STATUS PASIEN
1. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : Karangsari, Waled, Cirebon
Tanggal masuk : 4 Maret 2020
Jam Masuk : 9.20 WIB
2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Kejang
b. Riwayat penyakit sekarang:
Seorang perempuan, berusia 22 tahun dengan P1A0 post SC
5 hari datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 4
Maret 2020 pukul 9.20 WIB. Pasien dibawa ke RS atas rujukan
dari Puskesmas Cibogo. Pasien datang dengan keluhan kejang.
Kejang sudah dialami pasien sebanyak 3 kali dengan durasi
kejang 1-2 menit. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri.
Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala dan pandangan
terasa kabur sejak 1 hari SMRS.
Di Puskesmas Cibogo pasien telah diperiksa tekanan
darahnya yaitu 190/100 mmHg. Di Puskesmas Cibogo juga telah
diberikan protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara bolus
(10 cc MgSO4 dilarutkan dengan 10 cc Aquabidest), terpasang
infus RL dan terpasang folley catheter urine.
c. Riwayat penyakit dahulu ibu
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Tekanan darah
tinggi diketahui pasien ketika sedang kontrol kehamilan di bidan
pada tgl 26 februari 2020 dengan usia kehamilan 27 minggu.
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
e. Riwayat operasi
Pasien pernah melakukan operasi sectio caesaria tanggal
28 Februari 2020 di RSUD Waled dengan indikasi bayi besar,
hipertensi dan oligohidramnion.
f. Riwayat menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus haid : Teratur
- Panjang siklus : 28 hari
- Lama Haid : 5-6 hari
- Disminorhea : Tidak ada
- Banyak : 1-2 pembalut
g. Riwayat obstetri
- Riwayat paritas : 1 kali, hidup
- Riwayat Abortus : disangkal
- Riwayat Infeksi Nifas : disangkal
- Riwayat Penyulit Kehamilan : disangkal
h. Riwayat pernikahan
Pasien mengaku menikah pada usia 20 tahun, lama perkawinan
1,5 tahun dan merupakan pernikahan yang pertama
i. Riwayat kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun.
j. Riwayat ginekologi
Riwayat penyakit kanker, kista ovarium, mioma uteri,
perdarahan pervaginam diluar menstruasi disangkal pasien.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran : E2M3V2
c. Vital sign :
i. Tekanan darah : 180/100 mmHg
ii. Nadi : 116x/menit
iii. Respirasi : 22 x/menit
iv. Suhu : 37,6 °C
d. Berat badan : 50 kg
e. Tinggi badan : 148 cm
f. Status generalis :
- Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam dan
tidak mudah rontok
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Hidung : Deviasi (-), sekret (-), darah (-)
- Telinga : Darah (-), sekret (-)
- Mulut : Sianosis bibir (-), gusi berdarah (-), karies
gigi (-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-),
peningkatan JVP (-)
- Thoraks
Inspeksi : Datar, simetris, retraksi ICS (-), otot bantu
pernapasan (-), ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil (+)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas kanan
jantung di ICS II linea parasternalis dextra,
batas pinggang jantung di ICS III linea
parasternalis sinistra, apeks jantung di ICS IV
linea axilaris anterior
- Auskultasi
Cor : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, tampak luka post
operasi tertutup verban (+), bising usus (+), nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Refleks patella (+/+), Edema pada ektremitas
bawah dextra et sinistra
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 4 Maret 2020
5. RESUME
Seorang perempuan, berusia 22 tahun dengan P1A0 post SC 5
hari datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 4 Maret
2020 pukul 9.20 WIB rujukan dari Puskesmas Cibogo dengan
keluhan kejang kurang lebih 1-2 menit. Setelah kejang pasien tidak
sadarkan diri. Sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala dan
pandangan kabur sejak 1 hari SMRS.
Di puskesmas Cibogo, telah dilakukan pemeriksaan tekanan
darah pasien dengan hasil 190/100 mmHg. Di Puskesmas Cibogo
telah diberikan protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara
bolus (10 cc MgSO4 dilarutkan dengan 10 cc Aquabidest), terpasang
infus RL dan terpasang folley catheter urine.
