Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI TUNISIA

1. Rizkiya Humaeni
2. Zikri rahman
Profil Tunisia Dan Sejarah Tunisia
• Ibukota Tunisia bernama Tunis dan Tunisia terdiri dari 23 provinsi. Jumlah penduduk sekitar 10.777.500
jiwa, yang menganut 98% beragama Islam, 1% beragama Kristen, 1% beragama Yahudi dan lainnya. Bahasa
yang digunakan di Tunisia adalah bahasa Arab dan sebagian lainnya bahasa Perancis. Tunisia memiliki luas
wilayah sebesar 163.610 km2, dan diperkirakan wilayah Tunisia 40% berupa padang pasir sahara dan
sisanya tanah yang subur. merupakan negra kecil dan palin timur di wilayah Afrika Utara. Tunisia termasuk
ke dalam kepulauan Karkunna/Karkuana (dibaca : Kerkennah) di bagian timur dan kepulauan Djerba di
bagian tenggara.
1. barat berbatasan dengan negara Aljazair.
2. bagian utara dan timur berbetasan dengan laut Mediterania.
3. bagian selatan serta tenggara berbatasan dengan negara Libya.
• Tunisia awalnya merupakan bagian wilayah otonom dari kekuasaan pemerintahan Turki Utsmani sejak
tahun 1574 atau sekitar ±300 tahun lamanya. Sehingga, Tunisia pada awalnya menganut mazhab Hanafi,
namun saat ini tergantikan dengan mazhab Maliki yang memiliki pengaruh lebih dominan, walaupun masih
ada beberapa yang tetap menganut mazhab Hanafi akibat pengaruh dari pemerintahan Turki Ustmani
sebelumnya
Pada akhir abad ke-18 Tunisia mengalami fase kemunduran, yang dimulai sejak tahun 1784 sampai 1820. Akibat dari
situasi tersebut, akhirnya mengantarkan Tunisia menjadi ketergantungan terhadap bangsa Eropa, dan berdampak Tunisia
menjadi bagian dari negara persemakmuran (protectorate) dari negara Perancis melalui perjanjian La Marsa dan Tunisia
pun menjadi wilayah yang berada di bawah kekuasaan negara Perancis pada tahun 1881 sampai 1956 (±75 tahun). Adanya
keterlibatan atau campur tangan dari negara Perancis terhadap pemerintahan Tunisia membawa pengaruh atau dampak
yang cukup positif terhadap kemajuan Tunisia di bidang sosial dan pendidikan. 20 Maret 1956 yang dimana rakyat Tunisia
berhasil mendapatkan kemerdekaan bagi negaranya. Perancis pun mengakui kemerdekaan dari Negara Tunisia. Bourguiba
mengeluarkan aturan-aturan yang bersifat kontroversi mengenai beberapa aturan terkait dengan bidang hukum keluarga
atau undang-undang Tunisia "The Code Of Personal Status Tunisia" atau "Majallat Al-Akhwal Syakshiyyah". Akibat beberapa
aturan yang dikeluarkan secara kontroversial, Bouguiba dikenal sebagai presiden yang menganut paham ideologi sekuler
dan ia berusaha menerapkan proyek sekulerisasi di negara Tunisia
Tunisia menerapkan sistem pemerintahan hukum Islam dan hukum perdata perancis. Undang-Undang Dasar Tunisia
disahkan pada 1 Juni 1959. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa Tunisia sebagai negara Islam atau
negara yang berdasarkan Agama Islam dan di Pasal 38 menyatakan bahwa presiden Tunisia harus seorang muslim
Bourguiba yang mengadopsi ide-ide modernis tentang kesetaraan gender secara total sebagai langkah kemajuan bagi
Tunisia dalam menghadapi perkembangan zaman, sebab Bourguiba mengakui bahwa konsep fikih klasik dianggap tidak
relevan lagi dengan zaman sekarang, sehingga perlu dikaji lebih mendalam lagi. Atau lebih tepatnya, Bourguiba terinspirasi
dari gagasan-gagasan Tahar Haddad melalui buku kontroversialnya  
Sejarah pembaharuan undang-undang hukum keluarga islam
Pada 20 Maret 1956, negara Tunisia resmi merdeka. Sesaat setelah itu pemerintah Tunisia memberlakukan
undang-undang hukum keluarga yang dinamakan dengan "Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyyah" atau "Code of
Personal Status Tunisia" tahun 1956 yang terdiri dari 213 pasal dan terbagi menjadi 12 bab
Tahun 1958 Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958 mengenai Pasal 18 tentang poligami.

Tahun 1959 Undang-undang Nomor 77 Tahun 1959 mengenai penambahan Pasal 143 A tentang prinsip-prinsip Radd ke dalam buku
IX (waris) dan buku XI (wasiat).

Tahun 1966 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1966 mengenai Pasal 57, 64, 67 tentang Hadhanah.

Tahun 1993 Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1993 mengenai perkawinan anak dibawah umur, kewajiban bersama suami-istri dan
kekerasan dalam rumah tangga.

Tahun 2007 Revisi Pasal 5 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 mengenai batas usia pernikahan bagi laki-laki dan
perempuan minimal berusia 18 tahun
 Pada 13 Agustus 1956 draft tersebut kemudian diajukan ke pemerintah dan diundangkan secara
resmi dengan nama "Code of Personal Status Tunisia" atau "Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyyah",
yang terdiri dari 213 pasal dan terbagi menjadi 12 bab yaitu :

Buku I mengatur tentang Perkawinan (Pasal 10-28);


Buku II mengatur tentang Perceraian (Pasal 29-33);
Buku III mengatur tentang Masa ’Iddah Istri (Pasal 34-36);
Buku IV mengatur tentang Nafkah (Pasal 37-53A);
Buku V mengatur tentang Perwalian Anak (Pasal 54-67);
Buku VI mengatur tentang Kepemimpinan Keluarga (Pasal 68-76);
Buku VII mengatur tentang Anak Angkat (Pasal 77-80);
Buku VIII mengatur tentang Orang Hilang (Pasal 81-84);
Buku IX mengatur tentang Waris (Pasal 85-152);
Buku X berisi tentang Legal Capacity& Disability (Pasal 153-170);
Buku XI mengatur tentang Wasiat (Pasal 171-199);
Buku XII mengatur tentang Wakaf (Pasal 200-213).
NO TUJUAN METODE OBJEK

1. Extra doctrinal reform Batas usia pernikahan


 Supaya menghindari terjadinya kemudharatan atau permasalahnan dalam Sebelum : umur usia
pernikahannya. pernikahan laki-laki 20 tahun
dan perempuan 17 tahun
 Agar mempersiapkan kondisi yang lebih matang “dewasa” dalam
Sesudah : sama-sama 18 tahun
menjalani suatu pernikahan.
 Kalangan Bagi perempuan, agara lebih mempersiapkan untuk
mengandung serta melahirkan.

2. Intra doctrinal reform Perjanjian Pernikahan Pra-


 Untuk mengikat hak serta kewajiban antara suami dan istri. Pernikahan)
 Untuk mencegah suami-istri melakukan perbuatan yang menyimpang Jika perjanjian nya di langgar
selama hidup berumah tangga. dan menimbul kekerasan maka
bisa di ajukan pembubaran atau
pembatan pernikahan

3.  Untuk melindungi pasangan suami-istri serta menjamin hak-haknya. Regulatory reform Pencatatan Pernikahan
 percatatn pernikahan di
 Untuk mewujudkan ketertiban pernikahan dalam masyarakat dan upaya lakukan di pencatatan
tertib administrasi. perkawinan yang di hadiri oleh
saksi pencatatn perkawinan
 Untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam upaya pengawasan dan
pelaksanaan undang-undang.
4.  Untuk menciptakan konsep mitra atau sejajarnya kedudukan Extra doctrinal reform Kewajiban nafkah
Suami dan istri sama memberikan
laki-laki maupun perempuan. nafkah (kesetaraan gender)
 Untuk mendorong perempuan di Tunisia agar menjadi wanita
karier.
5.  Untuk membebaskan perempuan di Tunisia dalam memilih Extra doctrinal reform Penghapusan hak walimujebir
Perempuan ada hak untuk
sendiri pasangan hidupnya. memilih pasangan dan tidak boleh
 Untuk menciptakan pernikahan yang dilandasi cinta dan kasih di paksa oleh siapa pun.harus ada
persetujuan dari dirinya sendiri
sayang, tanpa adanya paksaan atau intervensi dari orang lain.
6.  Untuk kemaslahatan terhadap masyarakat. Extra doctrinal reform Larangan poligami
 Untuk menghindari penyengsaraan perempuan dan anak-anak
agar terwujudnya pernikahan yang Sakinah. Mawaddah, wa
Rahmah.
 Untuk mengangkat harkat dan derajat perempuan di Tunisia.
7.  untuk menjaga ketertiban admistrasi pernikahan dan untuk Codification Pernikahan fasid ( tdk sah)
Pernikahan harus memenuhi
menghindari oknum syarat

