BELAJAR
BELAJAR
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah
Pada Program Studi Akhwal Al-Asyakhsiyyah Fakultas Syariah IAIN Manado
Oleh
Dosen Pengampu
ADRIANDI KASIM, S.HI., M.H.
MANADO
2019
Daftar Isi
i
BAB I
Pendahuluan
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selalu dapat berlangsung secara
wajar. Hal ini seringkali dialami oleh anak atau remaja yang sedang menempuh
pendidikan formal. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor yang memengaruhi belajar antara lain faktor kesehatan, kecerdasan, bakat,
minat, kematangan, motivasi, kelelahan, sikap, perhatian, guru, orang tua, teman,
dan keadaan lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut tidak tidak berperan
secara positif memungkinkan anak akan menolak bahkan menentang untuk
belajar. Perilaku seperti menolak atau enggan belajar sering disebut dengan malas
belajar.2
Belajar di pendidikan formal memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini
seringkali mendatangkan rasa jenuh dan malas belajar. yang akan membawa
pengaruh terhadap kehidupan psikis. Kejenuhan belajar dapat timbul baik dalam
diri remaja itu sendiri maupun dari luar diri . Dari dalam diri sendiri misalnya rasa
bosan dan kurangnya motivasi diri. Remaja belum dapat menanamkan dalam
dirinya bahwa belajar itu suatu yang menyenangkan. Belajar masih dianggap
1
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, jurnal at-ta’dib, No. 2/Vol.
4, sya’ban 1429, h. 130
2
Megayanti, ”Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Siswa Malas Belajar Pada Kelas V”,
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, No. 30/Vol. 5, h. 2.848
1
2
Dalam hal ini, malas belajar ditunjukkan terjadi lantaran tidak memiliki
motivasi untuk melakukan tugas. Perilaku tersebut muncul karena dibenaknya
tertanam persepsi yang salah terhadap tugas yang diberikan. Misalnya belajar itu
melelahkan atau tak ada gunanya. Persepsi semacam itu bisa terjadi kalau
lingkungan sekitar yang ada kurang tertanam budaya belajar “Motivasi
dipengaruhi oleh suatu sikap yang terdapat dalam diri orang itu. Sikap itu timbul
lantaran adanya persepsi atau pemberian makna terhadap suatu objek atau
peristiwa. Persepsi atau pemberian makna tersebut ditentukan oleh suatu sistem
nilai, yani suatu patokan untuk berperilaku yang berlaku pada suatu lingkungan
tertentu4
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah :
3
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar Mahasiswa Di
Lingkungan Kampus Universitas Trunojoyo Madura” , Kompetensi, No. 2/Vol. 12, Oktober 2018,
h. 282
4
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 288
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Belajar
Belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan5 Dalam
proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti. “Secara psikologis belajar
dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam
kognitif, afektif, maupun psikomotor) untuk memperoleh respons yang diperlukan
dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien”6
B. Teori Belajar
1. Classsical Conditioning
Ivan Petrovich Pavlov adalah tokoh dari teori ini. Eksperimentasinya
adalah seekor anjing dibedah, sehingga kelenjar ludahnya berada di luar
pipinya dimasukkan di kamar yang gelap. Hal ini dimaksudkan untuk
mengukur dengan teliti air liur (saliva) yang keluar sebagai respon ketika
ada rangsangan makanan ke mulutnya. Setelah percobaan diulang berkali-
kali, ternyata saliva telah keluar sebelum makanan telah sampai ke
mulutnya, yaitu ketika melihat piring makanan, pada waktu melihat orang
yang biasa memberi makanan, dan bahkan waktu mendengar langkah orang
yang memberi makanan. Makanan merupakan perangsang alami bagi
refleks keluarnya saliva. Sedangkan piring dan suara langkah kaki
merupakan perangsang yang bukan sewajarnya.
5
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 284
6
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 286
3
4
2. Cognitive Learning
Tokohnya adalah Edward Tolman Calche. Pada tahun 1932 ia
melakukan eksperimen pada tikus. Dalam percobaan tersebut tikus
mempelajari jalan melalui lorong yang berliku dan kompleks dalam
pandangannya. Tikus yang berlari melalui lorong yang berliku tidak
mempelajari urutan belok kiri atau kanan, tetapi mengembangkan suatu peta
kognitif. Ia membagi tikus kepada dua kelompok. Kelompok pertama, tikus
dibiarkan terlebih dahulu mengeksplorasi lorong tanpa adanya penguat
seperti makanan. Dan kelompok kedua tikus yang tidak mengeksplorasi
lorong. Kepada masing-masing kelompok tikus diberi penguat makanan
dengan cara tikus harus menemukan jalan untuk mendapatkan makanan
tersebut. Dari percobaan tersebut ternyata kelompok tikus pertama berlari
lebih cepat dibanding dengan kelompok kedua karena tikus kelompok
pertama telah mempelajari lay out lorong selama eksplorasi, dan peta
kognitif ini membantu proses belajar melewati jalan spesifik jika makanan
diberikan. Tolman mengemukakan bahwa belajar menurut pendekatan
classical conditioning semata-mata dipengaruhi oleh peristiwa eksternal
atau lingkungan satu stimulus secara konsisten diikuti oleh stimulus lain dan
kemudian organisme mengasosiasikannya. Jadi menurut teori ini, tingkah
laku manusia yang nampak tidak dapat diukur tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain-lain.8
7
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, h. 131
8
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, h. 131-132
5
Prinsip peniruan atau modelling mengharuskan orang tua para guru dan
tokoh masyarakat memberi contoh teladan yang baik agar anak didik dapat
meniru dengan baik9
9
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, h. 132-133
10
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 287
6
11
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 289-291
7
2. Faktor eksternal
Faktor ini meliputi aspek-aspek sosial dan nonsosial. Yang dimaksud
dengan faktor sosial adalah faktor manusia. Sedangkan yang termasuk
faktor non sosial adalah keadaan suhu udara (panas, dingin) waktu (pagi,
siang, malam), suasana lingkungan (sepi, bising, ramai), keadaan tempat
(kualitas gedung, luas ruangan, kebersihan, dan ventilasi), kelengkapan alat-
alat atau fasilitas belajar (alat peraga, bukubuku sumber, dan media
komunikasi belajar lainnya)”. Jadi jelas dalam kegiatan belajar ini banyak
masalah-masalah yang timbul terutama yang dirasakan oleh remaja
sendiri.12
12
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 291-292
13
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, h. 135-136
8
14
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, h. 136-137
15
Mei Mita Bella, Luluk Widya Ratna, “Perilaku Malas Belajar”, h. 288-289
9
1. Kecurangan Akademik
Masalah kecurangan akademik memang menjadi masalah yang
cukup meresahkan di dunia pendidikan saat ini. Bahkan universitas
terkemuka di dunia Universitas Harvard didera oleh masalah pencontekan
massal yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswanya beberapa waktu yang
lalu. Harvard yang dikenal sebagai universitas nomor wahid dengan seleksi
masuk yang sangat ketat, dan sistem pendidikan yang diakui kualitasnya
ternyata juga mengalami masalah yang berkaitan dengan kecurangan
akademik.16
Kecurangan akademik yang telah terjadi tentu memberikan dampak
negatif pada pendidikan itu sendiri. Secara personal, remaja yang
melakukan kecurangan akademik akan mendapatkan sanksi atas
perilakunya mulai dari tahap peringatan sampai dengan dikeluarkan dari
institusi. Hal ini tentu akan mempengaruhi masa depan mahasiswa itu
sendiri. Bagi institusi, ketika dalam proses pendidikan terdapat banyak
kecurangan akademik yang terjadi tentu akan berpengaruh pada kualitas
pendidikan yang akan menjadi semakin menurun. Lebih jauh lagi, remaja
sebagai generasi penerus yang akan menjadi calon pemimpin di masa depan,
jika mereka terbiasa melakukan kecurangan dan hanya berorientasi pada
nilai atau angka, maka dapat dibayangkan pemimpin seperti apa yang akan
meneruskan pembangunan bangsa. Dalam jangka panjang jika kecurangan
akademik dibiarkan berlangsung maka akan lahir pemimpin-pemimpin yang
tidak memiliki integritas kepribadian yang baik. 17
16
Farah aulia, ” Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Kecurangan Akademik Pada
Mahasiswa”, Jurnal RAP UNP, No. 1/Vol. 6, Mei 2015, h. 24
17
Farah aulia,” Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Kecurangan Akademik Pada
Mahasiswa”, h. 25
10
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 skala yaitu
Kecurangan Akademik, Kontrol Diri dan Efikasi Diri Akademik. Untuk
prestasi akademik dilihat dari IPK terakhir yang didapatkan oleh
mahasiswa. Atau hasil rapor pada siswa. Kecurangan akademik
didefinisikan sebagai bentuk perilaku mencontek dan plagiarisme yang
melibatkan remaja memberi atau menerima bantuan yang tidak sah dalam
ujian akademik atau mengumpulkan tugas yang tidak dibuatnya sendiri.
Kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk mengesampingkan atau
merubah respons internalnya, menghentikan kecendrungan perilaku yang
tidak dinginkan dan berusaha untuk mengendalikan perilakunya. Efikasi diri
akademik adalah keyakinan remaja akan kemampuannya bahwa ia akan
berhasil dalam tugas-tugas, perkuliahan dan aktivitas-aktivitas yang
berkaitan dengan akademik19
2. School Refusal
Bagi anak-anak dan remaja usia sekolah, merupakan kehidupan
sehari-hari yang harus mereka lalui sebagaimana orang dewasa melewatkan
kehidupannya dengan bekerja dan berkeluarga. Namun demikian ada anak-
anak yang merasa terganggu, tidak nyaman, dan tak dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan bersekolah. Beberapa anak dan remaja Klien Unit
Psikologi (UKP) mengeluhkan bahwa saat berangkat sekolah di pagi hari
18
Farah aulia, ” Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Kecurangan Akademik Pada
Mahasiswa”, h. 29-30
19
Farah aulia, ” Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Kecurangan Akademik Pada
Mahasiswa”, h. 26
11
ini merupakan saat- saat yang sulit bagi mereka. Di antara mereka
bahkan mengalami keluhan fisik seperti sakit kepala, sakit perut diare, mual,
muntah, dan sebagainya. Pada kasus lain, setiap pagi anak berangkat ke
sekolah seperti biasa, tetapi kemudia orangtua mereka mendapat laporan
dari sekolah bahwa anaknya telah absen dari sekolah selama seminggu.
Istilah “mogok sekolah” dalam penelitian ini diambil dari istilah
yang biasa digunakan orangtua untuk mengutarakan permasalahan anaknya
dalam literatur ada berbagai istilah yang berhubungan di antaranya school
refusal, school phobia, school avoidance, dan truancy. Keempat istilah itu
mengacu pada kecenderungan seseorang untuk menghindari sekolah.
Pengertian school refusal, school phobia, school avoidance, dan truancy
seringkali dipertukarkan karena mengandung unsur-unsur yang saling
tumpang tindih, sedangkan pengertian truancy sama sekali berbeda.
Truancy mengacu pada penghindaran sekolah yang berasosiasi dengan
kenakalan anak dan ketidaktarikan terhadap kegiatan sekolah. Anak yang
disebut truant tidak mengikuti sekolah lebih karena alas an-alasan seperti
malas, tidak mau mengikuti aturan-aturan di sekolah, atau lebih menyukai
aktivitas lain seperti main games, atau seperti yang terjadi pada anak-anal
jalanan di Indonesia, mereka lebih suka unutk berkeliaran di jalanan.
