Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seperti yang kita ketahui, kulit adalah organ terluar dari tubuh makhluk hidup. Kulit
adalah organ tunggal yang terberat di tubuh, yang biasanya membentuk 15-20% berat badan
total dan pada orang dewasa, memiliki luas permukaan sebesar 1,5-2 m2 yang terpapar dengan
dunia luar. Kulit dan derivatif serta apendiksnya (adneksa) membentuk sistem integumen.
Pada manusia, derivatif kulit mencakup kuku, rambut, dan beberapa jenis kelenjar keringat
dan sebase.
Kulit, atau integumen, terdiri atas dua daerah berbeda, yaitu epidermis di sebelah luar dan
dermis di sebelah dalam. Epidermis adalah lapisan nonvaskular yang dilapisi epithelium
startificatum squamosum cornificatum dengan jenis dan lapisan sel berbeda-beda. Dermis
terletak tepat di bawah epidermis dan ditandai oleh jaringan ikat padat tidak teratur. Di bawah
dermis terdapat hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) jaringan ikat dan jaringan
adiposa yang membentuk fascia superfisial yang tampak secara anatomis. Selanjutnya mari
fokus pada lapisan epidermis. Epidermis terdiri dari enam lapisan lagi, yakni dari luar ke
dalam adalah stratm korneum, stratum lusidum, stratum granular, stratum granular, stratum
spinosa dan stratum basal. Kulit terutama lapisan epidermis mengalami suatu proses yang
hasilnya sangat penting dalam menjalankan perannya nanti yakni proses kornifikasi atau
penandukan.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Adapun rumusan masalah yang berkaitan dengan makalah tentang kulit yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari proses kornifikasi.
2. Mengetahui kapan terjadinya proses kornifikasi.
3. Mengetahui bagaimana proses terjadinya kornifikasi.
4. Mengetahui lapisan-lapisan kulit.

1
1.3 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang berkaitan dengan makalah tentang kulit yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa definisi dari kulit ?
2. Bagaimana gambaran histologi epidermis kulit ?
3. Bagaimana gambaran histologi dermis kulit ?
4. Apa yang dimaksud dengan kornifikasi kulit ?
5. Apa saja faktor pendukung proses kornifikasi kulit ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KORNIFIKASI


Kornifikasi atau yang bisa juga disebut keratinisasi adalah proses di mana keratinosit yang
sudah matang akan menjadi korneosit di lapisan luar, epidermis. Hal ini ditandai dengan
hilangnya organel intraseluler, produksi protein khusus dan lipid, dan generasi sebuah amplop
tebal protein dalam membran sel.1 Proses ini akan mebentuk stratum korneum yakni
permukaan epidermis yang kuat mirip sisik, disusun oleh sel-sel mati yang terkemas dan rapat
mengandung keratin.2 Lapisan ini memberikan perlindungan mekanik pada kulit dan sebagai
barier untuk mencegah kehilangan air pada kulit atau untuk mencegah terjadi transepidermal
water loss (TEWL).1

2.2 PROSES KORNIFIKASI


Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama: keratinosit,
melanosit dan sel Langerhans. Keratinisasi/kornifikasi dimulai dari sel basal yang kuboid,
bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas
menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut
terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan
akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering
menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk, sel tanduk secara kontinu lepas dari
permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari
sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini berlangsung terus-
menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya
secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu, sehingga kulit akan
terlihat bersisik, tebal, dan kering.3
Cornification melibatkan perubahan besar dari organisasi intraselular. Pembentukan sel
terkolifikasi dan integrasi Sel mati menjadi struktur saling berhubungan supracellular. Dalam
granular lapisan epidermis, ekspresi lanjutan keratin suprabasal K1, K2, dan K10 menambah
penguatan sitoskeleton, dan modifikasi posttranslasional serta interaksi dengan koordinat
filaggrin pembentukan bundel keratin. Filamen ini terkait pada desmosomes sehingga

