Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qur'an merupakan kitab suci kaum muslim dan menjadi sumber ajaran islam yang pertama dan utama yang harus diimani dan juga diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebaikan di dunia maupun di akhirat. Al -Quran datang dengan berbagai macam peraturan, perintah dan larangan dari yang mudah
sampai yang berat untuk dilaksanakan .Oleh sebab itu tidaklah berlebihan apabila selama ini kaum muslim tidak hanya mempelajari isi dan juga pesan-pesannya, tetapi juga
telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga autentisitasnya. Upaya tersebut telah dilakukan sejak Nabi Muhammad saw masih berada di Makkah dan belum
berhijrah ke Madinah hingga sampai saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka lakukan sejak Al-Qur'an diturunkan hingga saat ini.

Turunnya al-Quran sendiri melalui proses yang sangat panjang dimana bagaimana susah dan beratnya penderitaan Nabi Muhammad saw ketika menerima ayat-ayat
al-Qur'an tersebut yang pernah disaksikan oleh beberapa sahabat .Penurunannya pun tidaklah diturunkan secara sekaligus secara keseluruhan , tetapi secara berangsur-angsur
sesuai dengan keperluan yang ada. Hal ini dengan tujuan untuk memperkuat hati Nabi Muhammad saw sendiri dan juga untuk mempermudah para sahabat dalam menerima
maupun memahaminnya. Tidak berhenti disitu saja dimana Nabi Muhammad selalu segera untuk mengajarkan apa yang diterimauntuk diajarkan dan dibacakan ke para
sahabat yang kemudian nantinnya dianjurkan untuk diajarkan kepada sahabat-sahabat lain yang belum mengetahuinya dan terutama untuk keluarga dan para tetangga
sehingga semua ayat al-Quran dapat diketahui dan diamalkan secara merata.

Mushaf al-Qur'an yang sudah ada ditangan kita sampai saat ini ternyata telah melalui perjalanan yang sangat panjang dimana selama kurun waktu lebih dari 1400
tahun yang lalu dan pastinya mempunyai sejarah yang panjang pula. Tidak sedikit orang yang mengkritik al-Qur'an mengenai tentang isinya, sejarah bahkan ada juga yang
mencoba untuk membuat al-Qur'an tandingannya. Untuk itulah perlu dilakukan pengkajian secara lebih mendalam lagi. Dalam makalah yang singkat ini akan dibahas
mengenai sejarah turun dan kodifikasi al-Qur'an sesuai dengan kemampuan yang kami miliki. Tentunya kami yakin bahwasannya dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah turunnya Al-Qur'an ?

2. Bagaimana sejarah kodifikasi Al-Qur'an ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah turunnya Al-Qur'an

2. Untuk mengetahui sejarah kodifikasi Al-Qur'an

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Turunnya Al - Qur'an
2.1.1 Pengertian Nuzulul Qur'an
Secara harfiah nuzulul Qur'an berarti peristiwa turunnya Al-Qur'an. Terdapat dua pengertian dimana yang pertama yaitu dari kata nazzala-yunazzilu dengan makna
konotatif turun secara berangsur-angsur. Sedangkan yang kedua, dari kata anzalayunzilu dengan makna denotatif menurunkan. 1
2.1.2 Pengertian Pokok tentang Al-Qur'an
2.1.2.1 Ciri atau sifat- sifat yang esensial bagi Al-Qur'an
Al-Qur'an menurut bahasa berarti bacaan. Ciri khas yang membedakan dengan kitab suci lain yaitu Pertama, Al-Qur'an adalah kalam (firman) Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad saw. Yang berarti bahwa kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang lain tidak termasuk Al-Qur'an. Kedua, Kalam Allah tersebut diturunkan
melalui perantara malaikat jibril, dimana berarti bahwa firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw secara langsung maupun dengan perantara malaikat
lainnya bukan termasuk Al-Qur'an. Ketiga, Kalam Allah tersebut diturunkan dalam bahasa arab, baik dari segi lafal maupun maknanya yang berarti bahwasannya hadis qudsi
dan terjemahan tidaklah disebut Al-Qur'an. Dikarenakan terjemahan merupakan suatu pencerminan dari pengertian dan maksud yang dapat dipakai dan digali oleh
penerjemah yang terkadang masih sering keliru dalam memahami maksud yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an tersebut.Kemudian juga bagaimanapun teliti dan
laterliknya suatu terjemahan Al-Qur'an tidak mungkin juga menyamai keindahan artistik al-Qur'an dan menyamai maksud aslinya yang berbahasa arab. Keempat, kalam
Allah tersebut disampaikan kepada kita secara mutawatir. Dimana berarti bahwa disampaikan oleh orang banyak yang lain secara berkesinambungan sejak dari jaman para
sahabat yang pertama kali menerima dari Nabi Muhammad saw hingga sampai kita sekarang ini. Kelima, kalam Allah yang selain menjadi petunjuk bagi umat manusia,
sekaligus juga menjadi suatu mukjizat yang abadi bagi kerasulan Nabi Muhammad saw. Dikarenakan menjadi suatu mukjizat, maka Al-Qur'an tidak bisa ditiru oleh siapapun
baik secara keseluruhannya maupun sebagian kecilnya. Keenam, kalam Allah yang berupa Al-Qur'an ini ketika dibaca akan menjadikan suatu pahala dimana memberikan
pahala bagi si pembaca tersebut.2
2.1.2.2 Nama-nama Al-Quran
Allah memberikan nama Kitab-Nya dengan Al-Qur'an yang berati bacaan. Namun selain itu, Allah juga memberi beberapa nama bagi Kitab-Nya, seperti :
1) Al-Kitab/Kitabullah
Merupakan sinonim dari perkataan Al-Qur'an, dimana tersebut dalam surat (2) Al-Baqarah ayat 2 yang artinya: "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya...".3
Al-Kitab berarti tulisan atau yang ditulis. Dimana sebagai isyarat agar kitab suci itu dituliskan di kemudian hari,terutama oleh kaum Muslim
sendiri. Dan ternyata setelah ayat-ayatnya turun kepada Rasulullah saw, ayat-ayat tersebut langsung ditulis oleh para sahabat.4
2) Al-Furqaan
Al-Furqaan berarti pembeda dimana yang membedakan antara yang benar dan yang batil. Termuat dalam surat (25) Al-Furqaan ayat 1 yang artinya : "Maha
Agung (Allah) yang telah menurunkan Al-Furqaan, kepada hamba-Nya, agar menjadi suatu peringatan kepada seluruh alam.5

1
Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur'an (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 2014), hlm 2.
2
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an ( Yogyakarta: Pustaka Belajar,2010), hlm 16-18.
3
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm 7.
4
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an, hlm 19.
5
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an, hlm 8.

3
3) Adz-zikir
Adz-zikir berarti peringatan. Termuat dalam surat (15) Al-Hijr ayat 9 yang artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan "Adz-Zikir" dan sesungguhnya kamilah
penjaganya".6
Selain yang disebutkan diatas, juga masih ada beberapa nama bagi Al-Qur'an. Jumlahnya tidak sebanyak yang diduga oleh sementara para ulama.Dimana sebagai
contoh, Abu al-Ma'ali 'Azizi yang menyebutkan sebanyak 55 buah nama Al-Qur'an dan Al-harrali menyebutkan sebanyak 90 buah lebih. Yang apabila diperhatikan menurut
keduanya dapat diketahui bahwasannya sebagian besarnya merupakan sifat-sifatnya saja. 7
2.1.3 Cara Penurunan Al-Qur'an
Mengenai tentang cara penurunan Al-Qur'an terdapat beberapa pendapat yaitu:
1) Allah menurunkan dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia pada malam lailatul qadar secara sekaligus. Kemudian diturunkan-Nya secara bertahap selama 20 tahun
atau 23 tahun atau 25 tahun.8
2) Allah menurunkan ke langit dunia dalam 20 atau 23 atau 25 kali malam qadar, dimana diturunkan pada setiap malam qadar sesuai jumlah yang telah ditetapkan Allah
dalam setiap tahun penurunnya, kemudian bertahap. 9
3) Penurunannya dimulai pada malam qadar setelah itu secara bertahap sepanjang masa penurunnya. 10
4) Penurunannya dari al-Luh al Mahfuzh sekaligus dimana para penjagannya mengangsurnya kepada jibril selama 20 malam lalu jibril menurunkannya kepada
Muhammad saw. selama 20 tahun.11

Adapun cara Nabi Muhammad saw dalam menerima kalam Allah yaitu :
1) Nabi Muhammad saw menerima kalam Allah ketika tidur bukan pada waktu jaga dimana pengalaman beliau diriwayatkan oleh 'Aisyah ra, "pertama kali Rasullullah
meneriwa wahyu adalah mimpi yang benar pada waktu tidur. Beliau tidak melihat mimpi tersebut, kecuali datang seperti cahaya subuh".
2) Cara ini menurut riwayat hanya pernah dialami oleh Rasullullah hanya sekali, dimana beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu
dari Allah secara langsung tanpa harus melalui perantara jibril.
3) Cara ini tergolong yang sering dialami oleh Rasullullah dimana melalui perantara jibril yang menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam kalam Allah. Dan
kemudian Rasullullah menyampaikan kepada kaum muslim dengan lafal dari beliau sendiri. Namun juga adakalanya jibril menyampaikan tidak hanya makna (ide) saja
tetapi juga sekaligus mengenai lafalnya langsung dari Allah. Hal ini juga telah disebutkan di surat al- Syu'ara ayat 192-195 yang artinya "Dan sesunggunya al-Qur'an ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan Semesta alam, dia dibawa turun oleh al-Ruh al-amin (jibril) kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang
diantara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas".12
2.1.4 Masa Turunnya Al-Qur'an
Masa turunnya Al-Qur'an terbagi menjadi 2 phase yang masing-masingnya mempunyai corak tersendiri yaitu : Pertama, Masa nabi ketika bermukim di Makkah,yaitu 12
tahun 5 bulan 13 hari. Dimana dari 17 Ramadhan tahun 41 dari milad sampai awal Rabi'ul Awal tahun 54 dari milad nabi. Kedua, yang diturunkan sesudah hijrah yaitu
selama 9 tahun 9 bulan dan 9 hari. Dimana dari permulaan Rabi'ul awal tahun dari milad nabi, sampai sembilan Dzulhijah tahun 63 dari milad nabi atau tahun 10 hijrah.

