Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu: Moh. Nasrudin, M.Pd.I

Disusun oleh :

1. Muhammad Tubagus Idris M (2121110)

2. Ahmad Khotib Al Chariz (2121116)

KELAS G

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ABDURRAHMAN WAHID

PEKALONGAN

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, pendidikan Islam merupakan sarana terpenting untuk


membawa manusia kepada tujuan hidupnya. Dengan melalui pendidikan akan
membawa kehidupan seseorang menjadi suatu pribadi yang mampu berdiri sendiri
dan berinteraksi dalam kehidupan bersama dengan orang lain secara konstruktif.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan, waktu yang panjang, bahkan telah
dilontarkan suatu konsep yang membenarkan bahwa pendidikan berlangsung
seumur hidup (long life education). Hal tersebut didukung oleh potensi yang
dibawa manusia sejak lahir, yaitu potensi dapat mendidik (homo educaudum) dan
dapat dididik (homo educaudus), yang oleh Zakiyah Daradjat diistilahkan
"manusia sebagai makhluk pedagogik." Dengan potensi dalam diri manusia ini
maka akan mampu mewujudkan hakikatnya diciptakan sebagai manusia, apalagi
bila ditumbuh kembangkan secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan bagi umat
manusia merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan bukan hanya sebagai
pewarisan budaya, tetapi kebutuhan asasi bagi manusia.

Konsep dasar Islam tentang pendidikan pada hakekatnya merupakan misi


awal Rasulullah Saw. ini sesuai dengan ayat yang pertama diturunkan Allah SWT,
melalui wahyu-Nya dimulai dengan “bacalah”. Urgensi perintah ini dipahami
dengan berulangnya perintah tersebut yang terdapat dalam surah al-Alaq: 1-5.
Sementara itu objeknya tidak disebut secara terperinci, sehingga memberi
pengertian bahwa perintah membaca harus dilakukan secara komprehensif, bukan
secara parsial dengan membaca segala hal tanpa batas. Upaya strategis terhadap
hal tersebut tidak lain adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan sal satu
bidang yang mendapat banyak perhatian dari para ilmuwan, karena peranannya
yang amat strategis dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam kaitan ini, maka sangat urgen menyorot lebih awal tentang dasar-dasar
pendidikan berdasar pada beberapa tinjauan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadis Tentang Konsep Dasar Pendidikan Islam

1. Hadis Pertama

a. Teks Hadits dan Terjemahan

،‫عن زي د ابن وهب‬, ‫س ألت األعمش فق ال‬, ‫ح دثنا س فيان ق ال‬, ‫ح دثنا علي بن عب د اهلل‬

‫الس َم ِاء‬
َّ ‫ت ِم َن‬ َ ‫ أ َّن‬, "‫حدثنا رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬, "‫مسعت حذيفة يقول‬
ْ َ‫األمانَةَ َن َزل‬

ُّ ‫ َو َعلِ ُموا ِم َن‬،‫ َو َنَز َل ال ُق ْرآ ُن َف َقَرُؤ وا ال ُق ْرآ َن‬،‫الر َج ِال‬


‫السن َِّة (َّ”رواه البخاري‬ ِ ُ‫يف ج ْذ ِر ُقل‬
ِّ ‫وب‬ َ

Artinya: Menceritakan kepada kami 'Ali ibn 'Abdullah, menceritakan


kepada kami Sufyan, ia berkata, "Aku bertanya kepada A'masyi, ia
berkata, "Dari Zaid ibn Wahab, Aku mendengar Huzaifat, ia berkata,
"Menceritakan kepada kami Rasulullah SAW, bahwa amanah turun dari
langit pada hati seseorang, dan diturunkan al-Qur'an, maka bacalah al-
Qur’an, dan pelajarilah Sunnah." (H.R. Bukhari).
b. Sumber Hadits

‫حذيفة بن اليمان‬: ‫الراوي‬.

‫البخاري‬: ‫احملدث‬.

‫صحيح البخاري‬: ‫املصدر‬.

7276: ‫الصفحة أو الرقم‬.

