Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HADITS MAQBUL
(HADITS PRESPEKTIF DALAM HUJJAH)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas


Mata Kuliah Studi Hadits

Dosen Pengampu
Dr. H. KHOLILUR RAHMAN, M.Pd.I.

Oleh
NAMA : JAZA SIROF AMRULLOH
NIM : 2020390101227
KLS/SMT : B/2

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH


IAI IBRAHIMY GENTENG BANYUWANGI
2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji bagi Alloh SWT yang telah


memberikan banyak kekuatan, kemudahan dan ketabahan kepada kami
dalam menyusun tugas makalah ini.

Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar


Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya ke jalan lurus yang
penuh kebenaran. Begitu juga kepada para sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in
dan seluruh umat yang selalu mengikuti jejaknya.

Penulisan makalah yang berjudul “Hadits Maqbul (Hadits prespektif


dalam Hujjah)” yang betujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi
Hadits.

Dan kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.


Dan kamipun yakin itu semua dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun.

Banyuwangi,13 Nopember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan .............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................ 3
A. Pengertian Mukjizat Alqur’an.................................................. 3
B. pendapat ulama tentang I’jazul Al- Qur’an ............................ 4
C. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an............................................... 8
D.Al ‘Ijâz Tasyri’.........................................................................10
BAB III PENUTUP ..................................................................... 11
A. Simpulan................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pengertian hadits menurut bahasa

adalah baru atau khabar yang bermakna sesuatu yang dipercakapkan dan

dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dalam bentuk berita. Sedangkan

menurut istilah hadits merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi

Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat-sifat beliau.

            Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu hadits menurut ulama

mutaqaddimin adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara

persambungan hadits sampai kepada Rasulullah Saw dari segi hal ihwal para

perawinya, kedhabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan

sebagainya.  

            Ilmu hadits adalah salah satu ilmu yang harus kita pelajari untuk mengetahui

mana sebenarnya hadits yang murni berasal dari nabi muhammad Saw, mana hadits

yang meragu-ragukan dan mana hadits yang tidak benar atau hadits yang

dipalsukan oleh orang lain. 

            Jika kita melihat perkembangan ilmu hadits pada masa sekarang ini, seperti

yang telah penulis paparkan di atas, maka mempelajari ilmu hadits yang berkaitan

dengan hadits yang dapat diterima (hadits maqbul) dan hadits yang tidak dapat

diterima atau ditolak (hadits mardud) merupakan salah satu bagian dalam ilmu

hadits yang akan penulis coba paparkan dalam pembahasan berikutnya dalam

makalah ini

4
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Hadits Maqbul?


2. Bagaimana Tingkatan Tingkatan Hadits Maqbul?
3. Apa saja Hadits yang tergolong Hadits Maqbul?
4. Apa saja Unur unsur Hadits Maqbul?
5. Bagaimana kehujjahan Hadits Maqbul?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Hadits Maqbul
2. Mengetahui tingkatan tingkatan Hadits Maqbul
3. Mengetahui Hadits yang tergolong Hadits Maqbul
4. Mengetahui Unsur unsur Hadits Maqbul
5. Mengetahui Kehujjahan Hadits Maqbul

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maqbul


Maqbul menurut bahasa adalah “Ma’khudz” (yang diambil) dan
mushaddaq (yang dibenarkan atau yang diterima). Sedangkan menurut
istilah adalah:

‫ت فِ ْي ِه َج ِم ْي ُع ُش ُر ْو ِط الْ َقُب ْو ِل‬


ْ ‫َما َت َوا َف َر‬
“Hadits yang telah sempurna padanya, syarat-syarat penerimaan.”
Sebagaimana para ‘uruf hadits telah menerangkan sebagaimana yang
telah diterangkan oleh Hafidh ibn Hajar Al Asqalani di dalam kitabnya An
Nakhbah, ialah:

‫ـل َعلَى َر َج َحا ِن ُثُب ْو تِِه‬ ِ َّ


ٌ ‫َما َد ل َد ل ْـيـ‬
"yang ditunjuki oleh sesuatu keterangan, bahwa Nabi Muhammad Saw
ada menyabdakannya. (Yakni adanya lebih berat dari pada tidak
adanya)”
B. Tingkatan – Tingkatan Hadits Maqbul

C. Hadits Hadits yang tergolong Hadits Maqbul


Nuruddin ‘Itr dalam Manhâj an-Naqd fî ‘Ulûm al Hadîs mengelompokkan
hadis-hadis yang diterima (maqbûl) sebagai berikut:
1. Hadîs ṣahîh lidzatihi
2. Hadîs hasan lidzatihi
3. Hadîs ṣahîh lighairihi
4. Hadîs hasan lighairihi
Adapun syarat-syarat hadis maqbul adalah sebagai berikut:
 Rawinya adil
 Rawinya ḍabit, meskipun tidak sempurna
 Sanadnya bersambung
 Padanya tidak terdapat suatu kerancuan (syadz)
 Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak

6
 Pada saat dibutuhkan, hadis yang bersangkutan menguntungkan
(tidak mencelakakan).
1. Hadit Shahih Lizatihi
Para ulama telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis
yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli
hadis. Hadis sahîh lidzatihi ialah hadis yang bersambung
sanadnya , yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan ḍabit dari
rawi lain yang (juga) adil dan ḍabit sampai akhir sanad dan hadis
itu tidak syadz serta tidak mengandung cacat (‘illat).
Contoh hadis Sahîh lidzatihi:

ٌ ِ‫ َح َّدثَنِي َمال‬: ‫ال‬ ِ ِ ٌ ِ‫ أَ ْخَب َرنَا َمال‬، ‫ف‬ ِ


،‫ك‬ ُ ‫ك َو َح َّد َثنَا إ ْس َماع‬
َ َ‫ ق‬، ‫يل‬ َ ‫وس‬ َّ
ُ ُ‫حد َثنَا َع ْب ُد اهلل بْ ُن ي‬

‫ إِذَا َكانُوا‬: ‫ال‬ ِ ‫ول‬


َ َ‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم ق‬ ِ ِ ِ
َّ ‫ أ‬، ُ‫ضي اللَّهُ َع ْنه‬
َ ‫َن َر ُس‬ ِ
َ ‫ َر‬، ‫ َع ْن َع ْبد اهلل‬، ‫َع ْن نَاف ٍع‬
ِ ِ‫ان ُدو َن الثَّال‬
.‫ث‬ ِ َ‫ثَالَثَةٌ فَالَ يَتنَاجى ا ْثن‬
َ َ
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah
mengabarkan kepada kami Malik dan telah menceritakan kepada
kami Ismail ia berkata telah mengabarkan kepada kami, Malik,dari
Nafi’, dari Abdullah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Apabila
mereka itu bertiga orang, janganlah dua orang diantaranya
berbisik-bisikan dengan tidak bersama yang ketiga”.
Keterangan:
Bila sanad tersebut diperiksa dari al-Bukhari (w. 256 H/870 M)
sampai Nabi SAW, maka semua sanadnya bersambung dan semua
rawi rawinya adil dan ḍabit sempurna, tidak syâdz dan tidak ada
‘illath, jadi hadis tersebut sahih
2. Hadis hasan lidzatihi
Hadis hasan lidzatihi adalah hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yag adil, yang rendah tingkat kekuatan
daya hafalnya, tidak syadz dan tidak ‘illat. Dengan
membandingkan definisi hadis hasan ini dan hadis sahih, maka
akan kita temukan titik keserupaan yang cukup besar diantara

7
kedua jenis hadis ini. Keduanya harus memenuhi seluruh kriteria
hadis sahih kecuali yang berkaitan dengan kekuatan daya hafal
(ḍabit). Hadis sahih diriwaatkan oleh rawi yang sempurna daya
hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya,
sedangkan rawi hadis hasan adalah yang rendah tingkat daya
hafalnya.
Contoh hadis hasan lidzatihi:

‫حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي‬

‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم لوال أن أشق على أمتي ألمرتهم بالسواك‬: ‫هريرة قال‬

‫عند كل صالة‬
“Telah menceitakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdah bin Sulaiman, dari Muhammad bin ‘Amr dari
Abi Salamah dari Abi Hurairah, ia berkata Rasulullah SAW
bersabda: “Jika Aku tidak memberatkan ummatku niscaya Aku
perintah mereka bersiwak setiap hendak sholat”. (HR.at-Tirmidzi)

Keterangan:
Bila sanadnya diperiksa dari at-Tirmidzi (w. 279 H/892 M) sampai
Nabi SAW maka sanadnya bersambung, semua rawi yang
meriwayatkan adil dan ḍabit, tidak ada syadz dan tidak ada ‘illat
kecuali Muhammad bin ‘Amr, ia kurang ḍabit.
3. Hadis sahih lighairihi
Hadis sahih lighairihi adalah hadis hasan lidzatihi yang apabila
diriwayatkan pula melalui jalur lain yang semisal atau yang lebih
kuat, baik dengan redaksi yang sama maupun maknanya saja
yang sama, maka kedudukan hadis tersebut menjadi kuat dan
meningkat kualitasnya dari tingkatan hasan kepada tingkatan
sahih lighairihi.

Contoh hadis sahih lighairihi:

8
‫يم‬ ِ ‫الصالَ ِة الطُّهور وتَح ِريمها التَّ ْكبِير وتَحلِيلُها الت‬ ِ
ُ ‫َّسل‬
ْ َ ْ َُ َُ ْ َ ُ ُ َّ ‫اح‬
ُ َ‫م ْفت‬
“Pembuka shalat itu ialah bersuci dan yang memasukkan seseorang
kedalam shalat ialah takbir dan yang mengeluarkan seseorang dari
shalat adalah salam”.(Hadis riwayat at-Tirmidzi).

Keterangan:
Rawi-rawi yang ada dalam sanad ini semuanya kepercayaan,
melainkan ‘Abdullah bin muhammad bin ‘Aqil saja, walaupun ia
orang yang benar tetapi tentang hafalannya –kuat atau tidaknya-
masih dalam perselisihan, yakni diantara ulama ada yang
menganggap hafalannya kurang kuat, dan ada yang
menganggapnya kuat.Oleh karna itu, riwayat ‘Abdullah bin
Muhammad bin ‘Aqil dianggap Hasan Lidzatihi. Hadis ini
dikuatkan oleh enam jalan lain.
4. Hadis hasan lighairihi
Hadis hasan lighairihi adalah suatu hadis yang meningkat
kualitasnya menjadi hadis hasan karena diperkuat oleh hadis lain.
Imam At Turmudzi (w. 279 H/892 M) mendefinisikan pengertian
hadis ini dalam salah satu kitabnya yaitu al-‘ilal pada bagian
akhir kitab jami’nya, yaitu hadis yang sanadnya baik menurut
kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad yang
didalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan
hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula
yang sederajat.

Contoh hadis Hasan Lighairihi:

‫ وحسنه من طريق هشيم عن يزيد بن أبي زي اد عن ابن ابي ليلى عن‬- ‫ أيضا‬- ‫رواه الترمذي‬

‫ إن حقا على المسلمين أن يغتسلوا يوم الجمعة‬-‫البراء مرفوعا‬

9
“Tirmidzi telah meriwayatkan – juga – dan menghasankannya dari
jalan Husyaim dari Yazid bin Abi Ziyad dari Ibnu abi Laili dari al-
Bara’ secara marfu’:”Sesungguhnya suatu
kewajiban atas orang-orang islam mandi pada hari jum’at”.(HR al-
Tirmidzi)

Keterangan:
Rawi rawi yang ada dalam sanad ini semua orang kepercayaanm
kecuali Husyaim yang terkenal sebagai mudallis. Karna itu maka
sanadnya dianggap tidak terlalu lemah, karna orangnya
kepercayaan. Selain itu hadis ini juga di kuatkan oleh jalan lain,
oleh karna itu dinamakan “hasan lighairihi”.
5.
D. Unsur Unsur Hadits Maqbul

E. Kehujjahan Hadits Maqbul


Yang termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :
1. Hadits Shohih, baik shohih lidzatihi maupun shohih ligahirih.
2. Hadits Hasan, baik hasan lidzatihi maupun hasan lighairihi.
Kedua macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para
muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua
hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan
terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan
datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan oleh hadis
Rasulullah SAW.

Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi
pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi
hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits
maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin

10
bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni
sebagai berikut :
A. Hadits Maqbul yang Ma’mul bih.
1. Hadits Muhkam
Al-Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang
diteguhkan. Yaitu hadits-hadits yang tidak mempunyai saingan
dengan hadits yang lain, yang dapat mempengaruhi artinya.
Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang melawannya.
Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum
lantara dapat diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikitpun.
Kebanyakan hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang
bertentangan jumlahnya sedikit.
2. Hadits Mukhtalif
Mukhtalif artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih.
Sedangkan secara istilah ialah hadits yang diterima namun pada
dhahirnya kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya
dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk
dikompromikan antara keduanya. Kedua buah hadits yang
berlawanan ini kalau bisa dikompromikan, diamalkan kedua-
kaduanya.
3. Hadits Rajih
Yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua buah hadits yang
berlawanan maksudnya.
4. Hadits Nasikh
Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan
ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang
mandahuluinya.

Contoh dari hadits Maqbul ma’mulul bih banyak sekali. Secara garis
besar pembagiannya ialah hadits yang tidak ada perlawanannya dengan
hadits lain dan hadits yang terjadi perlawanan dengan hadits lain.

11
Sebagai contoh akan dikemukakan tentang hadits yang tidak memiliki
perlawanan dengan hadits lain (Hadits Muhkam) berikut ini.
ِ ‫اَل تَمَنعوا نِساء ُكم الْمس‬
‫اج َد َو ُبيُو ُت ُه َّن َخ ْي ٌر ل َُه َّن‬ ََ ْ ََ ُ ْ
“janganlah kamu larang isterimu untuk pergi kemesjid (untuk
bersembahyang), tetapi sembahyang dirumah lebih baik bagi mereka”
(H.R Abu Daud dari Ibnu Umar)

Contoh Hadits yang memiliki perlawanan dari hadits lain tetapi salah
satu dari hadits tersebut telah menghapus ketentuan hukum yang
terkandung dari hadits yang turun sesudahnya (hadits nasikh). Yakni
sebagai berikut :

Barra berkata : “sesungguhnya nabi saw. pernah sembahyang


menghadap baitul maqdis selama enam belas bulan”. (Riwayat Bukhari)

Hukum menghadap kiblat ke baitul maqdis itu telah dinasikhkah oleh


Allah pada firmanNya :[5]

“hendaklah kamu menghadapkan mukamu kearah masjidil haram


(ka’bah). (QS. Albaqarah :144)

Hadits Maqbul Ghairu Ma’mul bih


1) Hadits Mutasyabih

yakni hadits yang sukar dipahami maksudnya lantaran tidak dapat


diketahui takwilnya. Ketentuan hadits mutasyabih ini ialah harus
diimankan adanya, tetapi tidak boleh diamalkan.

2) Hadits Mutawaqqaf fihi

12
Yakni dua buah hadits maqbul yang saling berlawanan yang tidak dapat
di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua hadits ini
hendaklah dibekukan sementara.

3) Hadits Marjuh

Yakni sebuah hadits maqbul yang ditenggang oleh oleh hadits Maqbul
lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan hadits maqbul,
bukan disebut hadits marjuh,

4) Hadits Mansukh

Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus, Yakni maqbul yang telah
dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang kemudian.

5) Hadits Maqbul yang maknanya berlawanan dengan alQur’an,


Mutawatir, akal yang sehat dan ijma’ ulama.

Contoh dari hadits Maqbul ghairu ma’mul bih ini salah satunya ialah
tentang hadits yang bertentangan dengan akal sehat yakni berikut ini :

”Konon termasuk yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Wahyu


yang diturunkan di malam hari dan nabi melupakannya disiang hari”
(HR. Ibnu Abi Hatim dari Riwayat Ibnu Abbas r.a)[6]

Hadits tersebut secara akal sehat, sebab menerima anggapan bahwa nabi
pernah lupa sedangkan menurut akal sehat dan putusan ijma’ nabi ialah
terpelihara dari dosa dan kelupaan (ma’shum) dalam menyampaikan
syariat dan wahyu.
Dalam pada itu, tidak semua hadits maqbul boleh diamalkan, akan tetapi
ada juga yang tidak boleh di amalkan. Dengan kata lain hadits maqbul
ada yang ma’lumul bih yakni hadits yang bisa di amalkan dan ada yang

13
ghoiru ma’mulin bih yakni hadits yang tidak bisa diamalkan. Yang
ma’mulun bih adalah hadits muhkam, yakni hadits yang telah
memberikan pengertian jelas; mukhtalif, yakni hadits yang dapat
dikompromikan dari dua buah hadits atau lebi, yang secara lahiriyah
mengandung pengertian bertentangan; Rajih, yakni hadits yang lebih
kuat, dan hadits nasikh, yakni hadits yang menasakh terhadap hadits
yang datang terlebih dahulu.
Sedangkan yang ghoiru ma’lum bih adalah hadits marjuh, yakni hadits
yang kehujjahannya dikalahkan oleh hadits yang lebih kuat; mansukh,
yakni hadits yang telah dinasakh (dihapus), dan hadits mutawaquf fih,
yakni hadits yang kehujjahannya ditunda, karena terjadinya
pertentangan antara satu hadits boleh dengan lainnya yang belum bisa
diselesaikan.
Dilihat dari ketentuan ketentuan hadits maqbul seperti diuraukan di
atas, maka hadits maqbul deapat digolongkan menjadi dua, yaitu hadits
shahih dan hasan.
Klasifikasi Hadits Maqbul
Yang termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :
Kedua macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para
muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua
hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan
terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan
datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan oleh hadis
Rasulullah SAW.
1. Hadits Shohih, baik shohih lidzatihi maupun shohih ligahirih.
2. Hadits Hasan, baik hasan lidzatihi maupun hasan lighairihi.
Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi
pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi
hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits
maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin

14
bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni
sebagai berikut :
F. Hadits yang mukhtaslif
Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, tidak ada yang memberikan
perlawanan maka hadis tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan
oleh hadis yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka
hadis itu dinamai Mukhatakiful Hadis. Jika tak mungkin dikumpul dan
diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai
Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mansuh ini, di
antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar
AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan
sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu
Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang
dinamai Allktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil
Haq (744 H) . Tajrid al-Ahadis al-Mansukhah karya al-Jauzi. Muhammad
bin Musa al-Hazimi penyusun kitab al-I’tibar fi an- Nasikh wa al-
Mansukh min al-Atsar.

15
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Al qur’an merupkan Dustur Tasyri paripurna yang menegakkan


kehidupan manusia di atas konsep yang paling menegakkan kehidupan
manusia di atas dasar konsep yang paling utama. Dan kemukjizatan Tasyri-
nya ini bersama dengan kemukjizatan Ilmiyah dan kemukjizatan bahasanya
akan seenantiasa eksis untuk selamanya. Dan tidak seorang pum dapat
mengingkari bahwa Qur’an telah memberikan pengaruh besar yang dapat
mengubah wajah sejarah dunia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Manna al-Qathan, “Mabahits fi Ulum al-Qur’an” diterjemahkan oleh


Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Al-kautsar, 2010), cet. Ke-10,
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar al-
Manar, 1991),
Muhammad Ali al-Shabuny, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an, (Bairut: Dar
al-Irsyad, 1970),
Muhammad Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Quran, Juz III, (Mesir:
Isa Al-Babi Al-Himabi, t.t.)
Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Sukses Ofset, 2009),
Al-Zamakhsyary, Tafsir al-Kassyaff, Juz IV. (Kairo: Dar al-Ilmi, t.th),
Munawar Khalil, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, (Semarang: Ramadani,
t.th)
ekosupiyan, Kemukjizatan Al-Quran dari Aspek Tasyri’ (Hukum),
http://ekosupiyan.blogspot.com/2011/12/ijaz-al-lughawi-dan-ijaz-al-
tasyrii.html

17

Anda mungkin juga menyukai