PENDAHULUAN
Bagi kaum Muslimin, hadits diyakini sebagai sumber hukum pokok setelah
al-Qur‟an. Ia adalah salah satu sumber tasyri‟ penting dalam Islam. Urgensinya
„alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang
terkandung di dalamnya.
Berdasar hal ini umat Islam meyakini bahwa al-Qur‟an dan hadits
merupakan sumber hukum Islam yang tidak bisa dipisahkan dalam kepentingan
istidlal dan dipandang sebagai sumber pokok yang satu, yaitu nash. Keduanya
Dalam konteks ini Imam Syatibi berkata: "Di dalam istinbath hukum, tidak
Sebab di dalam al-Qur‟an terdapat banyak hal-hal yang masih global seperti
keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak
berbeda dengan al-Quran yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus, baik
1
Abu Ishak Syatibi, al-Muwafaqot, (Dar al-Fikr al-Arabi, Kairo, Mesir, cet.2 1975 M/1395 H) juz III, hal.
369
1
dari Rasulullah SAW maupun para sahabat, berkaitan dengan penulisannya.
Bahkan secara resmi kodifikasi itu kemudian dilakukan sejak masa khalifah Abu
Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang waktunya
Namun hal itu bukan berarti Rasulullah tidak punya kepedulian terhadap
hadits. Beliau secara khusus telah memberikan anjuran untuk menghafalkan al-
َْظ١ٌَ ٍَْٗسُةَ ؽَبًِِِ فِمٚ ُٗ ِِْٕ ََُٗ أَفْمُٛ٘ َِْٓ ٌَِٝجٍَِغَُٗ فَشُةَ ؽَب ًِِِ فِمٍْٗ ا٠ُ َٝضًب فَؾَفِظَُٗ ؽَز٠ِؽذ
َ َٔنَشَ اٌٍَُٗ اِْشَأً عَِّغَ َِِٕب
ٍٗ١ِثِفَم
"Semoga Allah memperindah wajah orang yang mendengar perkataan dariku lalu
Demikian juga para sahabat selalu punya perhatian besar terhadap setiap
secara otomatis akan terekam dalam ingatan mereka tanpa harus dicatat. Ini
karena para sahabat terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut. Selain itu tradisi
menghafal ketika itu merupakan tradisi yang sangat melekat kuat sehingga banyak
Meski para sahabat menerima hadits dari Rasul SAW dengan jalan
menghafal, bukan berarti hadits yang diterima tersebut tidak ditulis oleh mereka.
Banyak riwayat yang sampai kepada kita bahwa di antara beberapa sahabat ada
yang memiliki catatan-catatan hadits. Salah satunya adalah Abdullah ibn „Amr,
2
Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-As‟asi al-Azdhi al-Sijistani, Sunan Abi Dawud (Bab Keutamaan
Menyebarkan Ilmu), (Dar al-Kitab Arabi, Beirut, Libanon,tth) juz III, hal. 360
2
kepada cucunya, yaitu „Amr ibn Syu‟aib. Imam Ahmad meriwayatkan sebagian
Bagi sahabat Abdullah ibn „Amr, jika sebuah peristiwa yang berhubungan
dengan Rasulullah dirasa perlu dicatat, maka ia akan mencatanya. Tentang adanya
pencatatan ini Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai
berikut:
"Dari Abu Hurairah ra beliau berkata; tidak ada seorang dari sahabat Nabi
yang lebih banyak meriwayatkan hadits dariku selain Abdullah bin Amr bin Ash,
Tentang penulisan hadits oleh Abdullah bin Amr ini, diriwayatkan bahwa
َُٗذُ ؽِفْظ٠َِعٍَََُ أُسٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَٗ ػٍََٝيِ اٌٍَِٗ فُْٛءٍ أَعَّْؼُُٗ ِِْٓ سَعَٟ لَبيَ ُوْٕذُ أَ ْوزُتُ ُوًَ ؽٍٚػ ْجذِ اٌٍَِٗ ْثِٓ ػَّْش
َ ْٓػ
َ
ِ اٌْ َغنَتِٟزَىٍََُُ ف٠َ ٌَعٍَََُ ثَؾَشٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَٗ ػٍََٝيُ اٌٍَِٗ فَُٛسَعٚ ُُْٗءٍ رَغَّْؼَٟا َأرَ ْىزُتُ وًَُ ؽٌَُٛلَبٚ ٌْؼ٠ لُ َشِٟٕ ْزَٙ َٕ َف
َِٗ فَمَبي١ِ فٌََِِْٝؤَ ثُِؤفْجُؼِِٗ اَٚعٍَََُ فََؤٚ ِْٗ١ٍََ اٌٍَٗ ػٍََٝيِ اٌٍَِٗ فُٛػِٓ اٌْ ِىزَبةِ فَزَوَشْدُ رٌَِهَ ٌِشَع
َ َُاٌ ِشمَب فَؤَِْغَىْذٚ
ٌؽك
َ َخْشُطُ ُِِْٕٗ اٌَِب٠ ِذِٖ َِب١َ ِثِٟ َٔفْغَِٞاٌَزٛا ْوزُتْ َف
"Dari Abdullah bin Amr beliau berkata: "Saya menulis setiap yang saya dengar
dengan berkata; "Apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari
3
Nuruddin „Itr. Manhaj al-Naqd fi 'Ulum al-Hadis (Dar al-Fikr, Damaskus, Syiriah. 1399 H/1979 M), hal.
46.
4
Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Mughira al-Ju‟fi al-Bukhari, Shahih Bukhari
(Kitabul Ilmi): Tahqiq, Muhammad Zahir Nasir ibnu al-Nasir, (Dar Taoqa al-Najah, Bairut, Libanon, 1422 H)
juz I, hal. 34.
3
kadang berbicara dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam keadaan
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar darinya (maksudnya lisan
yang pernah didengar dari beliau. Setiap berita yang datang dari seorang sahabat
menerimanya.
Dalam kondisi seperti inilah para sahabat mengambil sikap hati-hati dalam
meriwayatkan sebuah hadits. Mereka tidak menerima selain apa yang diketahui
para perawinya, yaitu melalui jalur sanad. Secara bahasa, sanad atau isnad artinya
sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-
istilah ahli hadits dari sisi periwayatannya. Ia adalah rangkaian para periwayat
yang menyampaikan suatu khabar (berita) dari satu perawi kepada perawi
5
Ahmad Ibnu Hanbal Abu Abdillah al-Syaibani, Musnad Ahmad ibnu Hanbal, Tahqiq oleh Sueb al-Arnut,
(Mu‟asasah al-Risalah, Beirut, Libanon, 1420 H/1999 M), juz XI, hal. 57.
4
berikutnya secara berangkai, hingga sampai pada sumber khabar yang
diriwayatkan itu.6 Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits)
dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam yakni
mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits),
rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan sahabat yang
sebutkan kepada kami para perawi kalian.!‟ Lalu dilihatlah riwayat ahlu al-Hadits
lantas diterima hadits mereka. Demikian pula, dilihatlah riwayat Ahli Bid‟ah, lalu
dengan melihat dan mempelajari matan (isi) dan sanad-nya sekaligus. Perhatian
kaum Muslimin terhadap kedua hal ini begitu tinggi. Sebab melalui cara ini
kemudian mereka bisa menilai apakah sebuah hadits itu otentik dan akurat, atau
tidak.
dilakukan oleh umat Islam. Pada tradisi di luar Islam, semisal Yahudi dan
Nasrani, tidak mengenal kajian tersebut. Mereka hanya mengenal kajian isi (teks)
6
Faruq Hamadha, al-Manhaj al-Islaami fi al-Jarh wa al-Ta‟dil Dirasah Manjhajia fi Ulumil Hadits, (Darul
Ma‟rifat, Ribat, 1982 M), hal. 231
7
Muslim Ibnu al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusairi al-Naisaburi, al-Musnad al-Shahih al-Muhtashar binaqli al-
Adal ani al-Adli ila Rasulillah Shalallhu alaiwasalam, Tahqiq M.Fawaid Abdul Baqi (Dar Ihya al-Turats,
Beirut, Lebanon, tth), juz I, hal.15
5
semata dan tidak mengenal kajian sanad. Ini membuktikan bahwa kajian tentang
sanad atau periwayatan merupakan salah satu keistimewaan umat Islam yang
Allah kepada umat ini, yang tidak ada di agama lain. Adapun riwayat mursal atau
kita sampai Rasulullah. Riwayat orang-orang Yahudi itu hanya sampai pada orang
yang antara dia dengan Musa yang jaraknya lebih dari 30 masa. Mereka hanya
yang tidak dikenal, maka hal ini banyak ditemui di periwayatan Yahudi dan
Nashrani.”8
Pernyataan Ibnu Hazm ini diperkuat adanya bukti sejarah bahwa keempat
penulis kitab Injil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, tidak pernah
bertemu dengan Nabi Isa alaihissalam. Sejarah tidak dapat memberikan jawaban
siapa yang meriwayatkan injil-injil tersebut dari Nabi Isa a.s. Lagi pula, tidak
Ini berbeda dengan Islam, setiap sumbernya memiliki sanad yang jelas.
Setiap hadits yang diklaim berasal dari Rasulullah SAW mempunyai sanad
8
Abdurahman ibnu Abu Bakar al-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi Sarah Taqrib al-Nawawi, Tahqiq Abdul Wahab
Abdul Latif, (Maktabah Ar-Riyadh al-Hadits, Riyadh, Saudi Arabiyah, tth), juz II, hal. 159
9
Sulaiman al-Nadwi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, (Darul Aman, Kairo, Mesir, cet.1, 1995 M), hal. 30
6
walaupun ia dhaif. Karena itulah kaum Muslimin dengan tegas menyatakan
Studi sanad hadits yang dimaksud adalah mempelajari mata rantai para
perawi yang ada dalam sanad hadits yang menitikberatkan pada mengetahui
rantai sanad antara seorang perawi dengan yang lain bersambung atau terputus,
dengan mengetahui waktu lahir dan wafat mereka, dan mengetahui segala sesuatu
hadits dan berita-berita dengan mengenali para perawinya. Sebab, dalam sanad
adil, tsiqaat dan dhobit. Dan dari sinilah keshahihan suatu berita yang
diriwayatkan menjadi kokoh. Cara ini memberikan rasa tenteram dan percaya
pada berita yang diriwayatkan. Bahkan setelah mempelajari semua unsur yang
Karena itulah para ulama menetapkan sanad sebagai bagian penting dalam
dari agama. Sebab tanpa sanad, orang bisa berbicara apa saja sesuai yang
dikehendakinya.11
(keotentikan) suatu nash (teks) atau berita, serta melenyapkan kepalsuan dan
10
Mahmud Thohan, Taisir Musthalah al-Hadits, (Dar al-Fikr, Beirut, Libanon, tth), hal.9-10
11
Abdul Bary Yahya, The Chain of Command, (al-Magriby Institute, Maryland, Amerika Serikat tth), hal.
112
7
kebohongan yang mungkin ada padanya. Dengan cara ini bisa diketahui siapa-
siapa yang meriwayatkan sebuah berita. Bila yang meriwayatkan itu orang yang
lebih utama dibandingkan riwayat atau khabar yang disampaikan dengan tanpa
sanad. Alasannya, sanad dalam suatu riwayat dapat digunakan untuk melacak
dilakukan dengan cara yang jauh lebih sempurna dibanding dengan khabar-khabar
mengetahuinya sama dengan mengetahui satu bagian yang besar dalam ilmu-ilmu
Islam. Imam Ali bin al- Madini berkata: "Kefahaman yang mendalam tentang
makna-makna hadits adalah separuh ilmu dan mengenali para perawi adalah
separuh ilmu.”13
Sebab, hadits yang diperoleh atau diriwayatkan akan mengikuti siapa yang
yang dapat diterima atau ditolak dan mana yang shahih atau tidak. Abdullah bin
al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah berkata: “Sanad itu termasuk dari
12
Akrom Dhia‟ul Umary, Dirasat Tarikhiyah, (Maktabah al- 'Ubaikaan Riyadh, KSA, cet. 3, tth), hal 26
13
'Abdul Fattah Abu Ghuddah, Lamahat min Tarkih al-Sunnah wa 'Ulum al-Hadits, (Maktab al-Mathbu'at
al-Islamiyyah, Halb, Syria, cet.1,1404 H). hal. 80
8
agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata
atau tidak. Dengan sanad, para ahli hadits bisa membedakan mana hadits yang
Dengan sanad pula, muncul kesadaran dari umat Islam akan kedudukan
ditetapkan dengan jalur-jalur kritik dan tahqiq (analisis) yang demikian detil, yang
Untuk memenuhi hal itu kemudian para ulama hadits mengarang kitab
yang membahas tentang al-jarh wa al-ta‟dil serta biografi para perawi. Mereka
periwayatan dan keadaan para perawi hadits yang akan menentukan jalur
periwayatannya.
Meski kaum muslimin sepakat bahwa sanad itu penting, namun diantara
ini muncul akibat pergolakan politik di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada
14
Muslim Ibnu al-Hajaj, al-Musnad al-Shahih al-Muhtashar… juz I, hal.15
9
masa itu umat Islam terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Khowarij, Syiah dan
Adapun Syiah adalah golongan umat Islam yang sangat mencintai Ali bin
mayoritas umat islam yang tidak mengikuti pendirian Khowarij dan Syiah.15
Perpecahan yang bersifat politis ini membawa pengaruh yang tidak kecil
Muawiyah dan sahabat lain yang mendukung pendirian salah satu di antara
mereka. Demikian pula golongan Syiah tidak mau menerima hadits-hadits yang
Ahlussunnah atau Sunni sebagai mayoritas umat Islam menerima setiap hadits
shahih yang diriwayatkan oleh rawi yang kepercayaan dan jujur dengan tidak
15
Abdul Wahhab Khollaf, Khulasoh Tarikh Tasyri' Islam, (Dar al-Qolam, Kuwait, tth), hal. 46-47
16
Ibid hal. 48
10
Karena perbedaan itulah akhirnya kelompok-kelompok tersebut memilih
baik. Demikian juga kaum Syiah masih menyimpan kitab hadits yang sampai
Syi‟ah, dalam kajian ini adalah sekte Imamiyyah atau Itsna „Asyariyah
hadits Syiah ini menarik untuk diteliti dalam sebuah kajian komparasi dengan
kitab hadits Sunni. Dengan membandingkan keduanya, akan diketahui mana yang
17
Rafidhah, diambil dari kata yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna, meninggalkan (al-Qamus al-
Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah
(kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar, berlepas diri dari keduanya, dan mencela mereka. (Badzlul Majhud fi
Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah al-Jumaili) Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: „Mereka adalah
orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.” (Ash-Sharimul Maslul „Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya
Ibnu Taimiyyah). Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu
Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121
H. (Badzlul Majhud, 1/86). Asy-Syaikh Abul Hasan al-Asy‟ari berkata: “Zaid bin Ali adalah seorang yang
melebihkan „Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan Umar, dan
memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di
tengah-tengah para pengikut yang membai‟atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu
Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya.
Maka ia katakan kepada mereka:“Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka
dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin,
1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu‟ Fatawa (13/36).
Rafidhah pasti Syi‟ah, sedangkan Syi‟ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi‟ah membenci Abu
Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi‟ah Zaidiyyah.
18
Itsna „asyariyah sebuah term dalam bahasa Arab berarti angka dua belas yang diambil dari jumlah Imam
yang diyakini sebagai kuantitas kepemimpinan yang mutlak. Walaupun terdapat perbedaan pendapat namun
mereka sepakat bahwa akan muncul Imam yang ke-dua belas sebagai Imam “al Muntadzar”. Kelompok ini
merupakan Syi‟ah terbesar saat ini. Ia merupakan pecahan dari Syi‟ah Imamiyah. (Lihat Muhammad bin
Abdul Karim al-Syahrastani, al- Milal wa an-Nihal, hal.161)
11
memilih jalur periwayatan kitab hadits Syiah ini sebagai objek kajian penelitian
3. Sebagai salah satu firqah yang masih eksis sampai sekarang, Syiah Itsna
Kitab ini di satu sisi dianggap sebagai alternatif oleh kalangan tertentu di dunia
Islam, terutama penganut dan pengagum Syiah, tetapi di sisi lain cukup
hadits yang berbeda dengan mayoritas kaum Muslimin. Ini tentu saja tidak
12
Perbedaan ini tidak pelak memunculkan perbedaan dengan Sunni dalam persoalan
periwayatan sendiri sehingga kitab rijalnya juga berbeda dengan Sunni. Perbedaan
B. Definisi Operasional
dalam penelitian ini perlu ditegaskan beberapa definisi kunci sebagai berikut:
1. Hadits
Dari segi bahasa memiliki arti yang baru. Ia merupakan kata jama‟ yang
dibuat dengan tidak mengikut kaedah qias. Dari segi istilah mempunyai
pengertian setiap perkara yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik dalam
Dari segi bahasa, sanad mempunyai arti yang dipegang. Dinamakan begitu
karena hadis itu disandarkan kepada al-Sanad dan berpegang kepadanya. Sedang
dari segi istilah, sanad memiliki pengertian urutan jalur perawi-perawi sehingga
19
Luthfullah al-Shafi, Awa‟il al-Maqalat fi al-Madzahib al-Mukhtarat:. (al-Mathba‟ah al-„Ilmiyyah Qum.
cet.1, 1398 H), hal. 142.
20
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadits, hal. 14
13
sampai kepada matan.21 Maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai
menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits)
dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam yakni
4. Syiah
Secara etimologi, kata Syiah dalam bahasa Arab berarti pengikut atau
Terminologi Syiah dalam Islam berupa firqah atau golongan yang tidak
terlepas dari dimensi kesejarahan Islam. Ia merupakan istilah untuk para pecinta
dan pengikut sahabat dan kerabat Rasul SAW yaitu Ali r.a. yang kemudian ber-
kelompok besar yang selanjutnya dari kelompok ini muncul lagi kelompok-
21
Ibid. hal. 15
22
Ibid. hal. 15
14
Munculnya berbagai kelompok ini karena diantara mereka terjadi
perbedaan pendapat dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Imam setelah
pelayan Ali, Mukhtar bin Abi „Ubaid yang juga dipanggil Kaisan. Mereka
Selain itu ada Syiah Zaidiyah yang disebut juga Syi‟ah Tafdhil yang
keyakinan konsepsi Imamahnya tidak mutlak akan tetapi hanya atas dasar
Ada juga Syiah Isma‟iliyah yang meyakini Isma‟il putra Ja‟far sebagai
Sedang yang paling besar yaitu Syiah Imamiyah atau lebih dikenal Itsna
„Asyariyah, yang berkeyakinan bahwa Ali secara nash dinyatakan mutlak sebagai
Dalam hal ini Ibnu Hazm berpendapat, siapa saja yang berkeyakinan
bahwa orang yang paling utama adalah Sayyidan Ali, dan hanya beliau dan
keturunannya saja yang lebih berhak menjadi pemimpin umat Islam (Imamah),
Kaum Syiah Istna „Asyariyah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah Imam dan khalifah yang ditetapkan melalui nash (wahyu) dan wasiat dari
23
Muhammad bin Abdul Karim al-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, Tahqiq oleh Muhammad Sayid Kilani,
(Dar al-Makrifah, Beirut, Libanon, cet.3, 1404 H), hal.146
24
Abu Muhammad Ali Ibnu Muhammad ibnu Said Ibnu Hazm al-Andalusi, al-Fashl fi al-Mihal wa an-Nihal,
(Dar al-Jail, Beirut, Libanon tth). juz II hal.107.
15
berkeyakinan bahwa Imamah (kepemimpinan) tidak boleh keluar dari keturunan
Ali. Apabila Imamah ternyata bukan dari keturunan Ali, berarti ada kezaliman
dari pihak lain, atau Imam yang berhak sedang menerapkan konsep taqiyah.25
kepemimpinan khalifah sebelum Imam Ali. Hal ini dinyatakan oleh al-Mufid,
seorang tokoh Syi‟ah Itsna „Asyariyah abad ke 5 H (w. 413 H/1022 M) bahwa
pengikut Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) atas dasar mencintai dan
orang lain seperti Abu Bakar dan lainnya). Tidak mengakui keimamahan Imamah
orang sebelumnya (Ali) sebagai pewaris kedudukan khalifah dan hanya meyakini
Ali sebagai pemimpin, bukan mengikuti salah satu dari orang-orang sebelumnya
Dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada Syiah Imamiyah atau Itsna
C. Rumusan Masalah
sendiri?
25
al-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, hal.145
26
Muhammad ibnu Muhammad al-Nukman Ibnu al-Maklam al-Mufid, Awa‟il al-Maqalat, Tahqiq Oleh
Syaikh Ibrahim al-Anshori, (Dar al-Mufid li al-Thobaah wa an-Nasri wa Tauzih, Beirut, Libanon, 1414
H/1993 M), hal. 35
16
3. Bagaimanakah pandangan jumhur ahli hadits terhadap metodologi
periwayatan Syiah?
D. Tujuan Penelitian
Syiah.
E. Manfaat Penelitian
praktis, yaitu:
hadits Syiah, agar pembaca bisa memberikan apresiasi secara tepat dan adil
17
5. Secara khusus penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan wawasan
F. Kajian Terdahulu
Dalam hal ini penulis membuat deskripsi tentang bahan yaang dihasilkan
peneliti sebelumnya; bisa dalam bentuk laporan penelitian, artikel di jurnal dan
koran atau majalah, atau laporan dalam berbagai situs di internet. Kemudian
antaranya:
Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia. Dalam makalah ini
bahkan justru „terlambat‟ untuk menyadari hal itu. Bahkan, -seperti diakui oleh
ulama mereka sendiri- perhatian terhadap sanad itu muncul bukan karena
27
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam (Istiqamah Mulia Press, Jakarta, 2006 M),hal.
56.
18
memang hal itu penting, akan tetapi sekedar untuk memunculkan „pembelaan‟
di hadapan Ahlusunnah.
penulis buku Sidogiri. Dalam buku tersebut ada satu bab yang secara ringkas
Sunni.
Malaysia. Buku ini mengupas perbandingan antara Ulumul Hadist Sunni dan
G. Hipotesis
dengan Sunni. Ini karena Syiah memiliki definisi sendiri tentang hadits.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
19
Dalam mengkaji metodologi periwayatan hadits Syiah dalam
meliputi langkah-langkah:
telah disusun.
yang relevan.
2. Desain penelitian
20
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data
Sebagai sumber utama penulis memilih kitab hadits al-Kafi karya al-
c. Karya-karya tulis dari peneliti dan penulis lain mengenai topik yang
diteliti.
data primer.
hadits Syiah atau mengenai topik yang diteliti sebagai data sekunder
21
Beberapa teknik yang digunakan dalam analisis data dapat dipilih
a. Interpretasi
yang benar terhadap fakta, data, dan gejala. Interpretasi dapat dilakukan
dengan langkah-langkah:
3) Menjernihkan pengertian28
c. Koherensi internal
maka seluruh konsep yang dipakai oleh ulama Syiah mengenai masalah
28
Ibid hal. 59-61.
29
Ibid., hal.61-62.
22
tersebut dilihat menurut keselarasannya satu dengan yang lain. Selain itu
ditetapkan pula inti pikirannya yang paling mendasar dan topik-topik yang
substansial.30
d. Holistika
e. Kesinambungan historis
termasuk perubahan yang terjadi (bila ada). Untuk melihat latar belakang
30
Ibid., hal. 62-63.
31
Ibid., hal. 63.
23
eksternal, diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami tokoh, dari segi
f. Heuristika
dan pemahaman yang sesuai dengan cara berpikir yang aktual dan dapat
analogi dengan term-term yang digunakan tokoh lain untuk maksud yang
sama.34
I. Sistematika Pembahasan
penelitian
32
Ibid., hal. 63-64.
33
Ibid., hal. 64.
34
Ibid., hal. 64-65.
24
3. Bab III membahas metodologi periwayatan hadits Syiah.
25