PERBEDAAN
ABSTRAK
Indonesia adalah negara multikultural. Didalamnya terdapat banyak keragaman suku,
agama, ras maupun budaya. Keadaan ini perlu disyukuri karena keberagaman merupakan
suatu anugerah dari Tuhan yang mampu menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
besar dan arif. Untuk menyikapi keberagaman tersebut supaya menjadi kehidupan yang
harmonis maka diperlukannya sikap toleransi. Al-Qur’an adalah salah satu sumber utama
nilai dasar pendidikan Islam. Didalamnya mengandung berbagai macam tuntunan dalam hal
‘ubudiyah maupun mu’amalah. Salah satunya yakni tuntunan dalam menghadapi
keberagaman.
Artikel ini bersifat kepustakaan dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
membahas ayat tentang toleransi dengan spesifikasi “dalam menghargai perbedaan”, apa saja
ayat-ayat yang mencakup dan bagaimana tafsir ayat tersebut. Metode pengumpulan data
menggunakan metode dokumentasi berupa jurnal, kitab tafsir dan artikel-artikel terkait.Hasil
artikel ini menunjukkan bahwa ayat-ayat didalam al-Qur’an yang memiliki makna toleransi
terhadap perbedaan dan ditemukan pada 17 ayat antara lain:QS Al a'raf ayat 87, QS Al a'raf
168, QS Al qashas ayat 55, QS Yunus ayat 41, QS Yunus 99, QS Hud 118, QS Saba 73, QS
Asy syura 8, QS An nahl 93, QS Ar rum 22, QS Al baqarah 134, QS Al baqarah 139, QS Al
baqarah 148, QS Al baqarah 272, QS Al hujurat 11, QS Al hujurat 13, dan QS Al maidah
ayat 8. Bentuk Toleransi yang ada dalam ayat tersebut adalah menghargai terhadap
perbedaan.
Kata Kunci: al-Qur’an, Toleransi, Menghargai Perbedaan
A. Pendahuluan
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang saling membutuhkan, telah mejadi
hukum alam bahwa manusia terlahir di muka bumi ini sebagai makhluk sosial. Untuk
menjadi manusia yang sempurna, manusia tidak bisa terlepas dari interaksi sosial kepada
sesamanya dan membutuhkan peran orang lain dalam melengakapi kebutuhannya. Dalam
interaksi sosial tersebut, manusia sebagai mahluk sosial dihadapkan pada berbagai warna
kelompok yang berbeda, baik dari segi suku, agama dan budaya.
Indonesia adalah negara yang kaya. Kekayaannya tidak berupa hasil bumi yang
diperoleh dari lautan, pertanian, atau tambang bumi saja, tetapi ada kekayaan lain di
dalamnya yang membuat Indonesia menjadi negara yang unik. Kekayaan itu adalah
keberagaman etnis, budaya, suku, adat istiadat, bahasa, dan agama yang dimiliki oleh
penduduknya. Fakta heterogenitas bangsa ini merupakan salah satu kekayaan yang tak
ternilai yang dimiliki oleh bangsa kita. 1 Dengan menumbuhkan sikap toleran dan saling
menghormati, maka mayoritas harus menghormati dan merangkul yang minoritas, Islam
sebagai agama dengan tingkat pemeluk terbanya mengharuskan umatnya untuk memiliki
sifat toleransi dalam bermasyarakat, mengayomi yang minoritas, memberikan kebebasan
pada yang mayoritas untuk beribadah sebagaimana yang diyakininya.
Toleransi merupakan sikap terbuka dalam menghadapi perbedaan, didalamnya
terkandung sikap saling menghargai dan menghormati eksistensi masing-masing pihak.2 Al
Qur’an telah menjelaskan perlunya untuk mempunyai sikap toleran dalam beberapa ayatnya,
yang kemudian ayat-ayat tersebut dipahami secara beragam oleh para mufassir. Melalui
firman-firman Allah yang tertera dalam kitab-Nya, umat Islam diberi pengetahuan tentang
sikap-sikap dalam bersosialisasi dan meyikapi perbedaan.
B. Kajian Ayat-Ayat
1. QS. Al a'raf: 87
ۚ
ٱَّللُ بَ ۡي َن نَا َو ُه َو َخ ۡ ُۡي ۡ لَّ ۡمي ۡؤِمنوافِٞمن ُك ۡمءامنوابِٱلَّذِي أ ُۡرِس ۡلت بِهِۦ وطآئِفةٞوإِن كان طآئِفة
َّ ٱصِ ُِبواْ َح ََّّٰت َ َۡي ُك َمَْ ُ ُ َ ََ ُ ٓ ْ َُ َ ََ َ َ َ
ۡ
َ ٱلَٰكِ ِم
ي
Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk
menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka
bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah
Hakim yang sebaik-baiknya
a. Ibnu Katsir
1 M. Thorokul Huda, Eka Rizki Amelia, dan Hendri Utami, “Ayat-Ayat Toleransi Dalam Al-Quran Perspektif Tafsir
Al-Misbah Dan Tafsir Al-Azhar,” Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, Vol. 30, No. 2, 2019, 260
2 Muhammad Yasir, “Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Ushuluddin, Vol. XXII No. 2, 2014, 170
Dijelaskan, Jika ada segolongan dari kalian beriman kepada apa yang aku diutus
untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman. (Yaitu
kalian berselisih pendapat tentang Aku.) …maka bersabarlah kalian. (Artinya,
tunggulah oleh kalian).…hingga Allah menetapkan hukum-Nya di antara kita.
(Maksudnya, antara kalian dan kami.yakni Allah akan memutuskannya).…dan Dia
adalah Hakim yang sebaik-baiknya.(Karena sesungguhnya Dia akan menjadikan
kesudahan yang terpuji bagi orang-orang yang bertakwa, sedangkan orang-orang
kafir mendapat kehancuran dan kebinasaan)3
b. Tafsir al-Mishbah
Dijelaskan, jika ada sekelompok orang di antara kalian yang beriman kepada
kebenaran yang aku bawa dan ada sekelompok lain yang tidak beriman, maka
tunggulah sampai Allah menetapkan hukum-Nya di antara dua kelompok tersebut.
Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.
c. Tafsir al-Wajiz
Jika ada segolongan dari kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk
menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman” yaitu yang
tidak beriman itu adalah mayoritas dari mereka. “maka bersabarlah hingga Allah
menetapkan hukumnya diantara kita dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”
Allah akan memenangkan (menolong) yang haq dan mengazab yang batil4 .
2. QS Al-A'raf: 168
ۡ ِ ٰ ۡ ۖ ِٰ ۡ ٱلصلِحو َن وِم ۡنه ۡ ِۖ ۡ وقطَّ ۡعٰنه ۡم ِِف ۡٱۡل
ات لَ َعلَّ ُه ۡم يَ ۡرِج ُعو َن
ِ ِٱلسي ِ َٱلسٰن
ََّ ت َو ََ ب مَُن
َ ول
َ بو
ََ ك
َ ل ذ
َ ن
َ ود
ُ م ُ َ ُ ٰ
َّ م
ُُه ن ما ٞ م ُم
َ أ ِ
ض َر َُ َ َ
Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya
ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami
coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar
mereka kembali (kepada kebenaran).
a. Tafsir Muyassar
Kami cerai-beraikan mereka di muka bumi dan Kami cabik-cabik mereka di sana
menjadi beberapa golongan setelah sebelumnya mereka bersatu padu. Di antara
mereka ada orang-orang saleh yang menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak
sesama makhluk. Di antara mereka ada pula orang-orang yang bersikap
pertengahan. Dan di antara mereka ada orang-orang yang melampaui batas
3 Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al Quraisy, Tafsir al-Qur’an al-Adzim Ibn Katsir (Beirut:Darul Kitab al-
Ilmiyah), 1419 H, Hal 401:3
4 https://tafsirweb.com/2541-quran-surat-al-araf-ayat-87.html
terhadap diri sendiri dengan berbuat maksiat. Dan Kami beri mereka ujian berupa
kemudahan dan kesulitan agar mereka menyadari kesalahan mereka 5
b. Tafsir Wajiz
Dijelaskan, “dan kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan”
yakni kami memecah dan mencerai beraikan mereka setelah sebelumnya mereka
berkumpul “diantaranya ada orang-orang yang sholeh" yang melaksanakan hak-
hak Allah dan hak-hak hamba-hambanya “dan diantaranya ada yang tidak
demikian” yakni dibawah yang pertama, bisa jadi mereka adalah orang-orang
pertengahan dan bisa pula orang-orang yang menzhalimi diri mereka. “dan kami
coba mereka” berdasarkan kebiasaan dan sunnah kami “dengan nikmat yang baik-
baik dan bencana yang buruk-buruk” yakni dengan kemudahan dan kesulitan
“agar mereka kembali kepada kebenaran” dari kesesatan dimana mereka berada di
dalamnya dan mereka berpegang kepada petunjuk yang karenanya mereka
diciptakan. diantara mereka selalu ada orang yang baik, tengah tengah, dan yang
buruk.
3. QS Al-Qashas: 55
ِٱل ِهلۡ ِ ۡ ۡ ۡ ٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
َ َ ضواْ َعنهُ َوقَالُواْ لَنَآ أَع َٰملُنَا َولَ ُكم أَع َٰملُ ُكم َسلَ ٌم َعلَي ُكم ََل نَب تَغي
ي ٰ ُ أَع َر َوإِذَا ََِس ُعواْ ٱللَّغ َو
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
dari padanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-
amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-
orangjahil"
a. Tafsir Jalalayn
Dijelaskan, (Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat)
berupa makian dan perlakuan yang menyakitkan dari pihak orang-orang kafir
(mereka berpaling dari padanya dan berkata, "Bagi kami amal-amal kami dan bagi
kalian amal-amal kalian, kesejahteraan atas diri kalian), yaitu salam selamat
tinggal, yang dimaksud adalah kalian selamat dari cacian kami dan hal-hal lain
(kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.") maksudnya tidak mau
berteman dengan mereka.6
b. Tafsir al-Wajiz
Allah menjelaskan sifat mereka orang-orang shalih, bahwasanya mereka: Jika
mendengar sesuatu dari orang yang bodoh akan keburukan dan kebathilan, maka
5 Shalih Alu Syaikh, Tafsir al-Muyassar, (Kementerian Agama Saudi Arabia) 2009 M. Hal 171:1
6 Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain (Cairo: Darul Hadist) 911H,Jilid 1, 505.
mereka berpaling dan pergi darinya dengan adab islam dan yang sesuai dengan
syariat, mereka tidak ridha, tidak terjerumus karena sebab keburukan; Bahkan
mereka membantah dengan mengatakan: Bagi kami amalan kami yang akan
dibalas, dan bagi kalian apa yang kalian amalkan yang akan dibalas. Semoga
keselamatan bagi kalian, dan kami tidak akan menggubris dan melawan kalian,
akan tetapi (keinginan kami) bahwasanya kami tidak menginginkan bergaul
terhadap orang-orang yang bodoh kepada Allah, kepada agamaNya dan
syariatNya.
4. QS Yunus: 41
۠ ۡ ِ ۖۡ
ِِمَّاتَ ۡع َملُو َنٞيء ۡ ِ َ َُوإِن َك َّذب
ٓ َ َ َوك فَقُل ِّل َع َملي َولَ ُكم َع َملُ ُكم أَنتُم بَ ُِريٓو َن ِمَّآ أَع َم ُل َوأ
ِ
ر ب َن
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan
bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan
akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan"
7 Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al Quraisy, Tafsir al-Qur’an al-Adzim Ibn Katsir (Beirut:Darul Kitab al-
Ilmiyah), 1419 H, Hal 270:4
berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. (Al-
Mumtahanah: 4), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanmu. (Yunus: 42) Yakni
mendengarkan ucapanmu yang bagus dan mendengar Al-Qur'an, serta hadis-hadis
sahih yang fasih lagi bermanfaat bagi hati, agama, dan diri pendengarnya.
