Anda di halaman 1dari 11

MUTHLAQ DAN MUQAYYAD DALAM KAIDAH TAFSIR

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawa’id Tafsir

Dosen Pengampu:

Muhammad Sholeh Hasan, Lc, MA.

Oleh:

Abdurrohman Kambari 11210110000138

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan hadirat Allah Subhanahu wata’ala. yang telah
melimpahkan nikmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Muthlaq dan Muqayyad dalam Kaidah Tafsir”. Sholawat serta
salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan besar kita baginda Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat
kelak.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad Sholeh Hasan,
Lc, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah Qawa’id Tafsir yang telah memberikan kami
kesempatan untuk membuat makalah dan mempresentasikannya. Makalah ini berisi topik
terkait pengertian, perbedaan, dan juga analisis terkait Am dan Khas dan diharapkan agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan adanya makalah ini, diharapkan para
pembaca dapat memahami isi dan mengamalkan ilmu yang telah di dapat kepada orang
lain.

Kami menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat tersalurkan kepada kami demi
kesempurnaan makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penulisan 2
Bab II Pembahasan 3
Pengertian Muthlaq dan Muqayyad 3
Macam-macam Muthlaq dan Muqayyad 4
Bab III Penutupan 7
Kesimpulan 7
Saran 7
Daftar Pustaka8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam merupakan pedoman hidup yang
sarat dengan makna dan hikmah yang mendalam. Untuk memahami maksud
dan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik, diperlukan penguasaan
berbagai kaidah tafsir, salah satunya adalah kaidah muthlaq wa muqayyad.
Kaidah ini membahas tentang hubungan antara kata yang bersifat umum
(muthlaq) dengan kata yang bersifat khusus (muqayyad).

Muthlaq dan muqayyad merupakan salah satu kaidah penting dalam ilmu
tafsir karena keduanya memiliki peran signifikan dalam memahami makna ayat-
ayat Al-Qur'an. Dengan memahami kaidah ini, mufasir dapat menentukan
makna yang tepat dari kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur'an, sehingga
menghasilkan pemahaman yang komprehensif terhadap ayat-ayat tersebut.

Sebagian hukum tasyri terkadang datang dengan bentuk muthlaq yang


menunjuk kepada satu individu (satu benda) yang umum, tanpa dibatasi oleh
sifat atau syarat. Dan terkadang pula dibatasi oleh sifat atau syarat namun
hakikat individu itu tetap bersifat umum serta meliputi segala jenisnya.
Pemakaian lafaz dengan kapasitas muthlaq dan atau terbatas (muqayyad)
merupakan salah satu keindahan retorika bahasa Arab. Dan dalam Kitabullah
yang tidak tertandingi itu, ia dike- nal dengan muthlaqul-Qur'an wa
muqayyaduh atau kemuthlaqan Qur'an dan keterbatasannya.

Dengan demikian, kaidah muthlaq wa muqayyad merupakan kaidah yang


penting untuk dipahami oleh mahasiswa jusuran pendidikan agama Islam.
Pemahaman terhadap kaidah ini akan membantu mahasiswa dalam memahami
Al-Qur'an dengan lebih baik dan akurat, sehingga dapat menjadi bekal untuk
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud muthlaq?

2. Apa yang dimaksud muqayyad?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami apa itu muthlaq dalam kaidah tafsir

2. Memahami apa itu muqayyad dalam kaidah tafsir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Muthlaq dan Muqayyad

Kata muthlaq (‫ )مطل;;ق‬dari segi bahasa berarti sesuatu yang dilepas/ tidak
terikat. Dari akar kata yang sama lahir kata thalaq (talak), yakni lepasnya hubungan
suami istri sehingga baik suami maupun istri sudah tidak saling terikat.

Muthlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid
(pembatas). Jadi ia hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat
tersebut.

Beragam rumusan definisi para pakar tentang muthlaq. Ada yang


memahaminya dalam arti lafaz yang menunjuk substansi sesuatu sebagaimana
adanya substansi itu. Ada lagi yang menyatakan bahwa muthlaq adalah lafaz tunggal
yang berbentuk nakirah yang ditampilkan bukan dalam bentuk negasi.