8.  Untuk memastikan proses perceraian (talaq) yang terjadi sesuai Regulatory reform Perceraian dengan persetujuan
kedua belah pihak dan di depan
dengan tujuan dari maqashid syariah. pengadilan
9.  Untuk memberantas praktik pernikahan rekayasa Extra doctrinal reform Larangan rujuk secara
(muhallil) di negara Tunisia. permanen dalam talaq tiga
10.  Untuk mengatur tanggung jawab anak yang extra doctrinal reform Pemeliharaan dan Hak Asuh
berhubungan dengan pendidikan, kehidupan, dan Anak (Hadhanah)
pertumbuhan anak setelah orang tuanya berpisah  Batas usia bagi laki-laki
(bercerai) bahkan meninggal dunia. sampe balig dan
perempuan sampe menikah
 Garis keturunan ibu
kandung setelah habis baru

11. Wasiat wajibah diberikan kepada ahli waris yang Intra doktrin reform + Wasiat berbeda agama dan
berbeda agama, dikarenakan untuk menciptakan Codification kewarganegaraan
rasa adil agar tidak ada pertentangan di dalam
keluarga, meskipun secara agama hal tersebut tidak
dibenarkan.
12 Wasiat wajibah diberikan 1/3, dikarenakan agar ahli Extra doctrinal reform Wasiat Wajibah
waris garis lurus mendapatkan bagian haknya. 1/3
BENTUK /OBJEK PERATURAN TUNISIA
NO OBJEK PASAL KETENTUAN/SAKSI

BATAS USIA MINIMAL


 Revisi pasal 5 CPST / MAS Nomor 32 tahun 2007.  Batas usia minimal pernikahan bagi laki-laki maupun perempuan adalah 18 tahun.
1. PERNIKAHAN
 Pasal 6 “Pernikahan di bawah umur terjadi atas  Pernikahan yang terjadi dibawah umur harus ada persetujuan wali atau adanya
persetujuan ayah dan ibunya. Jika ayah ibunya tetap tidak keputusan dari pengadilan.
setuju, sedangkan anaknya tetap ingin menikah, maka
urusan ini dapat diputuskan oleh pengadilan. Izin
kebolehan pernikahan yang dikeluarkan oleh pengadilan
tidak dapat diganggu gugat.”

2. Perjanjian Pernikahan Pasal 11 “Jika salah satu pihak (baik pihak suami atau istri) Perjanjian pernikahan merupakan hal yang boleh dilakukan sebagai syarat dalam
(Pra-Pernikahan) melakukan kekerasan maka pihak yang lain bisa mengajukan 
pembubaran pernikahan” melangsungkan pernikahan di Tunisia.
 Jika isi perjanjian mengenai kekerasan maka pihak yang melakukan kekerasan berhak
mengajukan pembubaran pernikahan.
 Jika perjanjian dilanggar oleh salah satu pihak dan menyebabkan adanyan
pembubaran pernikahan, maka pihak yang dilanggar berhak menerima ganti rugi,
apabila pernikahannya telah sempurna
3. Pencatatan Pernikahan Pasal 4 Nomor 40 “Pernikahan seharusnya dibuktikan dengan Pernikahan di Tunisia harus dicatatkan secara resmi oleh pemerintah (official document).
catatan resmi. Pernikahan yang dilakukan di luar pengadilan
seharusnya dibuktikan dengan cara yang berlaku di Tunisia,
yakni sesuai dengan peraturan tentang akad pernikahan.”
4. KEWAJIBAN NAFKAH
 Pasal 12 “Istri harus berpartisipasi dalam menafkahi keluarga, jika ia  Adanya penetapan bahwa nafkah bukan hanya kewajiban suami selaku
memiliki harta.” kepala rumah tangga, melainkan juga menjadi tugas istri.
 Pasal 41 “Istri diizinkan membelanjakan harta pribadinya yang  Istri boleh meminta ganti rugi dari suami, jika istri menggunakan harta
digunakan sebagai biaya hidup dengan maksud untuk dimintakan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
ganti rugi dari suami.”  jika suami menghindar dari kewajiban memberi nafkah atau
kompensasi selama 1 bulan dapat dikenakan hukuman penjara 3-12
bulan dan denda antara 100-1000 dinar Tunisia (setara dengan 400 ribu
rupiah - 4 juta rupiah).

5. Penghapusan Hak Ijbar Pasal 3 “Pernikahan tak dapat terjadi kecuali berdasarkan persetujuan Ayah kandung tidak dibenarkan melakukan pemaksaan kehendak (ijbār)
kedua mempelai”. terkait jodoh dan pernikahan anak perempuannya, kecuali ada persetujuan
sang anak perempuan terlebih dahulu.

6. Larangan Poligami Pasal 18 “Poligami itu dilarang. Setiap laki-laki yang menikah lagi, padahal Jika ada yang melakukan praktik poligami maka, akan mendapatkan sanksi
ia berstatus suami dari seorang istri dan belum bercerai dari istrinya penjara selama 1 tahun dan membayar denda sebesar 240 ribu milim/dinar
tersebut…,”. Tunisia (setara dengan 1,2 Miliar Rupiah), atau salah satu dari kedua sanksi
itu.

7. Pernikahan Fasid (Tidak Jika perkawinan yang fasid ini masih saja dilanjutkan walaupun telah ada
sah)  Pasal 21 “Pernikahan yang kondisinya bertentangan dengan hakikat keputusan kefasidannya dari pengadilan, maka keduanya dihukum dengan
hukuman penahanan selama 6 bulan.
pernikahan” Tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan-pernikahan yang dianggap
fasid, baik itu menurut undang-undang/keputusan dari pengadilan maupun
 Pasal 3 “Pernikahan yang tanpa persetujuan salah satu atau kedua ketentuan yang terdapat dalam mazhab Maliki.

mempelai”

 Pasal 15 dan 16 “Pernikahan yang dilakukan dengan orang yang belum

menginjak remaja (pubertas) atau salah satu mempelai terdapat


9. Perceraian dengan persetujuan
 Pasal 30 "Talaq tidak dapat terjadi kecuali di pengadilan. Talaq tidak dapat terjadi  Perceraian yang disampaikan secara
kedua belah pihak dan di depan
pengadilan. kecuali jika hakim telah melakukan usaha mendamaikan kedua belah pihak, dan hakim sepihak tidak dapat berakibat jatuhnya
tidak mampu untuk mendamaikan” talaq, dan perceraian hanya dapat
 Pasal 31 "Jirāyah dibayarkan kepada mantan istri setelah masa ‘iddah-nya habis, diputus di hadapan pengadilan.
ukurannya sesuai kewajaran sebagaimana saat masih dalam masa pernikahan, termasuk  Suami yang menceraikan istrinya harus
di dalamnya biaya rumah. Jirāyah ini terus berlangsung hingga mantan isteri meninggal membayar denda (al-jirāyah al-‘umriyah)
dunia, atau jika ia telah menikah lagi, atau jika telah merasa tidak memerlukannya lagi. kepada mantan istrinya. Denda
Dalam hal mantan suami meninggal, jirāyah diambil dari harta peninggalan suami, dibayarkan setiap bulan sepanjang hayat
dibayarkan atas kesepakatan para ahli waris, atau ditetapkan melalui pengadilan dengan mantan istri, kecuali jika mantan istrinya
dibayarkan sekaligus, dengan mempertimbangkan usia mantan istri ketika itu” itu telah menikah lagi dengan laki-laki
lain atau meninggal dunia.