6
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm 8.
7
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hlm 19.
8
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an, hlm 67.
9
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an, hlm 67.
10
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an, hlm 67.
11
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur'an, hlm 67.
12
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an, hlm 116-119.

4
Sehingga masa Al-Qur'an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22hari. Untuk segala yang diturunkan di Makkah disebut sebagai Makkiyah sedangkan yang turun
di Madinah disebut Madaniyahh. Al-Qur'an sendiri yang diturunkan di makkah yaitu sekitar 19/30 dan untuk dimadinah sekitar 11/30. 13
Terdapat beberapa ciri-ciri yang diturunkan di Makkah dan di Madinah yaitu diantara :
1) Ayat-ayat yang turun dimakkah (Makkiyah ) biasanya pendek-pendek dan dinamai dengan ayat Qishar sedangkan ayat madaniyah biasanya panjang-panjang dan
dinamai dengan ayat Thiwal.14
2) Kebanyakan firman Allah yang terdapat dalam surat Madaniyah dimulai dengan lafad ‫ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينََ آ َمنُو‬artinya : "Wahai segala mereka yang telah beriman" dan hanya
ada tujuh ayat saja yang diawali dengan َُ‫يَا َأَيُّهَا َ َ النَّاس‬artinya: "Wahai segala manusia".15 Pada surat atau ayat madaniyah diawali dengan yaayyuha allazina amanu
dikarenakan keimanan sangat mendominasi penduduk madinah meskipun juga ada yang orang-orang yahudi sehingga lebih tepatnya dipanggil dengan sebutan itu.
Sedangkan dalam surat atau ayat makkiyah diawali dengan ya ayuha al-nas dikarenakan meskipun sebagian juga ada orang-orag yang beriman namun di makkah
didominasi oleh orang kafir sehingga lebih tepatnya diberi sebutan itu. Namun ciri ini masing-masing tidak selalu merupakan ciri tunggal antara surat makkiyah dan
madaniyah.
3) Kebanyakan ayat-ayat makkiyah membahas atau mengandung tentang tauhid, kepercayaan, adanya Allah, hal ihwal'adzab, nikmat dihari kemudian serta mengenai
urusan-urusan kebaikan.16 sedangkan ayat-ayat madaniyah membahas tentang argumentasi-argumentasi dan dalil-dalil tentang hakikat dan kebenaran agama islam yang
bersifat rinci17
4) Pada ayat-ayat makkiyah memiliki nada kata-katanya keras dan bersajak sedangkan untuk ayat-ayat madaniyah gaya bahasanya dan penjelasan hukum-hukumnya
bernada datar18
2.1.5 Kepentingan Al-Qur’an Diturunkan Berangsur-angsur
Al-Qur’an diturunkan dengan berangsur-angsur, sedikit demi sedikit itu atas kebijaksanaan-Nya, disyariatkan kepada seluruh orang dan saling diikuti oleh peristiwa-
peristiwa. Diantaranya Allah menyatakan dengan ayat firman-Nya,

yang artinya :
“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya
dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”. (QS. Al-Furqan : 32)19
Orang-orang kafir mengatakan, mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus. Jawab langit kepada orang yang mengatakan ini. Demikianlan supaya
kami perkuat hatimu dengannya, dan kami membacakannya kelompok demi kelompok. Artinya, pada permulaan wahyu ini turun ada orang-orang yang dapat

13
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm 52..
14
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir, hlm 56.
15
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir, hlm 56.
16
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir hlm 57.
17
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hlm 151.
18
H.A,Athaillaah, Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an, hlm 150.
19
Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa (Solo : Ramadhani,1994), hlm 3.

5
mempengaruhi orang lain, yaitu mengenai akibat perbuatan yang dikerjakannya di dunia ini, dan mereka itu nanti di kahirat akan ditanya. Karena dalam mengikuti apa-apa
yang disampaikan oleh Nabi itu maka masih ada di antaranya hal-hal yang masih ragu-ragu. Jadi maksudnya ialah untuk menenangkan jiwa dan menetapkan pendirian.20
Juga telah dinyatakan lagi dengan firman-Nya,

yang artinya :
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian”. (QS. Al-Isra : 106)21
Adapun dari kedua ayat diatas terdapat kandungan tentang kepentingan Al-Qur’an diturunkan dengan berangsur-angsur, diantaranya :22
a. Supaya ayat-ayat yang diturunkan itu tetap di dalam hati sanubari Nabi SAW.
b. Supaya beliau tidak berat dalam membacakan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan,
c. Supaya manusia yang menerima pengajaran dari Al-Qur’an dapat mengajarkannya sedikit demi sedikit. Perintahnya dapat dilaksanakan dan larangannya dapat dijauhi
sehingga sempurna.
Adapun hikmah Al-Qur’an itu turunnya berangsur-angsur ialah supaya dapat dihafal oleh para sahabat pada waktu itu dengan tujuan mengalihkan dari beberapa aqidah
kepada satu aqidah, mengeluarkan mereka dari berhala kepada agama, dari sangkaan dan dugaan kepada kebenaran serta dari tidak beriman kepada beriman.23
Langkah pertama dijalankan ialah memulai berdakwah. Mengosongkan hati orang dari sifat-sifat syirik. Sudah itu hati yang kosong itu diisi kembali dengan keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Mengerjakan ibadah dengan segala apa-apa yang yang diwajibkan. Orang-orang yang tadinya bisu tidak bisa berbicara, buta tidak bisa
melihat, dungu tidak tahu apa-apa. Disamping itu seluruh sahabat-sahabat bertanya untuk mendapatkan penjelasan. Setiap wahyu yang turun itu mereka ikuti dengan penuh
perhatian. Disini Nabi sendiri yang mentafsirkannya. Dengan demikian maka sempurnalah risalah kerasulan yang turun dari langit.24
Kemudian sesungguhnya da’wah Allah ini dimulai denga jihad dan hidupnya pun dengan jihad pula, yang ditempuh dengan berhari-hari dan bertahun-tahun, hal itu
meskipun sudah diketahui Allah, namun bagi manusia merupakan pengetahuan baru yang belum pernah terjadi dan wajib bagi mereka mempelajarinya sesuai dengan
waktunya. Demikianlah risalah ini tidak dengan kalimah yang sekejap, akan tetapi dengan kalimah-kalimah selama 18 tahun dan kalimah-kalimah ini semuanya adalah ilmu
Allah, diturunkan sebagai pengetahuan manusia sesuai dengan waktunya.25
2.2.6 Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an
Turunnya Al-Qur’an terbagi kepada dua bagian : Pertama, diturunkan tanpa sebab atau pertanyaan sebelumnya. Kedua, diturunkan setelah adanya kasus (sebab) atau
pertanyaan. Faedah mengetahui asbab nuzul di antaranya : mengetahui segi hikmah yang mendorong penetapan hukum, mengungkapkan makna dan membantu penafsiran
suatu ayat; sebab tidak mungkin dapat menafsirkan suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan nuzul-nya. Misalnya, orang yang membolehkan minum khamar
berdalil dengan firman Allah :26
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang salah karena memakan yang telah mereka makan…”(QS. AL-Ma’idah : 93).

20
Ibrahim Al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm 53.
21
Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa (Solo : Ramadhani,1994), hlm 4.
22
Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa, hlm 4.
23
Ibrahim Al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, hlm 52..
24
Ibrahim Al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an , hlm 52.
25
Ibrahim Al Abyari, Kitab Tarikhul Qur’an (Semarang : Dina Utama, 1993) hlm 65.
26
Zainal Abidin S., Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm 169.

