Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDEKATAN BEHAVIORAL DAN KOGNITIF SOSIAL


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Pendidikan”
Dosen Pengampu:
Nanda Istiqomah, M.Pd.

Oleh Kelompok 9 PGMI 1D :


1. MILADIYAH NURHAYATI (12205193216)
2. INTAN ETIKA SEKAR SARI (12205193223)
3. DHEA ARFIANTI (12205193070)
4. NURUL HERINDA PUTRI (12205193233)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat,
hidayah dan karunia–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas mengenai
“Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial”.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok membuat
makalah Semester Ganjil 2019/2020 “Psikologi Pendidikan”. Kami berharap semoga pembuatan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Kami memahami bahwa dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak dan karena itu kami ucapkan terimakasih kepada ibu Nanda Istiqomah, M.Pd.
selaku dosen pengampu serta pihak-pihak lain yang turut membantu memberikan referensi buku.

Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapa pun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah di susun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul. i

Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertin Belajar dan Bukan Belajar....................................................3
B. Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran ........................................4
C. Analisis Perilaku Terapan dalam Pendidikan ......................................5
D. Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran..................................7
BAB III: PENUTUP.................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................17
B. Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belajar itu merupakan suatu proses berubahnya seseorang dari yang awalnya
tidak bisa menjadi bisa, atau yang tidak tahu menjadi tahu. Misalnya pada anak-anak,
yang semula tidak bisa menulis menjadi bisa menulis setelah belajar, dan yang tidak tahu
tentang nama-nama buah juga menjadi tahu setelah belajar.
Suatu pembelajaran bisa dipandang dari sudut ini, pembelajaran terdiri atas komponen
yang terorganisasi atau terkelompok, yaitu tujuan pembelajaran, teori pembelajaran dll.
Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, oleh karena itu pembelajaran merupakan
upaya atau kegiatan seseorang guru untuk membuat siswa belajar.
Sangat penting belajar tentang berbagai macam teori utama bagaimana seseorang
belajar. Sudah banyak berbagai macam teori pembelajaran yang disajikan untuk
persiapan mengajar. Hal ini sangat penting untuk mengajar dengan baik, sehingga anak
didik bisa menerima dengan baik. Banyak sekali teori-teori belajar tetapi makalah ini
difokuskan pada pengertian belajar dan bukan belajar, pendekatan behavooraluntuk
pembelajaran, ananlisis perilaku terapam dalam pendidikan, dan pendekatan kognitif
sosial untuk pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi pengertian belajar dan bukan belajar ?
2. Bagaimana pendekatan behavioral untuk pembelajaran?
3. Bagaimana analisis perilaku terapan dalam pendidikan ?
4. Bagaimana pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memaparkan definisi pengertian belajar dan bukan belajar.
2. Memaparkan jenis pendekatan behavioral untuk pembelajaran
3. Memaparkaan analisis perilaku terapan dalam pendidikan.
4. Memaparkan pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Belajar dan Bukan Belajar


Belajar itu merupakan suatu proses berubahnya seseorang dari yang awalnya tidak
bisa menjadi bisa, atau yang tidak tahu menjadi tahu. Misalnya pada anak-anak, yang semula
tidak bisa menulis menjadi bisa menulis setelah belajar, dan yang tidak tahu tentang nama-
nama buah juga menjadi tahu setelah belajar.

2.2 Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran


Pengertian dari behavioral/behaviorisme yaitu sebuah pandangan tentang perilaku yang
dijelaskan melalui sebuah pengalaman yang dapat diamati bukan dengan proses mental,
seperti halnya perilaku. Perilaku sendiri merupakan apa yang kita lakukan dan bisa diamati
secara langsung. Proses mental sendiri diartikan sebagai pikiran dan perasaan.1
Pendekatan behavioral untuk pembelajaran dibagi menjadi 2, yaitu :
A. Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik merupakan sebuah tipe pembelajaran dimana organisme belajar
mengaitkan / mengasosiasikan stimuli. Ada 2 tipe stimuli dan 2 tipe respons:
1. Unconditioned Stimulus: menghasilkan respons tanpa pembelajaran
2. Conditioned Stimulus: srimulus netral dan menghasilkan CR setelah diasosiasikan
dengan US
3. Unconditioned Response
4. Conditioned Response : respons yang dipelajari yaitu respons terhadap stimulus yang
muncul setelah terjadi pasangan US-CS
Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akui sisi dan
penghapusan sebagaiberikut:
a. Stimulus tidak terkondisi(UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui
kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh:
makanan

