Anda di halaman 1dari 19

Makalah

PANDANGAN PERENIALISME DALAM


PENDIDIKAN
Dosen Pengampu : M. Yudha Kusumawardana ,S.MB,SH,MH

Disusun Oleh :

Alif Hiral Djibran

Kharisma

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

STKIP BINA MUTIARA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT yang hingga saat ini
masih memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Pandangan
Perenialisme Dalam Pendidikan” tepat pada waktunya. Terimakasih pula
kepada semua pihak yang sudah ikut membantu sehingga kami dapat
menyusun makalah ini.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Filsafat Pendidikan. Dalam makalah ini kami akan membahas
tentang pengertian Perenialisme dan Kaitannya dengan pendidikan. Saya
ucapkan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan
rekan-rekan.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan dari rekan-rekan guna peningkatan
kualitas makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada waktu
mendatang.

Palabuhanratu, 21 Februari 2019

Kelompok 6
Daftar Isi
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 Pembahasan

2.1Hakikat Perenialisme

2.2 Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme

2.3 Konsep Pemikiran Perenialisme

2.4 Pendidikan Menurut Perenialisme

2.5 Pengaruh Perenialisme Terhadap Pendidikan

2.6 Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme

2.7 Pandangan-Pandangan Aliran Perenialisme

BAB III Penutup

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Aliran perenialisme merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada
dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari
filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Berikut ini aliran perenialisme dalam filsafat pendidikan.

Perenialisme diambil dari kata perenial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole
year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.

Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh
kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan, terutama pada kehidupan moral,
intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan


dibahas pada makalah ini yaitu :

1. Apa pengertian aliran perenialisme


2. Bagaimana sejarah aliran perenialisme
3. Bagaimana pandangan aliran perenialisme terhadap pendidikan

Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah Aliran
Filsafat Pendidikan Perenialisme dengan perumusan masalah di atas adalah :

1. Menjelaskan pengertian aliran perenialisme.

2. Menjelaskan sejarah perkembangan aliran perenialisme.

3. Menjelaskan aliran perenialisme pandangan terhadap pendidikan.

BAB II

Pembahasan

2.1 Hakikat Perenialisme

Perenialisme diambil dari kata perenial, yang dalam Oxford Advanced


Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the
whole year” atau “lasting for a very long time” abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Atas dasar itu , perenialis memandang pola perkembangan kebudayaan sepanjang
zaman adalah sebagai pengulangan dari yang ada sebelumnya, sehingga perenialisme
sering disebut dengan istilah “tradisionalisme”.

Perenialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang dianggap sebagai


regressive road to culture, yakni jalan kembali atau mundur pada kebudayaan masa
lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang,
sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi
situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan “kembali pada
masa lampau”, kebudayaan yang diangap ideal.

2.2 Sejarah Perkembangan Aliran Perenialisme


Aliran perenialisme lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai
suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh
karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan
jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini
adalah: Robert Maynard Hutchins dan Ortimer Adler.

Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap


pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi
didunia ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan, terutama pada
kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidak beresan ini. Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatar
belakangi oleh filsafat-filsafat Plato yang merupakan bapak edialime klasik, filsafat
Aristoteles sebagai bapak realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba
memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) greja katolik yang
tumbuh pada zamannya (abat pertengahan).

Kira-kira abad ke-6 hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan
keemasan filsafat perenialisme. Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-
buru melihat perkembangan filsafat perenial ini hanya dalam kerengka sejalan
pemikiran barat saja, melainkan juga terjadi di wilayah lainnya . dan memang harus
tetap diakui bahwasanya jejak perkembangan filsafat perenial jauh lebih tampak
Dalam konteks sejarah perkembangan intelektual barat, apalagi sebagai jenis
filsafat khusus, filsafat ni mendafat eleborasi sistem dari para perenialis barat, seperti
Agostino Steunco. Namun, filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai
kebijaksanaan univeral, disebabkan oleh beberapa alasan yang kompleks secara
berangsur-angsur mulai rumtuh menjelang akhir abad ke-16. Salah satu alasan yang
paling dimonan adalah perkembangan yang pesat dari pilsafat materialis. Filsafat
materialis ini membawa perubahan yang radikal terhadap paradigma hidup dan
pemikiran manusia pada saat itu.

Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, bayak aspek realita
yang diabaikan, dan yang tinggal hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini
begitu kuat mempengaruhi pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak
abad ke-16 hingga akhir abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-
21, sehingga pada tia-tiap bentuk pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman
kontemporer. Dan zaman kontemporer inilah dapat dikatakan zaman kebangkitan
filsafat perenialisme.

2.3 Konsep Pemikiran Perenialisme

Filsafat perenial dikatakan juga sebagai filsafat keabadian, sebagaimana dikatakan


oleh Frithjof Schuon “philosophi perennials is the universal gnosis which always has
existed and always be exist” (filsafat perenial adalah suatu pengetahuan mistis
universal yang telah ada dan akan selalu ada selamanya).

