Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawa’id Tafsir
Dosen Pengampu:
Oleh:
Segala puji syukur kami panjatkan hadirat Allah Subhanahu wata’ala. yang telah
melimpahkan nikmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Muthlaq dan Muqayyad dalam Kaidah Tafsir”. Sholawat serta
salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan besar kita baginda Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat
kelak.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad Sholeh Hasan,
Lc, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah Qawa’id Tafsir yang telah memberikan kami
kesempatan untuk membuat makalah dan mempresentasikannya. Makalah ini berisi topik
terkait pengertian, perbedaan, dan juga analisis terkait Am dan Khas dan diharapkan agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan adanya makalah ini, diharapkan para
pembaca dapat memahami isi dan mengamalkan ilmu yang telah di dapat kepada orang
lain.
Kami menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat tersalurkan kepada kami demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penulisan 2
Bab II Pembahasan 3
Pengertian Muthlaq dan Muqayyad 3
Macam-macam Muthlaq dan Muqayyad 4
Bab III Penutupan 7
Kesimpulan 7
Saran 7
Daftar Pustaka8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam merupakan pedoman hidup yang
sarat dengan makna dan hikmah yang mendalam. Untuk memahami maksud
dan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik, diperlukan penguasaan
berbagai kaidah tafsir, salah satunya adalah kaidah muthlaq wa muqayyad.
Kaidah ini membahas tentang hubungan antara kata yang bersifat umum
(muthlaq) dengan kata yang bersifat khusus (muqayyad).
Muthlaq dan muqayyad merupakan salah satu kaidah penting dalam ilmu
tafsir karena keduanya memiliki peran signifikan dalam memahami makna ayat-
ayat Al-Qur'an. Dengan memahami kaidah ini, mufasir dapat menentukan
makna yang tepat dari kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur'an, sehingga
menghasilkan pemahaman yang komprehensif terhadap ayat-ayat tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata muthlaq ( )مطل;;قdari segi bahasa berarti sesuatu yang dilepas/ tidak
terikat. Dari akar kata yang sama lahir kata thalaq (talak), yakni lepasnya hubungan
suami istri sehingga baik suami maupun istri sudah tidak saling terikat.
Muthlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid
(pembatas). Jadi ia hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat
tersebut.
Lafaz muthlaq ini pada umumnya berbentuk lafaz nakirah dalam konteks
kalimat positif. Misalnya lafaz ( رقبةseorang budak) dalam ayat: (َفَتْح ِريُر َر َقَبٍةmaka
[wajib atasnya] memerdekakan seorang budak)... (al-Mujadalah [58]:3). Pernyataan
ini meliputi pembebasan seorang budak yang mencakup segala jenis budak, baik
yang mukmin maupun yang kafir. Lafaz "raqabah" adalah nakirah dalam konteks
positif. Karena itu pengertian ayat ini ialah, wajib atasnya memerdekakan seorang
budak dengan jenis apa pun juga. Juga seperti ucapan Nabi: "Tak ada pernikahan
tanpa seorang wali." (Hadis Ahmad dan empat imam). "Wali" di sini adalah
muthlaq, meliputi segala jenis wali baik yang berakal sehat maupun tidak. Oleh
karena itu sebagian Ulama Ushul mendefinisikan muthlaq dengan "suatu ungkapan
tentang isim nakirah dalam konteks positif". Kata-kata "nakirah" mengecualikan
isim ma'rifah dan semua lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tertentu. Dan kata-
kata "dalam konteks positif' mengecualikan isim nakirah dalam konteks negatif
(nafy), karena nakirah dalam konteks negatif mempunyai arti umum, meliputi semua
individu yang termasuk jenisnya.
3
memiliki kebebasan gerak. Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat
dengan qayid (batasan). Definisi lain misalnya, lafaz yang menunjuk kepada satu
atau beberapa satuan yang diberi ikatan berupa lafaz yang terpisah darinya,
sehingga maknanya tidak lagi seluas/sebebas maknanya sebelum ikatan itu ada. Ada
lagi yang mengartikannya sebagai lafaz yang mengandung penghalang sehingga
maknanya tidak seluas sebelumnya sebagai akibat adanya "penghalang”. Betapa
pun demikian, muqayyad adalah lawan muthlaq. Ketika Anda menyebut kata muslim
maka ini lafaz muthlaq. Tetapi jika Anda menyebut muslim Indonesia maka ini
adalah lafaz muqayya karena tidak lagi mencakup setiap muslim di seluruh dunia,
tetapi terbatas pada muslim yang berwarga negara Indonesia. Jika kata رقبةdalam al-
Mujadalah [58]:3 bersifat muthlaq, maka رقب;;;ةdalam an-Nisa [4]:92 bersifat
muqayyad. Karena diikat dengan kata “mukmin” (َفَتْح ِريُر َر َقَبٍة مومنةmaka [hendaklah
pembunuh itu] memerdekakan budak yang beriman).
Seperti pada kata “tangan” dalam kasus wudhu dan tayamum. Membasuh
tangan dalam wudhu dibatasi sampai siku pada ayatnya:
٦ : المعدة- .مالها الذين أمنوا إذا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّصالِة َفاْغ ِس ُلوا ُوُجوَهُك ْم َو َأْيِدَيُك ْم ِإَلى اْلَم َر اِفِق
4
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak menger jakan salat,
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan sika..." (al-Ma'idah [5]:6).
Sedang menyapu tangan dalam bertayamum tidak dibatasi, muthlaq,
sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
6: المعدة.َتَيَّمُم وا َصِع يًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحوا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َأْيِد يُك ْم ِّم ْنُه
"...Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih) sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu..." (al-Ma'idah [5]:6).
Dalam hal ini ada yang berpendapat, lafaz yang muthlaq tidak dibawa kepada
yang muqayyad karena berlainan hukumnya. Namun al-Gazali menukil dari
mayoritas ulama Syafi'I bahwa muthlaq di sini dibawa kepada muqayyad
mengingat sebabnya sama sekalipun berbeda hukumnya.
5
turut” dalam kafarah pembunuhan: َفَم ن َّلْم َيِج ْد َفصيام ش;;هرين متابعين توبة من هللا
(Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari Allah...) an-
Nisa' [4]:92., dan dalam kafah zihar: َفَم ْن َّلْم َيِج ْد َفِص َياُم َش ْهَر ْيِن ُم َتَت اِبَع ْيِن ِم ْن َقْب ِل َأن
( ُينَم اًساBarang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur...) al-
Mujadalah [58]:4. Sedangkan dalam kafarah haji ditaqyidkan dengan puasa
secara terpisah-pisah. Juga ada puasa yang dilafazkan secara muthlaq, tidak
dibatasi, juga dalam puasa qodho puasa Ramadhan.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muthlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid
(pembatas). Jadi ia hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat
tersebut. Misalnya lafaz ( رقبةseorang budak) dalam ayat: (َفَتْح ِريُر َر َقَبٍةmaka [wajib
atasnya] memerdekakan seorang budak)... (al-Mujadalah [58]:3). Pernyataan ini
meliputi pembebasan seorang budak yang mencakup segala jenis budak, baik yang
mukmin maupun yang kafir.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap kepada Allah SWT
semoga makalah ini bisa menjadi bahan pembelajaran yang bermanfaat bagi penulis
dan pembaca. Penulis sadar bahwa dalam laporan studi ini masih banyak
kekurangannya dan bahkan kesalahannya. Oleh karena itu, kami membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca, agar makalah kami kedepannya bisa lebih baik lagi.
7
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan: Manna: Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Litera Antar Nusa. 2001