1
Jhon W Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2008. hlm.235

1
b. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral
dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi(UCS). Contoh: Bunyi bel adalah
stimulus netral yang dipasangkan dengan stimulus tidak
c. Terkondisi berupa makanan.
d. Respons tidak terkondisi(UCR), refleksalami yang ditimbulkan secara otonom
atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur
e. Respos terkondisi(CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari
penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan
bunyi bel dengan makanan.
Generalisasi dalam pengkondisian klasik merupakan kecenderungan yang berasal dar
stimulus baru yang sama dengan CS asli untuk menghasilkan respons.Diskriminasi dalam
pengkondisian klasik terjadi saat organisme merespons stimuli tertentu.
Pelenyapan (extinction) dalam pengkondisian klasik merupakan pelenyapan CR karena
tidak terdapat US. Desentisasi sistematis merupakan metode dari dasar pengkondisian
klasik untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu mengasosiasikan
relaksasi dengan visualisasi yang menimbulkan kecemasan. Mengevaluasi Pengkondisian
Klasik Cara ini membantu untuk menjelaskan bagaimana stimuli netral menjadi
diasosiasikan dengan respons yang tidak dipelajari dan suka rela.
B. Pengkondisian Operan
Pengkondisian operan (pengkondisian instrumental) merupakan pembelajaran dimana
konsekuensi – konsekuensi perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas
perilaku akan diulangi.
Tokoh Thorndike
Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan sebuah perilaku yang diikuti perilaku
positif akan diperkuat, tetapi apabila perilaku yang diikuti perilaku negatif akan
diperlemah. Menurut Thorndike, asosiasi yang tepat akan diperkuat tetapi asosiasi
yang tidak tepat akan diperlemah, karena konsekuensi dari tindakan organisme.
Pandangan tersebut dikemukakan karena akibat dari hubungan stimulus dan respons.
Pengkondisian operan Skinner dimana konsekuensi perilaku menyebabkan perubahan
dalam probabilitas perilaku akan terjadi. Konsekuensi bersifat sementara pada
perilaku organisme.

iii
Teori koneksi onisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edwar
L.Thorndike

Berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890an. Eksperimen ini


menggunakan hewan hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.

Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang
dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dantali yang
menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan
yang tersedia didepan sangkar tadi. Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut
puzzle box(teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk
bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada dimuka pintu. Mula-
mula kucing tersebut mengeong, mencakar dan berlari-larian, namun gagal membuka
pintu untuk memperoleh makanan yang ada didepannya. Akhirnya, entah bagaimana,
secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu
sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box Ini kemudian terkenal dengan nama
instrumental conditioning. Artinya, tingkahlaku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.

Hukum Akibat (Law of Effect)


Hukum ini ada 2 hal, yaitu: suatu tindakan/perbuatan yang menghasilkan rasa
puas(menyenangkan) akan cenderung diulang, sebaliknya suatu
tindakan(perbuatan)menghasilkan rasa tidak puas(tidak menyenagkan)akan
cenderung diulang lagi. Hal ini menunjukkan bagaimana pengaruh hasil perbuatan
bagi perbuatan itu sendiri. Dalam pendidikan, hukuman ini di aplikasikan dalam
bentuk hadiah dan hukuman. Hadiah menyebabkan orang cenderung ingin melakukan
lagi perbuatan yang menghasilkan hadiah, sebaliknya hukuman cenderung
menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak mengulangi perbuatan
lagi. Penguatan dan hukuman. Penguatan merupakan konsekuensi meningkatkan
probabilitas. Hukuman merupakan konsekuensi menurunkan probabilitas
Proses Pembelajaran :

1
a. Penguatan positif merupakan frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung.
b. Penguatan negative merupakan frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan penghilangan stimulus yang merugikan.
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan negatif adalah dalam
penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh pada penguatan negatif
ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan. Pada pengkondisian klasik , generalisasi
merupakan kecenderungan yang berasal dar stimulus baru yang sama dengan CS asli
untuk menghasilkan respons, tetapi pada pengkondisian operan, generalisasi berarti
memberikan respons yang sama terhadap stimuli yang sama.

