Anda di halaman 1dari 5

Nama : Dinda Rifka Mentari Potabuga

NIM : 20180730075

Pendekatan Dalam Studi Islam

Pendekatan Hukum Mengenai Sholat Berjamaah Saat Pandemi COVID-19 Di


Kotamobagu

Abstrak

Hukum secara umum dipahami sebagai aturan yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur
masyarakat dan seluruh kegiatannya demi terciptanya ketertiban umum dan keadilan. Hukum
tersebut ditegakkan oleh aparat-aparat penegak hukum dengan memakai upaya-upaya penaatan
dan penindakan atau paksaan. Disamping pemahaman yang bersifat umum tersebut. Hukum juga
ditinjau dari keputusan atau Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai isu-isu hukum
Islam yang sedang berkembang dan aktual yang muncul di tengah-tengah masyarakat, termasuk
seperti yang akan dibahas nanti yaitu bagaimana menjalankan sholat berjamaah saat pandemi
Covid-19 yang mulai mewabah mulai bulan Maret 2020 di semua daerah di Indonesia termasuk
Kotamobagu, Sulawesi Utara. Walaupun dalam sistem hukum ketata negaraan di Indonesia,
posisi atau kedudukan fatwa MUI hanya merupakan sebagai hukum aspiratif yang mempunyai
kekuatan konstruktif secara moral bagi komunitas yang mempunyai aspirasi untuk
mengamalkannya, namun fatwa tersebut tidak dapat dijadikan alat paksa bagi kelompok lain
yang berbeda pendapat dengan fatwa MUI, sebab bukan termasuk dalam hukum positif. Dengan
kata lain letak posisi fatwa MUI hanya dapat disetarakan dengan posisi pendapat ahli hukum,
bahasa, dan agama. Karena, untuk menilai materi dan isi fatwa itu, pahanya para ulama, zu’ama
dan cendekiawan muslim lebih punya kompetensi dan ilmu untuk berfatwa. Sehingga kedudukan
fatwa dalam kehidupan umat Islam, tidak mengikat secara hukum, akan tetapi bersifat mengikat
secara agama semata, dengan demikian tidak ada peluang bagi seorang muslim untuk
menentangnya bila fatwa itu didasarkan kepada dalil atau nash yang shariah dan valid.
Pada Bulan Maret 2020, wabah Corona (Covid-19) mulai mewabah di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Penyakit virus corona (Covid-19) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus corona yang baru-baru ini ditemukan. Sebagian besar orang yang tertular
COVID-19 akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa penanganan
khusus. Virus yang menyebabkan COVID-19 terutama ditransmisikan melalui droplet (percikan
air liur) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas.
Droplet ini terlalu berat dan tidak bisa bertahan di udara, sehingga dengan cepat jatuh dan
menempel pada lantai atau permukaan lainnya. Virus ini dapat menular saat menghirup udara
yang mengandung virus jika kita berada terlalu dekat dengan orang yang sudah terinfeksi
COVID-19. Virus ini juga dapat menular jika menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi
lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut kita. Maka dari itu pemerintah mulai menetapkan untuk
dirumah saja dan menjaga jarak, menggunakan masker, memakai handsanitizer dan rajin
mencuci tangan. Dengan adanya peraturan yang mengharuskan dirumah saja dan menjaga jarak
maka seluruh kegiatan yang mengharuskan dihadiri banyak orang ditiadakan, seperti sekolah
yang di tetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Surat
Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat
Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19), Pekerja Kantoran yang diharuskan melaksanakan
WFH (Work from Home) di Tengah Pandemi Covid-19 yaitu dikaitkan dengan ketentuan Pasal
86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan), di mana setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja dan PNS yang di tetapkan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) resmi
mengeluarkan Surat Edaran No.19/2020 yang memungkinkan PNS untuk bekerja dari rumah
dalam rangka pencegahan penyebaran Virus Corona. Surat Edaran (SE) ini sebagai tindak lanjut
dari pengarahan Presiden Joko Widodo terkait penanganan penyebaran Virus Corona, terutama
untuk PNS, juga pedagang yang terpaksa harus menutup tempat usahanya untuk sementara
waktu, bahkan saat beribadah untuk pencegahan penyebaran Virus Corona seperti ibadah sholat
Jumat yang mengharuskan untuk sholat berjamaah di Masjid, namun sejak Virus Corona (Covid-
19) mewabah bulan Maret 2020 lalu masyarakat di Kotamobagu tidak menghiraukan himbauan
untuk tidak dulu sholat berjemaah di Masjid dalam rangka mengurangi penyebaran Covid-19,
bahkan ada yang dengan terang-terangan ke Masjid untuk bersiap-siap sholat berjemaah, pada
akhirnya pada tanggal 27 Maret 2020 Majelis Ulama Indonesia di Kota Kotamobagu
mengeluarkan Fatwa mengenai ketentuan Ibadah sholat Jumat berjemaah dan Ibadah sholat lima
waktu berjemaah saat pandemic COVID-19 di Kotamobagu, disamping pemahaman yang
bersifat umum tersebut. Hukum juga ditinjau dari keputusan atau Fatwa dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengenai isu-isu hukum Islam yang sedang berkembang dan aktual yang
muncul di tengah-tengah masyarakat, termasuk seperti yang akan dibahas nanti yaitu bagaimana
menjalankan sholat berjamaah saat pandemi Covid-19 yang mulai mewabah mulai bulan Maret
2020 di semua daerah di Indonesia termasuk Kotamobagu, Sulawesi Utara. Namun, jika merujuk
pada jenis dan hierarki sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
maka kedudukan Fatwa MUI bukan merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut Ainun Najib Dosen Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Ibrahimy, kedudukan MUI dalam ketatanegaraan Indonesia sebenarnya adalah
berada dalam elemen infrastruktur ketatanegaraan, sebab MUI adalah organisasi Alim Ulama
Umat Islam yang mempunyai tugas dan fungsi untuk pemberdayaan masyarakat / umat Islam,
artinya MUI adalah organisasi yang ada dalam masyarakat, bukan merupakan institusi milik
negara atau merepresentasikan negara. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan organisasi
yang dapat memberikan nasihat dan saran mengenai masalah hukum, keagamaan dan sosial
kemasyarakatan, melalui produknya bernama fatwa. Meskipun fatwa MUI tidak sama posisinya
dengan hukum positif yang memiliki kekuatan mengikat bagi seluruh warga negara, namun
fatwa MUI bisa atau dapat memiliki kekuatan mengikat setelah terlebeih dahulu ditransformasi
ke dalam peraturan perundang-undangan. Faktanya fatwa-fatwa yang diproduk oleh MUI telah
memberi kontribusi positif terhadap regulasi sistem hukum Indonesia, baik dalam bentuk hukum
pidana maupun perdata. Eksistensi fatwa MUI telah menjadi bagian terpenting dalam sistem
hukum nasioanl dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan salah satu dari the living lawnya
adalah hukum Islam. Maka dari itu Majelis Ulama Indonesia setelah mendengar, memperhatikan
dan menimbang keputusan, pendapat dan usulan Pemerintah Kota Kotamobagu Dewan Pengurus
Majelis Ulama Indonesia Kota Kotamobagu, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan
Cendekiawan tentang:
1. Penetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa Covid-19 sebagai Pandemi
Global, maka perlu diambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan secara khusus
agar tidak terjadi penularan lebih luas
2. Penetapan darurat Covid-19 oleh presiden RI dan penetapan Tanggap darurat Covid-19
oleh Gubernur Sulawesi Utara
3. Indikasi meluasnya penyebaran Covid-19 dengan bertambahnya orang dalam
pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dilaporkan oleh Gugus
Tugas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara
4. Mobilisasi orang antar daerah terbuka dan sulitnya identifikasi orang yang terjangkit
Covid-19 dan yang tidak terjangkit

Maka dari itu, merujuklah ke Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 14 Tahun 2020 tentang
PENYELENGGARAAN IBADAH DALAM SITUASI TERJADI WABAH COVID-19
DAN HIMBAUAN MAJELIS ULAMA INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA
TERTANGGAL 26 MARET 2020, Majelis Ulama Indonesia Kota Kotamobagu menegaskan
dengan Tausiyah sebagai berikut:

1. Takmirul Masjid dan segenap umat Islam Kota Kotamobagu untuk tidak
menyelenggarakan Sholat Jumat dan para jamaah menggantikannya dengan
melaksanakan sholat dzuhur dirumah masing-masing
2. Takmirul Masjid tidak menyelenggarakan Sholat Berjemaah 5 waktu/Sholat Rawatib
3. Takmirul Masjid tetap menyelenggarakan adzan sholat sesuai waktunya; dengan
perubahan lafadz
4. Tidak menyelenggarakan kegiatan keagamaan atau pun Perayaan Hari Besar Islam yang
melibatkan orang banyak baik di Masjid atau di tempat lain. Kegiatan dimaksud seperti:
Tabligh, Taklim/kajian, tadarus Qur’an dan kegiatan lainnya
5. Umat muslim diharapkan untuk tidak keluar rumah kecuali untuk kebutuhan penting dan
mendesak
6. Bersikap tenang, menjaga persatuan, saling membantu dan tidak menyebarkan berita
yang tidak benar (HOAX)
7. Mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar terhindar dari berbagai
musibah dengan memperbanyak Taubat atau Istighfar memohon Ampun kepada Allah
Subhanahu Wata’ala, berdzikir, meninggalkan perilaku dzalim, memperbanyak sedekah
dan meninggalkan permusuhan

Tausiyah ini ditujukan kepada seluruh masjid dan umat muslim di Kota Kotamobagu dan
akan diperbaharui nanti sesuai dengan situasi dan kondisi wabah Covid-19 di Kota
Kotamobagu, demikian Tausiyah ini disampaikan dan dikeluarkan di Kotamobagu pada
tanggal 27 Maret 2020 (03 Syaban 1441 H). Dan di tanda tangani oleh Ketua Umum MUI
Kotamobagu, Hj. Jusuf Dany Pontoh, S.Ag, M.H.

Setelah dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kota Kotamobagu, akhirnya


masyarakat mulai sadar dan mulai menerapkan himbauan dari Majelis Ulama Indonesia
dengan tidak dulu melaksanalan Sholat Jumat dan Sholat 5 waktu di Masjid guna membatasi
penyebaran Virus Corona (Covid-19) di Kota Kotamobagu.

Anda mungkin juga menyukai