Sebenarnya usaha itu sudah cukup besar, tetapi hal tersebut bukan merupakan
tanggung jawabmu, juga tidak dibebankan kepada mereka. Karena sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memperdengarkan orang yang tuli. Kamu pun tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada mereka kecuali jika Allah menghendakinya, Dan
di antara mereka ada orang-orang yang melihat kepadamu. (Yunus: 43)
Maksudnya, memandangmu dan memandang apa yang telah dianugerahkan oleh
Allah kepadamu berupa ketenangan, sifat yang baik, dan akhlak yang agung; serta
dalil yang jelas yang membuktikan kenabianmu bagi orang-orang yang
mempunyai akal dan pandangan hati.
Mereka memandang kepadamu sebagaimana orang lain memandangmu, tetapi
selain mereka tidaklah memperoleh hidayah sedikit pun, berbeda keadaannya
dengan apa yang mereka peroleh. Bahkan orang-orang mukmin memandangmu
dengan pandangan yang mengandung pengagungan, sedangkan orang-orang kafir
itu memandang kepadamu dengan pandangan menghina, seperti yang disebutkan
dalam ayat lain: Dan apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, niscaya mereka
tidak lain hanyalah membuat kamu menjadi olok-olok (Al-Anbiya: 36), hingga
akhir ayat.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa Dia tidaklah
menganiaya seorang pun, sekalipun dia telah memberi hidayah kepada orang yang
Dia kehendaki, membuat melihat orang yang tadinya buta, membuka mata yang
tadinya terkatup, membuka telinga yang tadinya tuli, membuka hati yang tadinya
tertutup rapat, dan membuat orang yang selain mereka sesat dari jalan keimanan.
Karena Dia adalah Penguasa Yang Maha Mengatur segala sesuatu yang ada di
dalam kerajaanNya, sesuai dengan apa yang dikehendakiNya.
Dialah Tuhan yang tidak ada seorang pun meminta pertanggungjawaban-
Nya dari apa yang telah diperbuatNya, sedangkan mereka pasti dimintai
pertanggungjawabannya. Demikian itu berkat ilmuNya, kebijaksanaanNya, dan
keadilanNya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: Sesungguhnya
Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang
berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (Yunus: 44) Di dalam sebuah hadis dari
Abu Zar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadis qudsi yang
diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Tuhannya disebutkan:
Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan aniaya atas
diri-Ku, dan Aku menjadikannya haram pula di antara kalian.
Maka janganlah kalian saling berbuat aniaya. Dan pada akhir hadis Qudsi
ini disebutkan: Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah hasil amal
perbuatan kalian yang Aku catatkan untuk kalian, kemudian Aku
membalaskannya kepada kalian secara penuh Maka barang siapa yang menjumpai
kebaikan (pada catatan amal perbuatannya), hendaklah ia memuji kepada Allah;
dan barang siapa yang menjumpai(nya) selain dari itu, maka janganlah ia mencela
kecuali dirinya sendiri. Hadis ini secara panjang lebar diriwayatkan oleh Imam
Muslim."8
5. QS Yunus: 99
ۡ ۡ ۚ ِ ۡ ُّ ۡ ولَ ۡو شآء ربُّك َۡلٓمن من ِِف ۡٱۡل
َ َِّاس َح ََّّٰت يَ ُكونُواْ ُمؤِمن
ي ن
َ ُ َٱل ه
رِ ك ت
ُ َنت
أ ف
َ َ
أ ايع
ً َج
َ م ه
ُ لكُ ِ
ض َر َ ََ َ ََ َ َ
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya
9 Abul Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al Quraisy, Tafsir al-Qur’an al-Adzim Ibn Katsir (Beirut:Darul Kitab al-
Ilmiyah), 1419 H. Hal 259:4
10 M. Thoriqul Huda dan Luthfiah, “Toleransi dalam Kitab Tafsir Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-
a. Tafsir al-Misbah:
12 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, (Depok: Gema Insani), Jilid 6, 285
13 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Moderasi Islam: Tafsir Al-Qur′an Tematik, (Jakarta Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur′an, 201)2, 53
14 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Moderasi Islam: Tafsir Al-Qur′an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan
اَّللُ َلَ َعلَ ُه ْم أ َُّم ًة َو ِاح َد ًة َولَٰكِ ْن يُْد ِخ ُل َم ْن يَ َشاءُ ِِف َر ْْحَتِهِ ۖ َوالظَّالِ ُمو َن َما ََلُْم ِم ْن َوٍِّّل َوََل
َّ ََولَْو َشاء
ِ َن
ٍّصۡي
Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja),
tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya.
Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak
pula seorang penolong.
a. Tafsir al-Misbah
Ayat di atas menyatakan: “Dan kalau Allah menghendaki niscaya Dia
menjadikan mereka yang dikumpulkan pada hari Kiamat itu satu umat saja,
dengan jalan menciptakan mereka semua seperti malaikat atau seperti setan, tidak
15 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 11, 380
16 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Moderasi Islam: Tafsir Al-Qur′an Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan
17 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 12, 461
18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
ضلُّ َم ْن يَ َشاءُ َويَ ْهدِي َم ْن يَ َشاءُ ۖ َولَتُ ْسأَلُ َّن َع َّما ُكنْ تُ ْم تَ ْع َملُو َن
ِ اَّلل َلعلَ ُكم أُمَّةً و ِاح َدةً ولَٰكِن ي
ُ ْ َ َ ْ َ َ َُّ ََولَْو َشاء
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja),
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang
apa yang telah kamu kerjakan.
a. Tafsir al-Misbah:
Kata lau/kalau sekiranya dalam firmanNya: lau sya’a Allah laja'alakum /kalau
sekiranya Allah menghendaki, menunjukkan bahwa hal tersebut tidak
dikehendakiNya, karena kata lau tidak digunakan kecuali untuk mengandaikan
sesuatu yang mustahil dapat teijadi. Ini berarti Allah tidak menghendaki
menjadikan manusia semua sejak dahulu hingga kini satu umat saja.20
Aneka potensi dan anugerah serta penugasan yang diberikan kepada manusia
secara khusus itu dan tidak dianugerahkan kepada makhluk yang lain,
menjadikannya sangat terhormat. Tapi di sisi lain menjadikannya pula makhluk
bertanggung jawab. Tanggung jawab tersebut lebih meningkatkan lagi
kedudukannya dibanding dengan makhluk lainnya. Namun demikian, karena
setiap keistimewaan memiliki harga dan konsekuensi, maka konsekuensi potensi,
kebebasan memilih dan kedudukan tinggi itu adalah keharusan mempertanggungj
awabkan penggunaan potensi serta keistimewaan itu. Karena itu ayat di atas
ditutup dengan pernyatan bahwa sesungguhnya kamu pasti akan ditanya tentang
apa yang telah kamu kerjakan. Yang berhasil mempertanggungjawabkan akan
memperoleh kebahagiaan abadi, dan yang gagal akan menerima sanksi sebesar
kegagalannya. Itulah konsekuensi kebebasan memilih yang disertai dengan
anugerah aneka potensi.21
b. Tafsir Ibn Katsir:
19 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, (Bogor: Gema Insani, 2016), Jilid 13, 54
20 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 7, 335
21 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 7, 336
Dalam tafsir ini disebutkan bahwa jika Allah menghendaki maka manusia ini
akan menjadi umat yang satu dan bersatu tidak saling memusuhi. Akan tetapi
Allah berkehendak untuk menciptakan perbedaan. Sehingga dalam hal ini sudah
seharusnya manusia memaklumi perbedaan yang ada dalam kehidupannya. Titik
toleransi yang terkandung dalam ayat ini adalah pada pemahaman tentang
perbedaan yang (memang) ada. Ketika semua saling memahami perbedaan yang
memang telah ada maka menjadi kecil kemungkinannya bertikai karena berbeda.
Kemudian pada hari Kiamat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban dari
seluruh perbuatan kalian, untuk selanjutnya Dia berikan balasan atas amal tersebut
sekecil apa pun amal perbuatan tersebut. 22
c. Tafsir al-Munir:
Seandainya Allah menhendaki, niscaya Dia menjadikan manusia di atas satu
millah dan agama sehingga kalian pun menjadi seperti malaikat, yaitu tercipta
dalam keadaan berada di atas manhaj ketaatan dan ketundukan kepada perintah
Allah. Akan tetapi, hikmah Allah menghendaki untuk menciptakan kalian
berbeda-beda dalam al-Kasb atau usaha, yakni usaha mendapatkan keimanan dan
mematuhi hukum-hukum, dan menciptakan kalian dalam keadaan bebas memilih
akidah, keyakinan dan perbuatan. Allah menyesatkan orang yang Dia kehendaki
yang dalam pengetahuanNya orang itu akan memilih kesesatan, dan Dia
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya yang ia akan melakukan kebaikan dan
memilih keimanan.23
10. Q.S. Ar-rum ayat 22
ِ ِ ٍّ ك ََلَي ِ
َ ت للْ َعال ِم
ي ِ ِ ِ ُ اختِ ََل
َ َ ف أَلْسنَت ُك ْم َوأَلْ َوان ُك ْم ۖ إِ َّن ِِف ٰذَل
ِ السماو
ِ ات َو ْاۡلَْر
ْ ض َو ِ ِ وِمن
َ َ َّ آَيته َخلْ ُق
َ ْ َ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
a. Tafsir al-Misbah:
Ayat-ayat di atas masih melanjutkan uraian tentang bukti-bukti keesaan dan
kekuasaan Allah. Kamu juga dapat mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah
melalui pengamatan terhadap perbedaan lidah kamu seperti perbedaan bahasa,
dialek dan intonasi. Dan juga perbedaan warna kulit kamu, ada yang hitam,
22 'Abdullah
bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5, (Bogor : Pustaka
Imam Asy-Syafi'i, 2004), Jilid 5, 102
23 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, (Bogor: Gema Insani, 2016), Jilid 7, 466
kuning, sawo matang dan tanpa warna (putih), padahal kamu semua bersumber
dari asal usul yang sama.24
Kata أَلْ ِسنَتِ ُك ْمadalah jamak dari kata lisan yang berarti lidah. Ia juga digunakan
dalam arti bahasa atau suara. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa tidak
seorang pun yang memiliki suara yang sepenuhnya sama dengan orang lain. Persis
seperti sidik jari. Tidak ada dua orang yang sama sidik jarinya. Perbedaan bahasa
dan warna kulit, hal ini cukup jelas terlihat dan disadari atau diketahui oleh setiap
orang, apalagi kedua perbedaan tersebut bersifat langgeng pada diri setiap orang. 25
b. Tafsir Ibn katsir:
Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya," yang
menunjukkan kekuasaan-Nya yang agung: "Dan berlain-lainan(nya) lisan-lisanmu,
"yaitu bahasa-bahasa kalian. Ada yang berbahasa Arab, ada yang berbahasa
Tartar, ada yang berbahasa Rum, ada yang berbahasa Perancis, ada yang
berbahasa Barbar, ada yang berbahasa Habsyi, ada yang berbahasa Hindi, ada
yang berbahasa 'Ajam, ada yang berbahasa Armenia, ada yang berbahasa Kurdi
dan bahasa-bahasa lain, di mana tidak ada yang mengajarkannya kecuali Allah dan
berbagai wama kulit manusia yang berbeda.