9. Larangan rujuk secara permanen Pasal 19 "Suami tidak boleh menikah lagi (rujuk) dengan istri yang telah ia ceraikan dengan Suami tidak boleh rujuk dengan istri yang
dalam talaq tiga talaq tiga” telah ditalaq tiga.

10. Pemeliharaan dan Hak Asuh Anak Pasal 67 “Bahwa jika orangtua yang berhak mengasuh anak meninggal dunia, sedangkan
(Hadhanah) sebelumnya pernikahan telah bubar (perceraian), maka hak hadhanah tersebut berpindah  jika seorang suami mentalaq istrinya dan
kepada orang tua yang masih hidup” kedua belak pihak masih hidup, maka
pemeliharaan anak menjadi hak ibu.
 Apabila orang tua yang mengasuh anak
tersebut meninggal dunia, dan
sebelumnya telah bercerai maka hak asuh
11. Kewarisan
 Pasal 143 huruf a “Anak perempuan dan anaknya dapat menerima  Dalam aturan waris negara Tunisia anak perempuan dan
ashabah dari warisan, walaupun ada ahli waris lain dari pihak laki-laki anaknya dapat menerima ashabah dari warisan, walaupun
seperti saudara laki-laki dan paman.” ada ahli waris lain dari pihak laki-laki seperti saudara laki-laki
 Pasal 88 “Seorang ahli waris yang dengan sengaja menyebabkan dan paman.
kematian pewaris, baik sebagai pelaku utama atau hanya pendukung  Ahli waris yang menyebabkan kematian dari pewaris dengan
saja, atau mengungkapkan kesaksian palsu terhadap kematian pewaris, alasan apapun, maka tidak berhak mendapatkan warisan.
orang tersebut tidak berhak mendapat warisan dari pewaris.

12 Wasiat berbeda agama dan Diperbolehkan menerima atau memberi wasiat kepada orang
kewarganegaraan 
yang berbeda agama (syaratnya kafir dzimmi) maupun berbeda
kewarganegaraan.
 Sebuah wasiat dapat dibuktikan hanya dengan dokumen
tertulis yang ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang
meninggalkan wasiat. Bukti lisan tidaklah dianggap cukup untuk
menjadi bukti wasiat.

