Anda di halaman 1dari 8

Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad

ke-15 Masehi. Abad Pertengahan bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi

Barat dan masih berlanjut manakala Eropa mulai memasuki Abad

Pembaharuan dan Abad Penjelajahan.

Abad Pembaharuan bisa disebut Renaisans yang merupakan zaman peralihan dari

abad pertengahan ke zaman modern

Sedangkan

Abad jelajah sejarah adalah zaman yang menjadi titik balik dalam sejarah eropa

menuju zaman pembaharuan atau Renaisans

Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali

daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja

Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya

penjelajahan samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan

dimulainya renaisans pada tahun 1517.Abad Pertengahan merupakan abad kebangkitan

religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh

kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang telah

berkembang di masa zaman klasik dipinggirkan dan dianggap lebih sebagai ilmu sihir

yang mengalihkan perhatian manusia dari ketuhanan.

Abad Pertengahan masih terbagi lagi menjadi tiga kurun waktu, yakni Awal Abad

Pertengahan, Puncak Abad Pertengahan, dan Akhir Abad Pertengahan.

pada Awal Abad Pertengahan telah terjadi perubahan-perubahan mendasar pada tatanan
kemasyarakatan dan politik, pengaruh Abad Kuno belum benar-benar hilang. Kekaisaran
Bizantin yang masih cukup besar tetap sintas di kawasan timur Eropa. Kitab undang-undang
Kekaisaran Bizantin, Corpus Iuris Civilis atau "Kitab Undang-Undang Yustinianus", ditemukan
kembali di Italia Utara pada 1070, dan di kemudian hari mengundang decak kagum dari berbagai
kalangan sepanjang Abad Pertengahan. Sebagian besar dari kerajaan-kerajaan yang berdiri di
kawasan barat Eropa melembagakan segelintir pranata Romawi yang tersisa. Biara-biara
didirikan seiring gencarnya usaha mengkristenkan kaum penganut kepercayaan leluhur di
Eropa. Orang Franka di bawah pimpinan raja-raja wangsa Karoling, mendirikan Kekaisaran
Karoling pada penghujung abad ke-8 dan permulaan abad ke-9. Meskipun berjaya menguasai
sebagian besar daratan Eropa Barat, Kekaisaran Karoling pada akhirnya terpuruk akibat perang-
perang saudara di dalam negeri dan invasi-invasi dari luar negeri, yakni serangan orang
Viking dari arah utara, serangan orang Magyar dari arah timur, dan serangan orang Sarasen dari
arah selatan.
Munculnya Islam
Agama dan kepercayaan di Kekaisaran Bizantin dan Persia senantiasa berubah-ubah pada
penghujung abad ke-6 dan permulaan abad ke-7. Agama Yahudi adalah agama yang aktif
menarik pemeluk baru, dan sekurang-kurangnya ada satu pemimpin politik Arab yang menjadi
pemeluknya.[I] Agama Kristen aktif bersaing dengan agama Majusi dari Persia dalam menarik
pemeluk baru, khususnya di kalangan penduduk Jazirah Arab. Semua perkembangan ini
dihubungkan menjadi satu oleh kemunculan agama Islam di Arab pada masa hidup Muhammad
(wafat 632).[78] Sesudah Muhammad wafat, bala tentara Muslim maju menaklukkan banyak
tempat di wilayah Kekaisaran Bizantin dan Persia. Setelah mula-mula menaklukkan Negeri
Syam pada 634–635, kaum Muslim kemudian menaklukkan Mesir pada 640–641, Persia antara
637–642, Afrika Utara pada abad ke-7, dan Jazirah Iberia pada 711.[79] Pada 714, bala tentara
Muslim menguasai sebagian besar daratan Jazirah Iberia yang mereka namakan Al-Andalus.[80]

