Anda di halaman 1dari 17

ALIRAN FILSAFAT KOGNITIVISME

Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Keilmuan
Yang diampu oleh Dr. Fikri Aulia, M.Pd

Oleh:
Alda Rizqy Amalia (230121806892)
Nabilah Nur Rahmah Rais (230121800044)
Prilly Laztika Manuputty (230121810883)
Siti Nurhidayah (200121401289)
Vania Mitzi Dinata (230121800025)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
OKTOBER 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II TOPIK BAHASAN.............................................................................................................. 5
2.1 Definisi Teori Kognitivisme.................................................................................................... 5
2.2 Tokoh-tokoh kognitivisme.......................................................................................................6
2.3 Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran.............................................................................. 11
2.4 Implikasi Filsafat Kognitivisme Pada Pendidikan................................................................ 12
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Kognitivisme.................................................... 13
BAB III PENUTUP......................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemahaman tentang pikiran manusia, pengetahuan, dan proses kognitif telah
menjadi subjek perdebatan filosofis selama berabad-abad. Filsafat selalu berusaha untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang sifat pikiran manusia.
Namun, pada pertengahan abad ke-20, terjadi perubahan paradigma yang signifikan
dalam pendekatan terhadap pemahaman tentang pikiran dan kognisi manusia. Cognitive
berasal dari kata “cognition” yang sama dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam
arti yang luas cognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan
(Muhibbbin, 2005). Revolusi kognitif yang terjadi pada saat itu, yang dipimpin oleh
perkembangan ilmu kognitif dan teknologi komputer, mengubah cara kita melihat pikiran
dan proses kognitif. Ini membawa munculnya aliran filsafat yang dikenal sebagai
"kognitivisme," yang memadukan filsafat dengan penemuan dan teori ilmu kognitif.
Filsafat kognitivisme mengemukakan bahwa pikiran manusia dapat dipahami
sebagai suatu bentuk pemrosesan informasi yang mirip dengan komputer. Ini menggagas
bahwa manusia dapat memahami proses kognitif melalui konsep representasi mental, aliran
informasi, dan pemrosesan data yang mirip dengan komputer. Dalam filsafat kognitivisme,
pikiran dianggap sebagai hasil dari proses kognitif yang kompleks dan sistematis, bukan
sebagai entitas abstrak yang terisolasi. Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar
behavioristik, teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya (Baharuddin & Wahyuni, 2012).
Pendekatan ini telah menghasilkan berbagai teori tentang representasi mental,
persepsi, bahasa, dan kesadaran, yang telah memberikan wawasan mendalam tentang cara
manusia memahami dunia dan berinteraksi dengan lingkungannya. Filsafat ilmu
kognitivisme bukan hanya tentang pemahaman konsep-konsep psikologis dan ilmiah, tetapi
juga tentang bagaimana cara memandang diri sendiri sebagai makhluk berpikir.
Pada materi ini akan membahas tentang konsep, teori dari tokoh, implikasi serta
kelebihan dan kekurangan dari filsafat ilmu kognitivisme. Dengan demikian, makalah ini
bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pernikahan antara
filsafat dan ilmu kognitif yang telah mengubah paradigma kita dalam memahami pikiran
dan kognisi manusia.

3
1.2 Rumusan Masalah
Dalam konteks pembahasan tentang filsafat kognitivisme, beberapa pertanyaan yang
menjadi fokus utama dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana awal mula munculnya filsafat kognitivisme serta perkembangannya?
2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori kognitivisme?
3. Apa pengertian teori kognitivisme dalam pembelajaran?
4. Bagaimana implementasi dari filsafat kognitivisme terutama dalam bidang
pendidikan?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari filsafat kognitivisme?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan tentang awal mula dan perkembangan dari filsafat kognitivisme.
2. Mengetahui tokoh-tokoh kognitivisme.
3. Mengetahui teori kognitivisme dalam pembelajaran.
4. Menjelaskan isi dan implementasi dari filsafat kognitivisme terutama dalam bidang
pendidikan.
5. Menyebutkan kelebihan dan kekurangan dari filsafat kognitivisme.

4
BAB II
TOPIK BAHASAN

2.1 Definisi Teori Kognitivisme


Cognitive berasal dari kata “cognition” yang sama dengan “knowing” yang berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas cognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan
pengetahuan (Muhibbbin, 2005, p. 65). Teori belajar kognitif memandang proses belajar
sebagai penyesuaian dalam pemahaman dunia luar dengan berfokus pada perubahan dalam
proses mental internal. Proses ini digunakan dalam berbagai konteks, dari pemahaman
tugas yang sederhana hingga yang lebih kompleks. Dalam kerangka teori ini, penekanan
diberikan pada evaluasi proses pembelajaran daripada hanya menilai hasil akhir sesuai
pendapat Gredler dalam (Uno, 2006, p. 10) menyatakan bahwa teori belajar kognitif
menitikberatkan proses pembelajaran lebih dari hasil akhirnya, dan memandang bahwa
belajar tidak terbatas pada hubungan stimulus-respons semata. Lebih lanjut, pendekatan
ini mengakui bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang sangat rumit, yang
menjadikan pandangan mereka berbeda dari sekadar menghubungkan stimulus dengan
respons. (Saam, 2010, p. 59) menyatakan bahwa teori kognitif menekankan bahwa
peristiwa belajar merupakan proses internal atau mental manusia. Teori kognitif
menyatakan bahwa tingkah laku manusia yang tampak tidak bisa diukur dan diterangkan
tanpa melibatkan proses mental yang lain seperti motivasi, sikap, minat, dan kemauan.
Filsafat ilmu kognitivisme muncul sebagai hasil dari perkembangan ilmu kognitif
pada abad ke-20. Pada awal abad tersebut, psikologi behavioristik, yang lebih fokus pada
perilaku yang dapat diamati, mendominasi bidang psikologi. Namun, pada tahun 1950-an
dan 1960-an, muncul revolusi kognitif dalam psikologi yang menekankan pentingnya
pemrosesan informasi dalam pikiran manusia. Sebagai tanggapan terhadap dominasi
behaviorisme, muncul aliran-aliran dalam filsafat seperti fungsionalisme, komputasional
isme, dan representasionalisme. Aliran-aliran ini menyoroti peran pemrosesan informasi,
representasi mental, dan komputasi dalam pemahaman proses kognitif manusia. Salah satu
alasan munculnya teori belajar kognitif adalah ketidakpuasan beberapa ahli terhadap
penemuan-penemuan yang telah diajukan oleh teori Behavior, yang lebih fokus pada
aspek hubungan antara stimulus, respons, dan penguatan (reinforcement). Hal ini
menciptakan dasar untuk pengembangan filsafat ilmu kognitivisme.

5
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya (Baharuddin &
Wahyuni, 2012, p. 87). Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar
behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon,
model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari situasi saling
berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi atau materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang
kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang
melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif
dan berbekas (Given, 2014, p. 188). Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar
memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili objek- objek
itu direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali ke negerinya sendiri.

2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Kognitivisme


Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Piaget, Bruner, dan Ausubel, Robert M. Gagne.
● Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah
mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas
beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i)

6
anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya;
(ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi
itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir,
sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut
Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, artinya
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem saraf.
Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel sarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976). Sehingga ketika dewasa seseorang akan
mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget membagi proses
belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a) Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
Contoh: seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian
(informasi baru yang akan dipahami anak).
b) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa telah
mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c) Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah

7
ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan
roses penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan
tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan kolaborasi
yang baik akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang
baik, jernih, dan logis.
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan
dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak =
schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan
menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya. Proses belajar harus disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam
empat tahap, yaitu :
1) Tahap Sensori-Motor (Anak usia lahir – 2 tahun)
Selama perkembangan dalam periode sensori –motor yang berlangsung sejak
lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak masih dalam bentuk primitif
dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan berkesan
tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar
yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang
akan dimiliki anak tersebut.Pada tahap sensori-motor ini juga perkembangan anak di
konstruk atau dibangun berdasarkan adanya interaksi antara lingkungan dengan anak
melalui indra maupun fisik anak. Jadi untuk memahami lingkungan sekitar, anak 0-2
tahun menggunakan indra maupun fisiknya (gerak).
2) Tahap Praoperasional (Anak usia 2 – 7 tahun)
Pada tahap ini anak - anak mulai menggunakan simbolisme dan bahasa untuk
merepresentasikan objek dan peristiwa. Anak bisa memecahkan masalah dengan cara
logis, namun mereka belum bisa berpikir secara abstrak.
3) Tahap Konkret-Operasional (Anak usia 7-11 tahun )
Pada tahap ini anak - anak memiliki perkembangan pemikiran yang
terorganisir dan rasional. Pada tahapan ini, anak cukup dewasa untuk menggunakan
pemikiran logis, tapi hanya bisa menerapkan logika pada objek fisik, mereka
kesulitan dalam berpikir abstrak.

8
4) Tahap Formal-Operasional (anak usia 12 tahun keatas)
Pada tahap ini, remaja dan dewasa mampu berpikir secara abstrak, membuat
hipotesis, dan memecahkan masalah kompleks dan juga dapat memahami konsep
moralitas dan etika dengan lebih baik.
Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur
dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Karena itu guru seharusnya memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya, serta memberikan isi, metode, media
pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Piaget juga mengemukakan
bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang
dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap
lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif
anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan
tahapannya.
● Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jerome Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Bruner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif
(Hilgard dan Bower, 1981)
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak
mencapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum
spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif
mereka, artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses
intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan
kata lain, belajar dengan menemukan.

9
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk
konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili )
aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan
cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari
contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut Bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:
1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan
observasi, pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik: siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3. Simbolik: siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning), yaitu:
1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk
menemukan jawabannya.
2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan
mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
● Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausubel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mensimulasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaningful learning).
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.
Meaningfull learning adalah suatu proses dikaitkannya Menurut Ausubel siswa
akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang
akan dipelajari oleh siswa.
Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.

10
2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari.
3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan
demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan inklusif
yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika berpikir yang
baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan
yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah
dipahami.
● Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut Gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam
otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian
diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak
manusia :
a) Reseptor
b) Sensory register
c) Short-term memory
d) Long-term memory
e) Response generator
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitif adalah teori pemrosesan
informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang
sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak
manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Reseptor (Alat Indera): menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya
menjadi rangsangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan
kemudian diteruskan.
2. Sensory Register (Penampungan Kesan-Kesan Sensoris): yang terdapat pada saraf
pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga
terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke
dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam sistem.
3. Short Term Memory (Memori Jangka Pendek): menampung hasil pengolahan
perseptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan

11
maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja,
kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam
memori ini dapat ditransformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan
ke memori jangka panjang.
4. Long Term Memory (Memori Jangka Panjang): menampung hasil pengolahan yang
ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang,
bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
5. Response Generator (Pencipta Respon): menampung informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

2.3 Teori Kognitivisme dalam Belajar Pembelajaran


Menurut (Nurhadi, 2020) Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka,
memberikan beberapa gambaran tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung
proses pembelajaran di dalam kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi
bekal persiapan profesionalitas para guru. Berdasarkan penelitian Jerome S. Bruner,
menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembelajaran sangatlah
minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini,
hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas
tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan
sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di
masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak
menyentuh aspek sosial dari murid.
Kita menyadari bahwa setiap pembelajaran pada dewasa ini harus menyangkut
berbagai aspek seperti praktek kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan-pengetahuan kebudayaan masyarakat
yang ada di setiap kehidupan siswa. oleh sebab itu, perlunya adanya pembahasan dan
penjelasan yang lebih konkret terhadap teori belajar dan pembelajaran. Kognitivisme
dalam pemahaman belajar dan pembelajaran hadir sebagai penjelasan bahwa belajar yang
dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada teori
ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum dapat
berfikir secara abstrak (Nurhadi, 2018). Kita tidak bisa lepas terhadap konsep belajar

12
dimana hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses
asimilasi dan akomodasi (Nurhadi, 2020).
Menurut Chaplin (Syah, 2009) proses adalah any change in any object or
organism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah perubahan
khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan).
Kemudian proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif).
perlunya hubungan yang mendasar dalam proses belajar dan pembelajaran memberikan
pengaruh yang besar. jika melihat dalam pendidikan Indonesia, pembelajarannya pada
umumnya lebih cenderung cognitive oriented (berorientasi pada intelektual atau kognisi).
Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual tetapi miskin moral
kepribadian. Mestinya proses pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara
peran kognisi dengan peran afeksi (perasaan dan emosi yang lunak), sehingga lulusan
pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang. Dalam
kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik
minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual pada diri
siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa. Teori psikologi kognitif adalah merupakan bagian terpenting dari sains kognitif
yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi
pendidikan (Pahliwandari, 2016)

2.4 Implikasi Filsafat Kognitivisme Pada Pendidikan


Willingham (dalam Danim dan Khairil : 2010 : 39) menyatakan bahwa Hubungan
psikologi kognitif untuk kepentingan pembelajaran di kelas adalah seperti hubungan
kognitif untuk kepentingan fisika untuk keperluan pembangunan di bidang teknik,
semisal jembatan. Memang, pengetahuan tentang pikiran psikologi kognitif yang
diperoleh dari percobaan tidak akan memberitahu guru cara mengajar anak-anak secara
baik. Namun demikian, psikologi kognitif dapat menjelaskan prinsip-prinsip pikiran
siswa beroperasi sebagai pedoman latihan.
Ormrod (2009) menyatakan bahwa Implikasi teori psikologi kognitif dalam proses
pembelajaran adalah

13
1. Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang akan
membantu mereka mengingatnya. Contoh ketika mengenalkan konsep mamalia, minta
siswa untuk memberikan banyak contoh.
2. Bantu siswa mengidentifikasi hal-hal yang paling penting bagi mereka untuk
dipelajari. Contoh berikan pertanyaan kepada siswa yang harus mereka coba jawab
sementara mereka membaca buku teks mereka. Masukkan pertanyaan yang meminta
mereka menerapkan apa yang mereka baca dalam kehidupan mereka sendiri.
3. Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topik-topik yang mereka
pelajari. Ketika mempelajari The Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne, bagilah
siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk membahas kemungkinan alasan Pendeta
Arthur Dimmesdale menolak mengakui bahwa ia adalah ayah bayi Hester Prynne.
4. Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini siswa tentang
dunia. Contoh Ketika mengenalkan kosakata debut kepada siswa-siswi
Meksiko-Amerika, kaitkan dengan quinceanera, sebuah pesta yang memperkenalkan
kepada masyarakat (coming-out party) yang dilakukan banyak keluarga
Meksiko-Amerika untuk anak-anak perempuan mereka yang menginjak usia 15
tahun.
5. Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan pemrosesan kognitif
siswa pada tingkat usia berbeda. Contoh Ketika mengajarkan anak-anak TK
keterampilan hitung dasar, bantulah rentang perhatian mereka yang pendek dengan
memberikan penjelasan verbal yang singkat dan melibatkan anak-anak dalam beragam
aktivitas berhitung aktif dan langsung.
6. Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif berpikir dan
menggunakan mata pelajaran di kelas. Contoh untuk membantu siswa memahami
garis lintang dan garis bujur, minta mereka menelusuri jalur sebuah angin topan
dengan menggunakan koordinat garis lintang dan garis bujur yang diperoleh dari
internet.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Filsafat Kognitivisme


Kelebihan Aliran Filsafat Kognitivisme menurut Nurhadi (2018), yaitu:
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Membantu siswa memahami bahan
belajar dengan mudah

14
b. Mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
c. Pada metode pembelajaran aliran filsafat kognitivisme pendidik hanya perlu
memberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan untuk pengembangan dan
selanjutnya diserahkan kepada peserta didik, dan pendidik hanya perlu memantau dan
menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah diberikan
Kelemahan Aliran Filsafat Kognitivisme menurut Kharisma (2018), yaitu:
a. Lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik dan kemampuan ingatan
masing- masing peserta didik berbeda. Sehingga kelemahan yang terjadi disini adalah
selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang
sama dan tidak dibeda-bedakan.
b. Pada aliran filsafat ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencari, karena pada dasarnya
masing- masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori Kognitivistik berfokus pada perubahan-perubahan yang ada dalam diri kita
yang kemudian kita gunakan untuk beradaptasi atau mengatasi segala sesuatu yang terjadi
diluar sana. Baik itu mulai dari yang sederhana sampai yang paling sulit/kompleks.
Berbeda dengan teori Behavioristik ini lebih berfokus pada hasil akhir ketika terjadi
sebuah perubahan. Berbeda dengan teori Kognitivistik ini yang lebih menitikberatkan
pada sebuah proses-proses yang terjadi dalam suatu perubahan. Teori Kognitivistik
mengatakan juga bahwa dalam proses belajar tidak hanya terdiri dari dua faktor yakni
stimulus dan respon melainkan juga pada tingkah laku manusia yang berhubungan dengan
pemahamannya mengenai situasi yang saling berhubungan dengan konteks
pembelajarannya. teori ini menekankan bahwa suatu proses belajar itu berasal dari dalam
diri kita atau proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengelolaan informasi,
emosi dan hal-hal yang mencakup kejiwaan lainnya. Teori ini juga sangat berhubungan
dengan dunia luar yang membuat kita belajar atau berinteraksi untuk memperoleh sebuah
perubahan yang kemudian menjadi bentuk pengetahuan yang bersifat relatif dan berbekas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta.


Baharuddin, & Wahyuni, E. N. 2012. Teori Belajar & Pembelajaran. Ar Ruzz
Media. Danim, S., & Khairil. 2010. Profesi Kependidikan. Alfabeta.
Given, K. B. 2014. Brain-Based Teaching. Merancang kegiatan belajar mengajar
yang melibatkan Otak, Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetik, dan Reflektif. Kaifa.
Muhibbbin, S. 2005. Psikologi Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan PAI di
Sekolah. PT. Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. 2018. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau Pekanbaru.
Nurhadi. 2020. Teori kognitivisme serta aplikasinya dalam pembelajaran. 2, 77–95.
Pahliwandari, R. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif Dalam
Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan Olahraga, 5(2),
154–164.
Saam, Z. 2010. Psikologi Pendidikan. UR Press.
Syah, M. 2009. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. PT Remaja
Rosdakarya. Uno, H. B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. PT Bumi
AKsara.
Wisman, Y. 2020. Teori Belajar Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses
Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang, 11(1), 209–215.
https://doi.org/10.37304/jikt.v11i1.88

17

Anda mungkin juga menyukai