13. Wasiat Wajibah Pasal 192 “Ketentuan tentang wasiat wajibah hanya diperuntukkan bagi cucu Menetapkan adanya wasiat yang memberikan bagian yang tetap
yatim dari generasi pertama, baik laki-laki maupun perempuan, dengan bagi cucu dari peninggalan kakek apabila anaknya (ayah si cucu)
catatan bahwa cucu laki-laki mendapat bagian dua kali lebih besar dari bagian meninggal dunia sewaktu kakek masih hidup, dengan syarat bahwa
cucu perempuan (2:1)” keturunan yang akan diberikan wasiat wajibah tersebut tidak turut
mewarisi harta peninggalan pewaris, serta belum pernah diberikan
harta oleh pewaris dengan cara lain.
14. Pengangkatan Anak ( Adopsi )
 Pasal 9 “Pengadilan juga bisa memberikan izin kepada seorang janda atau duda (karena  Aturan bahwa pengadilan memberikan
kematian pasangan), atau orang yang telah bercerai untuk mengangkat seorang anak” izin bagi janda atau duda (karena
 Pasal 10 “Perbedaan atau selisih usia antara pihak yang akan melakukan adopsi dengan kematian pasangan) atau orang yang
anak yang hendak diadopsi minimal 15 tahun. Seorang warga negara Tunisia diperbolehkan telah bercerai untuk mengangkat atau
melakukan adopsi terhadap seorang anak yang bukan dari warga negara Tunisia” mengadopsi anak.
 Pasal 15 “Dalam pandangan hukum, hubungan antara ayah angkat dengan anak angkat  Syarat bagi yang ingin mengangkat atau
adalah seperti ayah kandung dengan anak kandung biasa, anak angkat memiliki hak-hak mengadopsi anak selisih umurnya
sebagaimana hak-hak yang dimiliki anak kandung. Ayah angkat juga memiliki hak-hak minimal 15 tahun dan seorang warga
seperti halnya hak-hak ayah kandung, sebagaimana ditetapkan undang-undang” Tunisia diperbolehkan mengadopsi anak
 Pasal 14 “Praktik adopsi berakibat diperolehnya nama baru (nasab) bagi si anak dari orang yang bukan warga Tunisia.
tua angkat, nama asli juga bisa dirubah, jika diinginkan oleh oleh pihak yang melakukan  Hubungan antara ayah angkat dan anak
adopsi, maka nama baru anak yang diadopsi itu bisa dicatatkan pada surat adopsi” angkat seperti halnya hubungan dengan
 Pasal 16 “Pengadilan melalui jaksa penuntut umum, dapat mengambil alih anak angkat dari ayah kandung dan anak kandung, serta
orang tua angkatnya apabila terjadi kesalahan dan kelalaian dalam pemenuhan kewajiban, dihukumi hak anak angkat selayaknya
sehingga haknya akan dipindahkan kepada orang lain.” anak kandung begitu pula ayah angkat.
 Anak angkat berhak memperoleh nama
baru/ nasab dari orang tua angkat.
 Pengadilan dapat mencabut hak adopsi
terhadap orang tua angkat apabila orang
tua angkat lalai dan melakukan kesalahan
dalam memenuhi kewajiban anak angkat,
sehingga hak adopsi dipindahkan ke
orang lain.
ANALISI
Analisis pemakalah yaitu pada awalnya Salah satu yang menjadi tujuan dari
terbentuknya CPST (Code of Personal Status Tunisia) adalah terbentuknya kesetaraan
gender. Salah satu bentuk produk pembaharuannya yaitu penetapan bahwa nafkah
bukan hanya kewajiban suami selaku pemimpin tangga, tetapi tugas seorang istri juga.
Pasal 12 CPST (Code of Personal Status Tunisia) menyatakan bahwa :
Pasal 12 :“Istri harus berpartisipasi dalam menafkahi keluarga, jika ia memiliki
harta.”
Keharusan istri dalam menafkahi merupakan produ k hukum yang baru, meskipun
begitu kewajiban totalnya tidak sepenuhnya dilakukan oleh istri, karena dalam Islam
suami lah yang berperan sebagai yang menafkahi keluarga, hal tersebut sudah tertuang
dalam Q.S.An-Nisa ayat 34, bahwa laki-laki adaha pelindung bagi perempuan, dan laki-
laki harus memberikan nafkah dari hartanya. Sedangkan kewajiban wanita adalah
berada dirumahnya sebagai bentuk menjaga diri mereka dan mentaati suaminya.
Meskipun demikian, pasal tesebut merupakan sebuah langkah awal untuk kemaju masyarakat
Tunisia yang pada saat itu berfikir bahwa kaum perempuan tidak boleh beraktifitas di luar rumah,
serta nafkah merupakan kewajiban suami terhadap istri, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-
kitab fikih. Padahal jika kita tinjau pada zaman Rasulullah SAW, banyak wanita yang ikut bekerja
membantu meringankan suaminya, maka tidak menutup kemungkinan di zaman sekarang,
wanita juga bisa bekerja bahkan berpendidikan.
Pasal tersebut merupakan upaya Bourguiba untuk mendorong kemajuan perempuan, sebagai
bentuk kesetraan gender, karena wanita berhak mendapatkan hak-haknya.
Pasal 41 juga menyatakan bahwa istri diizinkan membelanjakan harta pribadinya yang digunakan
untuk membiaya hidupnya. Jiki suami menghindar atas kewajibannya untuk memberikan nafkah
selama 1 bula maka dapat dikenakan hukuman penjara 3-12 bulan dan dendaantara 100-1000
dinar Tunisia (setara dengan 400 ribu rupiah - 4 juta rupiah) yang tercantum di dalam Pasal 53
Undang-Undang CPST (Code of Personal Status Tunisia), hal tersebut dilakukan sebagai bentuk
agar suami tidak lupa memberikan kewajibannya dalam memberikan nafkah, meskipun istri juga
ikut serta mencari nafkah.
Observasi
. Di Tunisia, kaum perempuan bebas bekerja di hampir seluruh bidang kehidupan. Pada akhir tahun 2011,
sebanyak 42% dokter di Tunisia adalahwanita, 72% apoteker, 40% dosen, 29% hakim, 31% pengacara, serta
43%wartawan

Anda mungkin juga menyukai