Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM PROSES PENDIDIKAN

Disusun oleh:

Ahmad Ahlan Asy’ari

212210019

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah

Mata Kuliah: Strategi Belajar Mengajar PAI

Dosen Pembimbing: Putriyani, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-HIKMAH BENDA

BREBES

TAHUN 2023
K ATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar tanpa ada hambatan
sedikit pun. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, nabi akhir zaman
yang telah membawa perubahan dari zaman kebodohan ke zaman kejayaan. Semoga kita
tergolong menjadi ummat beliau dan mendapatkan pertolongannya kelak di hari akhir.

Pada kesempatan yang berharga ini, kami bersyukur dapat menyelesaikan karya ilmiah
berupa makalah dengan judul “Mengajar dan Belajar Dalam Proses Pendidikan” guna
memenuhi tugas kelompok rasa individu pada mata kuliah ‘Strategi Belajar Mengajar PAI’
yang diampu oleh dosen yang baik hati dan tidak sombong, beliau Ibu Putriyani, M.Pd,.

Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
kami dalam segala aspek dari kami memulai mengerjakan sampai menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini, kami harap saran dan kritiknya anda sekalian guna menyempurnakan segala
kekurangan yang ada dalam makalah ini.

Brebes, 26 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iiiii

BAB I................................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

C. Tujuan Masalah ..................................................................................................... 2

BAB II .............................................................................................................................. 3

A. Konsep Dasar Mengajar ........................................................................................ 3

B. Perlunya Perubahan Paradigma Tentang Mengajar............................................... 5

C. Makna Mengajar Dalam Standar Proses Pendidikan ............................................ 6

BAB III ........................................................................................................................... 10

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 12

iii
BAB I

A. Latar Belakang
Ada satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita sekaitan dengan
pembelajaran, yaitu lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak
kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
kelas banyak di arahkan pada kemampuan untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa
untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupannya sehari-hari.
Akibatnya, ketika anak didik lulus dari satu sekolah, mereka memang pintar secara teoretis,
akan tetapi miskin aplikasi. Di samping itu, proses pendidikan bukan hanya untuk
pembentukan kecerdasan intelektual (kognitif), atau pembentukan keterampilan
(psikomotorik) tertentu saja, namun perlu juga memperhatikan pembentukan sikap
(apektif) siswa, agar siswa dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-norma dan
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Namun demikian, dalam proses pembelajaran sikap,
terkadang terabaikan. Hal ini mungkin disebabkan karena proses pembelajaran
pembentukan sikap akhlak mulia memiliki beberapa kesulitan pelaksanaannya oleh guru.
Standar Proses Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan. Selain standar proses pendidikan ada beberapa standar lainnya yang ditetapkan
dalam standar nasional itu, yaitu: standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi (SI),
standar pendidik dan tenaga kependidikan (Kompetensi Guru), standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.1 Penetapan
standar-standar tersebut adalah karena pemerintah terdorong oleh rasa tanggungjawab
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan kita, yangselama ini dianggap jauh
tertinggal dengan mutu atau kualitas pendidikan di Negara lain.
Dalam implementasi standar proses pendidikan, guru merupakan komponen utama dan
sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada
guru sebagai ujung tombak pembelajaran. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas
pendidikan dengan menerapkan standar proses pembelajaran seharusnya dimulai dari
membenahi kemampuan guru. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah
bagaimana merancang suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang

1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 (2005). Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).

1
akan dicapai siswa. Kita yakin, tidak semua tujuan dapat dicapai hanya dengan satu strategi
saja, maka meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran adalah
jawabannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konsep dasar mengajar?
2. Apakah perlu adanya perubahan paradigma tentang mengajar?
3. Apa makna mengajar dalam standar proses pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar pendidikan.
2. Untuk mengetahui perlunya perubahan paradigma tentang mengajar.
3. Untuk mengetahui makna mengajar dalam standar proses pendidikan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

MENGAJAR DAN BELAJAR DALAM PROSES PENDIDIKAN

A. Konsep Dasar Mengajar


1) Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran
Mengajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna memberi
pelajaran.2 Kata mengajar dalam bahasa Inggris yaitu “teach”, kata ini berasal dari
bahasa Inggris kuno, yaitu taecan yang berasal dari bahasa Jerman kuno, yakni
taikjan. Taikjan berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Istilah
mengajar (teach) juga berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol.
Kata token juga berasal dari bahasa Jerman kuno, taiknom yang bermakna
pengetahuan dari taikjan. Dalam bahasa Inggris kuno taecan berarti to teach
(mengajar).3
Definisi mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau
pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap
sebagai proses mentransfer ilmu. Sebagai proses menyampaikan atau
memindahkan ilmu pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa
karakteristik sebagai berikut:4
a. Proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered)
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peran yang sangat penting.
Guru menentukan segalanya. Sehubungan dengan proses pembelajaran yang
berpusat pada guru, maka minimal ada tiga peranan utama yang harus dilakukan
guru, yaitu guru sebagai perencana, penyampai informasi, dan evaluator.
b.Siswa sebagai objek belajar
Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran menempatkan
siswa sebagai objek yang harus menguasai materi pelajaran. Peran siswa adalah
sebagai penerima informasi yang diberikan guru. Jenis informasi dan

2
Dikutip dalam KBBI Daring, yang diakses melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mengajar pada pukul
10.25, tanggal 24 September 2023.
3
Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2020),
hlm. 95
4
Ibid, hlm. 96-98

3
pengetahuan yang harus dipelajari dilihat dari pandangan apa yang menurut guru
dianggap baik dan bermanfaat bagi siswa.
c. Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu
Proses pengajaran berlangsung pada tempat tertentu dan waktu tertentu,
misalnya di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat. Adanya tempat yang
telah ditentukan menjadikan proses pengajaran berlangsung sangat formal.
Demikian pula halnya dengan waktu yang diatur sangat ketat. Seperti contoh
manakala waktu belajar suatu materi pelajaran sudah habis, maka segera siswa
akan belajar materi selanjutnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
d.Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat
menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan guru. Ini dikarenakan
kriteria keberhasilan ditentukan oleh penguasaan materi pelajaran, maka alat
evaluasi yang digunakan biasanya adalah tes tertulis (paper and pencil test) yang
dilaksanakan secara berkala.
2) Mengajar sebagai Proses Mengatur Lingkungan
Selain mengajar dianggap sebagai proses menyampaikan materi pelajaran,
mengajar juga dianggap sebagai proses mengatur lingkungan. Dalam konsep ini
yang diutamakan adalah belajarnya siswa. Mau sebanyak apapun materi pelajaran
yang dikuasai siswa, untuk apa jika itu tidak berdampak pada perilaku dan
kemampuan dirinya. Dengan demikian, proses mengubah perilaku menjadi hal
penting dalam mengajar.Ada beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai
proses mengatur lingkungan, diantaranya sebagai berikut:
a. Mengajar Berpusat pada Siswa (Student Centered)
Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria
keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh mana siswa telah
menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah
melakukan proses belajar. Dengan demikian, guru tidak lagi berperan menjadi
sumber belajar saja, melainkan menjadi orang yang membimbing dan
memfasilitasi agar siswa mau dan mampu untuk belajar. Inilah makna proses
pembelajaran berpusat kepada siswa.
b.Siswa sebagai Subjek Belajar
Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa tidak
dianggap sebagai makhluk hidup yang pasif yang hanya sebagai penerima

4
informasi, akan tetapi dipandang sebagai makhluk hidup yang aktif, yang
memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu yang memiliki
kemampuan dan potensi.
c. Proses Pembelajaran Berlangsung di Mana Saja
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka
proses pembelajaran bisa terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya
tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran yang akan dikaji. Misalnya, ketika
siswa akan belajar tentang fungsi stasiun kereta api, maka stasiun kereta api
itulah yang akan menjadi tempat belajar siswa.
d.Pembelajaran Berorientasi pada Pencapaian Tujuan
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, melainkan proses
untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan diraih. Oleh
karena itulah, penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses
pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku
yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa itu
dapat membentuk pola perilaku pada dirinya.
B. Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar
Ada pertanyaan penting jika kita membahas proses mengajar, apakah mengajar sebagai
proses menanamkan pengetahuan di abad teknologi sekarang masih berlaku? Apakah guru
dianggap mengajar jika gagal menanamkan pengetahuan kepada siswa?
Mengajar yang hanya dianggap sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Hal ini didasarkan pada tiga alasan, karena alasan
inilah yang menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma tentang mengajar, dari
mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses
mengatur lingkungan. Tiga alasan tersebut yaitu5:
1) Murid bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah makhluk hidup
yang sedang berkembang. Untuk mengoptimalkan perkembangan siswa, maka
dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengerahkan dan membimbing mereka. Oleh
karena itulah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi
yang memungkinkan siswa dapat dengan mudah mendapatkan informasi, tugas, dan
tanggung jawab guru bukan semakin sempit namun justru semakin luas. Guru bukan

5
Ibid, hlm. 100-102

5
saja dituntut lebih aktif untuk mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga
harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjukkan pada siswa
informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru tidak lagi
memosisikan diri sebagi sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi saja,
tetapi harus berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu
sendiri.
2) Kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin
dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebatnya perkembangan ilmu
pengetahuan pada era sekarang ini. Apa yang dulu tidak pernah terbayangkan, sekarang
menjadi kenyataan. Dalam bidang teknologi, begitu hebatnya orang menciptakan benda-
benda mekanik yang bukan hanya diam, tapi bergerak, bahkan bisa terbang menembus
angkasa. Demikian juga kehebatan para ahli yang bergerak dalam bidang kesehatan yang
mampu mencangkok organ tubuh manusia sehingga menambah harapan hidup manusia.
Kehebatan-kehebatan itu bersumber dari apa yang kita sebut sebagai pengetahuan. Abad
pengetahuan itulah yang seharusnya menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar tidak
hanya sekadar menghafal informasi, menghafal rumus-rumus, tetapi bagaimana
menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir.
3) Penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan
pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini,
anggapan manusia sebagai organisme yang pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh
lingkungan, telah banyak ditinggalkan orang. Orang sekarang lebih percaya, bahwa
manusia adalah organisme yang memiliki potensi. Potensi itulah yang akan menentukan
perilaku manusia. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan lagi memberikan stimulus,
akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Di sini, siswa tidak lagi
dianggap sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang harus mencari dan mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Pengetahuan itu tidak diberikan, akan tetapi dibangun oleh
siswa.
C. Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 Ayat 6, telah disebutkan
bahwa Standar Proses Pendidikan (SPP) adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan. Selain standar proses pendidikan (SPP) ada juga standar-
standar lainnya yang ditetapkan dalam SNP tersebut, seperti: standar kompetensi lulusan
(SKL), standar isi (SI), standar pendidik dan tenaga kependidikan (Kompetensi Guru),

6
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar
penilaian. Penetapan standar-standar inilah yang kemudian membuat pemerintah terdorong
oleh rasa tanggungjawab untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan yang ada
di negara ini, yang selama ini dianggap jauh tertinggal dengan mutu pendidikan dengan
negara lain.6
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan
materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya
siswa belajar. Makna lain belajar yang demikian sering diistilahkan dengan istilah
“pembelajaran”. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus
dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak,
peradaban, dan meningkatkan kehidupan mutu peserta didik.7
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan “pembelajaran”, bukan
berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai pengajar, sebab secara konseptual pada
dasarnya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar dan
belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar
adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Menurut Dewey, keterkaitan
antara belajar dan mengajar diistilahkan sebagai “menjual dan membeli”/ Teaching is to
Learning as Seliing is to Buying. Artinya, seseorang tidak mungkin akan menjual apabila
tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak akan ada perbuatan mengajar apabila tidak
membuat seseorang belajar. Dengan demikian, dalam istilah mengajar juga terkadung
proses belajar siswa. Inilah makna pembelajaran.
Dari penjelasan di atas, maka makna pembelajaran dalam konteks standar proses
pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan sebagai berikut.8
1) Pembelajaran adalah Proses Berpikir
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan
menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam
pembelajaran, proses berpikir tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan
materi pelajaran, melainkan kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri
(Self regulated).

6
Nurhasni, BELAJAR DAN MENGAJAR BERDASARKAN STANDAR PROSES PENDIDIKAN “Apa Perlunya?”, Jurnal
BAPPEDA, Vol. 3 No. 1, 2017, hlm. 56
7
Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2020),
hlm. 103
8
Ibid, hlm. 107-110

7
Bettencourt (di dalam Wina Sanjaya, 2020) berpendapat bahwa mengajar dalam
pembelajaran berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan,
membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Dalam
pembelajaran La Costa mengklasifikasikan mengajar menjadi tiga, yaitu teaching of
thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking (Wina Sanjaya, 2020).
2) Proses Pembelajaran adalah Memanfaatkan Potensi Otak
Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri.
Masing-masing belahan otak memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.
Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini sangat
teratur. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis,
membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik serta simbolis (De
Porter dalam Wina Sanjaya, 2020).
Cara kerja otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikirnya
sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal seperti perasaan dan
emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran benda atau orang),
kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas,
dan visualisasi.
Kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal dan seimbang. Belajar yang
hanya memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan
rasional akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar
berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan
memasukkan unsur-unsur yang bisa memengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses
belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Dalam standar proses pendidikan, belajar
adalah memanfaatkan kedua belahan otak secara seimbang.
3) Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat
Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas
pada dinding kelas. Hal ini berasumsikan bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan
selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai
tujuan itu, manusia akan dihadapkan dengan berbagai rintangan. Manakala rintangan sudah
dilaluinya, maka manusia akan dihadapkan dengan tujuan atau masalah baru, dan untuk
mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan dengan rintangan baru pula, yang
kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehidupan dari mulai lahir
hingga kematiannya manusia akan senantiasa dihadapkan pada tujuan dan rintangan yang

8
terus menerus. Dikatakan manusia yang sukses dan berhasil manakala ia dapat menembus
rintangan itu, dan dikatakan manusia gagal manakala ia tidak dapat melewati rintangan yang
dihadapinya.
Atas dasar itulah sekolah harus berperan sebagai wahana untuk memberikan latihan
bagaimana cara belajar. Melalui kemampuan bagaimana cara belajar, siswa akan dapat
belajar memecahkan rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang hayat yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan dengan
empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO, yaitu: learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. 9

9
Ibid, hlm. 110

9
BAB III

A. Kesimpulan
Mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru
kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer
ilmu. Sebagai proses menyampaikan atau memindahkan ilmu pengetahuan, maka mengajar
mempunyai beberapa karakteristik yaitu: (1) proses pengajaran berorientasi pada guru
(teacher centered), (2) siswa sebagai objek belajar, (3) kegiatan pengajaran terjadi pada
tempat dan waktu tertentu, dan (4) tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi
pelajaran.
Selain mengajar dianggap sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, mengajar juga
dianggap sebagai proses mengatur lingkungan. Ada beberapa karakteristik dari konsep
mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, diantaranya: (1) mengajar berpusat pada
siswa (student centered), (2) siswa sebagai subjek belajar, (3) proses pembelajaran
berlangsung di mana saja, dan (4) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.
Mengajar yang hanya dianggap sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Hal ini didasarkan pada tiga alasan, karena alasan
inilah yang menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma tentang mengajar, dari
mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai proses
mengatur lingkungan. Tiga alasan tersebut yaitu: (1) Murid bukanlah orang dewasa dalam
bentuk mini, tetapi mereka adalah makhluk hidup yang sedang berkembang. Untuk
mengoptimalkan perkembangan siswa, maka dibutuhkan orang dewasa yang dapat
mengerahkan dan membimbing mereka. (2) Kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan
kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu
hebatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada era sekarang ini. Apa yang dulu tidak
pernah terbayangkan, sekarang menjadi kenyataan. Abad pengetahuan itulah yang
seharusnya menjadi dasar perubahan. Bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal
informasi, menghafal rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan
pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berpikir. (3) Penemuan-penemuan baru
khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep
perubahan tingkah laku manusia. Dewasa ini, anggapan manusia sebagai organisme yang
pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan, telah banyak ditinggalkan orang.
Orang sekarang lebih percaya, bahwa manusia adalah organisme yang memiliki potensi.

10
Potensi itulah yang akan menentukan perilaku manusia. Oleh karena itu, proses pendidikan
bukan lagi memberikan stimulus, akan tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki.
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan
materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya
siswa belajar. Makna lain belajar yang demikian sering diistilahkan dengan istilah
“pembelajaran”. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus
dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak,
peradaban, dan meningkatkan kehidupan mutu peserta didik. Makna pembelajaran dalam
konteks standar proses pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri, diantaranya: (1)
pembelajaran adalah proses berpikir, (2) proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi
otak, dan (3) pembelajaran berlangsung sepanjang hayaT.

11
DAFTAR PUSTAKA

KBBI Daring, yang diakses melalui https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/mengajar pada pukul


10.25, tanggal 24 September 2023.
Nurhasni (2017), BELAJAR DAN MENGAJAR BERDASARKAN STANDAR PROSES
PENDIDIKAN “Apa Perlunya?”, Jurnal BAPPEDA, Vol. 3 No. 1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 (2005). Tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).
Sanjaya, Wina (2020), STRATEGI PEMBELAJARAN; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana.

12

Anda mungkin juga menyukai