6
Seandainya mereka mengetahui sebab turunnya ayat ini niscaya tidak akan berpendapat demikian (memperbolehkan minum khamar). Sebab turunnya ayat ini ialah
bahwa ketika khamar diharamkan, mereka bertanya bagaimana dengan orang-orang yang meninggal sebelum ayat ini turun?. Maka diturunkan ayat tersebut. 27
Ayat-ayat Tasyri’, ialah ayat-ayat hukum yang biasanya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penjawab atau penjelasan suatu kejadian atau peristiwa yang
terjadi dan timbul dalam lingkungan kaum Muslimin, dan inilah yang dikatakan : “asbaabun-nuzul”, sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dan kadang-kadang ayat-
ayat Al-Qur’an itu diturunkan karena sesuatu pertanyaan dari antara kaum Muslimin yang disampaikan kepada Nabi SAW. 28
Oleh karena itu, sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an itu lantaran :29
a. Untuk meninggikan derajat kemanusiaan bangsa manusia yang hampir lenyap-musnah perikemanusiannya
b. Untuk menghapuskan kepercayaan manusia yang telah sesat dan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat
Berdasarkan sebab-sebab turunnya Al-Qur’an serta tempat-tempat turun ayat Al-Qur’an niscaya jelas bahwa risalah Rasul itu bukanlah risalah yang sekaligus, tapi
merupakan peristiwa yang susul-menyusul pula. Sebagaimana ayat dzihar telah turun pada Salamah bin Shakr : 30
- Ayat menukas (menuduh zina) turun ketika Aisyah tertuduh
- Ayat Qiblat, turun sesudah hijrah dan setelah kaum Muslimin menghadap Qiblat ke Baitul Maqdis belasan bulan
- Ayat dijadikannya maqam Ibrahim sebagai musholla, turun ketika Umar minta kepda Rasul akan hal itu, demikian juga masalah hijab
Juga ayat tentang Badar dan sebagainya. Al-Qur’an turun sesuai dengan kebutuhan yaitu lima ayat, sepuluh ayat, kadang-kadang lebih dan kadang-kadang kurang.
Sepuluh ayat mengenai kisah ifki (cerita bohong) itu turunnya adalah sekaligus. Demikian pula halnya ayat yang berbunyi, “Orang-orang yang tidak mempunyai uzur untuk
berperang” (An-Nisa’ : 95). Dan ada lagi beberapa ayat lain yang seperti itu, diantaranya ayat yang berbunyi , “Jika kamu khawatir akan menjadi miskin, maka Allah nanti
akan memberikan kekayaan kepadamu” (At-Taubah : 28). Turunnya ayat ini sesudah turunnya ayat pertama. 31

2.2.7 Turunnya Al - Qur'an terbagi atas dua bagian

Lantaran Nabi Muhammad SAW. Selama menjadi Nabi pesuruh Allah itu bertempat tinggal di dua kota, yakni kota Mekkah dan di kota Madinah, maka turunnya Al-
Quran itu ada terbagi atas dua bagian. Artinya : sebagian diturunkan selama Nabi berada di Mekkah, dan sebagian yang lain diturunkan selama Nabi berada di Madinah. Oleh
sebab itu, maka ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran yang diturunkan di Mekkah lalu dinamakan “Makkiyah” (bangsa Mekkah), dan yang diturunkan di Madinah lalu
dinamakan “Madaniyyah” (bangsa Madinah).32

Jelasnya : Ayat dan surat yang dinamakan “Makiyyah” itu ialah yang diturunkan pada waktu Nabi SAW bertempat tinggal di kota Mekkah dan dinamakan
“Madanniyyah”itu ialah yang diturunkan sesudah beliau berhijrah ke kota Madinah. Jadi, mana ayat-ayat atau surat-surat yang diturunkan semasa Nabi telah bertempat
tinggal di kota Madinah dinamakan “Madanniyyah”, sekalipun diturunkannya di waktu beliau kebetulan berada di kota Mekkah seperti ayat yang diturunkan pada waktu
beliau membuka (menaklukkan kota Mekkah). 33

27
Zainal Abidin S., Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm 169.
28
Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa (Solo : Ramadhani, 1994), hlm 9.
29
Moenawar Kholil, Al-Qur’an Dari Masa Ke Masa , hlm 9.
30
Ibrahim Al Abyari, Kitab Tarikhul Qur’an (Semarang : Dina Utama, 1993) hlm 66.
31
Ibrahim Al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm 54.
32
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, hlm 9-1.
33
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, hlm 9-1.

7
Wahyu Al-Quran yang diturunkan selama Nabi SAW di kota Mekkah ialah dalam masa 12 tahun 5 bulan dan 13 hari, dihitung dari hari tanggal 17 bulan Ramadhan
tahun 41 Fiel sampai pada hari permulaan bulan Rabiulawwal tahun ke-54 dari hari kelahiran Nabi SAWdan yang diturunkan ke kota Madinah ialah dalam masa 9 tahun 9
bulan dan 9 hari, dihitung dari permulaan Rabiulawwal tahun 54 dari hari lahirnya sampai pada hari 9 bulan Dzulhijjah tahun 63 dari hari kelahiran beliau.34

Menurut penyelidikan para ulama yang ahli, perbandingan banyaknya ayat : Makiyyah” dengan yang :Madanniyyah”, kira-kira yang Makiyyah 19/30 dari ayat Al-
Quran dan yang Madanniyyah 11/30 diturunkan sesudah beliiau berhijrah ke Madinah. 35

Disamping itu, perlu dijelaskan bahwa ada dari antara ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan di Mekkah yang berlakunya atau dibuktikannya sesudah Nabi SAW berhijrah
di Madinah, dan ada pula dari diantaranya ayat-ayatnya yang berlakunya dan dikerjakannya sejak sebelum Nabi berhijrah ke Madinah atau masih bertempat tinggal di
Mekkah. Tetapi ayat-ayatnya diturunkan sesudah beliau berhijrah di Madinah. 36

Keterangan lebih jauh tentang ini, dapat diketahui di dalam kitab “Al-Itqan” karangan Imam As Sayuthi dan kitab-kitab tafsir yang besar.37

2.2.7.1 Ayat pertama dan terakhir turun

Pengetahuan mengenai kronologis ayat yang turun kepada Rosulullah adalah bagian yang penting. Menurut syekh Muhammad Abd al-Addhim al-Zarqani dalam
kitabnya Manaahil al-Irfan fi Ulum Al-Quran, sedikitnya ada tiga faedah yang dapat dipetik dari pengetahuan mana ayat yang turun terlebih dahulu dan mana yang kemudian,
yaitu sebagai berikut:

1. Untuk membedakan ayat mana yang nasikh dan mana yang mansukh. Jika terdapat dua atau beberapa ayat berbeda mengenai sebuah masalah, maka dengan
mengetahui ayat mana yang turun terlebih dahulu dan belakangan, dapat diketahui mana yang nasikh dan mana yang mansukh.

2. Untuk mengetahui ‘Tarikh Tasyri’. Artinya, perjalanan sejarah penetapan hukum islam dapat dipahami secara lebih jelas dengan mengetahui kronologis ayat-ayatnya.

3. Untuk dapat mengikuti secara pasti perjalanan turunnya Al-Quran yang berangsur-angsur. Dengan demikian, bisa ditangkap strategi dakwah islam di dalam mengajak
orang kepada Allah SWT.38

Mengenai ayat yang pertama turun, periwayat Hadits terkenal, Al-Bukhari meriwayatkan dua buah hadits yang berbeda. Salah satunya mengatakan bahwa ayat pertama
turun adalah lima ayat pertama pada surat Al-Alaq.

Hadits riwayat bukhari yang bersumber dari Aisyah ini dinyatakan salah oleh kedua tokoh hadits lain, yaitu oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadraknya dan oleh Al-
Baihaqi dalam dalilnya. Kemudian Al-Thabrani dalam kitabnya al-Kabir dengan sanadnya sendiri yang bersumber dari Abi Raja’ Al-‘Aththardi mengatakan bahwa, “Abu
Musa mengajarkan kami mengaji. Beliau menyuruh kami duduk ber-halaqah. Beliau mengenakan dua baju berwarna putih.” Jika beliau membaca surah ini: 39

34
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, (Solo : Ramadhani, 1994), hlm 9-1.
35
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, hlm 9-1.
36
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, hlm 9-1.
37
Moenawar Kholil, Al-Quran Dari Masa ke Masa, hlm 9-1.
38
Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2011) hlm 21-22.

8
Beliau juga mengatakan bahwa, “ini adalah surat pertama yang turun kepada Muhammad SAW. “Tetapi, hadis Al-Bukhari lainnya (yang diriwayatkan bersama Imam
Muslim) mengatakan bahwa surat yang pertama kali diturunkan adalah surat Al-Mudatsir. Bedanya, kali ini hadits bersumber dari Abu Salamah bin Abd al-Rahman bun ‘auf.
Rupanya bukan hanya al-Bukhari yang meriwayatkan hadits berbeda dalam suatu masalah ini, al-Baihaqi juga demikian. Tokoh hadis yang disebut terakhir ini meriwayatkan
hadis dari sumber Maisarah Umar bin svahrabil. Menurut riwayat tersebut, ayat yang pertama turun adalah surat al-Fatihah berikut dengan basmalah. Di dalam hadis dari
Maisarah riwayat al-Baihaqy itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW. Pernah mengatakan kepada Khadijah, “Sesungguhnya aku, ketika aku seorang diri, aku mendengar
suatu panggilan Demi Allah aku sungguh takut kalau ini sesuatuyang menimpa diriku. Khadijah kemudian berkata, “Aku berlindung kepada Allah, Allah tidak akan berbuat
yang kau takutkan itu. khadijah berkata, “Sesungguhnya engkau menyampaikan amanat, menyambung silaturahmi dan membenarkan ucapan.” 40

Tatkala Abu Bakar masuk, Khadijah menyampaikan apa yang telah diucapkan Rasulullah Saw. Setelah itu, Khadijah meminta Abu Bakar turut bersama Nabi Saw. pergi
menemui Waraqah. Kata Khadijah kepada Abu Bakar, "Tolonglah, Anda pergi bersama Muhammad ke Waraqah." Mereka lalu berangkat memenuhi saran Khadijah. Di
hadapan Waraqah mereka menceritakan apa yang telah terjadi dan mengatakan, “Ketika aku duduk seorang diri, aku mendengar suara panggilan dari belakangku: Hai
Muhammad, Hai Muhammad! Aku lalu pergi." Waraqah kemudian berkata kepada Muhammad Saw, Jangan kau lakukan itu jika ia datang kepadamu. Tetaplah di tempat
sampai kau mendengar apa yang ia katakan. Setelah itu datanglah kepadaku dan beritahukan kepadaku." Di lain waktu, Muhammad Saw. kembali duduk seorang diri. la lalu
mendengar suara yang mengatakan, Hai Muhammad, katakan "Bismillahi al-Rahman al-Rahirn. al-hamdu Lillahi Rabbil al-'Alamin" hingga! sampai "Wa la al-dhallin."41

Al-Zarqani menilai hadis riwayat al-Baihaqi dan Maisarah ini tidak bisa dijadikan hujjat (alasan) sebagai peristiwa datangnya wahyu yang pertama. Alasannya, menurut
al-Zarqani ada dua: pertama, riwayat itu tidak bisa dipahami bahwa al- Fatihah didengar sebagai wahyu pertama yang beliau terima. al-Fatihah yang didengan Nabi itu tenjadi
setelah wahyu pertama kali, karena sebelumnya Nabi Muhammad Saw. Telah menerima wahyu beberapa kali yang kemudian menyebabkan beliau menemui Waraqah.
Padahal, kata Al-Zarqani. Pembicaraan kita sekarang menyangkut wahyu yang petama kali turun. Bukan yang terrnasuk pertama turun. Kedua, hadis dari Maisarah yang
diriwayatkan al-Baihaqiy ini mursal. Salah satu sanadnya adalah gugurnya seorang sahabat. Oleh karena itu, hadis ini tidak mungkin dapat menandingi "kekuatan" hadits dari
Aisyah yang diriwayatkan a-Bukhari yang didukung oleh riwayat al-Hakim, al-Thabraniy dan al-Baihaqiy sendiri. 42

Jika memang hadis Maisarah dianggap lemah, maka pertanyaan yang timbul sekarang adalah bagaimana menggabungkan kedua riwayat al-Bukhani di atas?" Al-
Bukhari memang rneriwayatkan dua hadis yang seakan-akan berbeda membahas satu masalah mana ayat yang pertama turun. Dari riwayat al-Bukhari, Muslim dan Abu
Salamah bin Abd Al-Rahman bin 'Auf yang mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah, “Ayat Al-Quran manakah yang turun lebih dahulu?" la
menjawab, “Ya Ayyuha Al-Muddatstsir." Lalu kukatakan, “Ataukah Iqra' bisrni Rabbika?" la (Jabir) lalu mengatakan, “Akan kuceritakan kepadamu, apa yang diceritakan
Rasulullah." 43

Rasulullah pernah bersabda: “Sesunggubnya aku pernah berada di Gua Hira. Seusai aku menyendiri di sana, aku keluar menuruni lembah. Kemudian aku dipanggil.
Aku melihat ke depan dan ke belakangku, ke kanan dan ke kiriku. Kemudian aku menatap ke langit. Tiba-tiba dia (maksudnya Jibril) tengah duduk di atas Arsy antara langit
dan bumi. Aku gemetar. Maka, kudatangi Khadijah dan dia menyelimutiku. Kemudian Allah menurunkan: "Ya Ayyuha Al-Muddatstsir, Qum fa andzir" ("Wahai orang yang
tengah berselimut. Bangunlah. Berilah peringatan").44

39
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, ( Malang:UIN Maliki Press), hlm 60.
40
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 61.
41
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 61.
42
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 23.
43
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 62.
44
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 24.

9
Sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan menyangkut hadis di atas. Pertama, kalimat Abu Salamah yang berbunyi: "Ataukah Iqra' bismi Rabbika?" ini artinya,
Abu Salamah tidak serta-merta menenima keterangan Jabir yang mengatakan bahwa ayat yang pertama turun adalah Ya Ayyuha Al-Muddatstsir itu. Dan, kalimat Abu
Salamah yang berbentuk pertanyaan ("Ataukah Iqra' bi ismi Rabbika?") itu sesungguhnya bantahan secara halus terhadap keterangan Jabir. Akan tetapi, oleh karena dalam
masalah ini status Abu Salamah sebagai orang yang bertanya (sebagai murid), tentu ia harus bersikap sopan dan tidak membantah ulang keterangan Jabir bin Abdullah.
Kedua, kecuali hadits di atas, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis yang lain dan Abu Salamah dan dan Jabir. Intinya berbunyi:

"Ketika aku (maksudnya Rasulullah Saw.) tengah berjalan, tiba-tiba aku mendengar suatu jenis suara dari langit. Aku lalu mengarahkan pandangan ke arah langit.
Rupanya malaikat yang telah mendatangiku di Gua Hira tengah duduk di atas kursi di antara langit dan bumi. Aku takut sampai-sampai aku terperosok ke tanah. Aku
kemudian mendatangi keluargaku dan kukatakan : ‘Selimuti aku, selimuti aku’. Lalu Allah menurunkan ayat”:

Adanya pengakuan Rasulullah yang berbunyi: "Rupanya malaikat yang tengah mendatangiku di Hira" menunjukkan bahwa sebelum peristiwa turunnya Surat Al-
Muddatstsir, Rasulullah telah bertemu Jibril di Hira. Maka dengan dasar dua alasan tadi, kebanyakan ulama mengatakan bahwa ayat Al Qur'an yang pertama kali turun adalah
ayat 1-5 Surah Al-'Alaq. Sementara itu, Surah Al-Muddatstsir mereka nyatakan sebagai ayat-ayat Al-Quran yang terbilang pertama turun, bukan yang pertama kali turun.
Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa setelah rasulullah menerima surat al-Alaq itu, beliau mendatangi istrinya Khadijah. Dengan badan yang gemetar, Rasulullah
berkata," Selimuti aku, selimuti aku !" Sesudah tenang perasaannya, beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi. Rasulullah juga mengungkapkan
perasaannya kepada isterinya itu bahwa beliau khawatir. Maka kemudian Khadijah mengatakan:

“Tidak, sekali-kali tidak. Demi Allah, Allah tidak sekali-kali mengaibkan engkau. Engkau orang yang menyambung silaturahim, memikul beban orang, memberikan
sesuatu kepada orang yang tidak mampu, memuliakan dan menjamu tamu dan memberikan bantuan atas bencana yang menimpa manusia”.

Setelah pembahasan ayat yang pertama turun, kini giliran ayat yang paling akhir turun. Dalam masalah ayat yang paling akhir turun, tidak satu pun terdapat riwayat
yang marfu' kepada Nabi Muhammad Saw. Semua riwayat yang ada bersumber dari sahabat dan tabi'in. Itulah sebabnya, saat mencari tahu ayat yang paling akhir turun,
terjadi kesimpangsiuran, perbedaan dan persilangan pendapat. Berikut ini dijelaskan beberapa riwayat mengenai persoalan dimaksud.

1. Ayat yang paling akhir turun adalah firman Allah dalam QS.Al-Baqarah: 281.

Adapun dasar atau dalil yang dipegang yaitu: riwayat yang dikeluarkan oleh Nasa’i dari Ikhrimah dari Ibnu Abbas, riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dar Said
bin Jubair, riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Juraij,dan riwayat Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas.

2. Ayat yang terakhir turun adalah QS. Al-Baqarah : 278

Riwayat yang sama juga dikeluarkan oleh Imam Al-Baihaiqi

3. Ayat yang terakhir turun adalah QS. Al-Baqarah: 282


Pendapat ini merujuk pada riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Said bin al-Musayyab dan riwayat yang dikeluarkan oleh Abu 'Ubaid, dari Muhammad ibnu
Syihab. Menanggapi ketiga riwayat yang berbeda ini, Ahmad Sayyid Al- Qumi dan Muhammad Yusuf al-Qasim yang dalam persoalan ini sepakat dengan Imam al-Suyuthi,

10
mengatakan bahwa ketiga riwayat ini bisa dikompromikan. Menurut dua guru besar Ilmu Al-Quran dari Universitas Al-Azhar ini, ketiga ayat yang ditunjuk oleh ketiga
riwayat di atas diturunkan sekaligus karena letaknya yang bisa dibilang berurutan dan kisahnya yang masih satu rangkaian 45

4. Ayat kalalah (QS. Al-Nisa: 176) adalah ayat Al-Quran yang terakhir turun.

Pendapat ini merujuk pada hadis mutaffaqun 'alayhi (riwayat Bukhari dan Muslim) dan Al-Barra' bin 'Azib. Riwayat itu menyatakan bahwa surat yang paling akhir
turun adalah Bara'ah (At-Taubah) sedangkan akhir ayat yang turun adalah yastaftunaka (yang dikenal dengan ayat kalalah, yakni ayat 176 Surat An-Nisa')

5. QS. Al-Maidah: 3 adalah ayat yang paling terakhir turun

"Hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan Aku sempurnakan atasmu nikmat-Ku, dan Aku rela Islam sebagai agama untukmu. (QS Al-Ma'idah (5):3)

Syekh Muhammad Al-Khudhari dalam kitabnya, Tarikh al-Tasyri' al-Islami dan Syekh Abdu A1-Aziz Al-Khuli dalam kitabnya, Al-Quran: Wash fuhu, Hidayatuhu,
"Atsaru I'jazihi, termasuk ulama yang berpendapat bahwa ayat ke tiga sara A1- Ma'idah ini sebagai ayat yang diturunkan paling akhir. Hal ini memang beralasan karena ayat
yang disebut terakhir ini berbicara mengenai kesempurnaan agama, dan kesempurnaan itu selalu ada di akhir. Ayat di atas, turun pada Haji Wada',yaitu haji paling akhir yang
dikerjakan Rasulullah Saw. Waktu itu, menurut Al-Wahid, Rasulullah sedang berada di atas untanya. Setelah menerima ayat ini, Rasulullah sempat menikmati hidup di dunia
selama 81 hari. Namun demikian, bagi Imam Al-Suyuthi yang dianggap "suhu" dalam masalah ilmu-ilmu Al-Quran, alasan itu tidak lantas beliau tenima. 46