Mereka tidak mempunyai rasa bersalah yang berarti dengan meninggalkan
sekolah (Kearney, 2001). 20
Berbeda dari mereka, anak dengan kasus yang diistilahkan sebagai
school refusal atau school phobia menghindari sekolah karena adanya
tekanan emosi, perasaan takut dan cemas menghadapi sekolah. Mereka
biasanya merasa bersalah dengan meninggalkan sekolah dan rasa bersalah
ini membuat mereka semakin tertekan.
Anak usia sekolah dapat disebut mengalami school refusal jika:
a. Ia sama sekali meninggalkan sekolah (absen terus menerus)
b. Ia masuk sekolah tetapi kemudian meninggalkan sekolah sebelum jam
sekolah usai
c. Ia mengalami perilaku bermasalah yang berat setiap pagi saat menjelang
pergi ke sekolah, misalnya mengamuk.
d. ia pergi ke sekolah dengan kecemasan yang luar biasa dan di sekolah
berulang kali mengalami masalah (misalnya pusing ke toilet, berkeringat
dingin)21
20
Sutarimah Ampuni, Budi Andayani, “ Memahami Anak Dan Remaja Dengan Kasus
Mogok Sekolah : Gejala, Penyebab, Struktur Kepribadian, Profil Keluarga, Dan Keberhasilan
Penanganan”, Jurnal Psikologi, No. 1/Vol. 34, h. 55-56
21
Sutarimah Ampuni, Budi Andayani, “ Memahami Anak Dan Remaja Dengan Kasus
Mogok Sekolah”, h. 57
12
22
Sutarimah Ampuni, Budi Andayani, “ Memahami Anak Dan Remaja Dengan Kasus
Mogok Sekolah”, h. 58
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses perubahan baik dari segi pengetahuan
maupun perilaku, yang berdasarkan dari pengalaman individu itu sendiri. Belajar
tidak hanya melibatkan kemampuan akademik tetapi juga secara emosional ikut
dalam perubahan ini. Dalam proses belajar, ada beberapa teori yang dipaparkan
oleh para ahli beberapa di antaranya yaitu, Classsical Conditioning, Cognitive
Learning dan teori belajar sosial. Ketiga teori ini mewakili beberapa proses
belajar yang sering dilakukan anak maupun remaja saat ini.
Rasa malas belajar, terjadi karena tidak adanya motivasi yang kuat dalam
diri remaja itu sendiri dalam hal pembelajaran. Karena itu perlu adanya pemberian
persepsi sedini mungkin dari orang terdekat terkait menghindari rasa malas, dan
belajar disiplin dan menghargai waktu.
Ada banyak faktor-faktor terkait dengan belajar yaitu, terbagi atas faktor
sosial dan non sosial, faktor fisiologis dan psikologis dalam belajar. Juga dalam
penyebab dari rasa malas secara garis besar yang paling berpengaruh adalah faktor
internal dan eksternal dari remaja juga pengaruh lingkungan dan orang terdekat
baik orang tua maupun teman.
Dampak dari rasa malas belajar pada umumnya akan menimbulkan kasus
yang marak terjadi contohnya yaitu, timbulnya kecurangan akademik pada remaja
yang sangat memberikan pengaruh negatif bagi remaja tersebut dikemudian hari,
juga timbunya istilah school refusal atau “mogok sekolah” yang berdasar pada
rasa malas yang timbul pada remaja itu sendiri, dengan penjelasan mengenai
dampak rasa malas belajar ini maka perlu adanya bimbingan dari pihak-pihak
terdekat dari remaja itu sendiri.
13
Daftar Pustaka
Farah aulia, ” Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Kecurangan Akademik Pada
Mahasiswa”, Jurnal RAP UNP, No. 1/Vol. 6, Mei 2015
Mei mita bella, luluk widya ratna, “Perilaku Malas Belajar Mahasiswa Di
Lingkungan Kampus Universitas Trunojoyo Madura” , Kompetensi, No.
2/Vol. 12, Oktober 2018
Rahmah maulidia, ” Problem Malas Belajar Pada Remaja”, jurnal at-ta’dib, No.
2/Vol. 4, sya’ban 1429.
14