Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM DENGAN

LANDASAN PSIKOLOGIS

Dosen Pengampu : Heny Wulandari,M.Pd.i

Disusun Oleh :

ADELLA RAHMA LINA (2011070176) WINDA ZAHRA (2011070165)

ASTIKA YUNI DAHLIA(2011070175) REGITA ANGGRAENI PUTRI (20110702630)

ELSA NABILA PUTRI (20110700430) JESICA ADELIA (2011070063)

PUTRI ERIKA (2011070193) WINDA ZAHRA (2011070165)

SEFTRIANA HARYANI (2011070261) TRI MURTI WAHYU NINGSIH (2011070161)

KELAS B

KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN


LAMPUNG
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan
dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar
kita tidak merasa kesulitan. Tujuan penyusunan makalah ini yaitu memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Rumusan meteri ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlacarkan pembuatan Makalah ini.Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontrubusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu,kami menyadri sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun bahasa.oleh karna itu dengan senang hati kami
menerima kritik dan saran.

Bandar Lampung,3 September 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................... 3

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................... 4

BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Landasan Psikologi………………………………………………………………..5/6


B. Unsur-Unsur ladasan……………………………………………………………………..6/10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya landasan dalam pengembangannya. Landasan
pengembangan kurikulum diantaranya, landasan fisiologis, landasan psikologis,
landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis pengembangan kurikulum.
Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan
psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.

Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini
kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk
mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh
pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan
asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum
?
2. Bagaimana konsep landasan psikologis dan unsur – unsur yang berpengaruh
dalam pengembangan kurikulum ?

C. Tujuan

1. Memahami landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum.


2. Memahami konsep landasan psikologis dan unsur – unsur yang berpengaruh
dalam pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Landasan Psikologis

Pada hakikatnya, konsep pengembangan kurikulum harus mengacu pada


berbagai aspek. Pengembangan tidak semata hanya mengembangkan sesuatu hal tanpa
ada pokok – pokok dasar dan acuan yang jelas.Seller berpendapat bahwa, orientasi
pengembangan kurikulum mencangkup pada enam aspek, yaitu (1) tujuan pendidikan
yang menyangkup arah kegiatan pendidikan, (2) Pandangan tentang anak, (3)
Pandangan tentang proses pembelajaran, (4) Pandangan tentang lingkungan, (5)
Konsepsi peranan guru, dan (6) Evaluasi belajar.1
Dapat kita pahami bahwa pengembangan kurikulum dilaksanakan atas
keadaan dan realitas di lapangan. Kegiatan pengembangan harus difokuskan kepada
kebutuhan peserta didik, dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dalam
menempuh kurikulum yang telah dibentuk. Karena, potensi dan kemampuan setiap
peserta didik berbeda. Apabila proses pengembangan kurikulum tidak didasarkan pada
peserta didik, maka tujuan pembelajaran akan sulit untuk dicapai.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya landasan – landasan dan acuan – acuan yang
perlu diperhatikan sebagai pemberi arah dan tujuan dalam proses pengembangan
kurikulum. Secara teoritis, terdapat empat asas yang mendasari proses pengembangan
kurikulum, yaitu (1) landasan fisiologis, (2) landasan psikologis, (3) landasan
sosiologis dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2 Pada makalah ini,
pembahasan materi akan difokuskan kepada landasan psikologis.
Psikologi sebagai sebuah ilmu yang menjelaskan kepribadian manusia
memberikan kontribusi terhadap pengembangan kurikulum. Menurut MeggiIng
(1978) terdapat dua kontribusi psikologi dalam pengembangan kurikulum.Pertama,
model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan.
Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diaplikasikan dalam penelitian
pendidikan.3
Beberapa hal terkait pengembangan model pembelajaran, metode pembelajaran
dan mata pelajaran yang ditempuh seringkali muncul karena kurangnya informasi –
informasi yang berkaitan dengan sisi psikologis peserta didik. Maka, peran psikologis
sebagai sebuah disiplin ilmu yakni memberikan informasi – informasi tambahan
kepada guru dan pihak – pihak terkait dalam pengembangan kurikulum berdasarkan
teori – teori yang terdapat di dalamnya, dan berorientasi pada sisi kepribadian peserta
didik.
Dalam perspektif psikologis, peserta didik memiliki karakter – karakter yang
unik. Karakter ini berbeda dari satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut terdapat
pada minat, bakat dan masa perkembangan yang dialami oleh seorang peserta didik.
Pemahaman tentang peserta didik harus menjadi fokus utama bagi seorang
1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm. 33.
2
2 Ibid, hlm. 36.
3
Abdullah idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Ar Ruzz