Aksi-aksi penaklukan kaum Muslim mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-8.
Kekalahan bala tentara Muslim dalam Pertempuran Tours pada 732 memberi kesempatan
kepada orang Franka untuk merebut kembali kawasan selatan Prancis, namun sebab utama dari
tertahannya gerak langkah Islam di Eropa adalah tumbangnya Khilafah Bani Umayyah dan
berkuasanya Khilafah Bani Abbas. Bani Abbas memindahkan ibu kota pemerintahan ke Bagdad
dan lebih memusatkan perhatiannya pada kawasan Timur Tengah daripada Eropa, manakala
kehilangan kendali atas sejumlah daerah kekuasaan kaum Muslim. Keturunan Bani Umayah
mengambil alih kekuasaan atas Jazirah Iberia, kaum Aglabi menguasai Afrika Utara, dan kaum
Tuluni menguasai Mesir.[81] Pada pertengahan abad ke-8, muncul tatanan niaga baru di Laut
Tengah; hubungan niaga antara orang Franka dan orang Arab menggantikan tatanan
perekonomian Romawi yang lama. Orang Franka meniagakan kayu, kulit bulu binatang, pedang,
dan budak belian sebagai ganti sutra dan bahan-bahan sandang lainnya, rempah-rempah, serta
logam-logam mulia dari orang Arab.[82]
Pada Puncak Abad Pertengahan, yang bermula sesudah tahun 1000 Masehi, populasi Eropa
meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian yang
memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh
perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan
peningkatan hasil panen. Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad
Pertengahan, yakni Manorialisme dan Feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata
menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti
bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para
kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka
sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah pertuanan (bahasa
Inggris: manor). Perang Salib, yang mula-mula diserukan pada 1095, adalah upaya militer umat
Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-
raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan
semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, namun membuat cita-cita untuk
menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan. Kehidupan intelektual
ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi,
dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-
lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-
katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian
menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun
waktu Akhir Abad Pertengahan.
Akhir Abad Pertengahan ditandai oleh berbagai musibah dan malapetaka yang meliputi bencana
kelaparan, wabah penyakit, dan perang, yang secara signifikan menyusutkan jumlah penduduk
Eropa; antara 1347 sampai 1350, wabah Maut Hitam menewaskan sekitar sepertiga dari
penduduk Eropa. Maut Hitam, disebut juga Wabah Hitam atau Black Death, adalah suatu
pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14
(1347 – 1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang
hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang
menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi
multiregional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Maut Hitam telah merenggut
sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga kembali melanda Eropa pada setiap
generasi dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa
1700-an. Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia (1629 –
1631), Wabah Besar London (1665 – 1666), Wabah Besar Wina (1679), Wabah Besar Marseille
(1720 – 1722), serta wabah pada tahun 1771 di Moskwa. Penyakit ini berhasil dimusnahkan di
Eropa pada awal abad ke-19, tetapi masih berlanjut pada bagian lain dunia (Afrika Tengah dan
Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika Selatan).Kontroversi, bidah, dan Skisma
Barat yang menimpa Gereja Katolik, terjadi bersamaan dengan konflik antarnegara, pertikaian
dalam masyarakat, dan pemberontakan-pemberontakan rakyat jelata yang melanda kerajaan-
kerajaan di Eropa.

Eropa dilanda Zaman Kelam (Dark Ages) sebelum tiba Zaman Pembaharuan.

Maksud “Zaman Kelam” ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran

intelek dan ilmu pengetahuan. Menurut Ensiklopedia Amerika, tempo zaman ini

selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Roma dan berakhir

dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi. “Gelap” juga bermaksud tiada

prospek yang jelas bagi masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud tindakan dan

cengkraman kuat pihak berkuasa agama; Gereja Kristen yang sangat berpengaruh.

Gereja serta para pendeta mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik.       

Mereka berpendapat hanya gereja saja yang layak untuk menentukan kehidupan,

pemikiran, politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri

daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran mereka

ditolak. siapa yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja

akan ditangkap dan didera malah ada yang dibunuh.

Pikiran ini, terimplementasi melalui teori yang dikeluarkan oleh Thomas Aquinas (1274)
seorang ahli falfasah yakni “ negara wajib tunduk kepada kehendak gereja ”.

Perkembangan budaya dan teknologi mentransformasi masyarakat Eropa, mengakhiri kurun


waktu Akhir Abad Pertengahan, dan mengawali kurun waktu Awal Zaman Modern.

Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat.
[5] Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para
pemikir zaman ini hampir semuanya klerus,  yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja
Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada
ajaran agama kristiani.

Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad


sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen
yang diajarkan oleh nabi isa pada permualaan abad masehi membawa perubahan besar
terhadap kepercayaan keagamaan.
Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu
Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani
kuno yang mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum
mengenal adanya wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:[6]
1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan
pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
Mereka masih hidup tanpa beragama atau belum percaya dan yakin kepada ada nya wahyu
2. Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal
tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.
Namun ada beberapa golongan yang menerima ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Isa As. Dan
menjadi umat yang hidup sesuai dengan kehendar gereja dan ajaran agama.