Lafaz muthlaq ini pada umumnya berbentuk lafaz nakirah dalam konteks
kalimat positif. Misalnya lafaz ‫( رقبة‬seorang budak) dalam ayat: ‫(َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة‬maka
[wajib atasnya] memerdekakan seorang budak)... (al-Mujadalah [58]:3). Pernyataan
ini meliputi pembebasan seorang budak yang mencakup segala jenis budak, baik
yang mukmin maupun yang kafir. Lafaz "raqabah" adalah nakirah dalam konteks
positif. Karena itu pengertian ayat ini ialah, wajib atasnya memerdekakan seorang
budak dengan jenis apa pun juga. Juga seperti ucapan Nabi: "Tak ada pernikahan
tanpa seorang wali." (Hadis Ahmad dan empat imam). "Wali" di sini adalah
muthlaq, meliputi segala jenis wali baik yang berakal sehat maupun tidak. Oleh
karena itu sebagian Ulama Ushul mendefinisikan muthlaq dengan "suatu ungkapan
tentang isim nakirah dalam konteks positif". Kata-kata "nakirah" mengecualikan
isim ma'rifah dan semua lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tertentu. Dan kata-
kata "dalam konteks positif' mengecualikan isim nakirah dalam konteks negatif
(nafy), karena nakirah dalam konteks negatif mempunyai arti umum, meliputi semua
individu yang termasuk jenisnya.

Muqayyad (‫ )مقيد‬dari segi bahasa artinya ikatan yang menghalangi sesuatu

3
memiliki kebebasan gerak. Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat
dengan qayid (batasan). Definisi lain misalnya, lafaz yang menunjuk kepada satu
atau beberapa satuan yang diberi ikatan berupa lafaz yang terpisah darinya,
sehingga maknanya tidak lagi seluas/sebebas maknanya sebelum ikatan itu ada. Ada
lagi yang mengartikannya sebagai lafaz yang mengandung penghalang sehingga
maknanya tidak seluas sebelumnya sebagai akibat adanya "penghalang”. Betapa
pun demikian, muqayyad adalah lawan muthlaq. Ketika Anda menyebut kata muslim
maka ini lafaz muthlaq. Tetapi jika Anda menyebut muslim Indonesia maka ini
adalah lafaz muqayya karena tidak lagi mencakup setiap muslim di seluruh dunia,
tetapi terbatas pada muslim yang berwarga negara Indonesia. Jika kata ‫ رقبة‬dalam al-
Mujadalah [58]:3 bersifat muthlaq, maka ‫ رقب;;;ة‬dalam an-Nisa [4]:92 bersifat
muqayyad. Karena diikat dengan kata “mukmin” ‫(َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة مومنة‬maka [hendaklah
pembunuh itu] memerdekakan budak yang beriman).

B. Macam-macam Muthlaq dan Muqayyad

1. Sebab dan Hukumnya Sama

Seperti puasa untuk kafarah sumpah. Dalam qira’ah mutawattir kalimatnya


diungkap dengan lafaz muthlaq: ‫َفَم ْن َلْم َيِج ْد َفِص َياُم ثالث;;ة أي;;ام ذل;;ك َك َّف اَر ُة َأْيَم اِنُك ْم ِإَذ ا حلفتم‬
(Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafarahnya puasa
selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarah sumpah-sumpahmu bila
kamu bersumpah [dan kamu langgar...) (al- Ma'idah [5]:89). Sedangkan dalam
qira’ah Ibn Mas’ud: ‫( َفِصَياُم ثالثة أيامِ ُم َتَتاِبَع اٍت‬Maka kafarahnya puasa selama tiga
hari berturut-turut), bersifat muqayyad. Dalam hal seperti ini, pengertian lafaz
yang muthlaq dibawa kepada yang muqayyad (dengan arti, bahwa yang
dimaksud oleh lafaz muthlaq adalah sama dengan yang dimaksud oleh lafaz
muqayyad, peny.), karena "sebab" yang satu tidak akan menghendaki dua hal
yang bertentangan.

2. Sebabnya Sama namun Hukumnya Berbeda

Seperti pada kata “tangan” dalam kasus wudhu dan tayamum. Membasuh
tangan dalam wudhu dibatasi sampai siku pada ayatnya:

٦ : ‫ المعدة‬- .‫مالها الذين أمنوا إذا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّصالِة َفاْغ ِس ُلوا ُوُجوَهُك ْم َو َأْيِدَيُك ْم ِإَلى اْلَم َر اِفِق‬

4
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak menger jakan salat,
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan sika..." (al-Ma'idah [5]:6).
Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, muthlaq,
sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

6:‫ المعدة‬.‫َتَيَّمُم وا َصِع يًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحوا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َأْيِد يُك ْم ِّم ْنُه‬

"...Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih) sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu..." (al-Ma'idah [5]:6).