Media, 2010), hlm. 79.


pengembang kurikulum. Apabila pengembang tidak memahaminya dengan baik,
maka akan menimbulkan berbagai macam masalah kependidikan, dan tentunya tujuan
pendidikan yang ingin dicapai akan terhambat.
Di dalam mengambil keputusan tentang pengembangan kurikulum,
pengetahuan tentang psikologi peserta didik sangat dibutuhkan. Hal ini terkait dengan
perkembangan psikologis dan model belajar peserta didik. Berikut hal – hal penting
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum :

1. Seleksi dan organisasi bahan – bahan pelajaran,


2. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang paling serasi dan efisien,
3. Merencanakan kondisi belajar yang optimal sehingga tujuan pembelajaran akan
cepat tercapai.4

B. Unsur – Unsur Landasan Psikologis

Di dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya ada dua disiplin ilmu


psikologi yang bisa digunakan oleh seorang pengembang kurikulum ; (1) Psikologi
Perkembangan, dan (2) Psikologi Belajar. Psikologi perkembangan meninjau peserta
didik dari aspek perkembangan fisiknya, dan psikologi belajar meninjau perkembangan
peserta didik dari model – model dan caranya dalam belajar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Print (1993) bahwa kontribusi psikologi dalam
kurikulum signifikan dan berkembang. Sebab, psikologi memberikan gambaran terkait
deskripsi, keterangan, prediksi dan investigasi tingkah laku manusia. Dan menurut
Berliner (1993) bahwa psikologi telah memberikan perspektif berdasarkan pada temuan
riset ilmiah tentang pengetahuan bagaimana berpikir dan belajar saling berkaitan.5
Berikut akan dijelaskan mengenai psikologi perkembangan dan psikologi belajar
yang terkait dengan pengembangan kurikulum :

1. Psikologi Perkembangan

Peserta Didik Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam proses
pengembangan kurikulum adalah perkembangan peserta didik. Pentingnya pemahaman
terhadap peserta didik setidaknya didasarkan pada dua alasan. Pertama, setiap anak didik
memiliki tahapan dan perkembangan tertentu. Kedua, anak didik yang sedang
berkembang merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan hidup mereka. Ketiga, pemahaman akan perkembangan anak akan
memudahkan dalam melaksanakan tugas – tugas pendidikan.6
Perkembangan diartikan sebagai serangkaian proses dan perubahan progresif
yang terjadi sebagai akibat kematangan dan pengalaman Perkembangan tidak bisa
disamakan dengan pertumbuhan. Perkembangan cenderung kepada hal – hal yang
bersifat kepribadian seperti sikap, kematangan berpikir dan sebagainya. Sedangkan
pertumbuhan terkait pada fisik manusia. Seorang pakar psikologi, Robert J. Harvighust
(1961) membagi perkembangan manusia ke dalam enam tahapan. Di setiap tahapan
perkembangan, manusia memiliki permasalahan – permasalahan yang harus
4
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta : Teras, 2009), hlm. 30.

5
Mohammad Ansyar, Kurikulum ; Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan,

(Jakarta : Kencana, 2015), hlm. 173.

6
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm. 48.
diselesaikan. Dan upaya untuk mengatasi masalah – masalah tersebut disebutnya
sebagai development tasks. Berikut tahapan – tahapan perkembangan manusia menurut
Robert J. Harvighust (1961) :

a. Masa Kanak – kanak


Periode perkembangan pada tahapan ini berlangsung sejak umur 2 tahun sampai
12 tahun. Pada tahapan ini, anak – anak cenderung akan mulai mengalami penurunan
masa pertumbuhan fisik, dan mulai mengenal pola – pola permainan dan keterampilan.
Menurut J. Pikunas (1976), “play enhances self – teaching as the child often
attempts to organize and master, to think and to plan, through the medium of playing it
out. Sejalan dengan hal itu, Piaget8 juga mengemukakan bahwa bermain adalah proses
asimilasi antara kenyataan dengan diri anak. Dalam proses bermain, anak merespons
dengan apa yang telah diketahuinya dan apa yang dianggap baru olehnya. 7
Tugas – tugas perkembangan tahap anak – anak menurut Havighurst (1972)
adalah (1) mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan umum, (2)
membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai makhluk yang sedang
tumbuh, (3) belajar menyesuaikan diri dengan teman – teman sebaya, (4) mulai
mengembangkan peran sosial atau wanita, (5) mengembangkan keterampilan dasar
untuk membaca, menulis dan berhitung, (6) mengembangkan pengertian – pengertian
yang diperlukan dalam kehidupan sehari – hari, (7) mengembangkan kebebasan pribadi,
dan (8) mengembangkan sikap terhadap kelompok – kelompok sosial.

b. Masa Remaja
Masa remaja berlangsung mulai usia 12 – 18 tahun. Pada umumnya, pada usia
ini anak mulai mengalami pubertas, yakni perubahan fisik dan perangai yang sudah
mulai terbentuk dan akan mencapai puncaknya pada usia dewasa.
Tugas – tugas perkembangan menurut Havighurst adalah (1) mencapai
hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, (2) mencapai peran sosial
sebagai pria atau wanita, (3) menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya
secara efektif, (4) mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab, (5)
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang – orang dewasa, (6)
mempersiapkan karier ekonomi, (7) mempersiapkan perkawinan dan membentuk
keluarga, (8) memperoleh peringkat nilai dan sistem etika sebagai dasar perilaku dalam
mengembangkan ideology.10
c. Masa Dewasa
Masa dewasa berlangsung mulai umur 18 tahun sampai 40 tahun. Beberapa
tugas perkembangan pada masa dewasa, yakni (1) mulai bekerja, (2) memilih pasangan
untuk berumah tangga, (3) belajar hidup bersama tunangan, (4) mulai membina
keluarga, (5) mengasuh anak, (6) mengelola rumah tangga, (7) mengambil tanggung
jawab sebagai warga negara, dan (8) mencari kelompok yang menyenangkan. d. Masa
Tua Pada tahap ini, Havighurst membagi perkembangan ke dalam dua fase, yakni fase
usia pertengahan (40 – 60 tahun), dan fase lanjut usia (60 tahun ke atas). Menurutnya,
pada setiap fase manusia masih memiliki tanggung jawab untuk mencapai suatu
perkembangan dalam hidup. Berikut penjelasannya :

1) Usia Pertengahan, memiliki tanggung jawab perkembangan sebagai berikut :

 Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga negara dewasa.

7
Ibid, hlm. 28.
 Membantu anak – anak dan remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab.
 Mengembangkan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat untuk mengisi waktu luang.
 Menghubungkan diri dengan pasangan hidup sebagai individu.
 Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan fisiologi yang
berlangsung
 Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier pekerjaan.

2) Usia Lanjut, memiliki tanggung jawab perkembangan sebagai berikut:

 Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan.


 Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga.)
 Menyesuaikan dengan kematian pasangan hidupnya.
 Membentuk hubungan dengan orang – orang seusianya.
 Mengatur kehidupan fisik yang memuaskan
 Menyesuaikan diri dengan peran sosial

2. Psikologi Belajar Peserta Didik

Di dalam proses pengembangan kurikulum pendidikan, selain


memperhatikan faktor perkembangan fisik peserta didik juga harus
memperhatikan gaya dan model belajar yang dimiliki oleh mereka.

Satu orang dengan yang lain pasti memiliki karakter yang berbeda – beda,
ada yang belajar menggunakan metode audio, visual maupun audiovisual. Oleh
karena itu, pembentukan dan pengembangan kurikulum juga harus
memperhatikan faktor – faktor yang berkaitan dengan metode belajar peserta
didik. Maka, untuk memetakan kondisi – kondisi belajar peserta didik, terdapat
beberapa teori belajar yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan kondisi
belajar peserta didik, sebagai berikut :

a. Teori Behaviorisme

Teori ini lahir pada abad ke – 1911 yang dipelopori oleh B. F.


Skinner dan didasarkan pada karya – karya dari Pavlov, Thorndike, Hull
dan Spence. Behaviorisme pada hakikatnya adalah sebuah teori yang
mengfokuskan kajian pada stimulus dan respons dari obyek yang diteliti
(peserta didik). Selanjutnya, konsep ini dikenal dengan istilah S – R atau
S – O – R (O = organisme).12 Pavlov sebagai acuan dasar dari pemikiran
B. F. Skinner melakukan percobaan S – R kepada binatang. Binatang
diuji dengan diberikan stimulus – stimulus yang mendorong terbentuknya
sebuah tingkah laku. Atas dasar hasil penelitian tersebut, Pavlov
mengemukakan bahwa “Tiap bentuk kelakuan spesifik (R) dapat
dibangkitkan bila diberikan stimulus yang sepadan (S).8

8
Mohammad Ansyar, Kurikulum ; Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan, (Jakarta : Kencana, 2015), hlm.
206.
Untuk melengkapi eksperimen dari Pavlov, Skinner mencoba
dengan cara yang sama, tetapi berbeda penggunaan media eksperimennya.
Kali ini ia mencoba meneliti perlakuan binatang yang dimasukkan ke
dalam box, kemudian dirancang untuk mendapatkan makanan dengan
diberikan reinforcement yang berbeda. Penelitian ini kemudian
melahirkan sebuah kesimpulan bahwa manusia lebih mudah untuk belajar
apabila mendapatkan reinforcement yang bersifat positif, bukan negatif.

Teori ini memandang peserta didik sebagai organisme yang


memberikan renspons terhadap stimulus – stimulus yang ada di
lingkungan sekitarnya. Apabila guru sebagai aktor utama pemegang
kendali proses pembelajaran memberikan stimulus – stimulus yang
bersifat positif, maka peserta didik pun akan lebih mudah untuk
menangkap materi yang diberikan. Adapun proses belajar peserta didik
menurut teori behaviorisme adalah :1)Reinforcement positif yang berupa
pujian dan angka baik. 2)Hukuman, celaan atau tidak memberi
penghargaan kepada peserta didik yang masih gagal. 3) Memberikan
contoh melalui demonstrasi untuk ditiru. 4) Latihan, dan ulangan untuk
memantapkan S – R.14

b. Teori Gestalt

Tokoh dari teori ini adalah Max Wertheimer, Kurt Lewin dan John
Dewey. Gestalts sendiri diartikan sebagai field theory, yakni sebuah teori
yang berpandangan bahwa keseluruhan lebih bermakna dari bagian –
bagian.9

Menurut teori ini, unsur – unsur yang digunakan merupakan hasil


penyerapan dari teori behaviorisme dengan menambahkan unsur O ke
dalam konsepnya (O = Individu). Interpretasinya adalah belajar
merupakan mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan
– hubungan antara unsur situasi problematis sehingga melihat makna
baru dalam situasi tersebut.

Selama proses pembelajaran, peserta didik melakukan kegiatan


eksplorasi, imajinasi dan berpikir kreatif. Berikut prinsip - prinsip yang
dimunculkan oleh teori gestalt : 1) Bahan pelajaran disajikan dalam
bentuk masalah yang disesuaikan dengan bakat dan minat. 2)
Mengutamakan proses untuk kegiatan problem solving. 3) Belajar dimulai
dari keseluruhan menuju ke bagian. 4) Belajar memerlukan insight atau
pemahaman. 5) Belajar memerlukan reorganisasi pengalaman yang
bersifat kontinu.