Seluruh penduduk bumi bahkan penduduk dunia sejak diciptakannya Adam
hingga hari Kiamat, baik mata, alis, hidung, pelipis, mulut dan pipi serta satu
dengan yang lainnya tidak memiliki kesamaan, bahkan dibedakan dengan
jalannya, sikapnya atau pembicaraannya. Dan setiap wajah di antara mereka
memiliki bentuk dan susunan pada dirinya sendiri yang tidak sama dengan yang
lainnya.26
Pada intinya kedua tafsir ini menjelaskan bahwa perbedaan yang ada diantara
penciptaan manusia adalah bentuk kekuasaan Allah yang seharusnya menjadi
media tafakur bagi umat manusia itu sendiri. Ayat ini merupakan salah satu dasar
toleransi dalam Islam. Penjelasan langsung dari Allah melalui kalamNya bahwa
24 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 11, 37
25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 11, 38
26 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, (Bogor: Pustaka
a. Tafsir al-Misbah:
Setelah kandungan ayat yang lalu menegaskan bahwa sebenarnya Bani Isra’il
telah melanggar wasiat para leluhur mereka dan telah menyembah selain Tuhan
mereka, maka ayat ini menjelaskan bahwa itu adalah umat yang telah berlalu lama
sekali sebelum kamu. Kalau pandangan kita tentang mereka berbeda, maka biarlah
demikian, karena bagi umat itu apa yang telah diusahakannya. Mereka akan
mendapatkan ganjaran dan balasan amal-amal mereka dan kamu pun demikian.
Mereka tidak akan dimintai pertanggungan jawab atas amalan-amalan kamu dan
kamu pun tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apayang telah mereka
kerjakan.”27
b. Tafsir Ibn katsir:
yang telah diusahakannya dan bagi kamu apa yang telah kamu usahakan. Maksudnya,
sesungguhnya pengakuan kalian sebagai anak keturunan umat yang terdahulu yaitu
para nabi dan orang-orang shalih tidak akan memberi manfaat jika kalian tidak
berbuat kebaikan yang menguntungkan diri kalian sendiri, karena amal perbuatan
mereka itu untuk diri mereka sendiri dan amal perbuatan kalian untuk diri kalian
sendiri. “Dan kamu tidak akan diminta pertanggung jawaban mengenai apa yang
telah mereka kerjakan.”28
12. Q.S Al-baqoroh 139
ِ ۚ ۚ ِ ۤ
ُ ُُْملٞقُ ْل اَ ُُتَا ُّج ْونَنَا ِِف ٰاَّلل َو ُه َو َربُّنَا َوَربُّ ُك ْم َولَنَآ اَ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم اَ ْع َمالُ ُك ْم َو ََْن ُن لَه
ص ْو َن
Katakanlah (Muhammad), “Apakah kamu hendak berdebat dengan kami tentang
Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan kami,
bagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada-Nya kami dengan tulus mengabdikan
diri.
a. Tafsir Al Mishbah
Setelah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad saw. mengikuti millah
İbrahim, dan bahwa celupan umat İslam adalah celupan Allah swt yang kesimuanya
mengandung makna perbedaan umat İslam dengan mereka, tentu saja mereka akan
membantah dan mendebat, bahkan itu telah mereka lakukan sebelum ini dan akan
dilakukannya terus sebagaimana terbaca pada ayat 140 yang akan datang. Dari sini,
ayat di ataş memerintahkan Nabi saw.: Kalakanlah, dengan mengecam dan menolak
sıkap buruk mereka, ”apakah kamu memperdebalkan dengun kamı tentung Allah,
menyangkut keesaan-Nya dan sıfat-sifat-Nya yang sempurna lagi kebijaksanaan-Nya
padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu kıta tidak dapat mengelak dan
ketetapan-Nya, hanya dia yang berwewenang mengatur dan menetapkan
kebijaksanaan menyangkut kita semua karena kita semua adalah hamba-hamba
ciptaan-Nya, dan Juga yang akan memberi balasan dan ganjaran atas sikap dan
27 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
Vol. 1, 333
28 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Bogor: Pustaka
29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah “Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an”, volume 1 Jakarta : Lentera
Hati, 2002 hal. 340
30 Ibid, hal 341
buruk yang muncul dari hati yang bejat untuk mempermasalahkan walau mitra
dialog dalam posisi yang benar.31 Setelah menjelaskan sika as-sufaha, ayat berikut
menunjukkan kepada kenyatan yang terjadi dilapangan.
14. Q. S Al-baqoroh 272
ِك ه ٰدىهم ولٰكِ َّن ٰاَّلل يهدِي من يَّ َش ۤاء ِۗوما تُْنفِقُوا ِمن خ ْۡيٍّ فََِلَنْفُ ِس ُكم ِۗوما تُنْفِقُو َن اََِّل ابتِغَ ۤاء وجه
َْ َ ْ ْ ََ ْ َ ْ ْ ََ ُ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ُ َ س َعلَْي َ لَْي
ف اِلَْي ُك ْم َواَنْتُ ْم ََل تُ ْظلَ ُم ْو َن
َّ اَّلل َِۗوَما تُْنفِ ُق ْوا ِم ْن َخ ْ ٍّۡي يُّ َو
ِٰ
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk,
tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun
harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan
janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta
yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu
tidak akan dizalimi (dirugikan).
Tafsir Wahbah Al-zuhaili
31 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-misbah “Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an”, volume 1 Jakarta : Lentera
Hati, 2002 hal. 355
32 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al-munir, penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2016).