Tokoh B.F.Skinner
Pengkondisian operan Skinner dimana konsekuensi perilaku menyebabkan perubahan
dalam probabilitas perilaku akan terjadi. Konsekuensi bersifat sementara pada perilaku
organisme.
Penguatan dan hukuman. Penguatan merupakan konsekuensi meningkatkan probabilitas.
Hukuman merupakan konsekuensi menurunkan probabilitas
B.F Skinner melakukan percobaan terhadap tikus yang diletakkan di dalam kandang.
Kemudian ia meletakkan sebuah bel di dekat pintu. Apabila ditekan, maka secara
otomatis
pengungkit makanan akan bergerak, dan makanan akan jatuh dari atas kandang.
Dalam percobaan ini, yang dilakukan tikus pertama kali adalah melompat-lompat dan
mencakar kandang. Tetapi pada suatu ketika, tikus berhasil menekan bel hingga akhirnya
pengungkit bergerak dan makanan pun jatuh. Aksi yang dilakukan tikus ini dinamakan
aksi emitted behavior. Emitted behavior adalah sebuah tingkah laku yang muncul tanpa
adanya
stimulus tertentu sebelumnya. Makanan yang jatuh dinamakan reinforce yaitu tingkah lau
operant yang akan terus meningkat apabila diikuti oleh reinforcement
Penguatan Positif
a. Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Tanggapan yang dihargai akan
cenderung diulangi. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas

iii
atau
menjawab pertanyaan dengan benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya
dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi
siswa untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasinya. Nilai tinggi membuat
seseorang
belajar lebih giat. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado,
makanan, dan sebagainya), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui,
bertepuk tangan,
mengacungkan jempol, kata-kata pujian), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan
sebagainya).
b. Penguatan Negatif
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari respon siswa yang
kurang atau tidak diharapkan. Tanggapan yang memungkinkan terjadinya keadaan untuk
meloloskan diri dari hal yang tidak diinginkan atau ketidaknyamanan cenderung akan
diulangi. Penguatan negatif diberikan agar respon yang tidak diharapkan atau tidak
menunjang pada pelajaran tidak diulangi siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa
teguran,
peringatan atau sangsi. Contoh penguatan negatif yaitu pemberian alasan untuk terlambat
mengerjakan pekerjaan rumah akan membuat seseorang tidak tepat waktu menyampaikan
pekerjaan rumah yang lain.
c. Dikriminasi perilaku, dan tindakan yang tidak adil atau tidak seimbang yang dilakukan
oleh individu atau
kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Diskriminasi dalam pengkondisian
klasik terjadi saat organisme merespons stimuli tertentu.
d. Generalisasi adalah proses penalaran yang membentuk kesimpulan secara umum
melalui suatu kejadian,
hal, dan sebagainya. Generalisasi dalam pengkondisian klasik merupakan
kecenderungan yang berasal dar stimulus baru yang sama dengan CS asli untuk
menghasilkan respons.

1
f. Pelenyapan (extinction) dalam pengkondisian klasik merupakan pelenyapan CR
Karena tidak terdapat US. Desentisasi sistematis merupakan metode dari dasar
pengkondisian klasik untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu
mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi yang menimbulkan kecemasan.
Mengevaluasi Pengkondisian Klasik Cara ini membantu untuk menjelaskan bagaimana
stimuli netral menjadi diasosiasikan dengan respons yang tidak dipelajari dan suka rela.

C. Pengkondisian Kognitif Sosial


Teori dalam pendekatan kognitif sosial yaitu OBSERVATIONAL LEARNING
Tokohnya Albert Bandura. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo
Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang
dewasa disekitarnya.

Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan
pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar
terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh
pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.

Eksperimen Pemodelan Bandura :

Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul,


menumbuk, menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.

Hasil = Meniru apa yang dilakukan orng dewasa malahan lebih agresif

Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan


patung besar Bobo

Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A

Rumusan :

Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah hasil dari
penguatan.

iii
Hasil Keseluruhan Eksperimen :

Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang dewasa.
Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif

Fungsi Observational Learning

Sebagian besar perilaku manusia dan keterampilan kognitifnya dipelajari melalui


pengamatan terhadap model. Fungsi observational learning adalah sebagai berikut.
1) Modelling dapat mengajari observer keterampilan dan aturan-aturan berperilaku.
2) Modelling dapat menghambat ataupun memperlancar perilaku yang sudah dimiliki
orang.
3)Perilaku model dapat berfungsi sebagai stimulus dan isyarat bagi orang untuk
melaksanakan perilaku yang sudah dimilikinya.
4) Modeling dapat merangsang timbulnya emosi. Orang dapat berpersepsi dan
berperilaku secara berbeda dalam keadaan emosi tinggi.
5) Symbolic modelling dapat membentuk citra orang tentang realitas sosial karena
menggambarkan hubungan manusia dengan aktivitas yang dilakukannya.
Menurut pemikiran Bandura, hadiah dan hukuman jauh lebih sesuai untuk
menunjukkan perilaku baru daripada untuk belajar. Prinsip ini ditunjukkan dalam
percobaan klasik oleh Bandura (1956a), dimana anak-anak belajar untuk menyerang
boneka.
Subjek dalam penelitian adalah anak perempuan dan laki-laki kira-kira berumur 4
tahun. Mereka disuruh duduk sebelum ada layar televisi dan mereka mengamati pria
dewasa (model) membawa boneka bobo plastik berukuran sebesar badan. Secara
verbal model mengkata-katai Bobo, menariknya ke bawah dan mendudukannya,
memukul di bagian hidung, memukul-mukul bagian kepalanya dengan pemukul, dan
menendangnya di sekeliling ruangan.
Pada akhir adegan kekrasan satu sisi ini, beberapa subyek menyaksikan kedua orang
dewasa mengulang adegan televisi dan salah satunya memberi hadiah, menghukum
atau tidak memberi tanggapan/umpan balik untuk serangan model.
Hadiah yang mewah diperoleh dari perspektif 4 tahun lalu. Yang memberi reward
memanggil model sebagai juara kekerasan, beberapa model ditawarkan soft drink dan

1
permen, dan dilanjutkan dengan pujian. The punishing authority berteriak dengan
mencela model dan memberikan tamparan keras.
Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif dalam
menguraikan belajar dan perilaku. Melalui kognitif kita berarti Bandura berasumsi
tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman mereka.Rangkaian kejadian itu
merupakan perilaku ingin yang diikuti oleh penguatan),” tetapi Bandura akan
membantah bahwa penguatan seperti itu tidak akan memberikan pengaruh yang kuat
pada perilaku. Anak-anak pertama- tama harus mengerti hubungan antara perilaku
yang benar dan peristiwa penguatan.Menurut teori belajar social, perbuatan melihat
saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan , secara rinci dasar kognisi dalam
proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap yaitu :
1. Atensi / Perhatian
Jika reaksi baru yang dipelajari dari melihat/mendengar lainnya, maka hal itu jelas
bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan menjadi yang terpenting. Lebih
mendalam lagi berikut faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian : (1) penekanan
penting dari perilaku menoonjol (2) memperoleh perhatian dari ucapan /teguran (3)
membagi aktivitas umum dalam bagian –bagian yang wajar jadi komponen
keterampilan dapat menonjol.
2. Retensi
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori atau tidak, dan dasar untuk
penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau
memasukkan respon. Penyandian dalam symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif
orang atau ringkasan secara verbal tindakan yang mereka amati. Waktu respon yang
diamati disandikan, ingatan kesan visual atau symbol verbal dapat berlanjutdengan
melatih kembali secara mental. Dengan begitu, penyandian akan mencoba untuk
berpikir giat mengenai tindakan dan memikirkan kembali penyandian verbal.
3. Produksi
Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam memori, mereka harus
dirubah kembali dalam tindakan yang tepat. Rangkaian tindakan baru merupakan
symbol pertama pengaturan dan berlatih, semua waktu dibandiungkan dengan
ingatan/memori dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan

iii
baru, dan rangkaian perilaku awal.
Perilaku sebenarnya dicatat oleh orang dan mungkin juga oleh pengamat yang
memberikan timbal balik yang benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian
dari timbal balik membuat pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan
rangkaian perilaku dimulai lagi.
Teori belajar social memperkenalkan tiga prasyarat utama untuk berhasil dalam
proses ini. Pertama, orng harus memiliki komponen keterampilan. Biasanya
rangkaian perilaku model dalam penelitian Bandura buatan dari komponen perilaku
yang sudah diketahui orang. Kedua, orang harus memiliki kapasitas fisik untuk
membawa komponen keterampilan dalam mengkoordinasikan gerakan. Terakhir,
hasil yang dicapai dalam koordinasi penampilan/ pertuntukan memerlukan
pergerakan individu yang dengan mudah tampak.

4. Penguatan dan Motivasi


Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak sebagian besar
berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku penguatan menjadi
relevan. Ketika kita mencoba menstimulus orang untuk menunjukkan pengetahuan
pada perilaku yang benar. Walaupun teori belajar social mengandung penguatan
untuk tidak menambah pengetahuan guna “mengecap dalam perilaku”, itu peran
utama memberi penguatan (hadiah & hukuman) seperti seorang motivator.

2.3 Analisis Perilaku Terapan dalam Pendidikan


a. Pengertian Analisis Perilaku Terapan
Analisis perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah
perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang
pendidikan : meningkatkan perilaku yang diinginkan, menggunakan dorongan(prompt) dan
pembentukan(shaping) dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.
b. Meningkatkan Perilaku yang di Harapkan

1
 Memilih penguat yang efektif
 Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu
 Memilih jadwal penguatan terbaik
 Menggunakan perjanjian
 Menggunakan penguatan negative secara efektif
 Menggunakan prompt dan shaping
c. Mengurangi Perilaku yang Tidak di Harapkan
 Menggunakan penguatan diferensial
 Menghentikan penguatan(pelenyapan)
 Menghilangkan stimulasi yang diinginkan
 Memberikan stimulasi yang tidak disukai(hukuman)

d. Mengevaluasi Pengkondisian Opera dan Analisis Perilaku Terapan


Kritik terhadap pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan mengatakan bahawa
seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada kontrol eksternal atas perilaku
murid. Mereka mengatakan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar
mengontrol perilaku mereka sendiri dan mentjadi termotifasi secara internal2

2.4 Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran


Tema ini, dimulai dengan teori kognitif sosial. Teori kognitif sosial (social cognitive
theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan
peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk
meraih keberhasilan, faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku
orang tuanya3.
Albert Bandura adalah salah satu arsitek utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa
ketika murid belajar,mereka dapat mempresentasikan atau mentransformasikan pengalaman
mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri
dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Model Bandura, faktor

2
Jhon W Santrock, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2008. hlm.242

3
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995. hlm.87

iii
kognitif/person, faktor lingkungan, dan faktor perilaku saling memengaruhi satu sama lain.
Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi,pemikiran,dan kecerdasan.
Pendekataan kognitif sosial telah memberi kontribusi penting untuk mendidik anak.
Selain mempertahankan aroma ilmiah kaum behavioris dan menekankan pada observasi yang
cermat, pendekatan ini juga memperluas penekanan pembelajaran sampai ke faktor kognitif
dan sosial. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan model yang
kompeten dan kemudian meniru apa yang mereka lakukan. Strategi ini dapat meningkatkan
kemampuan belajar murid secara signifikan. Pendekatan kognitif bertujuan membuat murid
memonitor, mengelola,dan mengatur perilaku sendiri ketimbang dikontrol oleh faktor eksternal.
Dalam beberapa kalangan pendekatan ini dinamakan modifikasi perilaku kognitif .
Pendekatan kognitif sosial memperluas cangkupan pembelajaran dengan memasukkan
faktor perilaku,kognitif,dan sosial. Konsep pembelajaran observasional adalah penting dan
banyak pembelajaran di kelas dilakukan dengan cara ini.4
Pendekatan perilaku kognitif berusaha mengubah miskonsepsi murid,meningkatkan kontrol
diri, dan mendorong refleksi diri konstruktif. Para behavioris kognitif percaya bahwa murid
dapat meningkatkan kerja mereka dengan memonitor perilaku mereka. Pembelajaran regulasi
diri adalah usaha memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku dalam
rangka mencapai suatu tujuan. Pembelajaran observasial,yang juga dinamakan modeling dan
imitasi, adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku
orang lain.

4
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan,Jakarta : Rineka Cipta 1997. hlm.125

1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Pengertian Belajar dan Bukan Belajar itu merupakan suatu proses berubahnya
seseorang dari yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, atau yang tidak tahu menjadi
tahu.
b. Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran
Pengertian dari behavioral/behaviorisme yaitu sebuah pandangan tentang perilaku yang
dijelaskan melalui sebuah pengalaman yang dapat diamati bukan dengan proses
mental, seperti halnya perilaku.
c. Analisis perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk
mengubah perilaku manusia.
d. Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran
Hal ini kita akan membahas beberapa variasi tema , dimulai dengan teori kognitif
sosial. Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial

iii
dan kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam
pembelajaran.Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih
keberhasilan, faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku
orang tuanya.

3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kesalahan
dan kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Santrock. Jhon W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana


Suryabrata. Sumadi, 1995, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Dalyono. M, 1997, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai