Anda di halaman 1dari 23

MENGKAJI LANDASAN FISIKIOLOGIS DALAM

PEMBELAJARAN
(Memuat fisikiologis tingkah laku dan fisikiologi kognitif)

OLEH :
KELOMPOK 3
YURMIN(A1K116
ASMIANTI(A1K119027)
RAHMADANI()
FIRDAUS
ABDUL HAZAB

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEH
KENDARI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran ALLAH SWT,karena atas berkat


rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul MENGKAJI LANDASAN FISIKIOLOGIS DALAM
PEMBELAJARAN(Memuat fisikiologis tingkah laku dan fisikiologis kognitif)

Penulis menyadari bahwa terwujudnya makala ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak,maka melalui kesempatan ini pratikum menyampaikan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini,masih sangat jauh dari


kesempurnaan,oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat di
harapkan untuk kesempurnaan penyusunan laporan selanjutnya. semoga laporan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak ,penyusun pada khususnya dan
pembaca pada umumnya sebagaimana yang di harapkan.

Kendari, 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……..……………………………………………….…..1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………... 3

BAB I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………....4


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...4
1.3 Tujuan…………………………………………………………….................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Landasan Psikologis Pembelajaran…………………………….6


2.2 Aliran-Aliran Landasan Psikologi Strategi Pembelajaran…………….……6
2.3 Tokoh-Tokoh Penganut Aliran Tingkah Laku (Behaviorism) ………….…8
2.4 Tokoh-Tokoh Penganut Aliran Kognitif (Kognitivism) ………………..…15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….......22

3.2 Saran…………………………………………………………….................22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak dapat


menutupi kenyataan di mana sekolah-sekolah masih mengutamakan
penguasaan konsep mata pelajaran. Akibatnya, peranan dan minat guru-guru
ataupun murid-murid masih banyak dibatasi oleh pengawasan dari pihak
pemerintah. Memang ada kemungkinan, bahwa keberhasilan pendidikan kita
adalah tidak lepas hubungannya dengan keterampilan guru-guru dalam
mengelola belajar mengajar. Pendidikan kita sekarang belum banyak
memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik. Pendidikan kita masih
banyak berkutat dengan masalah-masalah kompetensi lembanga pendidikan
serta pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja Dengan kenyataan
di atas, maka sudah tiba masanya sekarang dimana pendidikan hendaknya
lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. Pendidikan
seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru di sepnjang waktu dengan
berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik.
Landasan psikologis itu pada dasarnya meliputi aliran psikologi tingkah
laku (behaviorism) dan aliran psikologi kognitif (kognitivism). Untuk
menguasai kompetensi dasar ini, Maka dari itu kami penulis ingin mejelaskan
tentang teori belajar menurut Psikologi Tingkah laku dengan aliran-aliran
yang ada didalamnya yaitu Koneksionisme, Classical Conditioning, Operant
Conditioning, dan Teori Belajar Sosial

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian landasan psikologis Strategi Pembelajaran?


2. Apa saja aliran-aliran landasan psikologi?
3. Siapa saja tokoh-tokoh penganut aliran tingkah laku beserta teori-teorinya?
4. Siapa saja tokoh-tokoh penganut aliran kognitif beserta teori-teorinya?

4
1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengertian


tentang tenaga landasan psikologis strategi pembelajaran, serta apa saja
aliran-aliran landasan psikologis strategi pembelajaran dan pendidik dapat
memahami perkembangan peserta didiknya berdasarkan tahapan usia
perkembangannya sehingga diharapkan tidak ada kekeliruan dalam mengenali
dan menyikapi peserta didiknya. Dengan demikian proses pendidikan pun
akan berjalan dengan lancar. serta kepada pembaca khususnya mahasiswa
semester dua jurusan teknologi pendidikan yang akan mempelajari mata
kuliah strategi pembelajaran agar para mahasiswa diharapkan mampu
memegang konsep yang baik sebelum mempelajari mata kuliah strategi
pembelajaran secara keseluruhan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Landasan Psikologis Pembelajaran

Pengertian psikologi, menurut asal  katanya  psikologi  berasal dari


bahasa Yunani yaitu Psyche dan Logos. Psyche berarti jiwa, sukma dan roh,
sedangkanlogos berarti ilmu pengetahuan  atau studi. Jadi pengertian
psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa. Dengan pesatnya
perkembangan teknologi dari ilmu pengetahuan, maka perubahan-perubahan
pesat terjadi pula dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang sering direvisi
dalam pengembangannya, tujuan pendidikan sering mengalami perubahan
dalam perumusannya, metode belajar mengajar sering mengalami perubahan
dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami
penambahan. Sedangkan Landasan Psikologi strategi pembelajaran adalah
suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi
tentang  kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

Dari uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan


teknologi pada ilmu pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam
dunia pendidikan , baik pada revisi dan pengembangan kurikulum, metode,
rumusan , serta sumber dan fasilitas belajar dapat memancing berbagai
macam tanggapan apakah semua hal itu dapat mengganggu pelaksanaan
aktivitas belajar sehingga akan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan peserta
didik, dan akhirnya timbul kekhawatiran akan diabaikannya psikologi dalam
pendidikan.

2.2 Aliran-aliran landasan psikologi strategi pembelajaran


Landasan psikologis itu pada dasarnya meliputi aliran psikologi
tingkah laku (behaviorism) dan aliran psikologi kognitif (kognitivism).

6
2.2.1 Landasan psikologi tingkah laku (behaviorism)
Slavin (1994, Elliott, dkk, 2000), Eggen dan Kauehak (1997) dan
Sanjaya (2006), mengemukakan teori belajar menurut aliran Psikologi
tingkah laku. Dari berbagai aliran yang ada yang sempat dikemukakan
adalah teori belajar koneksionisme dengan tokohnya Thorndike, teori
belajar classical conditioning dengan tokohnya Pavlop, teori belajar
operant conditioning dengan tokohnya Skinner, dan teori belajar sosial
dengan tokohnya Bandura.

2.2.2 Psikologi Kognitif (Kognitivism)

Eggen dan Kauchak (1997) mengemukakan pendapat Aliran Ilmu


Jiwa Tingkah Laku tentang belajar sebagai perubahan tingkah laku yang
dapat diobservasi sebagai hasil dan pengalaman. Sebaliknya teori belajar
Kognitif menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan proses mental
internal yang orang gunakan dalam usaha mereka membuat dunia ini
dapat dimengerti. Atau, perubahan dalam struktur mental seseorang yang
menyediakan kapasitas bagi terwujudnya perubahan dalam tingkah laku.
Struktur mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan,
harapan- harapan, dan mekanisme lain “dalam kepala si pelajar”. Fokus
dari teori Kognitif menekankan pentingnya proses mental seperti
berpikir, dan memusatkan pada apa yang terjadi pada pelajar. Proses ini
memungkinkan pelajar menginterpretasi dan mengorganisasi informasi
seccara efektif. Ini semuanya adalah prinsip yang mendasar teori
kognitif.
Ilmu jiwa Kognitif adalah suatu orientasi teoritis yang sifatnya
ekletik (Eggen dan Kauchak, 1997). Mereka menyatakan bahwa tidak
ada satu teori belajar Kognitif, tetapi lebih merupakan satu klaster
(tandem, kumpulan) teori-teori Kognitif
(Elliott, dkk., 2000 : Slavin. 1994). Teori belajar Kognitif ini dipengaruhi
oleh ilmu Jiwa Gestalt dengan tokoh-tokohnya Max Wertheimer,
Wolfgang Kohler, dan Kurt Koñka (Elliot, dkk, 2000). Sumbangan ilmu
Jiwa Gestalt yang utama kepada teori belajar Kognitif adalah persepsi.

7
Persepsi ini mempertajam pemikiran para ahli kognitif modern lain
seperti Bruner. Para ahli teori Gestalt memperluas usaha mereka
membawa paham kognitif ke perkembangan manusia, intelegensi, dan
terutama pemecahan masalah. Warisan terakhir teori Gestalt adalah
prinsip-prinsip dari organisasi perseptual.
Pembahasan lebih rinci tentang Psikologi Kognitif ini akan meliputi:
(1) Konsep dasar belajar menurut psikologi Kognitif, (2) Model
pemrosesan informasi, dan (3) Otak dan Pikiran.

2.3 Tokoh-tokoh penganut aliran tingkah laku (behaviorism)


Banyak tokoh-tokoh yang menganut aliran ini dan akhirnya
mencetuskan teori-teori belajar yang baru. Beberapa tokoh tersebut yaitu;

2.3.1 Edward Thorndike

Sekitar tahun 1913 Thorndike mengemukakan Teori Belajar


Koneksionisme (Slavin, 1994, Elliott, dkk, 2000) mengemukakan
bahwa cara belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya
berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Belajar dapat terjadi
kalau ada stimulus. Karena itu teori belajar ini disebut teori stimulus
dan respon (S-R). Dalam pembelajaran di sekolah teori ini banyak
digunakan. Guru mengajukan pertanyaan (S), Siswa menjawab
pertanyaan guru (R). Guru memberi PR (S), siswa mengerjakannya
(R), Dengan demikian belajar adalah upaya untuk membentuk
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya, sehingga
paham ini disebut paham koneksionism. Dalam teori belajar
koneksionisme dikemukakan hukum-hukum sebagai berikut (Slavin,
dkk 1994 dan Elliott, dkk. 200) :

a) Hukum Kesiapan (Law of Readiness)


Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan
respon mudah terbentuk kalau ada kesiapan pada diri seseorang.
Siswa akan mudah mempelajari perkalian kalau ia telah menguasai
penjumlahan. Anak usia satu tahun akan mudah belajar berjalan

8
kalau otot-otot kakinya telah kuat untuk menahan berat badannya.
Secara rinsi hukum kesiapan itu meliputi : 1) Jika seseorang telah
siap merespon atau bertindak, maka tindakan atau respon yang
dilakukan akan memberi kepuasan, dan akan mengakibatkan orang
tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan lain. 2) Jika seseorang
memiliki kesiapan untuk merespon, tetapi kemudian tidak dilakukan,
maka hal itu dapat mengakibatkan ketidakpuasan, dan akibatnya
orang tersebut akan melakukan tindakan-tindakan lain. 3) Jika
seseorang belum mempunyai kesiapan merespon, maka respon yang
diberikan akan mengakibatkan ketidakpuasan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar seseorang sangat
bergantung pada ada tidaknya kesiapan.
b) Hukum Latihan (Law of Exercise)
Hukum latihan ini menyatakan bahwa hubungan antara
stimulus dan respon akan menjadi lebih kuat karena latihan.
Hubungan antara stimulus dan respon itu menjadi lemah karena
latihan tidak diteruskan atau dihentikan. Implikasi hukum ini adalah
makin sering suatu pelajaran diulang, maka pelajaran itu akan
semakin dikuasai. Kalau pelajaran itu tidak pernah diulang-ulang
maka pelajaran itu akan dilupakan.
c) Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa suatu tindakan yang diikuti
oleh akibat yang menyenangkan akan cenderung diulang~ulang,
sebaliknya kalau tindakan itu diikuti oleh akibat yang tidak
menyenangkan maka tindakan itu cenderung kurang diulangi lagi.
Implikasi dari hukum ini adalah apabila mengharapkan agar siswa
mau mengulangi respon yang sama, maka siswa itu harus diusahakan
agar merasa senang, misalnya dengan cara memberi hadiah atau
pujian. Sebaliknya, apabila kita menghendaki agar siswa tidak
mengulangi respon yang tidak baik, maka ia harus diberi sesuatu
yang tidak menyenangkan, misalnya siswa itu diberi hukuman
d) Transfer Latihan (Transfer of Training)

9
Menurut Thomdike apa yang pernah dipelajari anak sekarang harus
dapat digunakan untuk hal-hal lain di masa yang akan datang.
Implikasinya bagi pembelajaran adalah bahwa apa yang dipelajari siswa di
sekolah harus berguna dan dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Contoh, siswa di sekolah belajar membaca, maka keterampilan membaca
yang telah dikuasainya itu harus dapat digunakan di luar sekolah.
Walaupun di sekolah tidak diajarkan cara membaca petunjuk pemakaian
obat, tetapi dengan keterampilan membaca yang diperoleh selama
bersekolah, ia bisa membaca petunjuk pemakaian obat, membaca surat
kabar, majalah, dan lain sebagainya Beberapa tahun lamanya, Thomdike
(Elliott, dkk. 2000) mempunyai pengaruh yang besar dalam praktek
pendidikan karena jasanya dalam meletakkan landasan ilmiah bagi
pendidikan. Misalnya, penjelasan tetang transfer belajar masih. sangat
berarti. Belajar dapat diterapkan terhadap situasi baru hanya jika ada
elemen-elemen yang sama dalam kedua situasi misalnya materi belajar
yang sama.

Thomdike juga berkeyakinan bahwa pengajaran yang baik dimulai


dengan mengetahui apa yang anda ingin ajarkan (rangsangan). Anda juga
harus mengidentifikasi respon-respon yang ingin anda hubungkan
terhadap rangsangan dan saatnya kepuasan yang tepat. Thomdike
mengatakan hal ini sebagai berikut : pertimbangkan lingkungan murid,
pertimbangkan respon yang ingin anda hubungkan, dan buatlah hubungan
itu menyenangkan. Karya Thomdike tentang low Of effect merupakan
statmen awal dari konsep penguatan positif yang disebar luaskan oleh
Skinner.

2.3.2 B. F. Skinner

Skinner (dalam Slavin 1994), seperti halnya Thomdike


memusatkan pada hubungan antara tingkah laku dan
konsekwensinya. Misalnya jika tingkah laku seseorang diikuti oleh
konsekwensi yang menyenangkan maka orang itu akan mengulangi

10
tingkah laku itu sesering mungkin. Penggunaan konsekwensi yang
menyenangkan (ganjaran) dan yang tidak menyenangkan
(hukuman) untuk mengubah tingkah laku `dinamakan Operant
Conditioning. Jadi konsekwensi digunakan untuk mengontrol
terjadinya tingkah laku. Konsekwensi adalah kondisi yang
mengikuti tingkah laku dan mempengaruhi frekuensi tingkah laku
yang akan datang. Sanjaya (2006) mengemukakan pendapat
Skinner bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu perlu
diurutkan atau dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau
komponen-komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya
setiap tingkah laku yang dilakukan dengan baik diberi penguatan
supaya tingkah laku itu terus diulang- ulang dan agar termotivasi
untuk mencapai tingkah laku puncak yang diharapkan. Sebagai
ilustrasi, misalnya kita ingin membentuk kebiasaan agar anak suka
membaca buku. Agar terbentuk kebiasaan itu, maka perilaku
membaca dapat dipecah menjadi beberapa bagian :

a. Melihat-lihat sampul buku.


b. Membuka-buka buku.
c. Memperhatikan gambar-gambar yang ada.
d. Membaca isi buku.

Setiap bagian perilaku yang telah direspon dengan baik oleh


anak diberi hadiah (penguatan) yang dapat menimbulkan rasa
senang. Akibatnya anak akan terus mengulang perilaku tersebut
dan melanjutkan pada bagian perilaku selanjutnya.

Sanjaya (2006) mengemukakan bahwa teori Operant


Conditioning dari Skinner ini sangat besar pengaruhnya dalam
teknologi pengajaran. Pendekatan baru dalam pengajaran seperti
pengajaran berprograma, pengajaran dengan bantuan komputer,
mengajar dengan menggunakan mesin, pengajaran modul
semuanya dikembangkan dari teori Skinner.

2.3.3 Ivan Pavlop

11
Pada akhir tahun 1800-an sampai awal 1900-an, Pavlov dan
teman-temannya (Slavin, 1994, dan Elliott, dkk, 2000) melakukan
eksperimen terhadap anjing. Melalui anjing percobaannya Pavlov ingin
membuktikan bahwa tanpa makanpun, yaitu hanya dengan bunyi bel saja
dapat keluar air liur. Hal ini bisa terjadi jika makanan yang menyebabkan
timbulnya air liur itu disajikan berkali-kali bersama~ sama dengan bunyi
bel yang tidak bisa mengeluarkan air liur itu. Pavlov menamakan bunyi
bel yang dapat mengeluarkan air liur itu sebagai rangsangan terkondisi,
sedangkan makanan dinamakan rangsangan tak terkondisi. Akhirnya
Pavlov menyimpulkan bahwa belajar atau pembentukan perilaku perlu
dibantu dengan kondisi tertentu (Elliott, 2000). Sanjaya (2006)
menyatakan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu itu harus
dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian
tertentu. Pengkondisian itu dilakukan melalui pemberian pancingan
dengan sesuatu yang dapat menimbulkan tingkah laku tertentu itu.
Contohnya, anak yang tidak mau sekolah kalau tidak diantar ibunya,
akhirnya anak itu mau sekolah karena berkali-kali diantar oleh ibunya,
dan pada suatu saat walaupun ibunya tidak mengantar anak itu mau juga
ke sekolah.
Selanjutnya Elliott, dkk (2000) mengemukakan beberapa prinsip
Classical Conditioning yaitu : generalisasi rangsangan, diskriminasi dan
extinction. Diskripsi ketiga prinsip itu adalah sebagai berikut :
Generalisasirangsangan adalah proses dimana respon yang
terkondisi mentransfer ke rangsangan lain yang serupa dengan rangsangan
terkondisi aslinya Misalnya : sekali kita belajar warna merah berarti stop,
kita cenderung st0p atau waspada pada sinar merah. Generalisasi
rangsangan adalah proses inti dari transfer belajar di kelas. Kita
menginginkan para siswa dapat menggunakan material yang mereka
pelajari di kelas dalam berbagai variasi. Remaja yang berusaha
menghindarkan diri dari penggunaan obat terlarang di sekolah, melalui
penggunaan material tertulis dan yang dapat dilihat diharapkan dapat
menghindarkan obat terlarang jika ia benar-benar ditawari di jalan. Ingat,

12
bahwa makin kurang menyerupai rangsangan terkondisi makin
melemahkan respons yang akan timbul. Bacaan tentang transaksi obat
terlarang adalah jauh berbeda dari didekati oleh seseorang yang
menawarkan obat terlarang. Generalisasi dipergunakan untuk menjelaskan
transfer suatu respon dari satu situasi ke situasi lain. Siswa kelas satu SD
takut akan pelototan seorang guru dapat mentransfer ketakutan atau
kecemasan itu keberbagai hal yang berkaitan dengan sekolah : guru, buku,
gedung sekolah, dan sebagainya. Dua hal tentang generalisasi adalah :
1. Sekali pengkondisian terhadap rangsangan terjadi, keefektivannya
tidak terbatas pada rangsangan itu saja.
2. Begitu rangsangan kurang serupa dengan penggunaan aslinya,
kemampuannya untuk menghasilkan respon jadi berkurang pula.
Diskriminasi adalah proses dimana kita belajar tidak untuk
mereSpon terhadap rangsangan yang sama dengan cara yang sama.
Diskriminasi adalah lawan dari generalisasi. Karena generalisasi berarti
respon dalam cara yang sama terhadap dua rangsangan yang berbeda,
diskriminasi berarti repon secara berbeda kepada dua rangsangan yang
sama. Misalnya, mobil anda tidak bisa distarter pagi-pagi. Anda yakin
bahwa sebabnya adalah masalah strum. Mungkin baterainya, mungkin
dinamo startemya. Jika anda mendengar bunyi klik maka berdasarkan
pengalaman sebelumnya maka startemya yang bermasalah. Kita
merespon secara berbeda terhadap rangsangan yang berbeda karena
pengalaman-pengalaman kita sebelumnya dimana respon tertentu kita
sukses dalam mereaksi stimulus tertentu yang ada. Lagi contoh tentang
implikasi di kelas. Siswa belajar mungkin mengalami kesulitan jika
mereka tidak bisa mengatakan perbedaan antara lingkaran dan garis
lengkung, atau horisontal dan garis vertikal. Mereka tidak bisa
membedakan hurus dengan u atau b dengan d yang dapat mengarah pada
masalah membaca. Serupa adalah siswa menghadapi pasangan angka
seperti 21 dan 12, atau 75 dan 57. Belajarmembedakan bentuk dan
kemudian berlanjut dalam kehidupan adalah kompetensi yang penting
dalam belajar yang sukses.

13
Extinction adalah proses dimana respon terkondisi hilang. Dalam
eksperimennya Pavlov menemukan bahwa dengan menyajikan bunyi bel
sendirian dapat mengurangi respon terkondisi. Dengan kata lain, jika
dalam waktu tertentu tidak ada makanan yang menemani bunyi bel,
anjing akan berhenti mengeluarkan air liur. Kakak yang mengatakan adik
perempuannya tentang Pak Tono yang kejam yang akan menjadi gurunya
tahun depan dapat dengan mudah menyebabkan adik perempuannya itu
menjadi gusar tentang Pak Tono. Setelah beberapa minggu kecemasan
awal sekolah dilalui, ia menemukan bahwa Pak Tono adalah orang yang
menyenangkan sehingga secara gradual menghilangkan kecemasan.

2.3.4 Robert M. Gagne

Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang


dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak
langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap
matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek
lansung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti


lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya.
Kemampuan berupa memberikan jawaban dengan tepat dan
cepat,misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan
bagi kurang, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis.

Konsep adalah ilmu abstrak yang memungkinkan kita dapat


mengelompokkan objek ke dalam contoh dan noncontoh misalkan konsep,
bujur sangkar, bilangan prima, himpunan, dan fektor.

Aturan adalah objek yang paling abstrak yang berupa sifat dan
teorema. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi delapan
titik belajar yaitu: belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak,
rangkaian verbal, membedakan,pembentukan konsep, pembentukan

14
aturan, dan pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah biasanya ada
5 langkah yang harus dilakukan, yaitu :

a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.


b. Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional.
c. Menyusun hipotesis hipotesis alternattif dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik.
d. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya.
e. Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
2.4 Tokoh-tokoh penganut aliran kognitif (kognitivism)
Banyak tokoh-tokoh yang menganut aliran ini dan akhirnya
mencetuskan teori-teori belajar yang baru. Beberapa tokoh tersebut yaitu;

2.4.1 Gestalt

Psikologi Gestalt dapat dianggap sebagai usaha untuk


mengaplikasikan field theory (teori medan) dari fisika ke problem
psikologi. Secara umum, field (medan) dapat dideskripsikan
sebagai sistem yang saling terkait secara dinamis, di mana setiap
bagiannya saling memengaruhi satu sama lain. Hal penting dalam
suatu medan adalah bahwa tidak ada yang eksis secara terpisah
atau terisolasi. Psikologi Gestalt menggunakan konsep medan ini
di banyak level Gestalten itu sendiri, misalnya, dapat dianggap
sebagai medan-medan kecil lingkungan yang dipersepsi dapat
dianggap sebagai suatu medan dan seseorang dapat dianggap
sebagai sistem yang saling terkait secara dinamis. Psikologi
Gestalt percaya bahwa apa pun yang terjadi pada seseorang akan
memengaruhi segala sesuatu yang lain di dalam diri orang itu.
Misalnya, dunia akan tampak berbeda bagi seseorang yang
jempolnya kejepit pintu atau sakit mencret. Menurut psikologi
Gestalt, penekannya adalah selalu pada totalitas atau keseluruhan,
bukan pada bagian-bagian.