9
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 58.
c. Teori Perkembangan

Kognitif Untuk dapat memahami pemahaman peserta didik di


ranah kognitif, salah satu teori yang banyak digunakan adalah teori
pembelajaran kognitif 10Piaget. Menurutnya, perkembangan intelektual
setiap individu berlangsung dalam tahap – tahap sebagai berikut :

1) Sensorimotor (0 – 2 tahun)

Pada tahapan ini, kemampuan kognitif anak masih sangat


terbatas. Piaget menyebutnya dengan istilah kemampuan
primitif ; sebuah kemampuan yang masih didasarkan pada
perilaku terbuka. Kemampuan kognitif pada masa ini
menentukan perkembangan kognitif anak di masa – masa
selanjutnya.

2) Praoperasional (2 – 7 tahun)

Menurut Piaget, pada tahap ini ditandai dengan beberapa ciri17,


yakni (a) adanya kesadaran dalam diri anak tentang suatu objek,
(b) kemampuan anak dalam berbahasa mulai berkembang, (c)
anak mulai mengetahui perbedaan antara objek – objek sebagai
suatu bagian individu atau kelasnya, (d) pandangan terhadap
dunia yang hidup, dan (e) pengamatan dan pemahaman anak
terhadap situasi lingkungan. 11

3) Operasional Konkret (7 – 11 tahun)

Pada tahap ini, anak mengalami keterbatasan pikiran pada objek


– objek yang ia jumpai dari pengalaman – pengalaman langsung.
Maksudnya, anak akan berpikir ketika menjumpai benda – benda
yang ia temukan langsung dari hasil inderanya. Anak juga
mampu mengkombinasikan berbagai hasil pengamatannya, dan
mulai bisa mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan
matematika.

4) Operasional Formal (11 – 14 tahun)

Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir secara sistematis dan
meliputi proses – proses yang kompleks. Piaget menyebutnya
dengan istilah formal operations. Aktivitas berpikir tahap ini
mulai menyerupai cara berpikir orang dewasa, dan mulai
memahami hal – hal yang abstrak.

10
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2013), hlm. 49.

11
Ibid, hlm. 50.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan materi yang telah dituliskan, dapat disimpulkan bahwa
landasan psikologis ialah sebuah landasan pengembangan kurikulum yang mengacu
pada aspek – aspek kepriadian peserta didik. Pada umumnya, landasan psikologis
memiliki peran untuk memetakan kondisi – kondisi dari peserta didik. Sehingga saat
pengembang kurikulum melakukan pengembangan, butir – butir dan arah tujuan dari
pengembangan kurikulum dapat tercapai dengan maksimal sesuai dengan kondisi
peserta didik di lapangan.

Di dalam landasan psikologis sendiri, terdiri dari beberapa macam unsur ilmu
pengetahuan. Diantaranya adalah psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memetakan kondisi peserta didik dari aspek perkembangan
fisik sesuai dengan fase – fase usia yang dialaminya. Sedangkan psikologi belajar
digunakan untuk memetakan metode – metode dan gaya belajar dari peserta didik,
serta untuk menginterpretasikan progress belajar dari peserta didik. Tentunya dengan
adanya landasan psikologis dalam perkembangan kurikulum, pengembang mampu
merumuskan dengan baik kurikulum yang sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.

B. saran
ketika kita dihadapkan pada permasalahan pembelajaran, hendaknya kita
mampu menerapkan konsep – konsep yang ada di dalam landasan psikologis
pengembangan kurikulum. Menggunakan ilmu psikologi untuk memetakan kondisi
yang dialami oleh peserta didik, serta menjadikannya sebagai landasan untuk
merumuskan kurikulum dan program – program pembelajaran yang representatif dan
efisien dengan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, Mohammad. 2015. Kurikulum ; Hakikat, Fondasi, Desain dan

Pengembangan. Jakarta : Kencana..

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.


Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta


:

Ar Ruzz Media.

Nasution, S. 2010. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Reksoatmodjo, Tedjo Natsoyo. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan.

Bandung : Refika Aditama.

Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta : Teras.

Anda mungkin juga menyukai