3
cytoskeletons sel tetangga dan corneocyte saling berhubungan. Hebatnya, lebih dari 85% dari
kandungan protein corneocyte terdiri dari keratin, yang menunjukkan bahwa sitoskeleton
sangat penting untuk fungsi corneocyte. Kandungan keratin tinggi tidak hanya diraih dengan
produksi masif dan stabilisasi keratin selama diferensiasi tetapi juga mungkin oleh
pengambilan protein lain yang semula tinggal di sitoplasma atau di organel. Pada tingkat
mikroskopik, cornifikasi dikaitkan dengan disintegrasi lengkap kompartemen subselular,
yaitu organel seperti nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, dan lisosom.4
Karakteristik utama cornifikasi adalah pemecahan intraselular kompartementalisasi oleh
degradasi organel. Ini jelas dari perbandingan keratinosit pada lapisan granular dan korneosit
di lapisan cornified epidermis. Seiring dengan hilangnya mitokondria, aparat golgi, ribosom,
dan ER saat cornifikasi di epitel keratinisasi berisi jumlah sel yang relatif besar dalam tahap
transisi antara granular dan kornifikasi jaringan nasib lisosom dalam lapisan granular tidak
diketahui. Namun, memang begitu jelas bahwa protease lisosom mengeksekusi fungsi penting
selama kornifikasi. ditemukan bahwa cathepsin L dibutuhkan aktivasi proteolitik
transglutaminase 3, yang saling saling berhubungan dengan protein struktural selama
pembentukan amplop tersamar. Peran penting cathepsin lisosom dalam kejadian proteolisis
puncak selama kornifikasi diduga dengan membandingkan proteomes dari cathepsin L dan
cathepsin B-kekurangan epidermis. Histone 2A dan Caspase-14 adalah protein yang paling
kuat menumpuk sebagai respons untuk abrogasi cathepsin B atau cathepsin L, masing-masing.
Temuan ini mengatakan bahwa peran cathepsins dalam degradasi kromatin dan
pengendaliannya dalam pengolahan filaggrin. Hal ini menunjukkan bahwa cathepsins
berperan dalam proses cornifikasi. Karena cystatin M / E bersifat sitosolik penghambat
cathepsins, ini menyiratkan bahwa selama langkah terakhir protease fungsional cornifikasi
dilepaskan dari lisosom, mungkin dengan disintegrasi lisosom. Menariknya, kenaikan tepat
waktu di aktivitas transglutaminase selama tahap akhir cornifikasi bisa terjadi menjadi hasil
degradasi organel, karena membutuhkan pengolahan proteolitik oleh protease lisosom dan
peningkatan kadar Ca2 + yang bisa dilepaskan dari retikulum endoplasma yang merosot atau
mitokondria, kedua organel yang bertindak sebagai penyimpanan Ca2 +. Sebagai
pengangkatan nukleus tampaknya merupakan proses cepat yang mungkin terjadi dalam waktu
kurang dari 6 jam, hanya sedikit jika atau tidak ada sel peralihan yang terlihat pada bagian
tipis epidermis. Hanya selama epidermal penutupan luka setelah pengupasan pita, yang

4
melibatkan percepatan kornifikasi, sebaliknya transisi sel dengan inti positif TUNEL sering
diamati matriks kuku dalam kondisi homeostatik. Dalam semua jenis cornifikasi, DNA nuklir
terdegradasi sebagaimana dibuktikan oleh tidak adanya pelabelan dengan pewarna fluoresens
DNA spesifik pada lapisan normal korneum, rambut dan kuku.4

2.3 STRUKTUR HISTOLOGI KORNIFIKASI

5
Terdapat empat jenis sel di epidermis kulit, dengan keratinosit sebagai sel dominan.
Keratinosit membelah, tumbuh, brergerak ke atasdan mengalami keratinisasi atau
kornifikasi, dan membentuk lapisan epidermis protektif bagi kulit. Epidermis terdiri dari
epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Terdapat jenis sel lainnya yang lebih sedikit
di epidermis. Sel-sel ini adalah melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel, yang terselip di
antara keratinosit di epidermis1. Di kulit tebal, dapat dikenali adanya lima lapisan sel dari
dalam keluar.,yaitu :
1. Stratum Basal (Germinativum)
Stratum basal (stratum basale) adalah lapisan paling dalam atau dasar di epidermis. Lapisan
ini terdiri dari satu lapisan sel kolumnar hingga kuboid yang terletak pada membrana
basalis yang memisahkan dermis dari epidermis. Sel-sel melekat satu sama lain melalui
taut sel yang disebut desmosom, dan pada membrana basalis di bawahnya melalui
hemidesmosom. Sel di stratum basal berfungsi sebagai sel induk bagi epidermis; karena
itu, di lapisan ini banyak ditemukan aktivitas mitosis. Sel membelah dan mengalami
pematangan sewaktu bermigrasi ke atas menuju lapisan superfisial. Semua sel di stratum
basal menghasilkan dan mengandung filamen keratin intermediat (filamentum keratini)
yang meningkat jumlahnya sewaktu sel bergerak ke atas.5 Meskipun sel punca untuk