۟ ۟
ين ءَ َامنُوا ََل يَ ْس َخ ْر قَ ْومٌ ِمن قَ ْوٍّم َع َس ٰٓى أَن يَ ُكونُوا َخ ْ ًۡيا ِمنْ ُه ْم َوََل نِ َسآءٌ ِمن نِ َسا ٍّٓء َع َس ٰٓى أَن يَ ُك َّن ِ
َ ََٰٓيَيُّ َها ٱلَّذ
ۖ َخ ْ ًۡيا ِمْن ُه َّن
ك ُه ُم ٓ۟
َ ِب فَأُولَٰئ ْ ُٱْليَٰ ِن ۚ َوَمن ََّّلْ يَت
ِ ْ ٱس ُم ٱلْفُ ُسو ُق بَ ْع َدِ ب ۖ بِْئ
ْ س ٱل ِ ََوََل تَلْ ِم ُزٓو۟ا أَنفُس ُك ْم َوََل تَنَابَ ُزو۟ا بِ ْٱۡلَلْ ٰق
َ َ
ٱلظَّٰلِ ُمو
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik
dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama
lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa
tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
a. Tafsir Al-Maraghi
Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin mengolokolok orang-
orang mukmin lainnya. Sesudah itu Allah Swt, menyebutkan alasan mengapa hal
itu tak boleh dilakukan. Karena kadang-kadang orang yang diolok-olok itu lebih
baik disisi Allah dari pada orang-orang yang mengolok-oloknya, sebagaimana di
nyatakan pada sebuah dasar. Barang kali orang yang berambut kusut penuh debu
tidak punya apa-apa dan tidak di pedulikan, sekiranya ia bersumpah dengan
menyebut nama Allah Ta’ala, maka Allah mengabulkannya.
Maka seyogyanyalah agar tidak seorang pun berani mengolokolok orang
lain yang ia pandang hina karena keadaannya yang compangcamping, atau karena
ia cacat pada tubuhnya atau karena ia tidak lancer bebicara. Karena mungkin ia
lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya dari pada orang yang sifatnya
tidak seperti itu. Karena dengan demikian berarti ia menganiaya diri sendiri
dengan menghina orang lain yang di hormati oleh Allah Ta’ala. Dan janganlah
kaum wanita mengolokolok kaum wanita lainnya, karena barang kali wanita-
wanita yang diolokolokkan itu lebih baik dari pada wanita-wanita yang
mengolok-olokkan.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt, melarang menghina orang lain, yakni meremehkan dan
mengolok-olok mereka. Makna yang dimaksud ialah menghina dan meremehkan
mereka. Hal ini di haramkan karena orang yang diremehkan lebih tinggi
kedudukanya disisi Allah dan lebih disukai olehNya d ari pada orang yang
meremehkannya.
Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Makna yang dimaksud ialah
janganlah kamu mencelah orang lain. pengumat dan pencelah dari kalangan
kaum lelaki adalah orang-orang yang tercela lagi dilaknat. Yakni janganlah kamu
memanggil orang lain dengan gelar yang buruk yang tidak enak didengar oleh
yang bersangkutan.
Seburuk-buruk sifat dan nama ialah yang mengandung kefasikan, yaitu
panggilan-memangil dengan gelar-gelar yang buruk, seperti yang biasa
dilakukan dizaman jahiliah bila saling memanggil diantara sesamannya.
Kemudian sesudah kalian masuk Islam dan berakal, lalu kalian kembali kepada
tradisi jahiliah itu
Asbabun Nuzul Q.S Al-hujurat 11
Pada Surat Al-Hujurat ayat 11 di dalam suatu riwayat dikemukakan Ayat
tersebut diturunkan berkenaan dengan tingkah laku Bani Tamim yang pernah
berkunjung kepada Rasulullah saw, lalu mereka memperolok-olok beberapa
sahabat yang fakir dan miskin seperti ‘Ammar, Suhaib, Billal, Khabbab, Salman
al-Farisi, dan lain-lain karena pakaian mereka sangat sederhana.
Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan
kisah Safiyyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap
Rasulullah saw, melaporkan bahwa beberapa perempuan di Madinah pernah
menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati seperti, “Hai perempuan
Yahudi, dan sebagainya,” sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa
tidak engkau jawab saja ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku
adalah Muhammad.” Ada pula yang mengaitkan ayat ini dengan situasi di
Madinah. Ketika Rasulullah saw tiba di kota Madinah, orang-orang Ansar
banyak yang mempunyai nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu
dilaporkan kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat tersebut (Depag RI, 2009:
409).
16. Q.S Al-hujurat 13
۟
َّ وًب َوقَبَآئِ َل لَِت َع َارفُٓوا ۚ إِ َّن أَ ْك َرَم ُك ْم عِن َد
ۚ ٱَّللِ أَتْ قَٰى ُك ْم ِ
ً َّاس إِ ََّن َخلَْقٰنَ ُكم من ذَ َكرٍّ َوأُنثَ ٰى َو َج َعلْٰنَ ُك ْم ُش ُع
ُ ََٰٓيَيُّ َها ٱلن
يم َخبِۡي ِ َّ إِ َّن
ٌ ٱَّللَ َعل
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
a. Tafsir At-thabari
Takwil Firman Allah اس ِإنَّا خَ لَق ٰنَكُم مِن ذَك ٍَر َوأُنثَ ٰى
ُ َّ“ ٰ ََٰٓيأَيُّ َها ٱلنHai Manusia, sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan”
Pendapat kami mengenai hal ini sesuai dengan pernyataan ahli tafsir, diantaranya
adalah: Abu Hisyam menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Musa
menceritakan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Aswad mengabarkan kepada
kami dari Mujahid, dia berkata, “Allah menciptakan anak manusia dari air mani
laki-laki dan air mani perempuan.” Allah Ta’ala berfirman يأ يها النا س انا خلقنكم من
(ذكروأنثىHai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan)33
Takwil firman Allah ( َو َجعَل ٰنَكُم ُشعُوبًاDan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku)
Orang yang ber-nasab dengan nasab yang jauh adalah warga bangsa-bangsa
(suatu bangsa). Sedangkan orang yang ber-nasab dengan nasab yang dekat
adalah warga kabilah atau suku (suatu kabilah atau suku)34
Takwil firman Allah “لتعارفىآsupaya kamu saling mengenal” Allah Ta‟ala
berfirman, “Sesungguhnya Kami menjadikan bangsa-bangsa dan suku-suku ini
untuk kalian, hai manusia, supaya sebagian dari kalian mengenal sebagian
lainnya dalam hal kedekaan dan jauhnya kekerabatan, bukan karena keutamaan
kalian dalam hal itu dan kurban yang kalian lakukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Akan tetapi orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kalian
adalah orang yang paling bertakwa.35
Takwil Firman Allah “ ِإ َّن أَك َر َمكُم عِندَ ٱَّللَّ ِ أَتقَ ٰىكُمSesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara
kamu”
33 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari [23], diterjemahkan dari Jami‟ Al Bayan an
Ta‟wil Ayi Al Qur‟an, terj. Abdul Somad dan Abdurrahim Supandi, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, hal. 767
34 Ibid, hal. 768
35 ibid, hal 772
Maksudnya adalah, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian, hai
manusia, di sisi Tuhan kalian, adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya,
dengan menunaikan segala kewajiban yang diwajibkan-Nya dan menjauhi segala
kemaksiatan yang dilarang-Nya. Bukan orang yang paling besar rumahnya dan
paling banyak keluarganya.36
Takwil Firman Allah (إِ َّن ٱَّللَّ َ عَلِيمٌ خَ بِيرSesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal)
Maksudnya adalah, sesungguhnya Allah, hai manusia, memiliki ilmu tentang
orang yang paling bertakwa di antara kalian di sisi Allah, dan orang yang paling
mulia di sisi-Nya. Allah memiliki pengetahuan tentang kalian dan kemaslahatan
kalian, juga perkara kalian lainnya dan perkara makhluk-Nya selain kalian. Oleh
karena itu, bertakwalah kepada-Nya, sebab tidak ada satu pun yang tersamar
atas-Nya.37
b. Tafsir Al-Qurtubi
Pertama, Firman Allah اس إِنَّا خَ لَق ٰنَكُم مِن ذَك ٍَر َوأُنثَ ٰى
ُ َّ“ ٰيََٰٓأَيُّهَا ٱلنHai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan”, yakni Adam dan Hawa.38
Kedua, dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan makhluk-Nya
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.39
Ketiga, Allah menciptakan makhluk-Nya dari persilangan laki-laki dan
perempuan bernasab-nasab, bermarga-marga, bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa. Dari itulah Allah menciptakan perkenalan diantara mereka, dan
mengadakan regenarasi bagi mereka, demi sebuah hikmah yang telah Allah
tentukan. Allahlah yang lebih mengetahui hikmah tersebut.
Keempat, sekelompok ulama generasi pendahulu berpendapat bahwa janin itu
terbentuk dari sperma laki-laki (jantan saja). Janin itu berkembang di dalam
rahim ibu dan mengambil darah yang ada di sana. Mereka berargumentasi
dengan firman Allah Ta‟ala dalam Q.S Al-Mursalaat ayat 20-21, “Bukankah
Kami menciptakan kamu dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia dalam
tempat yang kokoh (rahim)”
43 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an al-majid al-nur, vol. 5 (semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2000), 3926
44 Ahmad Mustafa Al Maragi, Teri. dari Tafsir Al Maragi, hal 128
45 Ibid, hal 129
kalimat ini janganlahlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu
tidak berlaku adil dan lebih mengutamakan permusuhan dari pada hak. Dalil ini
menunjukkan bahwa hukum atas musuh dapat berlaku di jalan Allah, sebab Allah
telah memerintahkan untuk berlaku adil, meskipun ia membenci musuhnya. Selaras
dengan pendapat al-Qurthubi, Al-Maraghi menjelaskan bahwa janganlah permusuhan
dan kebencian mendorongmu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi
Terhadap mereka pun kamu harus tetap memberi kesaksian sesuatu dengan hak yang
patut mereka terima apabila memang mereka patut menerimanya.
Asbabun Nuzul Q. S Al-maidah 8
Al-Maidah ayat 8, dikatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah
SAW ketika orang-orang Yahudi hendak membunuh beliau. Riwayat-riwayat yang
sesuai dengan pendapat tersebut adalah:
Al-Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Husain menceritakan
kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Jurajj, dari
Abdullah bin Katsir, tentang firmannya.46
ُط ۖ َو ََل يَ ج ِر َمنَّكُم َشنَـَٔا ُن قَو ٍم عَلَ ٰ َٰٓى أَ ََّل تَع ِدلُوا ۚ ٱع ِدلُوا ه َُو أَق َرب ِ َّ ِ ٰيََٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِي َن ءَا َمنُوا كُونُوا قَ ٰ َّومِي َن
ِ َّلل ُشهَدَآَٰءَ بِٱلقِس
ير بِ َما تَع َملُو َن ٌ ٌۢ ِلِلتَّق َو ٰى ۖ َوٱتَّقُوا ٱَّللَّ َ ۚ إِ َّن ٱَّللَّ َ خَ ب
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebenciammu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karna adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada allah, sesungguhnya allah maha mengatahui apa yang kamu
kerjakan”
Ibnu Jurajj mengatakan: Abdullah bi Katsir mengatakan: Rasulullah SAW
pergi ke orang-orang Yahudi untuk meminta pertolongan kepada mereka tentang
diyat, kemudian mereka ingin membunuhnya.