‫صحيح‬: [‫خالصة حكم احملدث‬.

c. Makna Hadits

2
Al-Quran dan al-Hadits sebagai dasar keagamaan berfungsi
memberikan nilai keimanan dan akhlak bagi kegiatan pendidikan. Setelah
melihat redaksi hadits tersebut, jelas bahwa perkataan, perbuatan,
ketepatan, dan sifat Rasulullah s.a.w. sarat dengan pendidikan. Oleh
karena itu, hadits merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi
manusia muslim. Mempelajari hadits-hadits rosululloh akan membuat
mata kita semakin terbuka dan pengetahuan kita akan Islam akan semakin
luas. Hadits selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah
sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya
termasuk hadits yang berkaitan dengan pendidikan sebagai landasan yang
kokoh. Dasar pendidikan tidak secara langsung memberikan dasar bagi
pelaksanaan pendidikan, namun lebh memberikan konsep bagi
perencanaan pendidikan. Yang menjadi landasan operasional pendidikan
yaitu prinsip-prinsip, misalnya prinsip tidak adanya pemisah antara ilmu
agama dan ilmu umum, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip yang juga
ada dalam ajaran Islam yang diambil dari Al-Quran dan al-Hadits.1

2. Hadis Kedua

a. Teks Hadits dan Terjemahan


‫عن أيب هري رة‬, ‫عن عط اء بن يس ار‬, ‫ح دثنا هالل بن علي‬, ‫ح دثنا فليح‬, ‫ح دثنا حمم د بن س فيان‬

‫قالوا يا رسول‬." ‫كل أميت يدخلون اجلنة إال من أيب‬, "‫"أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال‬

‫أيب”(رواه البخاري‬
َّ ‫ومن عصاين فقد‬, ‫من أطاعين دخل اجلنة‬,"‫اهلل من أيب؟ "قال‬
Artinya: Menceritakan kepada kami Muhamad ibn Sufyan, menceritakan
kepada kami Fulaih, menceritakan kepada kami Hilal ibn Ali, dari Atha
ibn Yasar, dari Abu Hurairah RA, Bahwa Rosulullah Saw. bersabda,
“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat
bertanyan, “Wahai Rosulullah! siapa yang enggan?” Beliau menjawab,
”Barangsiapa menaatiku maka dia masuk surga, dan barang siapa yang
durhaka terhadapku maka dia yang enggan.” (H.R. Bukhari).
1
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2010), hlm. 90.

3
b. Sumber Hadits

‫أبو هريرة‬: ‫الراَّوي‬.

‫البخاري‬: ‫احملدث‬.

‫حيح‬ ‫ص‬: ‫در‬ ‫املص‬.

: ‫الص فحة أو ال رقم‬. ‫البخ اري‬

‫ خالص ة حكم احملدث‬7280

‫[صحيح‬

c. Makna Hadits

Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi Muhammad Saw.


memberi kabar gembira kepada umatnya, beliau bersabda, "Seluruh
umatku akan masuk surga"; yakni, umat yang menerima dakwah beliau.
Selanjutnya beliau memberi pengecualian, beliau bersabda, "Kecuali
orang yang enggan (menolak)"; yakni, orang yang durhaka di antara
mereka dengan meninggalkan ketaatan yang merupakan sebab masuk
surga, karena orang yang meninggalkan satu-satunya sebab terwujudnya
suatu perkara, berarti ia telah menolak perkara itu. Pengecualian mereka
(dari segenap umat) di sini, merupakan peringatan keras kepada mereka.
Atau bisa juga maksud orang yang enggan tersebut adalah umat yang
didakwahi (bukan umat Islam), yakni orang-orang yang kufur dengan
menolak dakwah Islam. Para sahabat yang mulia bertanya, "Siapakah
yang enggan, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang
mematuhiku"; yakni, tunduk dan patuh terhadap apa yang aku bawa,
"maka ia masuk surga." Adapun "orang yang durhaka kepadaku"; dengan
tidak membenarkanku atau melakukan hal yang dilarang, "maka ia telah
enggan"; yakni, baginya tempat kembali yang buruk karena

4
penolakannya. Selanjutnya, orang yang enggan itu, apabila dia orang
kafir, maka sama sekali tidak akan masuk surga. Adapun jika ia seorang
muslim, maka ia tidak akan masuk surga sampai dibersihkan (dosanya)
dengan neraka. Namun, boleh saja dia mendapatkan ampunan sehingga ia
sama sekali tidak disiksa, meskipun dia telah melakukan semua
kemaksiatan.

B. Dasar Pendidikan Islam

Agar pendidikan dapat melaksanakan fungsinya, pendidikan memerlukan


acuan pokok yang mendasarinya. Dalam menetapkan sumber Pendidikan
Islam, para pemikir Islam mempunyai beberapa pendapat. Abdul Fattah Jalal
membagi sumber Pendidikan Islam kepada dua landasan. Pertama yaitu sumber
ilahi yang meliputi al-Qur’an, hadis, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah
yang perlu ditafsirkan kembali. Kedua yaitu sumber insaniah yang merupakan
proses usaha berpikir manusia melalui ijtihad.2 Kemudian Azyumardi Azra
menyebutkan beberapa sumber lain seperti: perkataan sahabat, kemaslahatan
masyarakat dan nilai-nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan sosial. Dari
beberapa pemikiran tersebut, berikut ini beberapa sumber yang menjadi dasar
pokok Pendidikan Islam.
1. Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad Saw., menjadi sumber pendidikan Islam yang pertama dan
paling utama. al-Qur’an merupakan petunjuk yang lengkap dan kompleks,
pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat
universal.3

Al-Qur’an memiliki posisi paling pokok dalam pengambilan sumber-sumber


pendidikan lainnya. Segala kegiatan dan proses pendidikan Islam harus
senantiasa berorientasi kepada prinsip dan nilai-nilai al-Qur’an. Isinya
mencakup seluruh dimensi manusia dan mampu menyentuh seluruh potensi
2
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi: Komponen-komponen Pendidikan
Perspektif Hadis”, (Lombok Tengah: Forum Pemuda Aswaja, 2020), hlm. 35.
3
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 36.

5
manusia, baik itu motivasi untuk mempergunakan pancaindera dalam
menafsirkan alam semesta bagi kepentingan formulasi lanjut pendidikan
manusia (pendidikan Islam), motivasi agar manusia mempergunakan
akalnya, lewat perumpamaan-perumpamaan (tamsil) Allah Swt. dalam al-
Qur’an, maupun motivasi agar manusia menggunakan hatinya untuk mampu
mentransfer nilai-nilai pendidikan Ilahiah dan bagainya. Semua proses ini
merupakan sistem umum pendidikan yang ditawarkan Allah SWT dalam al-
Qur’an agar manusia dapat menarik kesimpulan dan melaksanakan kesemua
petunjuk tersebut dalam kehidupannya sebaik mungkin.
Mourice Baille mengagumi isi kandungan al-Qur'an dan berkata
bahwa al-Qur'an merupakan kitab suci yang objektif dan memuat petunjuk
bagi pengembangan ilmu pengetahuan modern. Kandungan ajarannya sangat
sempurna dan idak bertentangan dengan hasil penemuan sains modern. Dari
penafsiran terhadap ide-ide yang termuat dalam al-Qur'an, sains modern
dapat berkembang dengan pesat dan memainkan peranannya dalam
membangun dunia ini.4 Abdurrahman Saleh juga mengemukakan
pendapatnya bahwa, karena al-Qur'an memberikan pandangan yang
mengacu kehidupan di dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi
petunjuk kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat
berbicara tentang pendidikan Islam, tanpa mengambil al Qur'an sebagai
satu-satunya rujukan.5 Dari sini, al-Qur'an memiliki misi dan implikasi
kependidikan yang bergaya imperatif, motivatif, dan persuasive dinamis,
sebagai suatu sistem pendidikan yang utuh dan demokrasi lewat proses
manusiawi. Proses kependidikan tersebut bertumpu pada kemampuan
rohaniah dan jasmaniah masing masing individu peserta didik secara
bertahap dan berkesinambungan, tanpa melupakan kepentingan
perkembangan zaman dan nilai-nilai Ilähiyah. Kesemua proses kependidikan
Islam tersebut merupakan proses konservasi dan transformasi, serta

4
Maurice Bucaille, Bibel, Al-Qur'an dan Sains, Terj. H.M.Rasyidi, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hlm. 375.
5
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur'an, terj. H. M.
Arifim dan Zainuddin, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 20.

6
internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan manusia sebagaimana yang
diinginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya ini, diharapkan peserta didik
mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan di dunia
maupun di akhirat.
2. Al-Hadits (Sunnah)

Hadis merupakan sumber ketentuan Islam yang kedua setelah al-


Qur’an. Ia merupakan penguat dan penjelas dari berbagai persoalan baik
yang ada di dalam al-Qur'an maupun yang dihadapi dalam persoalan
kehidupan kaum Muslim yang disampaikan dan dipraktikkan Nabi
Muhammad Saw. yang dapat dijadikan landasan pendidikan Islam. Hadis
merupakan hujjah yang telah disebutkan secara jelas dalam al-Qur’an, salah
satunya dalam al-
Qur’an surat al-Ahzab ayat 216. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa
Rasulullah Saw. merupakan barometer kehidupan dan suri tauladan bagi
manusia. Kata uswatun atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir
AzZamakhsyari mengatakan bahwa ayat ini memiliki dua kemungkinan
makna, yaitu: pertama, Rasulullah Saw. dalam arti kepribadian beliau secara
keseluruhan adalah teladan. Kedua, di antara kepribadian beliau terdapat
halhal yang patut diteladani. Bagi mayoritas ulama, pendapat pertama
adalah yang paling kuat, karena kata fii di dalam QS. Al-Ahzab Bermakna
seluruhnya.7
Contoh yang telah ditunjukkan Nabi (Sunnah), merupakan sumber
dan acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas
kehidupannya. Meskipun secara umum bagian terbesar dari syari'ah Islam
telah terkandung dalam al-Qur'an, namun muatan tersebut belum mengatur
berbagai dimensi aktivitas kehidupan ummat secara terperinci. Penjelasan
syari'ah yang dikandung al-Qur'an sebagian masih bersifat global. Untuk itu
6
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi: Membangun Kerangka
Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), hlm. 3
7
Fitrah Sugiarto, Indana Ilma Ansharah, “Penafsiran Quraish Shihab dalam Al-Qur’an Surat
Al-Ahzab Ayat 21 Pada Tafsir Al Misbah”, Al Furqan: Jurnal Al Quran dan Tafsir, Volume 4,
Nomor 2, 2021, Mataram: Universitas Islam Negeri Mataram, hlm. 101. 7 Lalu Muhammad Nurul
Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 40.

7
diperlukan keberadaan Hadis Nabi sebagai penjelas dan penguat bagi
hukumhukum Qur'aniah yang ada, sekaligus sebagai petunjuk (pedoman)
bagi kemashlahatan hidup manusia dalam semua aspeknya. Dari sini dapat
dilihat bagaimana posisi dan fungsi Hadis Nabi sebagai sumber pendidikan
Islam yang utama setelah al-Qur'an. Eksistensinya merupakan sumber
inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi
dari pesanpesan Ilahiah yang tidak terdapat dalam al-Qur'an, maupun yang
terdapat dalam al-Qur'an, tapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut
secara terperinci.7
Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi dapat dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu: Pertama, pola pendidikan saat Nabi di Mekah. Pada masa ini,
Nabi memanfaatkan potensi masyarakat Mekkah dengan mengajaknya
membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasaan Allah, baik yang ada
di alam semesta maupun yang ada dalam dirinya. Melanjutkan tradisi
pembuatan syair-syair yang indah dengan nuansa islami, serta pembacaan
ayat-ayat al-Qur'an, mengubah kebiasaan masyarakat Mekkah yang selama
ini memulai suatu pekerjaan menyebut nama-nama berhala, dengan nama
Allah (Basmallah), dan sebagainya. Secara konkrit, pemetaan pendidikan
Islam pada periode ini dapat dibagi pada empat aspek utama, yaitu:
pendidikan akhlak dan budi pekerti, dan pendidikan jasmani (kesehatan),
seperti menunggang kuda, memanah, dan menjaga kebersihan.8
Kedua, pola pendidikan saat Nabi di Madinah. Secara geografis,
Madinah merupakan daerah agraris. Sedangkan Mekkah merupakan daerah
pusat perdagangan. Ini membedakan sikap dan kebiasaan masyatakat di
kedua daerah tersebut. Masyarakat Madinah merupakan msyarakat petani
yang hidup saling membantu antara satu dengan yang lain. Melihat kondisi
ini, pola pendidikan yang diterapkan Nabi SAW lebih betorientasi pada
pemantapan nilai-nilai persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Ansar pada
satu ikatan. Untuk mewujudkan ini, pertama-tama Nabi mendirikan masjid
sebagai sarana yang efektif. Materi pendidikannya lebih ditekankan pada
8
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 42.

8
penanaman ketauhidan, pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan
sopan santun (adab). Semua ini berjalan cukup efektif, karena di samping
motivasi internal umat waktu itu, kharisma dan metode yang digunakan
Nabi mampu mengayomi seluruh kepentingan.
3. Ijtihad (Pemikiran Ulama’)

Pemikiran Ulama' perlu terus dicermati, diteruskan dan


dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan persoalan yang dihadapi. Ia
merupakan sumbangan berharga dan penting untuk terus dikembangkan
dalam dunia pendidikan Islam. Di sini terletak pentingnya pemikiran Islam
yang mempakan bagian integral, yang dapat menjadi dasar sekaligus sumber
dalam kerangka pendidikan Islam.9 Urgensi Ijtihad sebagai dasar
pendidikan, dapat dilihat dari momentum pengutusan mu’az bin Jabal ke
negri Yaman.
Terlebih dahulu Mu’az dites (uji kompetensi) oleh Rosulullah,terkait
dengan dasar dan rujukan yang dijadikan apabila di temukan persoalan
ditengah masyarakat yang membutuhkan penyelesaian.Mu’az menjawab
dengan tiga rujukan, yaitu Qur’an, hadist, dan jika tidak terdapat dalam al-
Qur’an dan hadist, lalu berijtihad. Rosululloh tersenyum sambal menepuk -
nepuk pundak Mu’az, pertanda setuju, di jadikanya ijtihad sebagai dasar
hukum, termasuk dasar pendidikan.10 Penetapan Ijtihad juga dapat di lihat
dari hadist berikut:

‫عن‬, ‫عن زيد بن عبد اهلل بن أسامة بن اهلاد‬, ‫أخربنا عبد العزيز بن حممد‬, ‫حدثنا حيىي بن حيىي التميمي‬

‫عن عم رو بن‬, ‫عن أيب قيس م وىل عم رو بن الع اص‬, ‫عن بس ر بن س عد‬, ‫حمم د بن إب راهيم‬

‫فله‬, ‫إذا حكم احلاكم فاجتهد مث أصاب‬, "‫أنه مسع مسع رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال‬, ‫العاص‬

‫أجر”(رواه مسلم‬
َّ ‫فله‬, ‫مث أخطأ‬, ‫وإذا حكم فاجتهد‬. ‫أجران‬

9
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 44.
10
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 7.

9
Artinya: Menceritakan kepada kamiYahya ibn Yahya al-Tamimi,
memberikan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz ibn Muhammad, dari Yazid ibn
‘Abdullah ibn Usamat ibn Had, dari Muhamad ibn Ibrahim, dari Busi ibn
Sa’id, dari Abi Qois Maula dari Amr ibn ‘Ash, berkata, “Bahwa ia
mendengar
Rosullah SAW bersabda, “Apabila seorang hakim memutuskan perkara
dengan berijtihad, kemudian ia benar, makai a mendapatkan dua pahal. Dan
apabila ia memutuskan perkara dengan berijtihad, lalu salah, makai a
memperoleh satu pahala.” (H.R. Muslim).
Eksistensi ijtihad sebagai salah satu sumber ajaran Islam setelah al-
Qur’an dan Hadis merupakan dasar hukum yang sangat dibutuhkan,
terutama pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw., setiap waktu guna
mengantarkan manusia dalam menjawab berbagai tantangan zaman yang
semakin global dan mondial. Oleh karena perkembangan zaman yang begitu
dinamis dan senantiasa berubah, maka eksistensi ijtihad harus senantiasa
bersifat dinamis dan senantiasa diperbaharui, seirama dengan runtutan
perkembangan zaman, yang selama tidak bertentangan dengan prinsip
pokok al-Qur'an dan Hadis.
Perlunya melakukan ijtihad secara dinamis dan senantiasa diperbarui serta
ditindaklanjuti oleh para Mujtahid Muslim sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan manusia, merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Hal ini
disebabkan karena tidak semua dimensi kehidupan manusia dijelaskan
secara terperinci dalam al-Qur'an dan Hadis. Sebagian besar hanya
merupakan normatif hukum yang bersifat mutasyabihat. Untuk proses
tersebut, menurut al-Sayuthi, diperlukan setiap petiode diperlukan seorang
atau sekelompok orang yang mampu berperan sebagai mujtahid. Oleh
karena itu, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin mengglobal
dan mendesak, menjadikan eksistensi ijtihad, terutama dibidang pendidikan,
mutlak diperlukan. Sasaran ijtihad pendidikan tidak saja hanya sebatas
bidang materi atau isi, kurikulum, metode, evaluasi, atau bahkan sarana dan

10
prasarana. akan tetapi mencakup seluruh sistem pendidikan dalam arti yang
luas.11

4. Perkataan Sahabat (Qaul al-sahabat)

Adapun perkataan sahabat (qaul al-sahabat) dijadikan sebagai dasar


pendidikan di antaranya dapat di lihat dari hadist berikut:12

‫وعظن ا رس ول اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم موعظ ة ذرفت مهن ا العي ون‬, ‫عن العرب اض بن س ارية ق ال‬

‫قلنا يارسول اهلل أن هذه ملوعظة مودع فماذا تعهد إلينا؟ قال تركتكم على‬, ‫وجلت منها القلوب‬

‫البيضاء لسلها كنهارها ال يزيغ عنها بعدي إال هلك ومن يعش منكم فسريى اختالفا كثريا فعليكم‬

‫مبا عرفتم من سنيت وسنة اخلالفاء الراشدين املهديني وعليكم بالطاعة وأن عبيدا حبشيا عضوا عليها‬

‫بالنواجذ فإمنا املومن‬

‫كاجلمل األنف حثسما انقيد لنقاد (رواه أحم‬

Artinya: Dari ‘Arbadh ibn Syariat berkata, ‘Rosullah SAW telah menasehati
kami dengan nasehat yang menyentuh hati dan meneteskan air mata. Kami
bertanya, “Wahai Rosullah, sesungguhnyya nasehat itu seeolah – olah
nasehat pamitan dan perpisahan, oleh karena itu nasehatilah kami!”
Rosulullah berkata, “Aku menasehati kalian agar bertakwa kepada Allah,
mendengar dan berbuat ketaatan, walaupun hamba sahaya
memerintahkanmu. Sesungguhnya orang hidup di antaramu nanti banyak
pertentangan. Maka oleh karena ini, senantiasalah kalian berpegang teguh
pada sunnahku dan sunah Khulafa al-rasyidin, yang mendapat petunjuk.
Gigitlah sunnahku dengan taringmu, jauhilah mengada – ada perkara, sebab

11
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 46.
12
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 8; Lalu Muhammad
Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 53.

11
mengada – adakan perkara tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat dan sertiap kesesatan tersebut adalah neraka.” (H.R. Ahmad ibn
Hambal).
Di samping hadist di atas, terdapat juga riwayat lain yang
mengindikasikan perkataan sahabat juga bisa sebagai dasar pendidikan pada
era Rosullullah Saw. Misalnya, sikap Rosulullahh yang menerima pendapat
sahabat dan dijadikan dasar konsep dan strategi perang. Pada perang Uhud,
Nabi berpendapat lebih baik bertahan dalam kota. Tapi karena mayoritas
para sahabat berpendapat keluar dari kota, maka Nabi mengikuti pendapat
mayoritas.
5. Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (al-‘Adat/al-‘Uruf)

Tradisi (al-'Adah/al-'Uruf) adalah kebiasaan masyarakat, baik


berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan
seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang
dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat
yang sejahtera.13 Pada era Rosulullah Saw., adat kebiasaan yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, juga diperbolehkan,dan tidak dilarang
oleh Rosulullah.14 Misalnya, kebiasaan orang Arab menyenandungkan
sya’ir. Ketika Rosulullah memasuki Mekah untuk melaksanakan Umrah, Ibn
Rawahah menyenandungkan nasyid, “Anak turun kafir telah lepas dari
jalanya. Maka, Sekarang kita saksikan kehancuran mereka, Hingga kepala
suku terpisah dari ranjang tidurnya, dan seorang sahabat menccela
sahabatnya sendiri.” Melihat demikian, Umar berkata: “Wahai Ibn
Rawahat, di tanah haram di depan Rosulullah begini engkau
menyenandungkan sya’ir?” Rosulullah pun bersabda, “Biarkanlah wahai
Umar, sya’irnya lebih mengenai mereka dari anak - anak panah.” Dalam
riwayat lain, Rosulullah bersabda, “Demi Dzat yang diriku dalam
genggamannya, ucapan Ibn Rawahah atas kaum musrikin lebih pedih dari
anak panah.” Dari peristiwa tersebut, menujukan bahwa adat kebiasan

13
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Hadis Tarbawi…, hlm. 42.
14
H. Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbaw…, hlm. 9-10.

12
masyarakat Arab yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, juga
dijadikan sebagai landasan hukum atau landasan pendidikan. Kemudian
studi tentang nasab (garis keturunan) juga merupakan kebiasaan orang Arab.
Karena tidak bertentangan dengan al-Qur’an juga dibolehkan oleh rosulullah
sebagai materi ajar untuk pembisaan silaturrahmi atau akhlak.

13
BAB III

PENUTUP

Dasar Pendidikan Islam adalah landasan-landasan pokok yang digunakan


umat Islam sebagai acuan dalam menyelenggarakan semua yang berkaitan
dengan pendidikan. Dasar pokok pendidikan yang paling utama tentu saja al-
Qur’an yang merupakan hukum mutlak dari Allah Swt., yang menjadi pedoman
bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Kemudian dasar pendidikan
yang kedua adalah hadis atau sunnah yang berisi teladan-teladan Nabi khususnya
dalam hal pendidikan pada masanya. Dasar ketiga adalah ijtihad yang merupakan
hasil jerih pikir dari para ulama’ untuk memberikan terang jalan di zaman yang
semakin global dan semakin jauh dari masa Rasulullah, agar umat Islam tidak
tersesat dan sekaligus tidak tertinggal zaman dalam memajukan pendidikan. Dasar
keempat adalah adat atau kebiasaan masyarakat yang baik dan tidak melanggar
syariat Islam, sebagaimana Rasulullah memperbolehkan umatnya dulu,
mempertahankan adatadat yang baik, dan tentu saja memiliki nilai pendidikan di
dalamnya.

Semoga dari apa yang telah disampaikan dalam makalah ini, kita menjadi
lebih jeli dan termotivasi untuk berusaha memperbaiki pendidikan di sekitar kita.
Tentunya dengan orientasin ke depan, berusaha menjadikan pendidikan yang lebih
baik, dan tentunya sesuai dengan nilai-nilai dasar pendidikan Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bucaille , Maurice. 1970. Bibel, Al-Qur'an dan Sains, Terj. H.M.Rasyidi. Jakarta:
Bulan Bintang.

Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media. 2010.


Nizar, H. Samsul dan Zainal Efendi Hasibuan. (2015). Hadis Tarbawi:
Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta:
Kalam Mulia.

Nurul Wathoni, Lalu Muhammad. (2020). Hadis Tarbawi: Komponen-komponen


Pendidikan Perspektif Hadis”. lombok Tengah: Forum Pemuda Aswaja.

Saleh Abdullah, Abdurrahman. (1994) Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al


Qur'an, terj. H. M. Arifim dan Zainuddin. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sugiarto, Fitrah dan Indana Ilma Ansharah. 2021. “Penafsiran Quraish Shihab
dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 21 Pada Tafsir Al Misbah”, Al
Furqan: Jurnal Al Quran dan Tafsir, Volume 4, Nomor 2, 2021,
Mataram:
Universitas Islam Negeri Mataram.

15

Anda mungkin juga menyukai