Filsafat Perenial sebagai suatu wacana intelektual, yang secara popular muncul
beberapa dekade ini, sepenuhnya bukanlah istilah yang baru. Filsafat Perennial
cenderung dipengaruhi oleh nuansa spiritual yang kental. Hal ini disebabkan oleh
tema yang diusungnya, yaitu “hikmah keabadian” yang hanya bermakna dan
mempunyai kekuatan ketika ia dibicarakan oleh agama. Makanya tidak
mengherankan baik di barat maupun Islam, bahwa lahirnya filsafat perennial adalah
hasil telaah kritis para filosof yang sufi (mistis) pada zamannya.

Kemudian pada pertengahan abad ini (1948) Adolf Huxley mempopulerkan istilah
filsafat perenial tersebut dengan menulis buku yang diberi judul The Perennial
Philosophia. Ia menyebutkan, bahwa filsafat perenial mengandung tiga pokok
pemikiran :

1. Metafisika yang memperlihatkan sesuatu hakikat kenyataan ilahi dalam segala


sesuatu
2. Suatu psikologi yang memperlihatkan adanya sesuatu yang ada dalam jiwa
manusia
3. Etika yang meletakan tujuan akhir manusia dalam pengetahuan yang bersifat
transenden

Tentang filsafat perenial atau Hikmah Abadi, sebagaimana yang telah


dijelaskan Huxley “Prinsip-prinsip dasar Hikmah Abadi dapat ditemukan diantara
legenda dan mitos kuno yang berkembang dalam masyarakat primitif di seluruh
penjuru dunia. Suatu versi dari kesamaan tertinggi dalam teologi-teologi dulu dan
kini, ini pertama kali ditulis lebih dari dua puluh lima abad yang lalu, dan sejak itu
tema yang tak pernah bisa tuntas ini dibahas terus-menerus, dari sudut pandang setiap
tradisi agama dan dalam semua bahasan utama Asia dan Eropa.” Jadi jelas bahwa
tema utama hikmah abadi adalah ‘hakikat esoterik’ yang abadi yang merupakan asas
dan esensi segala sesuatu yang wujud dan yang terekspresikan dalam bentuk ‘hakikat-
hakikat eksoterik’ dengan bahasa yang berbeda-beda.

Kaum perenialis amat menekankan tradisi kesejarahan. Secara historis,


perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual
dan sosio kultural. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan
teruji.

2.4 Pendidikan Menurut Perenialisme

Rasio merupakan karunia terbesar bagi manusia. Manusia harus menggunakan


rasionya untuk mengarahkan karakter bawaannya sesuai dengan tujuan yang
ditentukan. Semua manusia pada hakikatnya adalah hewan rasional. Oleh sebab itu ,
manusia dimana pun dan kapanpun ia berada adalah sama. Pendidikan harus sama
bagi semua orang, dimanapun dan kapanpun ia berada. Begitu pula tujuan pendidikan
harus sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia. Menurut perenialissme,
ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuan, seseorang dapat berfikir secara induktif. Jadi dengan berfikir, kebenaran
itu dapat dihasilkan.

Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung


terus-menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar, dimana pun juga. Pendek kata,
kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu. Tugas pendidikan adalah
memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti dan abadi. Dengan demikian,
tugas pendidikan yakni mempersiapkan anak didik kearah kematangan matang dalam
arti hidup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan kearah kematangan
tersebut.

Menurut tokoh-tokoh perenialis, seperti Plato, mengatakan bahwa secara


kodrati manusia memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan
hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar
kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk
mencapai itu maka aspek jasmani , emosi , dan intelek harus dikembangkan secara
seimbang. Thomas Aquinas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah usaha
untuk mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif,
dan nyata. Dalam hal ini, peran guru adalah mengajar dan memberikan bantuan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.

Filsafat pendidikan perenialisme memiliki side effect terhadap pendidikan di


tingkaat pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan adult education.
Kurikulum perenialisme untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah mengacu pada
konsep “education as preparation”, bahwa pendidikan sebagai persiapan bagi
kehidupan di masyarakat. Dasar pandangan merujuk pada tingkatan potensialitas
menuju aktualitas, menuju kematangan.

Bagi perenialisme, peserta didik diharapkan mampu mengenal dan


mengembangkan karya karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya karya ini merupakan buah hasil pemikiran pada masa lampau, yaitu berbagai
buah pikiran yang dianggap menonjol oleh zaman seperti bahasa, sastra, sejarah
filsafat, politik ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lainnya. Pikiran
tersebut telah banyak memberikan kontibusi pada zaman dahulu. Dengan mengetahui
pemiikiran para ahli tadi, anak didik akan mempunyai dua keuntungan. Pertama,
anak–anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan
oleh orang orang besar. Kedua, mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan
karya-karya tokoh tersebut untuk diri sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan zaman
sekarang.
2.5 Pengaruh Perenialisme Terhadap Pendidikan

Filsafat perenialisme memiliki kontribusi besar tehadap perkembangan dan kemajuan


sejarah peradaban manusia. Dalam dunia pendidikan, setidaknya filsafat perenialisme
berhasil memengaruhi komponen-komponen pendiikan sebagai berikut.

A. Tujuan pendidikan menurut perenialis adalah memastikan bahwa para siswa


memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar
yang tidak berubah.
B. Kurikulum pendidikan bersifat subject centered (berpusat pada materi
pelajaran). Materi pelajaran harus bersifat seragam, universal dan abadi.
Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa dan
ditujukan untuk melatih aktivitas akal atau mengembangkan akal.
C. Bagi perenialis, guru memiliki posisi penting dalam realisasi pendidikan,
yakni harus memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada
peserta didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidangnya
bergantung pada guru. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis, metode pengajaran yang baik, dan harus memperlakukan hal yang
sama pada peserta didik. Para guru juga harus menstimulasi mahasiswa untuk
berpikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan.
D. Metode pendidikan atay metode belajar yang digunakan oleh perenialis adalah
membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya yang
tertuang dalam the great books dalam rangka mendisiplinkan pemikiran.
E. Dalam pandangan perenialisme, siswa seharusnya mempelajari karya-karya
besar, seperti filsafat, seni, politik, dan ekonomi. Dalam literature-literatur
tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha besar.
Anak harus diberi pelajaran yang pasti, yang akan memperkenalkannya
dengan keabadian dunia. Anak anak tidak boleh dipaksa untuk mempelajari
pelajaran yang nampaknya penting sesaat
F. Sekolah merupakan institusi untuk mempersiapkan peserta didik kearah
kematangan melalui transfer of knowledge. Sekolah tidak menyuguhkan
situasi kehidupan empirik, karena dalam konsep perenialisme, pendidikan
bukan merupakan kehidupan itu sendiri, melainkan merupakan sesuatu
persiapan untuk hidup.

Selain memiliki kelebihan seperti yang sudah dicantumkan diatas, filsafat


pendidikan perenialisme juga memiliki kelemahan, antara lain sebagai
berikut:

A. Perenialisme mengorientasikan tujuan pendidikan pada penguasaan


gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Dengan berpegang teguh pada
perenialisme yang anti pembaharuan pendidikan , dikhawatirkan
terjerumus kedalam “kejumudan”. Adapun zaman berkembang sejalan
dengan berkembangnya pemikiran dan ilmu pengetahuan.
B. Salah satu ciri khas perenialisme, yakni kurikulum pendidikan yang
bersifat subject centered (berpusat pada materi pembelajaran) dan materi
bersifat seragam. Kondisi ini mengakibatkan siswa memiliki
ketergantungan yang akut terhadap guru sebagai penguasa materi
pembelajaran, sehingga siswa tidak memiliki jiwa kemandirian.
Disamping itu, materi yang harus seragam menjadi sulit direalisasikan,
terlebih di era otonom seperti sekarang ini.
C. Metode pembelajaran yang digunakan dalam merealisasikan pendidikaan
tidak hanya cukup dengan membaca dan mendiskusikan karya-karya besar
terlebih dahulu, guru juga dituntut menggali gagasan baru yang lebih baik
melalui metode yang sesuai dengan materi pembelajaran.
D. Ketika disekolah, filsafat pendidikan perenialisme tidak menyajikan
situasi kehidupan yang empirik. Hal ini bertentangan dengan makna
pendidikan secara umum, yang meyakini bahwa pendidiikan itu ada,
dimana manusia itu berada. Dengan kata lain, pendidikan itu mencakup
seluuh kehidupan manusia secaara nyata, baik di lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat

2.6 Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme

Dibidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya:


Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang
abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila
ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama
pendidikan adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas
normatif itu dalam semua aspek kehidupan.

Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu,
kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itudan kepada
masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa
terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat
pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus
dikenbangkan secara seimbang.

Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui


oleh Thomas Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam
individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah
mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi
yang ada padanya.

Prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya telah


mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk
sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.
2.7 Pandangan-Pandangan Aliran Perenialisme

A. Pandangan Tentang Realita ( Ontologis )

Peremialisme memandang bahwa realita itu bersifat universal dan ada dimana
saja, juga sama disetiap waktu. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan
mengerti wujud harmoni bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam satu
wujud materi atau peristiwa-peristiwa yang berubah, atau pun didalam ide-ide yang
dituangkan.

Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada realitas supranatural/tuhan


(asas supernatural). Realitas mempunyai watak bertujuan (asas teleologis). Substansi
realitas adalah bentuk dan materi (hylemorphisme). Dalam pengalaman, kita
menemukan wujud individual. Contohnya, batu, rumput, orang, sapi, dalam bentuk,
ukuran, warna dan aktivitas tertentu. Didalam wujud individual tersebut, kita
menemukan hal-hal yang kebetulan (accident). Contohnya, batu yang kasar atau
halus, sapi yang gemuk, orang berbakat olahraga. Akan tetapi, di dalam realitas
tersebut terdapat sifat asasi sebagai identitasnya (esensi), yaitu wujud suatu realita
yang membedakan dia dari jenis yang lainnya. Contohnya, manusia adalah mahluk
berfikir. Esensi tersebut membedakan seseorang sebagai manusia dari benda-benda,
tumbuhan dan hewan. Inilah yang universal dimana pun ada dan sama disetiap waktu.

Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda


individuil, esensi, aksiden dan substansi. Perenialisme membedakan suatu realita
dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah
benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca
indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas
tertentu.

Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir.


Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang
sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain
sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari
tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, material dan spiritual.

B. Pandangan Tentang Pengetahuan ( Epistimologis )

Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan


merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran
adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan benda-benda.
Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-
prinsip keabadian.

lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai


esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila
segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu merupakan
hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang
konsekuen.

Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab


science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat
analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi
filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang
dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-
hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya
bersifat mutlak asasi.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil
yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Seperti pada
prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh Aristoteles diatas.
C. Pandangan Tentang Nilai ( Aksiologis )

Pandangan tentang hakikat nilai menurut perenialisme adalah pandangan


mengenai hal-hal yang bersifat spiritual. Hal yang absolut atau ideal (Tuhan) adalah
sumber nilai dan oleh karna itu nilai selalu bersifat teologis. Menurut perenialisme,
hakikat manusia juga menentukan hakikat perbuatannya, sedangkan hakikat manusia
pertama-tama tergantung pada jiwanya. Jadi persoalan nilai berarti juga persoalan
spiritual.

Hakikat manusia adalah emansipasi (pancaran) yang potensial lang yang


berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan, dan atas dasar inilah tujuan baik buruk itu
dilakukan. Berarti dasar-dasar yang didukung haruslah teologis.

D. Pandangan Tentang Pendidikan

1. Pendidikan
Perenialisme memandang education as cultural regresion:
pendidikan sebagai jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang
dianggap sebagai kebudayaan yang ideal.
Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-
nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diatas, perenialis percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins
mengemukakan ”Pendidikan mengimplikasikan pengajaran.
Pengajaran mengiplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah
kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun adalah sama”.
Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup,
bukan hidup itu sendiri.
2. Tujuan Pendidikan
Bagi perenialis bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan
abadi, inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab
itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta didik
menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang
abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
3. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite intelektual yang
mengetahui kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada
generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah lembaga yang berperan
mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam
kehidupan. Sekolah bagi perenialis merupakan peraturan-peraturan
yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang
paling baik dari warisan sosial budaya.
4. Kurikulum
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered (berpusat pada
materi pelajaran). Materi pelajaran harus bersifat universal dan abadi,
selain itu materi pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan
rasionalitas manusia, sebab demikianlah hakikat manusia. Mata
pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran yang
mempunyai “rational content” yang lebih besar.
5. Metode
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan
oleh perenialist adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan
mendikusikan karya-karya besar yang tertuang dalam the great books
dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
6. Peranan Guru Dan Peserta Didik
Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar
serta mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery,
dan ia melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-
muridnya karena ia seorang propesional yang qualifiet dan superior
dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih,
dan perfect knowledge.

BAB III

Penutup

3.1 Simpulan

Merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya


menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu
berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini
dua aliran-aliran dalam filsafat pendidikan.

Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole
year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.

Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh
kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan, terutama pada kehidupan moral,
intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan ini.

3.2 Saran

Keterbatasan informasi dan ketelitian penulis dalam menyusun makalah ini,


menjadi sebab adanya keurangan-kekurangan yang tidak dapat kami hindari. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penambahan wawasan bagi
para penulis khususnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://abdulmuiz18.blogspot.com/2018/03/aliran-perenialisme-dalam-filsafat.html

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-
dalam-pembelajaran/

http://karyailmu99.blogspot.com/2016/08/filsafat-pendidikan-pandangan-aliran.html

http://sriastutiolivemon.blogspot.com/2015/10/makalah-filsafat-pendidikan-aliran.html

https://yahanu87.blogspot.com/2017/03/makalah-filsafat-pendidikan-perenialisme.html

Sunarya, Yaya. 2012. Filsafat Pendidikan. Bandung

Anda mungkin juga menyukai