Al-Suyuthi menolak ayat 3 surat Al-Ma'idah sebagai ayat yang paling terakhir turun dengan alasan bahwa yang dimaksud dengan "menyempurnakan agama" adalah
menyempurnakan kekuasaannya, meninggikan kalimatnya, dan memperkuat wibawanya. Hal ini tidaklah berarti menafikan bahwa di kemudian hari setelah itu turun ayat-
ayat tentang halal, haram, nasihat, dan peringatan. Kedua, yang dimaksud dengan "penyempurnaan agama” adalah menyempurnakan hukum- hukum halal dan haram.
Dengan kata lain, tidak berarti setelah itu turun lagi ayat-ayat mengenai peringatan dan nasihat 47

Sesungguhnya masih banyak lagi pendapat lain. Kata Imam Al-Suyuthi, masing-masing pendapat bertahan dengan merujuk pada riwayat yang ada padanya. Akan
tetapi, Imam Al-Zarkasyi punya pendapat lain lagi. Penulis kitab Al-Burhan fi Ulum Al- Quran ini menulis: "Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan dalam bab) Al-Intishar: "Tak
satu pun dari ucapan-ucapan ini yang kepada Nabi Saw. Boleh jadi, perawinya menyatakannya sebagai suatu jenis nad dan kecenderungan kecenderungan dugaan.
Mengetahui demikian bukan termasuk kewajiban agama. Ada gkinan, masing-masing mereka menginformasikan (ayat) akhir yang didengarnya dari Rasulullah pada hari
wafat beberapa saat sebelurn beliau sakit .

2.2.7.2 Nama Nama Surat Dan Tartib Turunnya Al-Quran

Urutan Turun No. Surat Nama Jumlah Ayat Tempat Turun

1 96 Al-‘Alaq 19 Makkiyah

2 68 Al-Qalam 52 Makkiyah

45
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, ( Malang::UIN Maliki Press), hlm 68.
46
Umi Sumbulah, dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadits, hlm 69.
47
Ahmad Al-Sayid Al-Kumiy dan Muhammad Ahmad Yusuf Al-Qasim ‘Ulum Al-Quran, hal 50, sebagaimana dikutip oleh Acep Hermawan, Ulumul Quran, hlm 28.

11
3 73 Al-Muzzammil 20 Makkiyah

4 74 Al-Muddatstsir 56 Makkiyah

5 1 Al-Faatihah 7 Makkiyah

6 111 Al-lahab 5 Makkiyah

7 81 At-Takwiir 29 Makkiyah

8 87 Al-A’laa 19 Makkiyah

9 92 Al-Lail 21 Makkiyah

10 89 Al-Fajr 30 Makkiyah

11 93 Adh-Duhaa 11 Makkiyah

12 94 Al-insyirah 8 Makkiyah

13 103 Al-‘Ashr 3 Makkiyah

14 100 Al-‘Aadiyaat 11 Makkiyah

15 108 Al-Kautsar 3 Makkiyah

16 102 At-Takaatsur 8 Makkiyah

17 107 Al-Maa’uun 7 Makkiyah

18 109 Al-Kaafiruun 6 Makkiyah

19 105 Al-Fiil 5 Makkiyah

20 113 Al-Falaq 5 Makkiyah

21 114 An-Naas 6 Makkiyah

12
22 112 Al-Ikhlas 4 Makkiyah

23 53 An-Najm 62 Makkiyah

24 80 Abasa 42 Makkiyah

25 97 Al-Qadr 5 Makkiyah

26 91 Asy-Syams 15 Makkiyah

27 85 Al-Buruuj 22 Makkiyah

28 95 At-Tiin 8 Makkiyah

29 106 Quraisy 4 Makkiyah

30 101 Al-Qaari’ah 11 Makkiyah

31 75 Al-Qiyaamah 40 Makkiyah

32 104 Al-Humazah 9 Makkiyah

33 77 Al-Mursalaat 50 Makkiyah

34 50 Qaaf 45 Makkiyah

35 90 Al-Balad 20 Makkiyah

36 86 Ath-Thaariq 17 Makkiyah

37 54 Al-Qamar 55 Makkiyah

38 38 Shaad 88 Makkiyah

39 7 Al-A’raaf 206 Makkiyah

40 72 Al-Jin 28 Makkiyah

13
41 36 Yaasiin 83 Makkiyah

42 25 Al-Furqaan 77 Makkiyah

43 35 Faathir 45 Makkiyah

44 19 Maryam 98 Makkiyah

45 20 Thaahaa 135 Makkiyah

46 56 Al-Waaqi’ah 96 Makkiyah

47 26 Asy-Syu’araa’ 227 Makkiyah

48 27 An-Naml 93 Makkiyah

49 28 Al-Qashash 88 Makkiyah

50 17 Al-Israa’ 111 Makkiyah

51 10 Yunus 109 Makkiyah

52 11 Huud 123 Makkiyah

53 12 Yusuf 111 Makkiyah

54 15 Al-Hijr 99 Makkiyah

55 6 Al-An’am 165 Makkiyah

56 37 Ash-Shaaffat 182 Makkiyah

57 31 Luqman 34 Makkiyah

58 34 Saba ‘ 54 Makkiyah

59 39 Az-Zumar 75 Makkiyah

14
60 40 Al-Mu’min 85 Makkiyah

61 41 Fushshilat 54 Makkiyah

62 42 Asy-Syuura 53 Makkiyah

63 43 Az-Zukhruf 89 Makkiyah

64 44 Ad-Dukhaan 59 Makkiyah

65 45 Al-Jatsiyaah 37 Makkiyah

66 46 Al-Ahqaaf 35 Makkiyah

67 51 Adz-Dzariyaat 60 Makkiyah

68 88 Al-Ghaasyiyah 26 Makkiyah

69 18 Al-Kahfi 110 Makkiyah

70 16 An-Nahl 128 Makkiyah

71 71 Nuh 28 Makkiyah

72 14 Ibrahim 52 Makkiyah

73 21 Al-Anbiyaa’ 112 Makkiyah

74 23 Al-Mu’minuun 118 Makkiyah

75 32 As-Sajdah 30 Makkiyah

76 52 At-Thuur 49 Makkiyah

77 67 Al-Mulk 30 Makkiyah

78 69 Al-Haaqqah 52 Makkiyah

15
79 70 Al-Ma’aarij 44 Makkiyah

80 78 An-Naba’ 40 Makkiyah

81 79 An-Nazi’at 46 Makkiyah

82 82 Al-Infithaar 19 Makkiyah

83 84 Al-Insyiqaaq 25 Makkiyah

84 30 Ar-Ruum 60 Makkiyah

85 29 Al-‘Ankabuut 69 Makkiyah

86 83 Al-Muthaffifiin 36 Makkiyah

87 2 Al-Baqarah 286 Madaniyah

88 8 Al-Anfaal 75 Madaniyah

89 3 Ali ‘Imran 200 Madaniyah

90 33 Al-Ahzab 73 Madaniyah

91 60 Al-Mumtahanah 13 Madaniyah

92 4 An-Nisaa’ 176 Madaniyah

93 99 Al-Zalzalah 8 Madaniyah

94 57 Al-Hadiid 29 Madaniyah

95 47 Muhammad 38 Madaniyah

96 13 Ar-Ra’d 43 Madaniyah

97 55 Ar-Rahmaan 78 Makkiyah

16
98 76 Al-Insaan 31 Madaniyah

99 65 Ath-Thalaaq 12 Madaniyah

100 98 Al-Bayyinah 8 Madaniyah

101 59 Al-Hasyr 24 Madaniyah

102 24 An-Nuur 64 Madaniyah

103 22 Al-Hajj 78 Madaniyah

104 63 Al-Munaafiquun 11 Madaniyah

105 58 Al-Mujaadilah 22 Madaniyah

106 49 Al-Hujuraat 18 Madaniyah

107 66 At-Tahriim 12 Madaniyah

108 64 At-Taghaabun 18 Madaniyah

109 61 Ash-Shaff 14 Madaniyah

110 62 Al-Jumu’ah 11 Madaniyah

111 48 Al-Fath 29 Madaniyah

112 5 Al-Maa-idah 120 Madaniyah

113 9 At-Taubah 129 Madaniyah

114 110 An-Nashr 3 Madaniyah

17
2. 2 Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an

2.2.1 Pada Masa Nabi Muhammad saw.

Wahyu turun kepada Rasulullah saw. Ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke Madinah. Kemudian wahyu terus-menerus turun selama 23 tahun
berikutnya. Setiap kali turun wahyu, beliau selalu membacakannya kepada para sahabat. Lalu, menyuruh mereka menulisnya. Beliau melarang para sahabat menulis hadits-
hadits karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an. Rasul saw. Bersabda:

“Janganlah kalian menulis sesuatu dariku kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya”.48

Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa ar-Riqa’ (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang
binatang), al-‘Usbu (pelepah kurma), dan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Dalam sebuah atsar dari Zaid bin Tsabit mengatakan:

“Aku mengumpulkan Al-Qur’an dengan sangat teliti dari kulit dan tulang binatang, dan pelepah kurma”. 49

Menurut riwayat lainnya Rasulullah memiliki penulis sebanyak 34 orang yang mencatat wahyu dengan tulisan yang telah ditetapkan yaitu tulisan Naskhi.50

Dalam riwayat lain dari Al Barra’ bin ‘Azib ra menuturkan:

“Saat aku bersama Rasul saw., beliau bersabda : “panggil Zaid untuk menghadap kepadaku sambil membawa alat tulis dan tulang binatang”.

Adapun hadits yang menguatkan bahwa penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah saw. adalah hadits yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan
sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata :

“Suatu saat kita bersama Rasulullah saw. dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang”.

Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyak naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal
adalah Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal dan Zaid bin Tsabit. 51 Adapula yang mengatakan penulis Al-Qur’an yang terkenal diantanya adalah khalifah
yang empat, Abu Sufyan dan kedua putranya, Muawiyah dan Yazid, Said bin al-Ash dan kedua putranya, Aban dan Khalid, Zaid bin Tsabit, Zubair bin Awwam, Thalhah bin
Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqash, Amir bin Fuhairah, Abdullah bin al-Arqam, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Said bin Abi as-Sarh, Ubai bin Ka’ab, Tsabit ibn Qais,
Handzalah bin ar-Rabi’, Syurahbil bin Hasanah, ‘Ala bin al-Hadhrami, Khalid bin al-Walid, ‘Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah, Mu’aiqib bin Abi Fathimah ad-Dusi,
Khuzaifah bin al-Yaman, dan Huwaithib bin Abdil ‘Uzza al-Amiri. Yang paling banyak bersama Nabi dan paling banyak menulis Al-Qur’an adalah Zaid bin Tsabit dan Ali
bin Abi Thalib.52

48
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an (Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009), hlm 1.
49
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 1.
50
Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1993), hlm 63.
51
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an, hlm 2-3
52
Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an, hlm 63.

18
Dari Anas bin Malik ra, ia berkata:

“Saat Nabi saw. wafat, Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam bentuk buku, tetapi empat sahabat mempunyai catatan lengkap, yaitu Abu Darda, Mu’adz bin Jabal, Zaid
bin Tsabit dan Abu Zaid”.

Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an pada waktu itu adalah:

1) Rasulullah saw. melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke wilayah musuh. Beliau bersabda:

“Janganlah kalian membawa catatan Al-Qur’an ke wilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al-Qur’an tersebut jatuh ke tangan
mereka”.

2) Kisah masuk Islamnya sahabat ‘Umar bin Khattab ra. yang disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa waktu itu ‘Umar mendengar saudara perempuannya yang
bernama Fatimah sedang membaca awal surat Thaaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al-Qur’an kemudian ‘Umar mendengar, meraihnya kemudian membacanya,
inilah yang menjadi sebab ia mendapatkan hidayah dari Allah sehingga ia masuk Islam. 53

Dalam satu riwayat yang bersumber dari Ali bin Ibrahim, dari Abi Bakar al-Hadhrami bahwa Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad saw., berkata: “Rasulullah pernah
berkata kepada Ali: “Hai Ali, Al-Qur’an ada dibelakang tempat tidurku, di suhuf, sutera dan kertas (lembaran kain atau lainnya). Ambillah, kemudian kumpulkan, jangan
disia-siakan seperti orang Yahudi menyianyiakan Taurat”. Ali menuju tempat tersebut dan membungkusnya dalam kain berwarna kuning, selanjutnya ditutup dengan segel.54

Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi saw. ini dikenal juga dengan istilah Al-Jam’ul Quran Al-Awwal, artinya penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an yang pertama kali.
Bisa disimpulkan, Al-Qur’an pada masa Nabi saw. masih tercecer pada media-media tulisan yang ada pada waktu itu. Tertulis berurutan ayat dan tidak berurutan surah,
namun karena media tidak sejenis sehingga tidak mungkin dijilid menjadi buku. 55

Dari Usman bin Affan ra, ia berkata:

“Setiap Nabi saw. menerima wahyu, Beliau langsung memanggil para penulis seraya bersabda: “Letakkan ayat ini pada surah yang menyebutkan begini... begini....””.

Selain karena media yang terbatas, pengumpulan Al-Qur’an pada masa yang pertama ini lebih dititikberatkan pada hafalan para sahabat. Wajarlah jika sahabat ‘Umar
merasa terpanggil untuk mengumpulkan Al-Qur’an kembali pada masa pemerintahan Abu Bakar ra, sebab banyaknya para sahabat penghafal Al-Qur’an yang syahid pada
perang Yamanah.56

53
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an (Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009), hlm 3.
54
Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1993), hlm 66.
55
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an, hlm 4.
56
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 4.

19
2.2.2 Pada Masa Abu Bakar ra.

Setelah Rasulullah saw. wafat, pemerintahan dipegang oleh Abu Bakar ra. Seorang bernama Musailamah (si pendusta) muncul di daerah, Yamamah pada tahun pertama
kepemimpinannnya. Abu Bakar segera mengambil tindakan untuk memeranginya. Disiapkanlah bala tentara yang terdiri atas para Qurra’ dan Huffadh Al-Qur’an serta orang-
orang selain mereka. Peperangan ini dimenangkan oleh umat Islam dan Musailamah terbunuh, diantaranya para Qari’ dan Hafizh Al-Qur’an juga syahid. Hal ini yang
membuat Umar menganggap perlu mengumpulkan Al-Qur’an.57

Sepanjang hidup Rasulullah saw. Al-Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu, karena Al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
Sepeninggal Rasulullah saw., istrinya ‘Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan (manuskrip) Al-Qur’an. Pada masa pemerintahan Abu Bakar ra. terjadilah Jam’ul Quran
Ats-Tsany; atau pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang ditulis kembali untuk yang kedua. Pengumpulan kedua ini terjadi pada tahun 12 H. Khalifah
Abu Bakar ra. sendiri memegang tampuk kekhalifahan dari tahun 11 sampai 13 H. 58

2.2.2.1 Latar Belakang Pengumpulan Naskah

Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an pada masa Abu Bakar. Salah satunya adalah
Atsar yang diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra. yang berbunyi:

“Suatu ketika Abu Bakar menemuiku untuk menceritakan perihal korban pada perang Yamamah, ternyata Umar juga bersamanya”.

Abu Bakar berkata: “Umar menghadap kepadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para
penghafal Al-Qur’an, aku khawatir kejadian serupa akan menimpa para penghafal Al-Qur’an dibeberapa tempat sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat yang hafal
Al-Qur’an, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an”.

Lalu aku berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.?”

Dari riwayat ini, jelaslah bahwa Abu Bakar takut bertindak apa yang belum pernah dilakukan Rasulullah, karena sangat taatnya ia kepada Nabi.

Umar menjawab: “Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan”. (Maksudnya untuk kemaslahatan umat, mengingat bahwa Al-Qur’an sebagai dasar ajaran-ajaran agama
Islam).59

Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan, usul umar untuk mengumpulkan Al-
Qur’an.60

Zaid berkata: “Abu Bakar berkata kepadaku: ‘engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menuliskan wahyu
(Al-Qur’an) untuk Rasulullah saw., maka sekarang periksa dan telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah Mushaf’.

57
Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1993), hlm 83.
58
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an (Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009), hlm 4-5.
59
Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an , hlm 85.
60
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 6.

20
Zaid berkata: “Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku daripada memerintahkan aku untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain”. 61

Abu Bakar kemudian membentuk Lajnah (panitia) yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit ra. Anggota intinya adalah Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Zaid.
Panitia tersebut didukung penuh oleh para sahabat senior seperti Umar bin Khattab, Ali bi Abi Thalib dan lain-lain.

Sebagaimana atsar diriwayatkan oleh Zaid diatas, ia meneliti Al-Qur’an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang
lain. Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab ra. Sepeninggal Umar, mushaf tersebut disimpan oleh
putrinya sekaligus istri Rasulullah saw. yang bernama Hafsah binti Umar ra. Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap keputusan
Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an menjadi Mushaf. 62

Sahabat Ali bin Abi Thalib berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini, beliau berkata:

“Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an. Selain
itu juga Abu Bakarlah yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf”.

Menurut riwayat lain orang yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma’qil pada tahun 12 H lewat ucapannya:

“Kami menyebut di negara ini untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan dibundel sebagai MUSHAF”.63

Dari ucapan Salim inilah Abu Bakar mendapatkan inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya dengan al-Mushaf as-Syarif
(kumpulan naskah yang mulia). 64

Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah; jama’nya Sahaif) disebutkan sebanyak 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al-Bayyinah, 98 : 2;

َِ ََ‫رسولَمنَهللاَيتلوأَصحفاَمطهرة‬

“Seorang utusan Allah yang membacakan lembaran-lembaran yang suci”.

2.2.2.2 Teknis Pengumpulan

Tindakan pertama yang dilakukan oleh panitia pimpinan Zaid sebagai bentuk pelaksanaan instruksi dari Khalifah Abu Bakar ra. adalah mengumumkan kepada para
sahabat disegenap penjuru kota agar mengumpulkan Al-Qur’an yang tertulis dalam berbagai macam media. Sebagaimana riwayat Ibnu Abi Dawud dari jalan Yahya bin
Abdir Rahman, bahwa Umar ra berkata:

61
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an (Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009), hlm 7.
62
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 7.
63
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 7.
64
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 8.

21
“Barangsiapa yang pernah talaqqy (belajar langsung) Al-Qur’an kepada Rasul saw. hendaklah mendatangi kami dengan membawa dua orang saksi. Banyak diantara
para sahabat yang mendatangi panitia pengumpulan Al-Qur’an dan membawa catatan Al-Qur’an yang pernah mereka tulis dihadapan Nabi saw. Panitia konsisten untuk
tidak menerima catatan tanpa dipersaksikan paling sedikit oleh dua orang saksi. Bahkan mereka berdua diperintahkan oleh Khalifah untuk siap sedia di depan Masjid
menunggu para sahabat menyerahkan manuskrip atau tulisan Al-Qur’an yang mereka tulis untuk diri mereka masing-masing untuk dikumpulkan menjadi satu”.65

Diriwayatkan oleh ‘Urwah bin Zubair, ia berkata:

“Abu Bakar berkata kepada Umar dan Zaid: “Duduklah di depan masjid, jika ada seseorang membawa tulisan Al-Qur’an yang dipersaksikan dua orang saksi,
tulislah”.

Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra. ditulis dan disusun menjadi sebuah buku. Tertulis pada kulit binatang lalu diikat atau dijilid. Menurut sebuah riwayat, susunan
surat-suratnya menurut sebagian riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu. Sedang menurut sebagian riwayat lain, pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra.
ini telah berhasil menyusun Al-Qur’an tidak hanya berupa bundelan, tetapi telah berurutan ayat dan tidak berurutan surahnnya. Pendapat kedua inilah yang paling valid
menurut kebanyakan ulama.66

2.2.3 Pada Masa Umar bin Khattab

Jarang sekali buku-buku serta artikel maupun opini menuliskan mengenai penulisan Al-qur’an pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Dikarenakan Umar bin
Khattab merupakan pemeran penting penulisan Al-qur,an pada zaman Abu Bakar As-siddiq. Sehingga perubahan yang berarti tidak dilakukan lagi di zaman pemerintahan
Umar bin Khattab.

Dapat dikatakan bahwasanya peran Umar bin Khattab pada zaman pemerintahan Abu Bakar As-siddiq sangatlah penting. Pada zaman pemerintahan Abu bakar As-
siddiq terjadi peristiwa perang Yamamah, perang tersebut melibatkan banyak sekali para Qurra’/Huffadz (penghafal Al-qur’an) yang mati terbunuh. Dari situlah muncul
kekhawatiran Umar bin Khattab akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an akibat wafatnya para huffazh.67Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang
masih ada di lembaran-lembaran. Dari hal tersebut dapat di katakan Umar bin Khattab mencetus sebuah pemikiran untuk mengumpulkan Al-qur’an yang masih berlembar-
lembar.

Kemudian ditengah keraguan Abu Bakar As-siddiq dan Zaid bin Tsabit mengenai bertindak hal-hal yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah S.A.W karna
ketaatan dua sahabat ini terhadap Rasulullah. Kekhawatiran tersebut berhasil diredakan oleh Umar bin Khattab.68 Beberapa contoh di atas merupakan bukti bahwa peran
Umar bin Khattab sangatlah penting.

Selama masa pemerintahan Umar bin Khattab masih menekuni pengumpulan Al-qur’an.Pengumpulan Al-Qur,an yang dimaksud disini adalah pengumpulan ayat-
ayat yang tertulis di Atas Tulang, pelepah dan kemudian di atas batu untuk kemudian disalin di atas kulit yang telah di samak 69

65
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an (Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009), hlm 8-9.
66
Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an , hlm 8-9.
67
Abu Abdullah Az-zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-qur’an(Bandung:Penerbit Mizan,1993), hlm 9.
68
Abu Abdullah Az-zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-qur’an, hlm 9.
69
Abu Abdullah Az-zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-qur’an, hlm 9.

22
2.2.4 Pada Zaman Utsman bin Affan

Untuk pertama kali Al-Qur’an ditulis dalam satu mushaf. Penulisan ini disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafshah binti Umar. (hasil usaha
pengumpulan di masa Abu Bakar ra.).

Dalam penulisan ini sangat diperhatikan sekali perbedaan bacaan (untuk menghindari perselisihan di antara umat). Usman ra. memberikan tanggung jawab penulisan ini
kepada Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan AbdurRahman bin Al Haris bin Hisyam. Mushaf tersebut ditulis tanpa titik dan baris. Hasil penulisan
tersebut satu disimpan Usman ra. dan sisanya disebar ke berbagai penjuru negara Islam. 70

Kondisi Al-Qur’an
Tersebarnya Al-Qur’an di beberapa negeri ternyata berdampak negatif terhadap persatuan umat Islam karena masing-masing daerah memiliki karakter
bahasa dan dialek yang berbeda. Hal ini memicu egosentris masing-masing pemegang mushaf di daerah dengan menyangka bahwa riwayat qiro’at merekalah yang
paling benar dan lebih baik dari qiro’at yang lain. Yang lebih ironinya adalah timbul konflik antara murid-murid yang belajar AlQur’an dari guru yang berbeda. Tak
menghiraukan Al-Qur’an lagi dan tak menghormati guru (sahabat) yang mengajar di antara mereka saling mengkafirkan yang lain. 71
Gagasan pengumpulan Al-Qur’an menjadi mushaf
Terjadi perbedaan cara membaca (qiro’at) di beberapa negara Islam. Maka, Usman menyatukannya dalam satu bacaan yang sering dibaca Rasulullah. Dia
satukan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Ras Utsmani merupakan bacaan kaum
muslimin hingga masa kini.
Prilaku menyimpang dan terlalu gampang mengklaim kafir terhadap sesama muslim itu akhirnya didengar oleh Usman bin Affan. Berita tersebut
merisaukan Usman dan menjejaskan persatuan umat. Menyikapi berita itu dia berpidato di hadapan kaum muslimin: “Kalian yang ada di hadapanku berbeda
pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dari ku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya”.
Salah seorang sahabat yang sangat prihatin melihat prilaku kaum muslimin ini adalah Huzaifah. Dia sangat menyayangkan sikap kaum muslimin yang semakin hari
semakin hebat perselisihan tentang qiro’at. Maka serta dia mengusulkan kepada Usman agar mengatasi permasalahan dan menghentikan perselisihan qiro’at.
Ketika terjadi perselisihan tentang Al-Qur’an seyogyanya tidak menghukum sendiri akan tetapi merujuk kepada orang yang ahli. Sebaiknya adalah
menghindari terjadinya perselisihan tersebut. Menurut As-Sayyid Nada hendaknya seseorang membubarkan diri jika terjadi pereselisihan tentang Al-Qur’an
sebagaimana dianjurkannya manusia berkumpul untuk membaca Al-Qur’an. Jika terjadi perselisihan di antara mereka tentang Al-Qur’an, lafazh-lafazh, hukum-
hukumnya, atau yang selainnya dan perselisishan itu berlarut-larut hingga dikhawatirkan akan membawa akibat-akibat buruk, hendaknya mereka membubarkan diri.
Sebab, dikhawatirkan syaitan akan menjadikan mereka bercerai-berai.
Ditunjuklah beberapa orang sahabat untuk menjadi tim penulis wahyu setelah melalui penelitian. Mereka yang terpilih adalah orang yang paling tulisannya
dan paling menguasai Bahasa Arab yaitu Zaid bin Tsabit Sang Penulis Wahyu sejak zaman Rasul dan Sa’id bin Ash yang dialek Arabnya sangat mirip dengan Rasul.
Mereka berdua dibantu oleh Abdullah bin Zubair. 72
Pedoman penyalinan kembali Al-Qur’an
Di samping itu Usman juga mengadakan penelitian terhadap shuhuf yang telah sempurna pengumpulannya pada zaman Abu Bakar dan Umar. Shuhuf yang
disimpan Hafsah itulah yang mewarnai Mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan.
Dwi tunggal penulis wahyu itu selalu sependapat dan tidak pernah berselisih pendapat dalam melaksanakan tugas kecuali pada satu tempat dan itupun
segera mereka atasi dengan mengambil qiro’ah Zaid bin Tsabit sebagai pedoman dengan alasan Zaid adalah penulis wahyu.

70
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany,Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an(Solo:Rahma,2009), hlm 22.
71
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany,Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 22..
72
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany,Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 23.

23
Manakala penulisan selesai pekerjaan selanjutnya adalah menggandakan mushaf untuk didistribusikan ke negeri-negeri Islam dan menyita semua mushaf
yang ada pada masyarakat kecuali beberapa mushaf yang ditulis oleh sahabat kenamaan seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab21.
Keistimewaan Mushaf Utsmani
Beberapa keistimewaan Mushaf Usmani yaitu:
1. Mushaf ini ditulis berdasarkan kepada riwayat yang mutawatir bukan riwayat ahad 2. Mushaf ini meninggalkan ayat yang dinasakh bacaannya
3. Tertib susunannya (ayat dan surat) sesuai dengan tertib ayat dan surat yang dikenal sekarang ini
4. Penulisannya berdasarkan cara yang dapat menghimpun segi bacaan yang berbeda-beda dan huruf-hurufnya sesuai dengan diturunkannya Alquran tujuh huruf
5. Menjauhkan segala sesuatu yang bukan Alquran, seperti tafsiran yang ditulis oleh sebagian orang (sahabat) dalam mushaf pribadinya.
Keistimewaan mushaf ini mengistimewakan Utsman sebagai pelopor atau orang yang pertama menghimpun Al-Qur’an dalam satu tulisan dan -. Kata
AsSayuthi:
Penyempurnaan Mushaf Utsmani
Setidaknya ada tiga fase penyempurnaan tulisan Al-Qur’an. Penyempurnaan dilakukan karena banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam dimana dialek
mereka berbeda dengan dialek Arab yang asli. Maka lahirlah gagasan untuk mempermudah bacaan Al-Qur’an sebagai upaya menghindari terjadinya kecacatan atau
kecederaan dalam bacaan. Tiga fase itu adalah sebagai berikut:
a. Mu’awiyah bin Abu sofyan menugaskan Abul Aswad Ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari
kesalahan membaca.
b. Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (baa dengan satu titik di
bawah, taa dengan dua titik di atas, tsaa dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashir bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
c. Peletakkan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: dhammah, fathah, kasrah dan sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin
Ahmad Al-Farahidy.
Tidak hanya sampai di situ upaya penyempurnaan tulisan Alquran, pemberian tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqaf, pangkal surah, nama surah, tempat
turunnya, dan bilangan ayatnya. Upaya ini terjadi pada masa Al-Makmun. Adapun fase-fase percetakkan Al-Qur’an agar jumlah Al-Qur’an yang beredar di tengah
masyarakat setidaknya memadai dan mencukupi kebutuhan kaum muslimin juga mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Kalau pada mulanya Al-Qur’an
digandakan secara manual lalu disebarkan tetapi sangat terbatas, maka proses percetakkan bertujuan agar jumlah oplahnya banyak. 73

Fase-fase percetakan Alquran adalah:


a. Dicetak di Venesia (Bunduqiyah) pada tahun 1530 M. Masa ini mengalami intimidasi dari gereja.
b. Dicetak di Hamburg pada tahun 1694 M oleh Hinkelmann
c. Dicetak di Padone pada tahun 1698 M oleh Marocci.
d. Dicetak secara Islami di Saint Petersbaurg Rusia pada tahun 1873 M oleh Maulaya Usman
e. Dicetak di Qazan
f. Dicetak di Iran sebanyak dua kali
g. Dicetak di Taheran pada tahun 1828.
h. Dicetak di Tibriz pada tahun 1833 M
i. Dicetak oleh Flugel di Leipzig pada tahun 1834.

73
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany,Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an(Solo:Rahma,2009), hlm 23.

24
2.2.5 Pada Masa Ali bin Abi Thalib ra.

Pada masa ini Usman bin Affan telah berhasil menyelesaikan masalah mengenai bacaan Al-Quran. Permasalahan tersebut diatasi dengan pembuatan Quran induk yang
digunakan sebagai acuan. Setelah terbentuknya Quran induk terdapat masalah baru yang muncul dikalangan umat Islam di belahan dunia yang terdiri dari berbagai macam
bangsa, suku, bahasa yang berbeda mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam membaca Quran. Hal ini memberi inspirasi kepada seorang pakar bahasa Arab dan merupakan
sahabat Ali bin Abi Thalib bernama Abul-Aswad as-Dualy. Beliau merupakan khalifah pada masa Ali bin Abi Thalib ra. Inspirasi yang diperoleh adalah tanda baca (Nuqathu
I’rab) yang dibuat dengan bentuk tanda titik. Khalifah menyetujui pemberian tanda baca pada akhir Abad 1 Hijriah. Tanda baca tersebut diaplikasikan pada Mushaf dan pada
riwayat dari Ali ra.,74

Abul-Aswad ad-Dualt menggunakan titik bundar penuh dengan warna merah untuk menandai fathah, kasrah, dhammah, tanwin dan penggunaan warna hijau untuk
Hamzah. Jika terdapat kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya dengan awalan huruf Halq (idzhar) maka ditandari dengan tanda titik dua horizontal dan titik
dua vertikal untuk idgham.75

2.2.6 Pada masa Pasca Al Khulafaur Rasyidiin

Nasr bin ‘Ashim merupakan tokoh pertama kali membuat Naqtul I’jam (tanda tutuk untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya) atas permintaan Hajjaj bin
Yusuf as-Tsaqafy yang merupakan seorang khalifah pada masa Dinasti Umayyah (40-95 H). Tokoh yang menggunakan pertama kali tanda fathah, kasrah, dhammah, sukun,
dan tasydid adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy pada abad ke-2 H.76

Pada masa Khalifah Al-Makmun tercipta tanda baca tajwid berupa isymam, rum, dan mad. Tanda baca yang dibuat merupakan hasil ijtihad dari para ulama untuk
memudahkan orang non Arab untuk membaca dan menghafal Al Quran. Terdapat tanda baru berupa lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat,
tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (mulai membaca), menerangkan identitas surat setiap awal dengan pemberian nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah
‘Ain. Tanda lain yang digunakana sebagai pemisah antar satu Juz dengan lainnya berupa kata JUZ diikuti dengan penomorannya (Misal al-juz utsalisu: untuk juz 3)77

Pencetakan Al Quran pertama kali pada tahun 1787 diterbitkan oleh St. Pitersburg dengan edisi Malay Usman. Kemudian pencetakan Al Quran selajutnya terdapat di
Kazan tahun 1828, Persia Iran 1838 dan Istambul 1877. Pada tahun 1858 terdapat kesalahan dalam percetakan di Jerman dengan edisi Fluegel yang memiliki kesalahan dalam
sistem penomoran ayat dikarenakan tidak sesuai dengan sistem dalam mushaf standart.

Mushaf yang terdapat sampai sekarang berjumlah empat yang disinyalir merupakan salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah
Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand tertulis dengan Khat Kufy. Kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M sempat merampas dan disimpan di
perpustkaan Pitsgard (sekarang St.PiterBurg) terdapat larangan melihat untuk umat Islam. Pada yang sama mushaf dipindahkan ke kota Opa sampai tahun 1923 M. Mushaf
dikembalikan ke kota Tasyqand oleh organisasi Islam di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian Asia Tengah). 78

Musah kedua terdapat di Museum al-Husainy di kota Kairo Mesir dan Mushaf ketiga dan keempat di kota Istambul Turki. Pencetakan oleh kalangan Islam dan diawasi
oleh para Ulama pada Abad ke-20. Cetakan Al Quran yang banyak digunakan di dunia Islam merupakan cetakan Mesir yang dikenal dengan edisi Raja Fuad. Edisi tersebut

74
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an(Solo:Rahma,2009), hlm 13-14.
75
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 14-15.
76
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 15.
77
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 15-16.
78
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany, Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an, hlm 17.

25
ditulis dengan Qiraat ‘Ashim riwayat hafs dan diterbitkan pertama kali di Kairo pada tahun 1344 H/ 1926 M. Pada tahun 1947 M Al Quran dicetak dengan teknik offset
dengan teknologi percetakan terbaru dan memiliki huruf-huruf yang indah. Pencetakan dilakukan di Turki diplopori oleh seorang ahli kaligrafi Turki bernama Said Nursi. 79

79
H. Ziyad Ul-Haq At-Tubany,Karakter Diri Dibalik Juz Al-qur’an (Solo:Rahma,2009), hlm 17.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :

1.Al-Qur'an diturunkan bertujuan untuk meninggikan derajat kemanusiaan bangsa manusia yang hampir lenyap-musnah perikemanusiannyadan untuk menghapuskan
kepercayaan manusia yang telah sesat dan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat. Masa diturunkannya terbagi menjadi dua phase yaitu ketika Nabi Muhammad saw
bermukim di Makkah dan ketika sesudah hijrah ke madinah. Ayat yang diturunkan di makkah disebut makiyah sedangkan yang turun di madinah disebut madaniyah.
Penurunanya dilakukan secara berangsur-angsur selama 20 tahun 2 bulan 22 hari dikarenakan agar tetap di dalam hati sanubari Nabi SAW, kemudian agar beliau
tidak berat dalam membacakan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan, agar manusia ya ng menerima pengajaran dari Al-Qur’an dapat mengajarkannya
sedikit demi sedikit. Dimana perintahnya dapat dilaksanakan dan larangannya dapat dijauhi sehingga sempurna. Mengenai ayat yang pertama turun, periwayat Hadits
terkenal, Al-Bukhari meriwayatkan dua buah hadits yang berbeda. Salah satunya mengatakan bahwa ayat pertama turun adalah lima ayat pertama pada surat Al-
Alaq.

2.Sejarah kodifikasi Al-Qur'an dimulai sejak pada masa Nabi Muhammad yang kemudian di lanjutkan oleh para sahabatnya. Dimana pada masa Nabi Muhammad
dilakukan pengajaran Al-Qur'an dengan cara dibacakan kemudian para sahabatnya disuruh untuk menulisnya. Lalu ketika pada masa Abu Bakar ra dilakukan
pengumpulan naskah Al-Qur'an. Pada masa Umar Bin Kattab terdapat sebuah pemikiran untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam bentuk lembaran. Selanjutnya
pada masa Utsman Bin Affan pertamakalinya Al-Qur'an ditulis dalam bentuk mushaf. Pada masa Ali Bin Abi Thalib ra mulailah terbentuk Al-Qur'an induk. Dan
pada masa pasca Kulafaur Rasyidin terjadi pengembangan mengenai Al-Qur'an dimana tercipta tanda baca tajwid dan untuk pertamakalinya Al- Qur'an dicetak pada
tahun 1787.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al-Abyadi, Ibrahim.1992. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Al Abyari ,Ibrahim.1993. Kitab Tarikhul Qur’an. Semarang : Dina Utama.

Al-Zarkasyi, Badr Al-Din. 1972. Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran, jilid 1. Beirut: Dar Al-Ma’rifah li Al-Thiba’ah wa Al Nasyr.

Ash Shiddieqy,M.H.T.1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang

Athaillaah, A.H. 2010. Sejarah Al-Qur'an Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Belajar

At-Tubany, Ziyad Ul-Haq. 2009. Karakter Diri Dibalik Juz Al-Qur’an. Surakarta: Rahma Media Pustaka.

Az-Zanjani, Abu Abdullah. 1993. Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Chirzin,M. 2014. Permata Al-Qur'an. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama

Hermawan,Acep. 2011. Ulumul Quran. Bandung:Remaja Rosdakarya

Kholil, K.H Moenawar. 1994. Al-Quran Dari Masa ke Masa. Solo:Ramadhani.

S.A. Zainal. 1992. Seluk Beluk Al-Qur'an. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sumbulah, Dr. Hj. Umi dkk. 2016. Studi Al-Qur’an dan Hadits. Malang::UIN Maliki Press

28

Anda mungkin juga menyukai