Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Manhaj dan Ijtihad Muhammadiyah

Disusun Oleh :

Agil Setyo Prasandi


(1711501005)

Muhammad Nur Kamil A


(1711501004)

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

2020/2021

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah hanya kami panjatkaan kehadirot Allah yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Atas segala berkah, nikmat kesehatan dan
kesabaran yang diberikannya, hingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Manhaj dan Ijtihad Muhammadiyah.
Sholawat dan salam tercurahkan kepada baginda Rasulullah Saw, teladan
mulia, inspirator cerdas, motivator tangguh dalam segala aspek kehidupan.
Darinya, pelajaran dan penyelesaian problematika kehidupan, agama maupun
sosial, dapat kita inplementasikan guna mempertahankan martabat kemanusiaan.
Makalah yang berjudulkan Manhaj dan Ijtihad Muhammadiyah ini. Adalah
makalah yang membahas tentang salah satu lembaga-lembaga pemberi fatwa di
Indonesia. Semoga makalah ini bermamfaat bagi kami khususnya dan umumnya
bagi para pembaca.
Bila terdapat dalam makalah ini keslahan penulisan, kami selaku penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena kami hanya makhluk yang dho’if
yang tidak punya apa-apa, dan kesempurnaan hanya milik Allah semata.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagaman yang memiliki misi


utama pembaharuan (tajdid) terhadap pemahaman agama. Pembaharuan dalam
Muhammadiyah meliputi dua segi, dipandang dari sudut sasarannya. Pertma,
pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya/kemurniannya, yang
sasarannya adalah soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-
ubah. Kedua, pembaharuan dalam arti modernisasi, yang sasarannya mengenai
masalah seperti: metode, sistem, teknik, stategi, taktik perjuangan dan lain
sebagainya, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu. Dengan
demikian pembaharuan memiliki dua arti, yaitu memurnikan ajaran dan
memodernkan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kami jelaskan atau yang akan kami
bahas dalam makalah ini sebagai berikut:
a. Apa pengertian dari Manhaj Muhammadiyah?
b. Apa pengertian dari Ijtihad Muhammadiyah?
c. Apa saja pokok-pokok yang terdapat pada Manhaj dan Ijtihad
Muhammadiyah?

d. Apa saja masalah yang sering dihadapi?


C. Tujuan Penulisan

 Untuk mengetahui pengertian Manhaj Tarjih Muhammadiyah.


 Untuk mengetahui unsur-unsur tarjih.
 Untuk aspek aspek pentarjihan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Manhaj Muhammadiyah

Manhaj Muhammadiyah adalah sistem pemikiran yang di dalamnya


terkandung pokok-pokok gagasan tentang keyakinan, pemikiran, dan tindakan.
Konstruksi pemikiran yang telah terbentuk dalam rentang waktu satu abad lebih
meliputi segenap pemikiran KH Ahmad Dahlan dan tokoh-tokoh pendahulu,
Mukadimah Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Kepribadian,
Khittah, dan Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua.

Sistem pemikiran ideologis inilah yang memberikan spirit dan arah bagi
gerakan Muhammadiyah. Sebagai pemikiran ideologis yang telah menginisiasi,
melahirkan, menggerakkan, dan mengembangkan, manhaj Muhammadiyah
menjadi pengetahuan pokok bagi setiap pimpinan dan kader. Karena itulah, proses
pemahaman dan internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam manhaj
Muhammadiyah harus senantiasa dinamis.

Pemahaman dan internalisasi nilai-nilai dalam manhaj Muhammadiyah


harus melembaga di seluruh unsur pimpinan, lembaga, ortom, dan amal usaha.
Harus disadari, dalam sebuah organisasi, selain sumber daya manusia dan amal
usaha, pemikiran ideologis menjadi modal dasar sebuah pergerakan. Dalam proses
internalisasi manhaj Muhammadiyah, kelembagaan harus patuh terhadap aturan
organisasi. Pemikiran ideologis harus terinternalisasi, baik dalam struktur,
lembaga, ortom, dan amal usaha. Dengan demikian, dari manhaj Muhammadiyah
akan lahir berbagai program dan gerakkan, sekaligus menjadi karakter dan model
gerakan.

Mengingat watak gerakan Muhammadiyah sebagai pembaru (tajdid), maka


sistem pemikiran ideologis harus dapat dimaknai ulang. Manhaj gerakan
Muhammadiyah yang terdiri dari pemikiran para tokoh pendahulu, kaidah-kaidah
dan keputusan-keputusan resmi organisasi harus dapat diimplementasikan seiring
dinamika zaman. Bila tidak, maka ideologi akan mati. Ideologi yang mati tidak
akan mampu memberikan spirit dan menggerakkan Muhammadiyah yang begitu
besar ini.

Membaca dan menafsiri ulang manhaj Muhammadiyah dapat dilaksanakan


dalam rangka konsolidasi pemikiran dalam konteks ber-Muhammadiyah. Di tengah
dinamika pemikiran keislaman yang makin kompleks, terutama pasca reformasi,
telah terjadi tarik menarik di antara kubu ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Dengan
membaca dan menafsiri ulang manhaj Muhammadiyah, para pimpinan dan keder
tidak akan kebingungan di tengah lalu-lalang pemikiran-pemikiran ekstrim yang
akhir-akhir ini sering bergesekan dan nyaris memecah ukhuwah Islamiyah.

B. Pengertian Ijtihad Muhammadiyah

Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan


Sunnah Rasul dengan menggunakan akal-pikiran sesuai jiwa ajaran Islam.
Keduanya adalah dasar mutlak untuk berhukum. Dalam menghadapi soal-soal
yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkan, mengenai hal-hal yang
tidak bersangkutan dengan ibadah mahdhah. Padahal tidak terdapat dalam nash
yang shahih di dalam Al-Qur’an dan Sunnah shahihah (maqbulah),
Muhammadiyah melakukankan ijtihad dan istinbath atas nash-nash yang ada
melalui kesamaan ‘illat.

Ijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan dalam mencari hukum-


hukum syar’i yang bersifat zhanni sampai mujtahid tidak lagi mampu melebihi
usahanya. Hasil ijtihad dari seorang mujtahid bersifat relatif, tidak mutlak benar.
Atau dalam istilah ushul fiqih bersifat zhanni. Hasil ijtihad sesama mujtahid selain
bisa sama bisa pula berbeda antara satu dengan lainnya. Terhadap hasil ijtihad
yang berbeda, menurut etika, mereka harus berlapang dada tidak boleh saling
menyalahkan. Sebab, tiap orang mempunyai keterbatasan.

Siapa yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, kalau seorang. Namun,


kalau banyak disebut mujtahidun atau mujtahidin. Nah, ijtihad ada dua macam,
yaitu : ijtihad fardi (ijtihad individual) dan ijtihad kolektif (ijtihad jama’iy). Ijtihad
kolektif dalam Muhammadiyah dilakukan oleh Majelis Tarjih dengan melibatkan
banyak orang yang mempunyai keahlian dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Hasil ijtihad kolektif dalam Munas Tarjih setelah dilaporkan Majelis Tarjih dan
ditanfidz PP Muhammadiyah resmi dinyatakan berlaku dalam seluruh jajaran
Muhammadiyah.

Majelis Tarjih semula hanya membahas dan memutuskan masalah-masalah


keagamaan yang diperselisihkan dengan cara mengambil pendapat yang dianggap
paling kuat dalilnya. Namun, sejak tahun 1960-an, Majelis Tarjih mulai membahas
dan memutuskan masalah-masalah kontemporer, misal, Keluarga Berencana,
Bank, bayi tabung, aborsi, perkawinan antar agama, Tuntunan Seni Budaya Islam,
Pedoman Hisab Muhammadiyah, dan Fikih Tata Kelola (di dalamnya ada Bab
Pemberantasan Korupsi). Pada Munas Tarjih ke-28 di Palembang telah dibahas
masalah penting Fikih Air.
Muhammadiyah, yang memelopori ijtihad, telah memberikan sumbangan
yang cukup besar. Bagi kehidupan umat Islam Indonesia khususnya dan bangsa
Indonesia umumnya. Banyak amalan-amalan agama Islam yang semula digerakkan
oleh Muhammadiyah kini telah menjadi amalan umat Islam. Banyak contoh di
antaranya pengaturan shaf-shaf shalat dan pendirian masjid baru mengarah ke
kiblat.

Khutbah Jum’at yang materinya disampaikan dengan bahasa yang dapat


dipahami jamaah, kecuali pada bagian tertentu (hamdalah, syahadatain, dan
shalawat). Shalat tarawih 11 rakaat, shalat ‘Idain (Idul Fithri dan Idul Adha) di
tanah lapang. Pengorganisasian zakat fithrah, zakat mal, termasuk zakat profesi,
dan penggerakan kurban pada Idul Adha. Penyantunan anak-anak yatim dan
fuqara’ masakin dengan mendirikan Panti Asuhan Anak Yatim dan Panti Jompo.
Pemberdayaan kaum dhu’afa’ dengan pemberian bantuan untuk modal usaha.
Belum lagi dalam bidang pendidikan dan kesehatan serta lainnya.

Majelis Tarjih memiliki Manhaj. Di antaranya menerima ijtihad termasuk


qiyas sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara
langsung. Dalam menetapkan masalah ijtihadiyah digunakan sistem ijtihad
jama’iy. Tidak mengikatkan diri kepada sesuatu madzhab. Berprinsip terbuka dan
toleran. Tidak beranggapan hanya keputusan Majelis Tarjih yang paling benar.
Koreksi keputusan dari siapa pun akan diterima asal disertai dalil-dalil yang lebih
kuat. Dalam hal-hal yang termasuk al-Umuru ad-Dunyawiyah, yang tidak termasuk
tugas para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan demi untuk tercapainya
kemaslahatan umat.

Muhammadiyah terus melakukan dan mendorong ijtihad. Ijthad tidak boleh


mandeg. Sebab masyarakat terus berkembang. Namun, ijtihad yang dilakukan tetap
terukur. Tidak kebablasan. Prinsip akidah tauhid tetap dipegang teguh dan misi
Islam membawa rahmatan lil ‘alamin terus dibuktikan dengan berbagai amalan
nyata.

C. Pokok-pokok Manhaj Ijtihad Muhammadiyah

 Dalam beristidal, dasar utamanya adalah alqur’an an al sunnah al shahihah.


Ijtihad dan istimbath atas dasar illah terdapat hal-hal yang tidak terdapat di
dalam nash, dapat dilakukan.

 Dalam memutuskan suatu keputusan, dilakukan dengan cara musyawarah.


Dalam menetapkan masalah ijtihad digunakan sistem ijtihad jamaiy.

 Tidak mengaitkan diri kepada suatu mazhab, tetapi pendapat-pendapat


mazhab, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum.

 Berprinsip terbuka dan toleran, dan tidak beranggapan bahwa hanya majelis
tarjih yang paling benar.

 Dalam masalah aqidah hanya mempergunakan dalil-dalil mutawatir.

 Tidak menolak ijma sahabat sebagai dasar sesuatu keputusan. Terhadap dali
yang Nampak mengandung ta’arud dipergunakan cara al jamu wa al tawfiq.
Dan kalau tidak dapat dilakukan baru menggunakan tarjih.

 Menggunakan asas saddu al zarai, untuk menghindari terjadinya fitnah dan


mafsadah.

 Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil


alqur’an dan sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syariah.
 Penggunaan dalil-dalil untuk menetapkan sesuatu hukum, dilakukan
dengan cara konprehensif, utuh dan bulat. Tidak terpisah.

 Dalil-dalil alqur’an dapat ditakhsis dengan hadis Ahad, kecuali dalam


bidang aqidah.

 Dalam mengamalkan agama Islam, menggunakan prinsip al taysir.

 Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan – ketentuan hukumnya


dari dalil alqur’an dan sunnah, pemahamannya dapat dengan
menggunakan akal sepanjang dikteahui latar belakang dan tujuannya.

 Dalam hal yang termasuk al umurul dunyawiyah yang tidak termasuk


tugas para nabi, penggunaan akal sangat diperlukan demi kemaslahatan
umat.

 Untuk memahami nash yang mkusytarak, faham sahabat dapat


diterima.

 Dalam memahami nash, makna dhahir didahulukan dari takwil dalam


bidang aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal itu, tidak harus diterima.

D. Masalah yang sering dihadapi

Berbagai pertemuan dikalangan Majelis Tarjih sendiri maupun forum


pertemuan lain di kalangan Muhammadiyah, dirasa kesengjangan yang perlu
diungkap dalam memahami keputusan-keputusan Majelis Tarjih. Hal itu
dapat mengerti, mengingat keputusan itu telah lama diputuskan. Banyak
keputusan yang tidak disebutkan jalan istidlal dan istimbath-nya. Catatan
tertulis untuk itu, sulit didapatkan. Kecuali keputusan sesudah muktamar
majelis tarjuh di klaten pada tahun 1980.
Keputusan – keputusan Majelis Tarjih sebelum Muktamar tersebut,
umumnya dimasukkan dalam buku Himpunan Putusan tarjih ( HTP ),
sebagian ditulis dalilnya dan sebagian yang lain tidak. Hal itulah yang
kadang – kadang meragukan keputusan itu. Misalnya, dalam dalil tercantum
hadits dla’if. Padahal, dalam keputusan lain, disebutkan bahwa agama itu
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah al-Shahihah. Bagi orang yang tidak
memahami kontekstual dari keputusan dan sejarah ilmu hadits, akan
bertanya-tanya atau mengambil kesimpulan yang kurang pas.
Dahulu, orang tudak atau belum membicarakan hakikat Sunnah al-
Shahihah ini. Baru kemudian dipahami, bahwa maksud Sunnah al-Shahihah
itu adalah Sunnah Maqbulah, yang artinya sunnah yang diterima sebagai
dalil hukum.
Dahulu, dikalangan ahli hadits, membagi hadits menjadi dua, yaitu shahih
dan hadits dla’if. Hadits dla’if, pada masa kini masih dibagi lagi, yang
berkedudukan hasan ( Hasan Lighayrihi ) dapat dijadikan sebagai dasar
hukum. Dan hadits dla’if, yang tidak dapat dijadikan dasar hukum.
Tegasnya, hadits maqbul yang dapat diterima sebagai hujjah
syar’iyyah, menurut ulama sekarang adalah : a. Hadits shahih lidzatihi, b.
Hadits shahih lighayrihi, c. Hadits hasan Lidzatihi, dan d. Hadits hasan
lighayrihi.
Hadits hasan lighayrihi dan adalah hadits dla’if, yang jumlahnya banyak.
Satu dengan yang lainnya saling menguatkan sehingga derajatnya meningkat
menjadi Hadits hasan lighayrihi.
Majelis tarjih menerima hadits dla’if (hasan lighayrihi ) sebagai
hujjah tersebut dalam Qarrar ( ketetapan ) ushul fiqihnya, dengan syarat
tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits yang shahih. Itulah
karenanya kita dapati dalam HPT ada hadits – hadits yang dla’if, yang
sebenarnya adalah hadits itu dipandang sebagai hadits hadan.
Dengan mengetahui hal itu, kita tidak ragu-ragu lagi dan tidak akan
mengambil keputusan yang kurang pas. Itulah pentingnya kajian terhadap
manhaj tarjih Muhammadiyah di masa lalu. Dalam pada itu, kita dapati juga
dalam lukisan keputusan yang tercantum dalam buku HPT, belum
diputuskan rinciannya untuk dijadikan pengangan yang memantapkan,
sekalipun sudah diberlakukan. Kita ambil contoh ( kitab masalah lima ).
Dalam kitab masalah lima ini disebutkan, bahwa Qiyas itu disebut sebagai
judul keputusan. Tetapi tidak dijelaskan. Apa itu Qiyas dan bagaimana
pelaksanaannya? Yang dimunculkan adalah penggunaan ijtihad dari
istinbath dari nash-nash yang ada, melalui persamaan illah.
Melihat keputusan itu, seakan – akan ijtihad atau istimbathI yang
digunakan, hanyalah dalam mencari illah yang tersebut dalam Qiyas.
Sedangkan pelaksanaan ijtihad dikalangan Majelis Tarjih Muhammadiyah,
lebih dari itu. Itulah karenanya, pada tahun 1986 dirumuskan bebrapa
metode ijtihad yang telah digunakan, agar dimaklumi oleh anggota Majelis
Tarjih khususnya dan warga Muhammadiyah pada umumnya.
Dengan analisa itu, kita berharap untuk dapat memahami jalan pikiran para
anggota Lajnah Tarjih di kala itu dari masa ke masa dalam merumuskan
keputusannya.
Tidak kalah pentingnya, kita akan dapat melakukan introspeksi kekurangan-
kekurangan kita dimasa yang lampau dan dapat melakukan evaluasi terhadap
hasil kerja kita di masa lampau serta melakukan inovasi dan renovasi
pemikiran dalam rangka mengantisipasi permasalahan yang akan datang,
dengan menggunakan manhaj yang jelas dan mantap.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Manhaj tarjih secara harfiah berarti cara melakukan tarjih. Sebagai sebuah
istilah, manhaj tarjih lebih dari sekedar “cara mentarjih.” Dalam lingkungan
Muhammadiyah tarjih diartikan sebagai “setiap aktifitas intelektual untuk
merespons realitas sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam,
khususnya dari sudut pandang norma-norma syariah.”

Ketentuan ulama ushul menetapkan, bahwa tarjih akan terpenuhi dengan


adanya unsur-unsur: Pertama, adanya dua dalil. Kedua, adanya sesuatu yang
menjadikan salah satu dalil itu lebih utama dari yang lain. Sedangkan untuk dua
dalil itu, disyaratkan : a. bersamaan martabatnya, b. bersamaan kekuatannya, dan c.
keduanya menetapkan hukum yang sama dalam satu waktu.

Aspek tarjih untuk dalil-dalil mangul, dapat dibagi tiga:1.) Yang kembali
kepada sanad, dan ini dibagi dua: a.)Yang kembali kepada perawi, (dibagi menjadi
dua pula: Yang kembali kepada diri perawi dan yang kembali pada penilaian
perawi.). b. Yang kembali kepada periwayatan. 2.) Yang kembali pada matan. 3.)
Yang kembali kepada hal yang diluar kedua tersebut.

Apa yang dilakukan Muhammadiyah – melaksanakan agama bersumber


pada al-Qur’an dan al – Hadits ini sesuai dengan anjuran para imam madzhab.
Sehingga kita tidak mengikatkan diri pada Madzhab tertentu, tetapi terikat dengan
sumber al-Qur’an dan al – Hadits yang digunakan oleh mereka

Saran

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang ada relevansinya dengan
penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan. Kritik dan saran sekecil apapun
akan penyusun perhatikan dan pertimbangkan guna penyempurnaan makalah ini
selanjutnya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan inspirasi
kepada pembaca umumnya dan penyusun khususnya.
Daftar Pustaka

http://aimaranggara.blogspot.com/2013/07/makalah-metode-ijtihad-dalam-
manhaj.html

http://lpsi.uad.ac.id/manhaj-tarjih-dan-metode-penetapan-hukum-dalam-tarjih-
muhammadiyah.asp

Last Updated ( Wednesday, 12 August 2009 )


Djazuli, A, Kaidah-Kaidah Fiqh. Jakarta : Kencana: 2006
Ustman, Mukhlis, Kaidah-Kaidah ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada: 19
Mukhlis usman, MA. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada:1997. Hal 124 Ibid, hal 125
Prof. H. A. Djazuli. Kaidah-Kaidah Fiqih. Jakarta:Kencana, 2006. hal 55
Al Burnu, Muhammad Shiddiq bin Ahmad, al-Wajiz fi Idhah, al-Qawai’id al
Fiqhiyah, cet I

https://media.neliti.com/media/publications/240298-fatwa-majelis-tarjih-
muhammadiyah-tentan-1e9e24e0.pdf
http://www.suaramuhammadiyah.id/2019/11/30/ijtihad-dalam-muhammadiyah/

Anda mungkin juga menyukai