15
Kurt Lewin (1890-1947), salah satu tokoh psikologi Gestalt awal,
mengembangkan teori motivasi berdasarkan teori medan. Lewin
mengatakan bahwa perilaku manusia pada waktu tertentu ditentukan oleh
jumlah total dari fakta psikologis pada waktu tertentu. Menurutnya, fakta
psikologis adalah segala sesuatu yang disadari manusia, seperti rasa
lapar, ingatan masa lalu, memiliki sejumlah uang, berada di tempat
tertentu atau di depan orang lain. Life space (ruang kehidupan) seseorang
adalah jumlah total dari semua fakta psikologis ini. Beberapa fakta ini
akan menimbulkan pengaruh positif pada perilaku seseorang, dan
sebagian lainnya menimbulkan efek negatif. Totalitas dari kejadian itulah
yang akan menentukan perilaku seseorang pada waktu tertentu. Menurut
Lewin, hanya hal-hal yang dialami secara sadar itulah yang akan
memengaruhi perilaku; jadi, agar segala sesuatu yang pernah dialami di
masa lalu.

2.4.2 Jean Piaget

Menurut Jean Piaget, proses belajar sesungguhnya terdiri dari 3


tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).
Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau pengintegrasian informasi
baru ke struktur kognitif yang telah ada ke dalam benak siswa.
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif pada situasi yang baru.
Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Misalnya seorang siswa telah memiliki pengetahuan tentang
baik dan buruk. Kemudian gurunya memberi pelajaran baru tentang
perbuatan baik dan buruk menurut Pancasila. Maka proses penyesuaian
materi baru terhadap materi pengetahuan yang sudah dimiliki siswa itu
disebut asimilasi.

Jika proses ini dibalik, yaitu pengetahuan si mahasiswa


disesuaikan dengan materi baru, maka proses ini disebut sebagai
akomodasi. Selama proses asimilasi dan akomodasi berlangsung,
diyakini ada perubahan struktur kognitif dalam diri siswa. Proses
perubahan ini suatu saat berhenti. Untuk mencapai saat berhenti

16
dibutuhkan proses equilibrasi (penyeimbangan). Jika proses equilibrasi
ini berhasil dengan baik, maka terbentuklah struktur kognitif yang baru
dalam diri siswa berupa penyatuan yang harmonis antara pengetahuan
lama dengan pengetahuan baru.

Seseorang yang mempunyai kemampuan equilibrasi yang baik


akan mampu menata berbagai informasi ke dalam urutan yang baik,
jernih, dan logis. Sedangkanseseorang yang tidak memiliki kemampuan
equilibrasi yang baik akan cenderung memiliki alur fikir yang ruwet,
tidak logis, dan berbelit-belit.

Di samping itu, Piaget berpandangan bahwa proses belajar harus


disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa.
Dalam hal ini Piaget membagi menjadi 4 tahap, yaitu :

1. Tahap sensori motor (0 tahun sampai 1,5 tahun atau 2 tahun)

Pada tahap ini tingkah laku inteligen individu dalam bentuk


aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak belum
mempunyai konsep tentang objek secara tetap, namun hanya
mengetahui hal-hal yang ditangkap melalui inderanya.

2. Tahap praoperasional (2 atau 3 tahun sampai 7 atau 8 tahun)

Pada tahap ini reaksi anak terhadap stimulus sudah berupa


aktivitas internal. Anak telah memiliki penguasaan bahasa yang
sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan dalam mental.
Anak sudah mampu menirukan tingkah laku yang dilihatnya sehari atau
sehari sebelumnya, serta dapat mengadakan antisipasi. Akan tetapi pada
masa ini pola berfikir anak masih egosentrik, cara berfikirnya memusat
(hanya mampu memusatkan pikiran pada 1 dimensi saja), dan
berfikirnya tidak dapat dibalik.

3. Stadium Operasional Kongkrit (7 atau 8 tahun sampai 12 atau 14 tahun)

Cara berfikir egosentris semakin berkurang dan anak sudah


mampu berfikir multi dimensi dalam waktu seketika dan mampu

17
menghubungkan beberapa dimensi itu. Di samping itu, anak sudah
mampu memperhatikan aspek dinamis dalam berfikir, dan mampu
berfikir secara reversible (dapat dibalik).

4. Stadium Operasional Formal

Cara berfikir seseorang tidak terikat, sudah terlepas dari tempat


dan waktu. Bila dihadapkan pada masalah seseorang sudah mampu
memikirkan secara teoritik dan menganalisa dengan penyelesaian
hipotetis yang mungkin ada. Disamping itu, individu juga sudah mampu
melakukan matriks kombinasi atas berbagai kemungkinan pemecahan
masalah dan kemudian melakukan pengujian hipotesis atas
kemungkinan-kemungkinan jawaban tersebut.

Implikasi pandangan Piaget dalam praktek pembelajaran adalah


bahwa guru hendaknya menyesuaikan proses pembelajaran yang
dilakukan dengan tahapan-tahapan kognitif yang dimiliki anak didik.
Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan
kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan kesulitan dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Misalnya mengajarkan
konsep-konsep abstrak tentang Pancasila kepada siswa kelas dua SD,
tanpa ada usaha untuk mengkongkretkan konsep-konsep tersebut tidak
hanya percuma, akan tetapi justru semakin membingungkan siswa
dalam memahami konsep yang diajarkan.

Secara umum, pengaplikasian teori Piaget biasanya mengikuti pola


sebagai berikut :

a. Menentukan tujuan-tujuan instruksional


b. Memilih materi pelajaran
c. Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh
siswa
d. Menentukan dan merancang kegiatan kegiatan belajar yang cocok
untuk topik-topik yang akan dipelajari siswa.(Kegiatan belajar ini

18
biasanya berbentuk eksperimentasi, problem solving, role play, dan
sebagainya)
b. Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas
siswa untuk berdiskusi maupun bertanya
c. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
2.4.3 Edward Chache Tolman

Teori Tolman disebut sebagai purposive behaviorism


(behaviorisme purposif) sebab ia berusaha menjelaskan perilaku yang
diarahkan untuk mendapatkan tujuan, atau purposive behavior (perilaku
purposif atau bertujuan). Perlu ditekankan bahwa Tolman menggunakan
istilah purposive sebagai deskripsi saja. Dia mencatat, misalnya, bahwa
perilaku pencarian yang dilakukan seekor tikus dalam jalur teka teki akan
terus dilakukan sampai makanan ditemukan jadi perilakunya tampak
seolah-olah memiliki tujuan atau purposi. Menurutseiama stimulus
dimuncuikan oleh kehutuhkan. Menurut Toiman, perilaku tampak seoiah-
olah memiiiki tujuan selama organisme mencari sesuatu di dalam
lingkungam. Dalam kedua kasus itu, perilaku tampak memiiiki tujuan.

Toiman (1932) mengatakan,Perlu ditekankan bahwa tujuan dan


kognisi dalam perilaku adalah sepenuhnya objektif dalam deñnisinya.
Mereka didefinisikan oleh karakter dan hubungan yang kita amati dalam
perilaku. Kita, sebagai pengamat, melihat perilaku tikus, kucing, atau
orang, dan mencatat ciri` ciri perilaku mereka dalam mencari sesuatu dan
menggunakan sesuatu serta dalam memilih pola tertentu. Kita, sebagai
pengamat netral, adalah pihak yang mencatat karakter objektif dalam
perilaku ini dan kita memilih istilah purpose dan cognition sebagai istilah
generik untuk karakter-karakter itu.

Innis (1999) memperkuat klaim Tolman bahwa karakter tindakan


yang akan terus dilakukan sampai mencapai sesuatu, yang dapat dilihat
secara langsung, dideñnisikan sebagai purposif. Pemilihan rute, atau cara,
untuk mendapatkan (atau menjauhi) suatu tujuan juga dapat diamati
secara langsung. Perubahan perilaku jika situasi diubah juga dapat

19
diamati secara langsung. Dalam observasi ini, kita memiliki pengukuran
objektif atas kognisi hewan.

Walaupun Tolman menggunakan istilah itu dalam teorinya secara


lebih bebas ketimbang behavioris, namun dia tetaplah seorang behavioris,
dan objektif. Seperti yang akan kita lihat nanti, Tolman mengembangkan
teori belajar kognitif, tetapi dalam analisis final, dia membahas apa yang
selalu dikaji behavioris-stimuli yang dapat diamati dan respons nyata.
Tolman (1932) mengatakan, “Menurut Behaviorisme Purposif, perilaku
adalah bertujuan, kognitif, dan molar, namun ini tetaplah behaviorisme.
Stimuli dan respons dan penentu-perilaku dari respons adalah hal-hal
yang akan diteliti”

2.4.4 Albert Bandura


Slavin (1994), mengemukakan bahwa teori belajar sosial
merupakan cabang dari teori belajar tingkah laku, dikembangkan oleh
Albert Bandura. Teori Belajar Sosial ini umumnya menerima sebagian
besar prinsip prinsip teori belajar tingkah laku, namun teori ini lebih
memusatkan pada pengaruh signal (cues) pada tingkah laku dan pada
proses mental internal, menekankan pengaruh pikiran pada tindakan dan
pengaruh tindakan terhadap pikiran. Bandura (dalam Slavin 1994)
mengkritik Skinner, karena Skinner mengabaikan modeling, yaitu
peniruan tingkah laku orang lain dan pengalaman vicarius yaitu belajar
dari kegagalan atau sukses orang lain secara tidak langsung. Bandura
merasa bahwa yang dipelajari seseorang bukan dibentuk oleh
konsekwensinya, tetapi karena dipelajari langsung dari model. Contoh
guru olah raga mendemonstrasikan melompat jangkit dan siswa
menirukannya. Bandura mengemukakan bahwa belajar observasional
baik langsung maupun tidak langsung melalui empat phase, yaitu
menaruh perhatian, mengingat tingkah laku model, memproduksi tingkah
laku, dan akhirnya termotivasi untuk mengulangi tingkah laku itu.

Penggunaan secara efektif` prinsip modelingnya Bandura dapat


meningkatkan prestasi belajar. Dalam satu penelitian tentang guru yang

20
diajar dengan prinsip- prinsip modelnya Bandura seperti meminta
perhatian, mendeskripsikan setiap tindakan selagi mengerjakannya,
bantuan mengingat-ingat dan membantu mengevaluasi kinerja mereka
sendiri membuat mereka lebih berhasil dalam mengajarkan suatu
konsep'kepada anak umur lima tahun dibandingkan dengan guru yang
tidak diajar prinsip-prinsip itu. Dalam Vicarious Learning, seseorang
belajar melalui mengobservasi secara tidak langsung terhadap
diganjamya atau dihukUmnya tingkah laku yang diperbuat orang lain. Di
sekolah, Vicarious Learning ini sering sekali dilakukan guru. Jika guru
melihat seorang muridnya jalan kesana kemari sementara siswa lain
mengerjakan tugas, maka guru mencari seorang siswa yang mengerjakan
tugas dengan baik dan kemudian memberinya pengujian. Dengan cara
demikian diharapkan siswa yang lain, termasuk siswa yang tidak disiplin
tadi dapat meniru cara belajar siswa yang memperoleh pujian tadi. '

Self Regulator (mengatur diri sendiri) adalah cara belajar


lainnya yang dikemukakan oleh Bandura. Bandura mengemukakan
bahwa orang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku sendiri,
menilainya sesuai ukuran yang ditetapkan sendiri, dan memberi
penguatan atau menghukumnya sendiri. Kita sering mengalami hal
seperti itu. Kita ingin dapat nilai 100 dalam ujian, tetapi kita menjadi
kecewa manakala hanya dapat 70 saja.

21
BAB III
PENUTUP

3,1 Kesimpulan

Teori belajar menurut psikolog ada 4 yaitu teori koneksionisme, teori


classical conditioning, teori belajar operant conditioning, dan teori belajar
sosial. Teori koneksionisme dikumukakan oleh Thordike pada tahun 1913
yang memiliki arti cara belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya
berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Teori belajar classical
conditioning dikemukakan oleh Pavlov dan kawan-kawannya pada tahun
1800an-1900an bahwa belajar itu perlu adanya kondisi yang dibantu oleh
rangsangan/pancingan. Teori belajar operant conditioning dikemukakan oleh
Skinner bahwa dalam perubahan tingkah laku tergantung pada
konsekuensinya, konsekuesinya menyenangkan maka menguatkan tingkah
laku dan sebaliknya. Teori belajar sosial dikemukakan oleh Bandura bahwa
teori ini adalah cabang dari teori tingkah laku melalui modeling langsung
maupun tidak danregulasi diri sendiri.

Psikologi Kognitif menyatakan bahwa belajar adalah perubahan proses


mental internal yang, menyediakan kapasitas bagi terwujudnya perubahan
tingkah laku, terdapat 4 hal penting dalah psikolog kognitif yaitu scehmata,
pendekatan, konsep tetang otak dan konsep tentang pemrosesan informasi.

3.2 Saran

Agar para pembaca membaca dengan seksama sehingga pembaca


mengerti akan isi makalah yang kami tulis sehingga informasi yang
didapatkan bisa dijadikan panduan kedepannya maupun menambah wawasan
para pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai