HADITS MAQBUL
(HADITS PRESPEKTIF DALAM HUJJAH)
Dosen Pengampu
Dr. H. KHOLILUR RAHMAN, M.Pd.I.
Oleh
NAMA : JAZA SIROF AMRULLOH
NIM : 2020390101227
KLS/SMT : B/2
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan .............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................ 3
A. Pengertian Mukjizat Alqur’an.................................................. 3
B. pendapat ulama tentang I’jazul Al- Qur’an ............................ 4
C. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an............................................... 8
D.Al ‘Ijâz Tasyri’.........................................................................10
BAB III PENUTUP ..................................................................... 11
A. Simpulan................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
adalah baru atau khabar yang bermakna sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dalam bentuk berita. Sedangkan
menurut istilah hadits merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat-sifat beliau.
persambungan hadits sampai kepada Rasulullah Saw dari segi hal ihwal para
sebagainya.
Ilmu hadits adalah salah satu ilmu yang harus kita pelajari untuk mengetahui
mana sebenarnya hadits yang murni berasal dari nabi muhammad Saw, mana hadits
yang meragu-ragukan dan mana hadits yang tidak benar atau hadits yang
Jika kita melihat perkembangan ilmu hadits pada masa sekarang ini, seperti
yang telah penulis paparkan di atas, maka mempelajari ilmu hadits yang berkaitan
dengan hadits yang dapat diterima (hadits maqbul) dan hadits yang tidak dapat
diterima atau ditolak (hadits mardud) merupakan salah satu bagian dalam ilmu
hadits yang akan penulis coba paparkan dalam pembahasan berikutnya dalam
makalah ini
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Hadits Maqbul
2. Mengetahui tingkatan tingkatan Hadits Maqbul
3. Mengetahui Hadits yang tergolong Hadits Maqbul
4. Mengetahui Unsur unsur Hadits Maqbul
5. Mengetahui Kehujjahan Hadits Maqbul
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Pada saat dibutuhkan, hadis yang bersangkutan menguntungkan
(tidak mencelakakan).
1. Hadit Shahih Lizatihi
Para ulama telah memberikan definisi hadis sahih sebagai hadis
yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli
hadis. Hadis sahîh lidzatihi ialah hadis yang bersambung
sanadnya , yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan ḍabit dari
rawi lain yang (juga) adil dan ḍabit sampai akhir sanad dan hadis
itu tidak syadz serta tidak mengandung cacat (‘illat).
Contoh hadis Sahîh lidzatihi:
7
kedua jenis hadis ini. Keduanya harus memenuhi seluruh kriteria
hadis sahih kecuali yang berkaitan dengan kekuatan daya hafal
(ḍabit). Hadis sahih diriwaatkan oleh rawi yang sempurna daya
hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya,
sedangkan rawi hadis hasan adalah yang rendah tingkat daya
hafalnya.
Contoh hadis hasan lidzatihi:
حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي
قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم لوال أن أشق على أمتي ألمرتهم بالسواك: هريرة قال
عند كل صالة
“Telah menceitakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami ‘Abdah bin Sulaiman, dari Muhammad bin ‘Amr dari
Abi Salamah dari Abi Hurairah, ia berkata Rasulullah SAW
bersabda: “Jika Aku tidak memberatkan ummatku niscaya Aku
perintah mereka bersiwak setiap hendak sholat”. (HR.at-Tirmidzi)
Keterangan:
Bila sanadnya diperiksa dari at-Tirmidzi (w. 279 H/892 M) sampai
Nabi SAW maka sanadnya bersambung, semua rawi yang
meriwayatkan adil dan ḍabit, tidak ada syadz dan tidak ada ‘illat
kecuali Muhammad bin ‘Amr, ia kurang ḍabit.
3. Hadis sahih lighairihi
Hadis sahih lighairihi adalah hadis hasan lidzatihi yang apabila
diriwayatkan pula melalui jalur lain yang semisal atau yang lebih
kuat, baik dengan redaksi yang sama maupun maknanya saja
yang sama, maka kedudukan hadis tersebut menjadi kuat dan
meningkat kualitasnya dari tingkatan hasan kepada tingkatan
sahih lighairihi.
8
يم ِ الصالَ ِة الطُّهور وتَح ِريمها التَّ ْكبِير وتَحلِيلُها الت ِ
ُ َّسل
ْ َ ْ َُ َُ ْ َ ُ ُ َّ اح
ُ َم ْفت
“Pembuka shalat itu ialah bersuci dan yang memasukkan seseorang
kedalam shalat ialah takbir dan yang mengeluarkan seseorang dari
shalat adalah salam”.(Hadis riwayat at-Tirmidzi).
Keterangan:
Rawi-rawi yang ada dalam sanad ini semuanya kepercayaan,
melainkan ‘Abdullah bin muhammad bin ‘Aqil saja, walaupun ia
orang yang benar tetapi tentang hafalannya –kuat atau tidaknya-
masih dalam perselisihan, yakni diantara ulama ada yang
menganggap hafalannya kurang kuat, dan ada yang
menganggapnya kuat.Oleh karna itu, riwayat ‘Abdullah bin
Muhammad bin ‘Aqil dianggap Hasan Lidzatihi. Hadis ini
dikuatkan oleh enam jalan lain.
4. Hadis hasan lighairihi
Hadis hasan lighairihi adalah suatu hadis yang meningkat
kualitasnya menjadi hadis hasan karena diperkuat oleh hadis lain.
Imam At Turmudzi (w. 279 H/892 M) mendefinisikan pengertian
hadis ini dalam salah satu kitabnya yaitu al-‘ilal pada bagian
akhir kitab jami’nya, yaitu hadis yang sanadnya baik menurut
kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad yang
didalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan
hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula
yang sederajat.
وحسنه من طريق هشيم عن يزيد بن أبي زي اد عن ابن ابي ليلى عن- أيضا- رواه الترمذي
9
“Tirmidzi telah meriwayatkan – juga – dan menghasankannya dari
jalan Husyaim dari Yazid bin Abi Ziyad dari Ibnu abi Laili dari al-
Bara’ secara marfu’:”Sesungguhnya suatu
kewajiban atas orang-orang islam mandi pada hari jum’at”.(HR al-
Tirmidzi)
Keterangan:
Rawi rawi yang ada dalam sanad ini semua orang kepercayaanm
kecuali Husyaim yang terkenal sebagai mudallis. Karna itu maka
sanadnya dianggap tidak terlalu lemah, karna orangnya
kepercayaan. Selain itu hadis ini juga di kuatkan oleh jalan lain,
oleh karna itu dinamakan “hasan lighairihi”.
5.
D. Unsur Unsur Hadits Maqbul
Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi
pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi
hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits
maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin
10
bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni
sebagai berikut :
A. Hadits Maqbul yang Ma’mul bih.
1. Hadits Muhkam
Al-Muhkam menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang
diteguhkan. Yaitu hadits-hadits yang tidak mempunyai saingan
dengan hadits yang lain, yang dapat mempengaruhi artinya.
Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang melawannya.
Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum
lantara dapat diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikitpun.
Kebanyakan hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang
bertentangan jumlahnya sedikit.
2. Hadits Mukhtalif
Mukhtalif artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih.
Sedangkan secara istilah ialah hadits yang diterima namun pada
dhahirnya kelihatan bertentangan dengan hadits maqbul lainnya
dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk
dikompromikan antara keduanya. Kedua buah hadits yang
berlawanan ini kalau bisa dikompromikan, diamalkan kedua-
kaduanya.
3. Hadits Rajih
Yaitu sebuah hadits yang terkuat diantara dua buah hadits yang
berlawanan maksudnya.
4. Hadits Nasikh
Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang menghapuskan
ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang
mandahuluinya.
Contoh dari hadits Maqbul ma’mulul bih banyak sekali. Secara garis
besar pembagiannya ialah hadits yang tidak ada perlawanannya dengan
hadits lain dan hadits yang terjadi perlawanan dengan hadits lain.
11
Sebagai contoh akan dikemukakan tentang hadits yang tidak memiliki
perlawanan dengan hadits lain (Hadits Muhkam) berikut ini.
ِ اَل تَمَنعوا نِساء ُكم الْمس
اج َد َو ُبيُو ُت ُه َّن َخ ْي ٌر ل َُه َّن ََ ْ ََ ُ ْ
“janganlah kamu larang isterimu untuk pergi kemesjid (untuk
bersembahyang), tetapi sembahyang dirumah lebih baik bagi mereka”
(H.R Abu Daud dari Ibnu Umar)
Contoh Hadits yang memiliki perlawanan dari hadits lain tetapi salah
satu dari hadits tersebut telah menghapus ketentuan hukum yang
terkandung dari hadits yang turun sesudahnya (hadits nasikh). Yakni
sebagai berikut :
12
Yakni dua buah hadits maqbul yang saling berlawanan yang tidak dapat
di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua hadits ini
hendaklah dibekukan sementara.
3) Hadits Marjuh
Yakni sebuah hadits maqbul yang ditenggang oleh oleh hadits Maqbul
lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan hadits maqbul,
bukan disebut hadits marjuh,
4) Hadits Mansukh
Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus, Yakni maqbul yang telah
dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang kemudian.
Contoh dari hadits Maqbul ghairu ma’mul bih ini salah satunya ialah
tentang hadits yang bertentangan dengan akal sehat yakni berikut ini :
Hadits tersebut secara akal sehat, sebab menerima anggapan bahwa nabi
pernah lupa sedangkan menurut akal sehat dan putusan ijma’ nabi ialah
terpelihara dari dosa dan kelupaan (ma’shum) dalam menyampaikan
syariat dan wahyu.
Dalam pada itu, tidak semua hadits maqbul boleh diamalkan, akan tetapi
ada juga yang tidak boleh di amalkan. Dengan kata lain hadits maqbul
ada yang ma’lumul bih yakni hadits yang bisa di amalkan dan ada yang
13
ghoiru ma’mulin bih yakni hadits yang tidak bisa diamalkan. Yang
ma’mulun bih adalah hadits muhkam, yakni hadits yang telah
memberikan pengertian jelas; mukhtalif, yakni hadits yang dapat
dikompromikan dari dua buah hadits atau lebi, yang secara lahiriyah
mengandung pengertian bertentangan; Rajih, yakni hadits yang lebih
kuat, dan hadits nasikh, yakni hadits yang menasakh terhadap hadits
yang datang terlebih dahulu.
Sedangkan yang ghoiru ma’lum bih adalah hadits marjuh, yakni hadits
yang kehujjahannya dikalahkan oleh hadits yang lebih kuat; mansukh,
yakni hadits yang telah dinasakh (dihapus), dan hadits mutawaquf fih,
yakni hadits yang kehujjahannya ditunda, karena terjadinya
pertentangan antara satu hadits boleh dengan lainnya yang belum bisa
diselesaikan.
Dilihat dari ketentuan ketentuan hadits maqbul seperti diuraukan di
atas, maka hadits maqbul deapat digolongkan menjadi dua, yaitu hadits
shahih dan hasan.
Klasifikasi Hadits Maqbul
Yang termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :
Kedua macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para
muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua
hadis yang maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan
terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya disebabkan
datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan oleh hadis
Rasulullah SAW.
1. Hadits Shohih, baik shohih lidzatihi maupun shohih ligahirih.
2. Hadits Hasan, baik hasan lidzatihi maupun hasan lighairihi.
Maka dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi
pula menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi
hujjah dan dapat pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits
maqbul ma’mulun bih. Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan, yang disebut dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin
14
bih. Berikut ini adalah rincian dari masing-masing hadits tersebut yakni
sebagai berikut :
F. Hadits yang mukhtaslif
Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, tidak ada yang memberikan
perlawanan maka hadis tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan
oleh hadis yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka
hadis itu dinamai Mukhatakiful Hadis. Jika tak mungkin dikumpul dan
diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai
Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mansuh ini, di
antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar
AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan
sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu
Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang
dinamai Allktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil
Haq (744 H) . Tajrid al-Ahadis al-Mansukhah karya al-Jauzi. Muhammad
bin Musa al-Hazimi penyusun kitab al-I’tibar fi an- Nasikh wa al-
Mansukh min al-Atsar.
15
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17