press, 2014) hlm 96

8
َ َّ ‫َ و‬
‫َالدم‬ ‫َة‬‫ْت‬‫مي‬ ْ ُ
َ‫ال‬ ‫ُم‬ ‫َي‬
‫ْك‬ ‫َل‬
‫َ ع‬ ‫َّم‬
‫َر‬ ‫َا ح‬
‫نم‬َِّ
‫إ‬
‫ْر‬
‫ِ ا‬ ‫َي‬
‫لغ‬ِ ِ
‫ِه‬‫َّ ب‬
‫ِل‬‫ُه‬
‫َا أ‬ ‫َم‬
‫ِ و‬‫ِير‬‫ْز‬ ْ َ
‫الخِن‬ ‫ْم‬ َ‫و‬
‫َلح‬
‫َاغ‬
‫َ ب‬ ‫ُر‬
‫َّ غي‬
‫ْر‬ ‫ْط‬
‫َنِ اض‬ ‫َم‬
‫َ ف‬ ‫ْم‬
‫ِث‬‫َال إ‬‫َاد ف‬ ‫َال ع‬‫و‬
‫ِ ن‬ ‫ْه‬
‫ِ إ‬ ‫َي‬
‫َل‬‫َحِی م ع‬
‫ٌ ر‬ ‫َف‬
‫ُور‬ ‫ا غ‬
“Sesungguhnya dia hanya mengharamkan bagimu

bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika


disembelih) disebut (nama) selain Allah”.
b. Mafhum terbagi menjadi dua macam, muwafaqah, dan mukhalafah.
1. Mafhum muwafaqah, yaitu menetapkan hukum dari makna yang
sejalan atau sepadan dengan makna mantuq-nya (yang
diucapkan)10. Contohnya dalam QS. Al-isra’/17; 32.

“Dan janganlah kamu mendekati zina”.

Mafhum muwafaqah dari ayat di atas adalah haram mendekati


zina, berduaan, berpacaran apalagi melakukan zina itu sendiri.
Mafhum muwafaqah terbagi menjadi dua macam:
 Fatwa al-Khitab, yaitu mafhum yang kapasitasnya lebih
besar11.dibandingkan makna mantuq-nya. Contohnya firman
Allah swt dalam QS. Al-Isra’ ayat 23:
‫ُ ف‬
‫َا أ‬
‫هم‬ ‫ُل‬
ُ‫ْ َل‬ َ ‫َال‬
‫تق‬ ‫ف‬
“Janganlah kamu mengatakan kata-kata keji kepada dua

orang tua”.
Sedangkan kata-kata keji saja tidak boleh (dilarang)
apalagi memukulnya. Contoh, mafhum berupa memukul
orang tua, dengan mantuq berupa berkata kasar kepada orang
tua dalam QS. Al-Isra’:23 di atas. Dalam hal ini mafhum,
yakni memukul tingkatannya lebih berat dibandingkan
berkata kasar dilihat dari aspek menyakitinya.
 Lahn al-Khithab, yaitu mafhum yang kapasitasnya menyamai
mantuq. Contoh, membakar harta anak yatim yang dipahami
dari mantuq atas. Seperti firman Allah SWT:
‫َم‬
‫َى‬‫ٌْليَت‬
‫َ ا‬‫َال‬
‫مو‬َْ
‫َ أ‬‫ْن‬ ُُ
‫لو‬ ‫ْك‬
‫َأ‬‫َ ي‬
‫ين‬ِْ َّ َّ
‫الذ‬ ‫إن‬
‫ِم‬
ْ ‫ِه‬
‫ْن‬‫ُو‬‫ُط‬
‫ِى ب‬‫َ ف‬‫ْن‬
‫لو‬ ‫ْك‬
ُُ ‫َأ‬
‫َا ي‬‫نم‬َِّ
‫ًا إ‬ ُْ
‫لم‬ ‫ظ‬
‫ْ ر‬ ‫َو‬
‫ْن سَعِ ی‬ ‫َسَيَص‬
‫ْل‬ ‫ًاصلى و‬ َ
‫نار‬

10
Rachmat Syafe’i, ILMU USHUL FIQIH, cet IV ( Bandung: CV Pustaka setia,2010) hlm 216
11
Rachmat syafe’i, ilmu ushul fiqih, (Bandung : CV Pustaka Setia 1999) hlm 134

9
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta

benda anak yatim secara aniaya sebenarnya memakan api


kedalam perut mereka”.
2. Mahfum mukhalafah, adalah makna mafhum yang tidak selaras
dengan mantuq-nya dari sisi hukumya. Mafhum mukhalafah
disebut juga dengan dhalilul khitib. Atau pengertian yang
dipahami berbeda dengan ucapan, baik dalam istimbaht
(menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal
yang dipahami selalu kebalikannya daripada bunyi lafal yang
Seperti dalam firman Allah SWT seperti QS al-Jum’ah ayat: 9.
ِ
‫َة‬‫مع‬ ْ ِ
‫الج‬
ُُ ‫ْم‬ َ ْ
‫يو‬ ‫ِن‬ ‫َّالة‬
‫ِ م‬ ‫ِلص‬‫ِيَ ل‬ ُ ‫َا‬
‫نود‬ ‫إذ‬
‫ْع‬
َ ْ ‫ُوا‬
‫البَي‬ ‫َر‬
‫َذ‬ ‫ْر‬
‫ِ ا و‬ ‫َِلى ذ‬
‫ِك‬ ‫ْا إ‬
‫َو‬‫َاسْع‬
‫ف‬
“Apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari

jum’at, maka bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual


beli”.
Dapat dipahami dari ayat ini, bahwa boleh jual beli di hari
jum’atsebelum adzan si mu’adzin dan sesudah mengerjakan
sholat.Dan menurut pendapat ulama Hanafiyah tidak memandang
mafhummukhalafah sebagai salah satu metode penafsiran nash-
nash syara’. Tegasnyamenurut mereka, mafhum mukhalafah
bukan suatu metode untuk penetapanhukum.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mutlaq adalah lafadz-lafaz yang menunjukkan suatu hakekat tanpa ada
batasan (qayid) tertentu. Sedangkan muqayyad adalah lafadz-lafaz yang
menunjukan suatu hakekat dengan ada batasan (qayid) tertentu. Lafadz mutlaq
menjadi tidak terpakai jika ada lafadz muqayyad yang menjelaskan sebab dan
hukum tersebut. Pembagian lafadz mutlaq dan muqayyad ada empat bentuk-
bentuk yang realistis yaitu: sebab dan hukumnya sama, sebab sama namun
hukum berbeda, sebab berbeda namun hukum sama, sebab dan hukum
berbeda.
Mantuq adalah makna yang kandungan hukumnya dipahami dari
apayang diucapkan, dengan kata lain mantuq itu ialah makna yang
tersurat(terucap), contohnya, “diharamkan bagi kamu bangkai”. Mantuq dari
ayat iniialah bangkai itu hukumnya haram. Adapun mafhum adalah petunjuk
lafadz atau makna pada suatu hukumyang tidak disebutkan oleh lafadz atau
makna itu sendiri, dan dalalah mafhumini ialah tersirat (tidak terucap).

11
DAFTAR PUSTAKA

USMAN, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009)

MUHAMMAD AMIN SUMA, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo,


2013)

MANNA AL-QUTHTHAN, Pengantar Study Ilmu AL-Qur’an, ( Jakarta :


Pustaka Al-Kausar,2011)

T.M HASBI ASH-SHIDDIEQH, pengantar hukum islam,( Jakarta : Bulan


Bintang, 1981)

RACHMAT SYAFE’I, ILMU USHUL FIQIH (Bandung : Pustaka setia,1999)

ABDULLOH KAFABIHI MAHRUS, Lubb al-Ushul ( lirboyo: Santri Salaf


Press, 2014)

12

Anda mungkin juga menyukai