Permasalahan keluarga merupakan fenomena gunung es yakni
permasalahan yang dapat diketahui hanya sebagian kecil dari ribuan permasalahan yang ada. Data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar perceraian terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga seperti pada tahun 2011 terdapat 285.184 kasus dan tahun 2012 sebanyak 272.794 kasus. Selanjutnya, data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2014 sebesar 7,9 juta (11,69% dari 67,9 juta) kepala keluarga di Indonesia adalah perempuan.
Selain itu, hasil survei prevalensi Kekerasan Terhadap Anak yang
dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) pada tahun 2013 menunjukkan 38,62% anak laki-laki dan 20,48% anak perempuan pada kelompok umur 13-17 tahun pernah mengalami tindak kekerasan dalam satu tahun terakhir. Adapun pelaku kekerasan terhadap anak merupakan orang-orang yang dekat dengan anak seperti orangtua kandung, ayah/ibu tiri, kerabat, guru, dan teman sehingga hal tersebut tentu berdampak buruk terhadap pengasuhan anak. Karena itu, diperlukan upaya untuk menyatukan tanggungjawab orangtua dan kewajiban negara untuk membantu mengatasi permasalahan keluarga, salah satunya dengan membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang berfungsi sebagai layanan satu pintu keluarga (one stop services) berbasis hak anak. PUSPAGA merupakan salah satu dari layanan pengasuhan alternatif berbasis hak anak. Hak anak yang wajib dilindungi negara antara lain hak sipil dan kebebasan berpendapat, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif yang aman, kesehatan dan kesejahteraan dasar, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya.
Dalam 9 (sembilan) butir Nawacita yang merupakan Visi Pemerintahan
Presiden Joko Widodo diantaranya adalah “Menghadirkan negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara”. Butir Nawacita tersebut dijabarkan dalam beberapa program diantaranya adalah melindungi anak, perempuan dan kelompok masyarakat marjinal dan butir “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. Kedua butir Nawacita tersebut menuntut dan memberi acuan adanya kewajiban negara untuk membantu meningkatkan kehidupan keluarga yang berkualitas, membantu menguatkan kualitas keluarga dalam bentuk program pendidikan/pengasuhan, keterampilan menjadi orangtua, keterampilan melindungi anak, kemampuan meningkatkan partisipasi anak dalam keluarga maupun penyelenggaraan program konseling bagi anak dan keluarga.
Pembentukan PUSPAGA sebagai unit layanan merupakan mandat Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan urusan wajib dengan pelayanan non dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 yang meliputi sub urusan pemenuhan hak anak. Selain itu, juga disebutkan dalam lampiran pembagian urusan kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten atau Kota untuk melakukan penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan peningkatan kualitas hidup anak. Oleh karena itu, Kabupaten Cirebon membentuk PUSPAGA sebagai perwujudan wilayah Layak Anak. Adapun yang menjadi sasaran PUSPAGA Cirebon adalah anak, orangtua, wali, calon orangtua (remaja-dewasa), dan orang yang bertanggungjawab terhadap pengasuhan anak yang ada di kabupaten Cirebon.
PUSPAGA memberikan layanan secara gratis sehingga dapat membantu
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengasuh dan melindungi anak serta terciptanya rujukan pengasuhan, pendidikan, kesehatan, perlindungan bagi anak dan orangtua atau keluarga untuk menunjang tumbuh kembang anak secara optimal. PENYULUHAN HUMAN TRAFFICKING DESA CENGKUANG
Penyuluhan dilaksanakan di ruang pertemuan kantor kepala desa dan
dihadiri kepala camat Palimanan, Kepala Desa Cengkuang, dan beberapa dari masyarakat desa Cengkuang. Sasaran penyuluhan ini adalah masyarakat desa cengkuang. Human Trafficking (perdagangan manusia) sendiri adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Dalam alamat yang sama menyatakan bahwa aktivitas transaksi meliputi perekrutan, pengiriman, pemindah-tanganan, penampungan atau penerimaan orang yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentukbentuk pemaksaan lainya. Bentukbentuk ancaman atau pemaksaan lainnya, yakni penculikan, muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi ini meliputi setidak-tidaknya pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain atau lainnya seperti kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktikpraktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Penyuluhan human trafficking di desa Cengkuang diharapkan masyarakat sadar akan bahaya human trafficking sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan dapat menambah wawasan tentang bahaya human trafficking