Ayat ini sangat tegas memerintahkan tentang berlaku adil. Bahkan Allah
menegaskan bahwa berlaku adil dekat dengan ketakwaan. Dalam ayat ini di tekankan
bahwa dalam kondisi dan perasaan seperti apapun kita terhadap orang lain bahkan
terhadap musuh, kita harus tetap berlaku adil sesuai d engan hak-hak setiap manusia.
Allah Maha Mengetahui semua apa yang dilakukan hambanya, maka niatkanlah
semua karena Allah.
C. Hikmah
47 Wahbah A-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Penerjemah: Abdul HAyyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2016).
Jilid 2, Juz 3&4, hal. 108
48 Hafizh Dasuki, dkk., Al-Qur‟an dan Tafsirnya, hal 156
D. Kesimpulan
Hidup damai, toleran dan saling berdampingan tanpa harus menilai perbedaan baik dari
segi etnis, agama dan budaya merupakan impian yang sangat ideal dan diharapkan oleh
setiap warganegara. Sebagaimana yang tercermin dari makna kata toleransi itu sendiri, yaitu
menghargai, membiarkan, dan membolehkan pendirian, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
dan kelakuan yang berbeda atau tidak sesuai dengan prinsip yang dianut seseorang dengan
yang lainnya. Dalam bahasa Arab, kata yang serupa dengan toleransi adalah tasammuh dan
ikhtimal yang memiliki makna tindakan yang bebas serta kesabaran.
Toleransi merupakan sikap terbuka dalam menghadapi perbedaan, didalamnya
terkandung sikap saling menghargai dan menghormati eksistensi masing-masing pihak. Al
Qur’an telah menjelaskan perlunya untuk mempunyai sikap toleran dalam beberapa ayatnya
antara lain: QS Al a'raf ayat 87, QS Al a'raf 168, QS Al qashas ayat 55, QS Yunus ayat 41,
QS Yunus 99, QS Hud 118, QS Saba 25, QS Asy syura 8, QS An nahl 93, QS Ar rum 22,
QS Al baqarah 134, QS Al baqarah 139, QS Al baqarah 148, QS Al baqarah 272, QS Al
hujurat 11, QS Al hujurat 13, dan QS Al maidah ayat 8
Dalam beberapa ayat diatas penulis memberi kesimpulan bahwasanya Allah SWT telah
menetapkan manusia satu dengan yang lain mempunyai perbedaan, maka sikap kita agar
selalu bisa sesuai dengan kebenaran Allah yaitu menjaga kerukunan dengan sikap yang baik
seperti; saling menghargai, adil, tolong menolong dll. Keberagaman adalah suatu
keniscayaan, perbedaan adalah kehendak mutlak Tuhan. Maka kita tidak boleh memaksakan
apa yang sudah menjadi ketetapan Allah SWT
Allah SWT kuasa atas keimanan seluruh manusia dibumi ini, akan tetapi Allah sengaja
menjadikan manusia memiliki perbedaan sehingga manusia berkuasa atas apa yang menjadi
pilihannya, dan Allah telah menganugerahkan akal pikiran kepada manusia agar manusia
dapat berfikir, dan hanya Allah lah yang mengetahui apa yang ia kehendaki
Daftar Pustaka
Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin as-suyuti. 911 H. Tafsir Jalalain. (Cairo: Darul
Hadist).
AlQuraisy, Abul Fida’ Ismail. 1419 H. Tafsir al-Qur’an al-Adzim Ibn Katsir (Beirut: Darul
Kitab al-Ilmiyah).
Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi. Terj. Akhmad Khatib. (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009).
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi Tafsir. Al-Qur’an al-majid al-nur. Vol. 5.
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. terj. Abdul Somad dan
Abdurrahim Supandi. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009)
Alu Syaikh, Shalih. 1420 H. Tafsir Muyassar. (Saudi: Menteri Urusan Islam, Dakwah dan
Penyuluhan).
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. (Bogor: Gema Insani, 2016). Jilid 3.
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. (Bogor: Gema Insani, 2016). Jilid 4.
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. (Bogor: Gema Insani, 2016). Jilid 7.
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. (Bogor: Gema Insani, 2016). Jilid 13.
Dinata, Muhamad Ridho. Konsep Toleransi Beragama Dalam Tafsir Al-Qur’an Tematik
Karya Tim Departemen Agama Republik Indonesia. Esensia. Vol. XIII No. 1 Januari.
2012.
Hamka. Tafsir al-azhar juz XXV-XXVI. (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982).
https://tafsirweb.com/2541-quran-surat-al-araf-ayat-87.html
Huda, M. Thoriqul dan Luthfiah. Toleransi dalam Kitab Tafsir Taisir al-Karim al-Rahman fi
Tafsir al-Kalam al-Mannan. Jurnal Qolamuna. Vol. 4 No. 1. 2018.
Huda, M. Thorokul, Eka Rizki Amelia, dan Hendri Utami. Ayat-Ayat Toleransi Dalam Al
Quran Perspektif Tafsir Al-Misbah Dan Tafsir Al-Azhar. Tribakti: Jurnal Pemikiran
Keislaman. Vol. 30, No. 2. 2019.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. Moderasi Islam: Tafsir Al-Qur′an Tematik. (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an, 2012).
Kementrian Agama Republik Indonesia. Tafsir Kemenag RI
Quthb, Sayyid.Tafsir fi Zhilalil Qur’an. (Depok: Gema Insani). Jilid 6.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta:
Lentera Hati, 2007). Vol. 1.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta:
Lentera Hati, 2007). Vol. 7.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta:
Lentera Hati, 2007). Vol. 11.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta:
Lentera Hati, 2007). Vol. 12.
Syaikh, 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu. Tafsir Ibnu Katsir Jilid
1.(Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2004).
Syaikh, 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu. Tafsir Ibnu Katsir Jilid
5. (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2004).
Syaikh, 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu. Tafsir Ibnu Katsir Jilid
6. (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2004).
Yasir, Muhammad. Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an. Jurnal Ushuluddin. Vol. XXII No.
2. 2014.