Disusun oleh :
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
BANTEN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat
Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam marilah kita
curahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam penyusunan
makalah Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Peserta Didik ini, yang berjudul “ASPEK
BELAJAR DAN HAMBATAN DALAM BELAJAR”. Penyusunan makalah ini salah satunya
bertujuan memberi informasi dan pengetahuan kepada teman-teman serta kepada pembaca
sekalian tentang aspek aspek dalam belajar serta hambatan yang terjadi dalam proses
pembelajaran. Kami ingin penyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Siti Aisyah,M.Pd
selaku dosen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Peserta Didik.
Atas segala kesempatan. Bimbingan moral maupun materil yang telah diberikan kepada kami
semoga dapat bermanfaat untuk kami dan untuk teman-teman serta para pembaca sekalian. Kami
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kami
mengharapkan adanya saran serta kritik yang bersifat membangun sehingga dapat lebih
sempurna dalam pembuatan makalah berikutnya.
Kelompok 13
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan 22
3.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Manfaat dari penulisan makalah ini diantaranya untuk menambah wawasan dan ilmu
khususnya tentang psikologi pendidikan dan bimbingan peserta didik yang mencakup aspek-
aspek dalam belajar serta hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran.
PEMBAHASAN
A. Aspek Belajar
1. Aspek Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan
penggunaan pengetahuan.(Syah, 2005).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kognisi adalah proses
pengenalan dan penafsiran oleh seseorang; kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha
mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. (KBBI,1998).
Ranah psikologi siswa yang paling utama adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang
berkedudukan pada otak ini merupakan sumber sekaligus pengendali dari ranah-ranah
kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah Psikomotor (karsa). (Syah, 2003)
Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis
manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
Ranah kewajiban yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi dan efeksi
yang bertalian dengan ranah rasa. (Chaplin, 1972)
Hasil-hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini
menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan informasi yang
berasal dari pendengaran, penglihatan, dan informasi yang diserap dari indera-indera lainnya.
Selain itu, bayi juga berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.
Implikasi pokok dari hasil-hasil riset kognitif di atas menurut Bower sebagaimana
yang dikutip Daehler dan Bukatko (1985) ialah bahwa manusia: …. Begins life as an
extremely competent social organism, an extremely competent learning organism, an
extremely perceiving organism. Artinya bayi manusia memulai kehidupannya sebagai
organisme social (makhluk hidup bermasyarakat) yang betul-betul berkemampuan, sebagai
makhluk hidup yang betul-betul mampu belajar, dan sebagai makhluk hidup yang mampu
memahami.
Jadi, tidak seperti organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai markas fungsi
kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menjadi
menara pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sebagai menara pengontrol, otak selalu
bekerja siang dan malam. Adanya kerusakan pada otak maka akan mengakibatkan kehilangan
fungsi kognitif, dan tanpa adanya fungsi kognitif maka martabat manusia tidak akan jauh beda
dengan hewan.
Menurut Muh. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi guru merdeka, yang mengutip
pendapat dari seorang tokoh yang bernama Bloom (1956) mengklasifikasikan tujuan
kognitif atas enam bagian, yaitu sebagai berikut: [8]
1. Ingatan / recall. Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah
dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah
kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
2. Pemahaman. Mengacu kepada kemampuan memahami makna materi.aspek ini satu tingkat
di atas pengetahuan dan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang rendah.
3. Penerapan. Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah
dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip. Penerapan
merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
4. Analisis. Mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen
atau faktro penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu
dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis
merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman
maupun penerapan.
5. Sintesis. Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponenkomponen
sehingga membentuk suatu pola srtuktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah
laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikir yang lebih tinggi
daripada kemampuan sebelumnya.
6. Evaluasi. Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi
untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi.
Dari beberapa poin diatas pada intinya aspek kognitif adalah adalah kemampuan
intelektual seorang pelajar dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah. Dan aspek
kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi
standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.
Jean Piaget membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu ke
dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik
yang berbeda-beda. Tahap perkembangan kognitif itu sebagai berikut:
Menurut Haidar Putra Daulay dalam Pendidikan Islam mengatakan bahwa afektif adalah
masalah yang berkenaan dengan emosi, berkenaan dengan ini terkait dengan suka, benci,
simpati, antipati, dan lain sebagainya.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud afektif adalah: 1)
Berkenaan dengan perasaan, 2) keadaan perasaan yang memengaruhi keadaan penyakit
(panyakit jiwa), 3) gaya atau makna yang menunjukkan perasaan.
