Disusun oleh :
KELAS G
PEKALONGAN
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hadis Pertama
،عن زي د ابن وهب, س ألت األعمش فق ال, ح دثنا س فيان ق ال, ح دثنا علي بن عب د اهلل
الس َم ِاء
َّ ت ِم َن َ أ َّن, "حدثنا رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم, "مسعت حذيفة يقول
ْ َاألمانَةَ َن َزل
البخاري: احملدث.
c. Makna Hadits
2
Al-Quran dan al-Hadits sebagai dasar keagamaan berfungsi
memberikan nilai keimanan dan akhlak bagi kegiatan pendidikan. Setelah
melihat redaksi hadits tersebut, jelas bahwa perkataan, perbuatan,
ketepatan, dan sifat Rasulullah s.a.w. sarat dengan pendidikan. Oleh
karena itu, hadits merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi
manusia muslim. Mempelajari hadits-hadits rosululloh akan membuat
mata kita semakin terbuka dan pengetahuan kita akan Islam akan semakin
luas. Hadits selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah
sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya
termasuk hadits yang berkaitan dengan pendidikan sebagai landasan yang
kokoh. Dasar pendidikan tidak secara langsung memberikan dasar bagi
pelaksanaan pendidikan, namun lebh memberikan konsep bagi
perencanaan pendidikan. Yang menjadi landasan operasional pendidikan
yaitu prinsip-prinsip, misalnya prinsip tidak adanya pemisah antara ilmu
agama dan ilmu umum, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip yang juga
ada dalam ajaran Islam yang diambil dari Al-Quran dan al-Hadits.1
2. Hadis Kedua
قالوا يا رسول." كل أميت يدخلون اجلنة إال من أيب, ""أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال
أيب”(رواه البخاري
َّ ومن عصاين فقد, من أطاعين دخل اجلنة,"اهلل من أيب؟ "قال
Artinya: Menceritakan kepada kami Muhamad ibn Sufyan, menceritakan
kepada kami Fulaih, menceritakan kepada kami Hilal ibn Ali, dari Atha
ibn Yasar, dari Abu Hurairah RA, Bahwa Rosulullah Saw. bersabda,
“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat
bertanyan, “Wahai Rosulullah! siapa yang enggan?” Beliau menjawab,
”Barangsiapa menaatiku maka dia masuk surga, dan barang siapa yang
durhaka terhadapku maka dia yang enggan.” (H.R. Bukhari).
1
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2010), hlm. 90.
3
b. Sumber Hadits
البخاري: احملدث.
[صحيح
c. Makna Hadits
4
penolakannya. Selanjutnya, orang yang enggan itu, apabila dia orang
kafir, maka sama sekali tidak akan masuk surga. Adapun jika ia seorang
muslim, maka ia tidak akan masuk surga sampai dibersihkan (dosanya)
dengan neraka. Namun, boleh saja dia mendapatkan ampunan sehingga ia
sama sekali tidak disiksa, meskipun dia telah melakukan semua
kemaksiatan.
5
manusia, baik itu motivasi untuk mempergunakan pancaindera dalam
menafsirkan alam semesta bagi kepentingan formulasi lanjut pendidikan
manusia (pendidikan Islam), motivasi agar manusia mempergunakan
akalnya, lewat perumpamaan-perumpamaan (tamsil) Allah Swt. dalam al-
Qur’an, maupun motivasi agar manusia menggunakan hatinya untuk mampu
mentransfer nilai-nilai pendidikan Ilahiah dan bagainya. Semua proses ini
merupakan sistem umum pendidikan yang ditawarkan Allah SWT dalam al-
Qur’an agar manusia dapat menarik kesimpulan dan melaksanakan kesemua
petunjuk tersebut dalam kehidupannya sebaik mungkin.
Mourice Baille mengagumi isi kandungan al-Qur'an dan berkata
bahwa al-Qur'an merupakan kitab suci yang objektif dan memuat petunjuk
bagi pengembangan ilmu pengetahuan modern. Kandungan ajarannya sangat
sempurna dan idak bertentangan dengan hasil penemuan sains modern. Dari
penafsiran terhadap ide-ide yang termuat dalam al-Qur'an, sains modern
dapat berkembang dengan pesat dan memainkan peranannya dalam
membangun dunia ini.4 Abdurrahman Saleh juga mengemukakan
pendapatnya bahwa, karena al-Qur'an memberikan pandangan yang
mengacu kehidupan di dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi
petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat
berbicara tentang pendidikan Islam, tanpa mengambil al Qur'an sebagai
satu-satunya rujukan.5 Dari sini, al-Qur'an memiliki misi dan implikasi
kependidikan yang bergaya imperatif, motivatif, dan persuasive dinamis,
sebagai suatu sistem pendidikan yang utuh dan demokrasi lewat proses
manusiawi. Proses kependidikan tersebut bertumpu pada kemampuan
rohaniah dan jasmaniah masing masing individu peserta didik secara
bertahap dan berkesinambungan, tanpa melupakan kepentingan
perkembangan zaman dan nilai-nilai Ilähiyah. Kesemua proses kependidikan
Islam tersebut merupakan proses konservasi dan transformasi, serta
4
Maurice Bucaille, Bibel, Al-Qur'an dan Sains, Terj. H.M.Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hlm. 375.
5
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur'an, terj. H. M.
Arifim dan Zainuddin, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 20.
6
internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan manusia sebagaimana yang
diinginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya ini, diharapkan peserta didik
mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan di dunia
maupun di akhirat.
2. Al-Hadits (Sunnah)
7
diperlukan keberadaan Hadis Nabi sebagai penjelas dan penguat bagi
hukumhukum Qur'aniah yang ada, sekaligus sebagai petunjuk (pedoman)
bagi kemashlahatan hidup manusia dalam semua aspeknya. Dari sini dapat
dilihat bagaimana posisi dan fungsi Hadis Nabi sebagai sumber pendidikan
Islam yang utama setelah al-Qur'an. Eksistensinya merupakan sumber
inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi
dari pesanpesan Ilahiah yang tidak terdapat dalam al-Qur'an, maupun yang
terdapat dalam al-Qur'an, tapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut
secara terperinci.7
Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi dapat dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu: Pertama, pola pendidikan saat Nabi di Mekah. Pada masa ini,
Nabi memanfaatkan potensi masyarakat Mekkah dengan mengajaknya
membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasaan Allah, baik yang ada
di alam semesta maupun yang ada dalam dirinya. Melanjutkan tradisi
pembuatan syair-syair yang indah dengan nuansa islami, serta pembacaan
ayat-ayat al-Qur'an, mengubah kebiasaan masyarakat Mekkah yang selama
ini memulai suatu pekerjaan menyebut nama-nama berhala, dengan nama
Allah (Basmallah), dan sebagainya. Secara konkrit, pemetaan pendidikan
Islam pada periode ini dapat dibagi pada empat aspek utama, yaitu:
pendidikan akhlak dan budi pekerti, dan pendidikan jasmani (kesehatan),
seperti menunggang kuda, memanah, dan menjaga kebersihan.8
Kedua, pola pendidikan saat Nabi di Madinah. Secara geografis,
Madinah merupakan daerah agraris. Sedangkan Mekkah merupakan daerah
pusat perdagangan. Ini membedakan sikap dan kebiasaan masyatakat di
kedua daerah tersebut. Masyarakat Madinah merupakan msyarakat petani
yang hidup saling membantu antara satu dengan yang lain. Melihat kondisi
ini, pola pendidikan yang diterapkan Nabi SAW lebih betorientasi pada
pemantapan nilai-nilai persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Ansar pada
satu ikatan. Untuk mewujudkan ini, pertama-tama Nabi mendirikan masjid
sebagai sarana yang efektif. Materi pendidikannya lebih ditekankan pada
8
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 42.
8
penanaman ketauhidan, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan
sopan santun (adab). Semua ini berjalan cukup efektif, karena di samping
motivasi internal umat waktu itu, kharisma dan metode yang digunakan
Nabi mampu mengayomi seluruh kepentingan.
3. Ijtihad (Pemikiran Ulama’)
عن, عن زيد بن عبد اهلل بن أسامة بن اهلاد, أخربنا عبد العزيز بن حممد, حدثنا حيىي بن حيىي التميمي
عن عم رو بن, عن أيب قيس م وىل عم رو بن الع اص, عن بس ر بن س عد, حمم د بن إب راهيم
فله, إذا حكم احلاكم فاجتهد مث أصاب, "أنه مسع مسع رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال, العاص
أجر”(رواه مسلم
َّ فله, مث أخطأ, وإذا حكم فاجتهد. أجران
9
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 44.
10
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 7.
9
Artinya: Menceritakan kepada kamiYahya ibn Yahya al-Tamimi,
memberikan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz ibn Muhammad, dari Yazid ibn
‘Abdullah ibn Usamat ibn Had, dari Muhamad ibn Ibrahim, dari Busi ibn
Sa’id, dari Abi Qois Maula dari Amr ibn ‘Ash, berkata, “Bahwa ia
mendengar
Rosullah SAW bersabda, “Apabila seorang hakim memutuskan perkara
dengan berijtihad, kemudian ia benar, makai a mendapatkan dua pahal. Dan
apabila ia memutuskan perkara dengan berijtihad, lalu salah, makai a
memperoleh satu pahala.” (H.R. Muslim).
Eksistensi ijtihad sebagai salah satu sumber ajaran Islam setelah al-
Qur’an dan Hadis merupakan dasar hukum yang sangat dibutuhkan,
terutama pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw., setiap waktu guna
mengantarkan manusia dalam menjawab berbagai tantangan zaman yang
semakin global dan mondial. Oleh karena perkembangan zaman yang begitu
dinamis dan senantiasa berubah, maka eksistensi ijtihad harus senantiasa
bersifat dinamis dan senantiasa diperbaharui, seirama dengan runtutan
perkembangan zaman, yang selama tidak bertentangan dengan prinsip
pokok al-Qur'an dan Hadis.
Perlunya melakukan ijtihad secara dinamis dan senantiasa diperbarui serta
ditindaklanjuti oleh para Mujtahid Muslim sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan manusia, merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Hal ini
disebabkan karena tidak semua dimensi kehidupan manusia dijelaskan
secara terperinci dalam al-Qur'an dan Hadis. Sebagian besar hanya
merupakan normatif hukum yang bersifat mutasyabihat. Untuk proses
tersebut, menurut al-Sayuthi, diperlukan setiap petiode diperlukan seorang
atau sekelompok orang yang mampu berperan sebagai mujtahid. Oleh
karena itu, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin mengglobal
dan mendesak, menjadikan eksistensi ijtihad, terutama dibidang pendidikan,
mutlak diperlukan. Sasaran ijtihad pendidikan tidak saja hanya sebatas
bidang materi atau isi, kurikulum, metode, evaluasi, atau bahkan sarana dan
10
prasarana. akan tetapi mencakup seluruh sistem pendidikan dalam arti yang
luas.11
وعظن ا رس ول اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم موعظ ة ذرفت مهن ا العي ون, عن العرب اض بن س ارية ق ال
قلنا يارسول اهلل أن هذه ملوعظة مودع فماذا تعهد إلينا؟ قال تركتكم على, وجلت منها القلوب
البيضاء لسلها كنهارها ال يزيغ عنها بعدي إال هلك ومن يعش منكم فسريى اختالفا كثريا فعليكم
مبا عرفتم من سنيت وسنة اخلالفاء الراشدين املهديني وعليكم بالطاعة وأن عبيدا حبشيا عضوا عليها
Artinya: Dari ‘Arbadh ibn Syariat berkata, ‘Rosullah SAW telah menasehati
kami dengan nasehat yang menyentuh hati dan meneteskan air mata. Kami
bertanya, “Wahai Rosullah, sesungguhnyya nasehat itu seeolah – olah
nasehat pamitan dan perpisahan, oleh karena itu nasehatilah kami!”
Rosulullah berkata, “Aku menasehati kalian agar bertakwa kepada Allah,
mendengar dan berbuat ketaatan, walaupun hamba sahaya
memerintahkanmu. Sesungguhnya orang hidup di antaramu nanti banyak
pertentangan. Maka oleh karena ini, senantiasalah kalian berpegang teguh
pada sunnahku dan sunah Khulafa al-rasyidin, yang mendapat petunjuk.
Gigitlah sunnahku dengan taringmu, jauhilah mengada – ada perkara, sebab
11
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 46.
12
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 8; Lalu Muhammad
Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 53.
11
mengada – adakan perkara tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat dan sertiap kesesatan tersebut adalah neraka.” (H.R. Ahmad ibn
Hambal).
Di samping hadist di atas, terdapat juga riwayat lain yang
mengindikasikan perkataan sahabat juga bisa sebagai dasar pendidikan pada
era Rosullullah Saw. Misalnya, sikap Rosulullahh yang menerima pendapat
sahabat dan dijadikan dasar konsep dan strategi perang. Pada perang Uhud,
Nabi berpendapat lebih baik bertahan dalam kota. Tapi karena mayoritas
para sahabat berpendapat keluar dari kota, maka Nabi mengikuti pendapat
mayoritas.
5. Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (al-‘Adat/al-‘Uruf)
13
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 42.
14
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 9-10.
12
masyarakat Arab yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, juga
dijadikan sebagai landasan hukum atau landasan pendidikan. Kemudian
studi tentang nasab (garis keturunan) juga merupakan kebiasaan orang Arab.
Karena tidak bertentangan dengan al-Qur’an juga dibolehkan oleh rosulullah
sebagai materi ajar untuk pembisaan silaturrahmi atau akhlak.
13
BAB III
PENUTUP
Semoga dari apa yang telah disampaikan dalam makalah ini, kita menjadi
lebih jeli dan termotivasi untuk berusaha memperbaiki pendidikan di sekitar kita.
Tentunya dengan orientasin ke depan, berusaha menjadikan pendidikan yang lebih
baik, dan tentunya sesuai dengan nilai-nilai dasar pendidikan Islam.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bucaille , Maurice. 1970. Bibel, Al-Qur'an dan Sains, Terj. H.M.Rasyidi. Jakarta:
Bulan Bintang.
Sugiarto, Fitrah dan Indana Ilma Ansharah. 2021. “Penafsiran Quraish Shihab
dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21 Pada Tafsir Al Misbah”, Al
Furqan: Jurnal Al Quran dan Tafsir, Volume 4, Nomor 2, 2021,
Mataram:
Universitas Islam Negeri Mataram.
15