6
keratinosit ditemukan di lapisan basal, lokus untuk sei tersebut juga ditemukan di tonjolan
khusus selubung folikel rambut yang bersambung dengan epitdermis. Epidermis manusia
diperbarui setiap 15-30 hari, bergantung pada usia, bagian tubuh, dan faktor lain. Semua
keratinosit dalam stratum basale mengandung filamen keratin intermediat berdiameter 10
nm yang terdiri atas keratin' Sewaktu sel berpindah ke atas, jumlah dan tipe filamen keratin
juga bertambah sehingga mencapai setengah jumlah protein total di lapisan terluar.6
2. Stratum Spinosum
Sel stratum spinosum juga memperlihatkan gambaran mitosis (biasanya pada malam hari).
Sel-sel berduri ini juga membentuk granula pelapis membran (badan Odland, badan
lamelar), yang isinya banyak lemak terdiri atas seramid, fosfolipid dan glikosfingolipid. 7
Sewaktu keratinosit bergerak ke atas di epidermis, terbentuk lapisan sel kedua atau stratum
spinosum. Lapisan ini terdiri dari empat sampai enam tumpukan sel. Pada sediaan
histologik rutin, sel di lapisan ini menciut. Akibatnya, ruang interselular memperlihatkan
banyak lonjolan sitoplasma, atau spina tduri), yang keluar dari permukaannya. Duri-duri
ini mencerminkan tempat desmosom melekat pada berkas filamen keratin intermediat, atau
tonofilamen, dan sel sekitar. Pemtrentukan filamen keratin berlanjut di lapisan ini yang
kemudian tersusun membentuk berkas tonofilamen (tonofilamentum). Tonofilamen
mempertahankan kohesi di antara sel dan menghasilkan resistensi terhadap abrasi
epidermis.5
3. Stratum Granulosum
Stratum granulosum dan stratum spinosum seringkali disebut sebagai stratum Malpighii
dan aktivitas mitosis yang berlangsung terus berperan untuk migrasi terus menerus sel-sel
ini ke dalam lapisan berikutnya, yang dikenal sebagai stratum granulosum. Sel lapis ini
menyimpan granula keratohialin, yang akhirrrya melebihi kemampuan sel, merusak inti
dan organelnya.7 Sel-sel di atas stratum spinosum kemudian terisi oleh granula keratohialin
(granula keratohyalini) basofilik dan membentuk lapisan ketiga, stratum granulosum.
Lapisan ini dibentuk oleh tiga sampai lima lapisan sel gepeng. Cranula tidak dibungkus
oleh membran dan berkaitan dengan berkas tonofilamen keratin. Kombinasi tonofilamen
keratin dengan granula keratohialin di sel ini menghasilkan keratin. Keratin yang dibentuk
dengan cara ini aditah keratin lunak kulit. Selain itu, sitoplasma sel mengandung granula
lamellosum terbungkus-membran yang dibentuk oleh lapisganda lemak. Cranula

7
lamellosum dikeluarkan ke dalam ruang interselulai stratum granulosum sebagai lapisan
lemak dan menutupi kulit. Proses ini menyebabkan kulit relatif impermeable terhadap air.5
4. Stratum Lusidum
Stratum lusidum (stratum lucidum) yang translusen dan kurang jelas hanya dapat
ditemukan di kulit tebal; Iapisan ini terletak tepat di atas strdtum granulosum dan di bawah
stratum korneum. Sel-selnya tersusun rapat dan tidak memiliki nukleui atau organel dan
telah mati. Sel-sel gepeng ini mengandung filamen keratin yang padat. Sel stratum lusidum
tidak mempunyar inti atau organel tetapi mengandung tonofibril (filamen keratin tersusun
padat) dan mengandung eleidin, produk perubahan dari keratohialin.5
5. Stratum Korneum
Lapis sel yang paling permukaan adalah stratum korneum, terdiri atas sel-sel mati dikenal
sebagai skuama. Lapis superfisial stratum korneum mengelupas dengan kecepatan yang
sama, saat sel-sel itu digantikan oleh adanya aktivitas mitosis pada stratum basalis dan
stratum spinosum.7 Stratum korneum (stratum corneum) adalah lapisan kulit kelima dan
paling luar. Semua nucleus dan organel telah lenyap dari sel. Stratum korneum terutama
terdiri dari sel mati yang gepeng berisifilamen keratin lunak. Sel superfisial berkeratin di
lapisan ini secara terus menerus dilepaskan atau mengalami deskuamasi serta diganti oleh
sel baru yang muncul dari stratum basal di sebelah dalam. Selama proses keratinisasi,
enzim-enzim hidrolitik merusak nukleus dan organel sitoplasma, yang kemudian lenyap
ketika sel terisi oleh keratin.5

2.4 HISTOFISIOLOGI KORNIFIKASI


Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler
pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel
yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis
basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya.
Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama

8
perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada
tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam potongan histologic tegak
lurus terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar,
stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum.6
1. Stratum Basale (Germinativum)
Stratum basal (stratum basale) adalah lapisan paling dalam atau dasar di epidermis. Lapisan
ini terdiri dari satu lapisan sel kolumnar hingga kuboid yang terletak pada membrana
basalis yang memisahkan dermis dari epidermis. Sel-sel melekat satu sama lain melalui
taut sel yang disebut desmosom, dan pada membrana basalis di bawahnya melalui
hemidesmosom. Sel di stratum basal berfungsi sebagai sel induk bagi epidermis; karena
itu, di lapisan ini banyak ditemukan aktivitas mitosis. Sel membelah dan mengalami
pematangan sewaktu bermigrasi ke atas menuju lapisan superfisial. Semua sel di stratum
basal menghasilkan dan mengandung filamen keratin intermediat (filamentum keratini)
yang meningkat jumlahnya sewaktu sel bergerak ke atas.5
2. Stratum Spinosum
Terdiri atas banyak lapisan sel-sel berduri polyhedral yang mempunyai jembatan antar-sel.
Aktivitas mitosis juga ada. Stratum spinosum juga mengandung sel-sel Langerhans dan
juluran melanosit. Sewaktu keratinosit bergerak ke atas di epidermis, terbentuk lapisan sel
kedua atau stratum spinosum. Lapisan ini terdiri dari empat sampai enam tumpukan sel.
Pada sediaan histologik rutin, sel di lapisan ini menciut. Akibatnya, ruang interselular
memperlihatkan banyak lonjolan sitoplasma, atau spina tduri), yang keluardari
permukdannya. Duri-duri ini mencerminkan tempat desmosom melekat pada berkas
filamen keratin intermediat, atau tonofilamen, dan sel sekitar. Pembentukan filamen
keratin berlanjut di lapisan ini yang kemudian tersusun membentuk berkas tonofilamen
(tonofilamentum). Tonofilamen mempertahankan kohesi di antara sel dan menghasilkan
resistensi terhadap abrasi epidermis.6
3. Stratum Granulosum
Sel-sel di atas stratum spinosum kemudian terisi oleh granula keratohialin (granula
keratohyalini) basofilik dan membentuk lapisan ketiga, stratum granulosum. Lapisan ini
dibentuk oleh tiga sampai lima lapisan sel gepeng. Cranula tidak dibungkus oleh membran