Muh. Azer Usman membagi klasifikasi tujuan afektif ke dalam lima kategori yaitu:
Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat
menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan
kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia psikologi
pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik
tentunya.
3. Aspek psikomotorik
Menurut Davc (1970) klasifikasi tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori
yaitu :
a. Peniruan
Terjadi ketika seorang pelajar mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons
serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan
ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan,
gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat
ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah
laku saja.
c. Ketetapan
d. Artikulasi
e. Pengalamiahan
Kecakapan psikomotor seorang anak tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan juga
banyak terikat dengan kecakapan afektif. Karena keberhasilan pengembangan ranah kognitif
juga akan berdampak positif terhadap ranah perkembangan ranah psikomotorik. (Syah, 2003)
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif itu berpengaruh besar
terhadap berkembangnya kecakapan psikomotor. Siswa yang berprestasi baik dalam bidang
pelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin beribadah salat, puasa dan mengaji.
Dia juga tidak akan segan-segan memberi pertolongan pada orang yang memerlukan. Sebab,
ia merasa memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang
berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman terhadao materi pelajaran
agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).
Dalam mengembangkan ranah psikomotorik seorang anak, ada empat faktor yang
mendorong kelanjutan perkembanganmotor skills anak yang juga memungkinkan campur
tangan orangtua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu: (Syah, 2005)
a) Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf. system adalah organ halus dalam
tubuh yang terdiri atas struktur jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat
pada sistem jaringan syaraf yang ada di otak. Semakin baik perkembangan kemampuan
sistem syaraf seorang anak, akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola
tingkah laku yang dimilikinya.
b) Pertumbuhan otot-otot. Otot adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan
juga merupakan unit sel yang memiliki daya mengkerut. Peningkatan tegangan otot pada
anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan
kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun
ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang
bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tengan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c) Perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin. Kelenjar adalah alat
tubuh yang menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Sedang kelenjar
endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon
yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Perubahan fungsi
kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku
seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Dalam hal ini, orangtua dan guru seyogyanya
bersikap antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
perilaku seksual yang tidak dikehendaki demi kelangsungan perkembangan siswa
remaja yang menjadi tanggung jawabnya.
d) Perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak akan semakin meningkat
pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi bagian tubuh lainnya. Perubahan jasmani ini
akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapanmotor
skills anak. Namun, kemungkinan perbedaan hasil belajar psikomotor seorang siswa
dengan siswa-siswa lainnya selalu ada, karena kapasitas ranah kognitif juga banyak
berperan dalam menentukan kualitas dan kuantits prestasi-nya.
Di samping keempat faktor tersebut di atas, faktor-faktor lingkungan, alamiah sosial,
kultural, nutrisi dan gizi serta latihan dan kesempatan merupakan hal-hal yang sangat
berpengaruh terhadap proses dan produk perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik.
(Makmun, 1998)
Secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoom politicon), kata
Plato. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan
lingkungan manusia-manusia lain. Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada
orang lain, maka mulailah pula ia menyadari bahwa ia harus belajar apa yang semestinya ia
perbuat seoerti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini
disebut sosialisasi.
Perkembangan sosial, dengan demikian dapat diartikan sebagai rangkaian dari
perubahan yang berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial
yang dewasa.
Charlotte Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial dalam term kesadaran
hubungan subjektif-objektif. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama sebagai
berikut:
Masa kanak-kanak awal (0,0 – 3,0) : subjektif
Masa krisis I (3,0 – 4,0) : anak-degil
Masa kanak-kanak akhir (4,0 – 6,0) : subjektif menuju objektif
Masa anak sekolah (6,0 – 12,0) : objektif
Masa krisis II (12,0 – 13,0) : pre-puber
Masa remaja awal (13,0 – 16,0) : subjektif menuju objektif
Masa remaja akhir (16,0 – 18,0) : objektif
2. Pengertian Belajar
Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengartikan “belajar sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu
berinteraksi dengan lingkungannya”.
Nana Sudjana mengatakan “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah
proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai
pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”.
Menurut Skinner, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini
diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah … a process of
progressive behavior adaptation. Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner
percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal
apabila ia diberi penguat (reinforcer). (Barlow, 1985)
Dari beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari
hasil pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam aspek
pengetahuannya (kognitif), keterampilannya (psikomotor), maupun sikapnya (afektif).
Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menanamkan bahwa
pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk
diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga
berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan.
Menurut Rochman Natawijaya dalam Sutriyanto (2009: 7), hambatan belajar adalah
suatu hal atau peristiwa yang ikut menyebabkan suatu keadaan yang menghambat
dalam mengaplikasikannya pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Kesulitan belajar menurut Hammil adalah: “menunjuk pada sekelompok kesulitan
yang memanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan
penggunaan kemampuan mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar,
atau kemampuan dalam bidang studi tertentu. (Abidin,2006:10)
Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. (1994 :4-5) menganggap kesulitan belajar sebagai
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pula lah
yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. “Dalam
keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang
disebut dengan “kesulitan belajar”.
Macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari jenis kesulitan belajar.
Ada yang berat,
Ada yang sedang,
b. Dilihat dari bidang studi yang di pelajari.
Ada yang sebagian bidang studi, dan
Ada yang keseluruhan bidang studi.
c. Dilihat dari sifat kesulitannya.
Ada yang sifatnya permanen / menetap, dan
Ada yang sifatnya hanya sementara.
d. Dilihat dari segi faktor penyebabnya.
Ada yang karena faktor intelegensi, dan
Ada yang karena faktor non-intelegensi. (Widodo, 2013)
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya
kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat di buktikan
dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak
didalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat
dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas
dua macam, yakni:
a. Factor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri
siswa sendiri. Faktor inter siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan
psiko-fisik siswa, yakni:
Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/inteligensi siswa.
Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-
alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
b. Factor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang dating dari luar siswa.
Factor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktivitas belajar siswa. Factor ini dapat dibagi tiga macam.
1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah
dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan
kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal/tidak
baik.
3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang
buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta ala-alat belajar yang kurang
memadai atau berkualitas rendah.
B. Under Achiever
Rimm menyatakan ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk
underachiever. (Del Siegle & McCoah,2008)
”under achievement adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah
potensinya”. (Semiawan, 1997)
”under achiever adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang
diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”. (Makmun, 2001)
C. Slow leaner
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis yang dengan berbagai cara dikenakan pada
anak-anak yang sedikit terbelakang secara mental, atau yang berkembang lebih
lambat daripada kecepatan normal. (Chaplin, 2005)
Menurut Burton, Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang
rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran
selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang. (Sudrajat, 2008)
3.2. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan mengenai aspek belajar dan hambatan belajar kami
menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang hal tersebut
di atas untuk mencari referensi melalui berbagai media yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Widodo Supriyono. 2004. Psikologi belajar, Cet. II; PT. Jakarta:
Rineka Cipta
Anderson, John R. 1990. Cognitive psychology and its implication. 3rd. Edition. New
York: W.H. Freeman and Company
Barlow, Daniel Lenox. 1985. Educational Psychology: The Teaching-Learning
Process. Chicago: The Moody Bible Institute
Best, John B. 1985. Cognitive Psichology. 2nd Edition. New York: Wet Publishing
Company
CV. Rajawali
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Kencana
Davies, Ivor K. 1991. Pengelolaan Belajar, Cet. II. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka 1988
Djoko Pekik Irianto. 2002. Dasar Kepelatihan.. Yogyakarta: Andi.
Drs.H.Abu Ahmadi,widodo. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta:Rineka Cipta
Edwar Gunawan. 2000.Identifikasi motifasi kohae belajar karate. Skripsi. Yogyakarta:
FIK UNY.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Edisi Ketiga Bahasa Depdiknas. Jakarta: Balai
Pustaka
M. Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi fisik dalam olahraga.DEPDIKBUD. Jakarta.
Makmun, Abin Syamsuddin. 1998. Psikologi Pendidikan: Perangkat sistem
pengajaran modul. Cet. II; PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati. 2002. Upaya Optimalisasi Kegiatan belajar
mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Nana Sudjana. 1987. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Balai Pustaka
Rahman, Aunur. 2012.Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
ii
Sutriyanto. 2009. Faktor penghambat pembelajaran bolavoli siswi kelas X man 3
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FIK UNY.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Cet. II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi pendidikan dengan Pendekatan baru, Cet. XI.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Usman, Moh. Uzer. 2003.Menjadi guru Professional. Edisi kedua Cet. XV. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
iii