Periode-periode pada abad pertengahan


 

Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni
periode pratistik dan periode skolastik .[7]
a.      Patristik (100-700)
Patristik berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa greja, ialah ahli agama
kristen pada abad permulaan agama kristen.[8]
Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang tuhan, manusia
dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan
filsafat yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal soal 
tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus
(160-222), origenes (185-254), Agustinus (354-430),  yang sangat besar pengaruhnya (De
Civitate Dei).
Pratistik berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-Bapa Gereja, ialah ahli
agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul pada abad ke-2
sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan,
menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan
bid’ah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan
wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap
menerima dan sikap penolakan. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan
yang menyerang ajaran Kristen  membuat para bapa gereja awal memberikan reaksi
pembelaan (apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-
paham filosofis.
Akibatnya, dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik, kristenisasi
helenisme dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran
iman Kristen, para Bapa Gereja memakai filsafat Yunani sebagai sarana (helenisme”di
kristenkan”). Namun, dengan demikian, unsur-unsur pemikran kebudayaan helenisme,
terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut
membentuknya (ajaran Kristen “di Yunanikan” lewat gaya dan pola argumentasi filsafat
yunani). Misalnya, Yustinus Martir melihat “Nabi dan Martir” kristus dalam diri sokrates.
Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol filsafat)
dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu ilahi adalah
akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang hanya boleh mempercayai
sesuatu sebagai kebenaran bila hal itu tidak menyimpang dari trasdisi gereja dan ajaran para
rasul. Pada abad ke-5, Augustinus (354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-
platonisme merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya
selama sekitar 800 tahun.
Zaman Patristik ini mengalami dua tahap:[9]
1.    Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat
Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam
menetapkan dogma-dogma.
2.    Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik.
Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan
ditutupnya Akademia Plato pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan
peninggalan para Bapa Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara yang , pada
zaman itu dan berates-ratus tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat
kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-
Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.
b.      Skolastik 800-1500
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-
pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada
zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah-kerajaan
dan sekolah-katedral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari
lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.
Dengan demikian, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu periode di Abad
Pertengahan ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan.
Namun, dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode
tertentu, yakni “metode skolastik”.
Dengan metode ini, berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam dan rasional,
ditentukan pro-contra-nya untuk kemudian ditemukan pemecahannya. Tuntutan
kemasukakalan dan pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan
merupakan ciri filsafat Skolastik.
Sesudah agustinus: keruntuhan. Satu-satunya pemukir yang tampil kemuka ialah:
Skotus Erigena (810-877). Kemudian: Skolastik, disebut demikian karena filsafat diajarkan
pada universitas-universitas (sekolah) pada waktu itu. Persoalan-persoalan: tentang 
pengertian-pengertian umum (pengaruh plato). Filsafat mengabdi pada theologi. Yang
terkenal: Anselmus (1033-1100), Abaelardus (1079-1142).[10] Periode ini terbagi menjadi
tiga tahap:[11]
1.      Periode Skolstik awal (800-120)
Ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara
agama dan filsafat.[12] Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang
rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang
universalia. Ajaran Agustinus dan neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat
dalam berbagai aliran pemikiran.
Pada periode ini, diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio
murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab Suci (Anselmus dan Canterbury). Selanjutnya, logika
Aristoteles diterapkan pada semua bidang pengkajian ilmu pengetahuan dan “metode
skolastik” dengan pro-contra mulai berkembang (Petrus Abaelardus pada abad ke-11 atau ke-
12). Problem yang hangat didiskusikan pada masa ini adalah masalah  universalia dengan
konfrontasi antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya.
Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoretis mengenai filsafat alam, sejarah dan
bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.
Pengaruh alam pemikiran dari Arab mempunyai peranan penting bagi perkembangan
filsafat selanjutnya. Pada tahun 800-1200, kebudayaan Islam berhasil memelihara warisan
karya-karya para filsuf dan ilmuwan zaman Yunani Kuno. Kaum intelektual dan kalangan
kerajaan Islam menerjemahkan karya-karya itu dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
Maka, pada para pengikut Islam mendatangi Eropa (melalui Spanyol dan pulau Sisilia)
terjemahan karya-karya filsuf Yunani itu, terutama karya-karya Aristoteles sampai ke dunia
Barat. Dan salah seorang pemikir Islam adalah Muhammad Ibn Rushd (1126-1198). Namun
jauh sebelum Ibn Rushd, seorang filsuf Islam bernama Ibn Sina (980-1037) berusaha
membuat suatu sintesis antara aliran neo-Platonisme dan Aristotelianisme.
Dengan demikian, pada gilirannya nanti terbukalah kesempatan bagi para pemikir
kristiani Abad Pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih
menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin  didukung dengan adanya biara-biara yang
antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
2.      Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik : dipengaruhi oleh Aristoteles akibat
kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi.[13] Filsafat Aristoteles memberikan warna
dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai Sang Filsuf,
gaya pemikiran Yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang
lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi. Universitas-universitas pertama didirikan
di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang
mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran
kristiani dan filsafat Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Yohanes Fidanza (1221-1257), Albertus
Magnus (1206-1280), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Hasil sintesis besar ini
dinamakan summa (keseluruhan).
3.      Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode skolastik Akhir abad ke 14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang
berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak
memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu
hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman
mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat
disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran Gereja, hanya iman yang
dapat menerimanya.
Salah seorang yang berfikir kritis pada periode ini adalah Wiliam dari Ockham (1285-
1349). Anggota ordo Fransiskan ini mempertajam dan menghangatkan kembali persoalan
mengenai nominalisme yang dulu pernah didiskusikan. Selanjutnya, pada akhir periode ini,
muncul seorang pemikir dari daerah yang sekarang masuk wilayah Jerman, Nicolaus Cusanus
(1401-1464). Ia menampilkan “pengetahuan mengenai ketidaktahuan” ala Sokrates dalam
pemikiran kritisnya:”Aku tahu bahwa segala sesuatu yang dapat ku ketahui bukanlah Tuhan”.
Pemikir yang memiliki minat besar pada kebudayaan Yunani-Romawi Kuno ini adalah orang
yang mengatur kita memasuki zaman baru, yakni zaman Modern, yakni zaman Modern yang
diawali oleh zaman Renaissans, zaman “kelahiran kembali” kebudayaan Yunani-Romawi di
Eropa mulai abad ke-16.

Abad Pertengahan berakhir pada abad ke-15 dan kemudian disusul dengan zaman

Renaissance. Zaman Renaissance berlangsung pada akhir abad ke-15 dan 16. Kesenian,

sastra musik berkembang dengan pesat. Ada suatu kegairahan baru, suatu pencerahan.

Ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh Leonardo da Vinci (1452-1519), Nicolaus

Copernicus (1473-1543), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo Galilei (1564-1643),

dll.

2.2 Zaman Renaisans

Zaman Renaisans (bahasa Inggris: Renaissance) adalah sebuah gerakan budaya

yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di

Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa.

Meskipun pemakaian kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide-

idenya dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan Renaissance tidak terjadi secara

bersama maupun dapat dirasakan di seluruh Eropa.Sesudah mengalami masa

kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani,orang-orang

kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan Yunani-

Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan

baik.Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh

peradaban manusia.

Dalam dunia politik, budaya Renaissance berkontribusi dalam pengembangan

konvensi diplomasi, dan dalam ilmu peningkatan ketergantungan pada sebuah


observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa transformasi intelektual ini adalah

jembatan antara Abad Pertengahan dan sejarah modern. Meskipun Renaissance

dipenuhi revolusi terjadi di banyak kegiatan intelektual, serta pergolakan sosial dan

politik, Renasaince mungkin paling dikenal karena perkembangan artistik dan

kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang terinspirasi

dengan istilah "Manusia Renaissance".

Ada konsensus bahwa Renaissance dimulai di Florence, Italia, pada abad ke-

14.Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan asal-usulnya dan karakteristik,

berfokus pada berbagai faktor termasuk kekhasan sosial dan kemasyarakatan dari

Florence pada beberapa waktu, struktur politik,perlindungan keluarga dominan,

Wangsa Medici dan migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia

setelah Kejatuhan Konstantinopel di tangan Turki Utsmani.

Kata Renaissance, yang terjemahan literal dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Inggris
adalah "Rebirth" (atau dalam bahasa Indonesia "Kelahiran kembali"), pertama kali digunakan
dan didefinisikan oleh sejarawan Perancis Jules Michelet pada tahun 1855 dalam karyanya,
Histoire de France. Kata Renaissance juga telah diperluas untuk gerakan sejarah dan budaya
lainnya, seperti Carolingian Renaissance dan Renaissance dari abad ke-12.

Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya
hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad
Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini hampir
semuanya klerus,  yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup,
imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani.

Anda mungkin juga menyukai