9
dan berkaitan dengan berkas tonofilamen keratin. Kombinasi tonofilamen keratin dengan
granula keratohialin di sel ini menghasilkan keratin. Keratin yang dibentuk dengan cara ini
aditah keratin lunak kulit. Selain itu,
sitoplasma sel mengandung granula lamellosum terbungkus-membran yang dibentuk oleh
lapisganda lemak. Cranula lamellosum dikeluarkan ke dalam ruang interselulai stratum
granulosum sebagai lapisan lemak dan menutupi kulit. Proses ini menyebabkan kulit relatif
impermeable terhadap air. Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung
banyak granula basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan mikroskop
elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.
Mikro-filamen melekat pada permukaan granula. Sel-sel yang agak gepeng dan berisi
granula keratohialin. Lapisan ini tidak nampak pada kulit tipis.6
4. Stratum Lusidum
Stratum lusidum (stratum lucidum) yang translusen dan kurang jelas hanya dapat
ditemukan di kulit tebal; Iapisan ini terletak tepat di dtas strdtum granulosum dan di bawah
stratum korneum. Sel-selnya tersusun rapat dan tidak memiliki nukleui atau organel dan
telah mati. Sel-sel gepeng ini mengandung filamen keratin yang padat. hanya dijumpai
pada kulit tebal, dan terdiri atas lapisan tipis translusen sel eosinofilik yang sangat pipih.
Organel dan inti telah menghilang dan sitoplasma hampir sepenuhnya terdiri atas filamen
keratin padat yang berhimpitan dalam matriks padat-elektron. Desmosom masih tampak di
antara sel-sel yang bersebelahan. Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang
tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.
Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada
sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain
di bawahnya.6
5. Stratum Korneum
Stratum korneum (stratum corneum) adalah lapisan kulit kelima dan paling luar. Semua
nucleus dan organel telah lenyap dari sel. Stratum korneum terutama terdiri dari sel mati
yang gepeng berisifilamen keratin lunak. Sel superfisial berkeratin di lapisan ini secara
terus menerus dilepaskan atau mengalami deskuamasi serta diganti oleh sel baru yang
muncul dari stratum basal di sebelah dalam. Selama proses keratinisasi, enzim-enzim
hidrolitik merusak nukleus dan organel sitoplasma, yang kemudian lenyap ketika sel terisi

10
oleh keratin. terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma
yang dipenuhi keratin filamentosa bire{ringen. Filamen keratin sekurang-kurangnya
mengandung enam macam polipeptida dengan massa molekul antara 40 kDa sampai 70
kDa. Komposisi tonofilamen berubah sewaktu sel epidermis berdiferensiasi dan ketika
massa tonofibril bertambahdengan protein lain dari granula keratohialin. Setelah
mengalami keratinisasi, sel-sel hanya terdiri atas protein amorf dan fibrilar dan membran
plasma yang menebal dan disebut sisik atau sel bertanduk. Sel-se1 tersebut secara kontinu
dilepaskan pada permukaan stratum korneum.6

11
12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kulit adalah organ tunggal yang terberat di tubuh. Kulit terdiri dari lapisan Epidermis,
Dermis, dan Hipodermis yang terletak dibawah Dermin. Pada lapisan Epidermis terdapat lima
stratum yaitu; Stratum Korneum, Stratum Lucidium, Stratum Granulosum, Stratun Spinosum,
dan Stratum Basale. Dimana pada Stratum Korneum mengalami sebuah proses penandukan
atau proses kornifikasi.
Kornifikasi adalah proses di mana keratinosit menjadi korneosit di lapisan luar, epidermis.
Hal ini ditandai dengan hilangnya organel intraseluler, produksi protein khusus dan lipid, dan
generasi sebuah amplop tebal protein dalam membran sel.
Stratum Korneum terdiri atas 15-20 sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma
yang dipenuhi oleh keratin filamentosa birefringen. Setelah mengalami keratinisasi, sel-sel
hanya terdiridari protein amorf dan fibrilar dan membran plasma yang menebal dan disebut
sisik atau sel bertanduk . Sel-sel secara terus menerus dilepaskan pada Stratum Korneum.

3.2 SARAN
Dalam proses pembuatan makalah ini tidak ada kendala yang berarti. Hanya ada kendala
kecil seperti kurangnya bahan buku terutama bagian histologi diperpustakaan,. Kami berharap
agar nantinya perpustakaan universitas dapat memambah koleksi buku kedokterannya
terutama di bagian histologi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Nuzantry, Juny Kurnia. Karya Tulis Ilmiah 2 Kulit. Semarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2. Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 12. Jakarta : EGC : 2014
3. Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk mahasiswa keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC :
2006
4. Eckharta,L. et al. Cell death by cornification. Molecular Cell Research. 2013; 1833(12) :
3471-3480.
5. Eroshenko,VP. Atlas Histologi di Fiore. Edisi 12. Jakarta : EGC : 2015
6. Mescher,Anthony L. Histologi Dasar Janqueira. Edisi 12. Jakarta : EGC : 2012
7. Gartner,Leslie P. Atlas Berwarna Histologi. Edisi 5. Jakarta : Binarupa Aksara : 2012

14

Anda mungkin juga menyukai