Dalam hal ini ada yang berpendapat, lafaz yang muthlaq tidak dibawa kepada
yang muqayyad karena berlainan hukumnya. Namun al-Gazali menukil dari
mayoritas ulama Syafi'I bahwa muthlaq di sini dibawa kepada muqayyad
mengingat sebabnya sama sekalipun berbeda hukumnya.

3. Sebabnya Berbeda namun Hukumnya Sama

1) Taqyid atau batasannya satu

Seperti pembebasan budak dalam hal kafarah. Dalam kafarah


membunuh tidak sengaja, kafarahnya dibatasi dengan membebaskan budak
yang beriman: ‫( َفَتْح ِري;;;ُر َر َقَب ٍة مومن;;;ة‬maka [hendaklah pembunuh itu]
memerdekakan budak yang beriman) an-Nisa[4]:92. Sedangkan dalam
kafarah menzihar istri dan kafarah melanggar sumpah, tidak dibatasi dengan
budak “beriman”: ‫( َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة‬al-Mujadalah[58]:3) dan (al-Maidah[5]:89).

Dalam hal ini segolongan ulama, di antaranya ulama Maliki dan


sebagian besar ulama Syafi'i, berpendapat, lafaz yang muthlaq harus dibawa
kepada yang muqayyad tanpa memerlukan dalil lain. Oleh karena itu tidak
cukup (sah) memerdekakan budak yang kafir dalam kafarah zihar dan
melanggar sumpah. Sementara itu golongan lain, yaifu ulama mazhab
Hanafi, berpendapat, lafaz yang muthlaq tidak dapat dibawa kepada yang
muqayyad kecuali berdasarkan dalil. Maka dipandang telah cukup
memerdekakan budak yang kafir dalam kafarah zihar dan melanggar
sumpah.

2) Taqyid atau batasannya berbeda

Seperti halnya puasa kafarah yang ditaqyidkan dengan “berturut-

5
turut” dalam kafarah pembunuhan: ‫َفَم ن َّلْم َيِج ْد َفصيام ش;;هرين متابعين توبة من هللا‬
(Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah...) an-
Nisa' [4]:92., dan dalam kafah zihar: ‫َفَم ْن َّلْم َيِج ْد َفِص َياُم َش ْهَر ْيِن ُم َتَت اِبَع ْيِن ِم ْن َقْب ِل َأن‬
‫( ُينَم اًسا‬Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur...) al-
Mujadalah [58]:4. Sedangkan dalam kafarah haji ditaqyidkan dengan puasa
secara terpisah-pisah. Juga ada puasa yang dilafazkan secara muthlaq, tidak
dibatasi, juga dalam puasa qodho puasa Ramadhan.

4. Sebab dan Hukumnya Berbeda


Seperti lafaz “tangan” dalam berwudhu dan mencuri. Dalam berwudhu dibatasi
sampai siku, sedangkan dalam mencuti ditak dibatasi (muthlaq): ‫والَّساِر ُق َو الَّساِر َقُة‬
۳۸ : ‫ المائدة‬- ‫( َفاْقَطُعوا َأْيِدَيُهَم ا‬Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potong- lah tangan keduanya...) al-Ma'idah [5]:38. Dalam keadaan seperti ini,
muthlaq tidak boleh dibawa kepada muqayyad karena "sebab" dan "hukum"-nya
berlainan. Dan dalam hal ini tidak ada kontradiksi (ta'arud) sedikit pun

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muthlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid
(pembatas). Jadi ia hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat
tersebut. Misalnya lafaz ‫( رقبة‬seorang budak) dalam ayat: ‫(َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة‬maka [wajib
atasnya] memerdekakan seorang budak)... (al-Mujadalah [58]:3). Pernyataan ini
meliputi pembebasan seorang budak yang mencakup segala jenis budak, baik yang
mukmin maupun yang kafir.

Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayid


(batasan). Jika kata ‫ رقبة‬dalam al-Mujadalah [58]:3 bersifat muthlaq, maka ‫ رقبة‬dalam
an-Nisa [4]:92 bersifat muqayyad. Karena diikat dengan kata “mukmin” ‫َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة‬
‫(مومنة‬maka [hendaklah pembunuh itu] memerdekakan budak yang beriman).

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap kepada Allah SWT
semoga makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran yang bermanfaat bagi penulis
dan pembaca. Penulis sadar bahwa dalam laporan studi ini masih banyak
kekurangannya dan bahkan kesalahannya. Oleh karena itu, kami membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca, agar makalah kami kedepannya bisa lebih baik lagi.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan: Manna: Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Litera Antar Nusa. 2001

Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Penerbit Lentera Hati. 2013

Anda mungkin juga menyukai