Riwayat hipertensi diketahui pasien ketika sedang kontrol
kehamilan di bidan pada tgl 26 februari 2020. Pasien pernah
melakukan operasi sectio caesaria tanggal 28 Februari 2020 di
RSUD Waled dengan indikasi bayi besar, hipertensi dan
oligohidramnion.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit berat,
kesadaran sopor, tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 116x/menit,
respirasi 22 x/menit, suhu 37,6 °C, berat badan 50kg, Tinggi
badan148 cm. Status generalis dalam batas normal. Edem pada
ekstremitas bawah dextra et sinistra. Pada hasil pemeriksaan
penunjang, protein urine dipstick +++.
6. DIAGNOSIS
Ny. E usia 22 tahun P1A0 partus maturus SC 5 hari dengan eklamsia
7. PENATALAKSANAAN
a) Umum :
Oksigenasi NRM 6 lpm
Observasi KU dan TTV
Pantau urine output
Rawat ICU
Konsul dokter Sp.OG
b) Khusus :
Infus
Loading 4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%) dilarutkan ke
dalam 100cc ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit
Lanjutkan maintenance dose dengan MgSO4
10 gram MgSO4 dalam 500cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1-2 gram/jam (20 tetes permenit)
Cefotaxim 2x1
Bila kejang bolus MgSO4 2 gr
Hydralazine 5 mg IV selama 3-10 menit
Konsul Sp.PD
Konsul Sp.S
8. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia
- Ad functionam : Dubia
- Ad Sanationam : Dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Preeklampsi
2.2.1 Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut
tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.2
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstick > positif 1 (+1)
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala
dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio kanan
atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity
(ARDV).2,3
2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2%
dan 10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia
merupakan penanda awal dari kejadian eklampsia, dan
diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara
berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara
berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah
sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran.
Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi
secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1
kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-
eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti
Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8%
sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2%
sampai 16,7% dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh
ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih
tinggi dari pada ibu multipara.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-
10%, ini merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil,
sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah
akibat perdarahan.3
2.2.3 Etiologi
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa
penyakit hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada
perempuan yang :2,4
1. Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya
2. Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti
pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa
3. Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular
4. Secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi dalam
kehamilan.
Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup :1,2
1. Implantasi Plasenta Disertai Invasi Trofoblastik Abnormal
pada Pembuluh darah Uterus
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami
remodelling ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas
endovaskular. Sel-sel ini menggantikan lapisan otot dan
endotel untuk memperlebar diameter pembuluh darah. Vena-
vena hanya diinvasi secara superfisial. Namun,pada
preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplet.
Bila terjadi invasi yang dangkal seperti ini, pembuluh desidua,
dan bukan pembuluh myometrium, akan dilapisi oleh trofoblas
endovaskular. Selain itu, semakin banyak jumlah trofoblast
semakin besar kemungkinan terjadinya preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Mola hidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Aktivasi Sel Endotel
Telah diajukan suatu teori bahwa disfungsi sel endotel
disebabkan oleh keadaan leukosit teraktivasi dalam sirkulasi
ibu. Secara singkat, sitokin seperti faktor nekrosis tumor (TNF-
α) dan interleukin (IL) mungkin berperan dalam timbulnya
stress oksidatif terkait preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai
dengan terdapatnya oksigen reaktif dan radikal bebas yang
menyebabkan terbentuknya peroksida lipid. Hal ini kemudian
akan membentuk radikal yang amat toksik yang akan
mencederai sel endotel, mengubah produksi nitrat oksida, dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lain stres
oksidatif mencakup produksi sel busa makrofag yang penuh
lipid yang tampak aterosis. Sehingga, menyebabkan lumen
arteriola sprilaris terlalu sempit sehingga akan mengganggu
aliran darah plasenta, aktivasi mikrovaskular, yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan
permeabilitas kapiler yang ditandai dengan edema dan
proteinuria.
3. Toleransi Imunologis yang Bersifat maladaptif diantara
Jaringan Maternal, Paternal (plasental), dan Fetal
Terdapat pula data empiris yang menunjukan kemungkinan
gangguan yang diperantai system imun pada preeklampsia.
Misalnya, risiko preeklampsia meningkat secara nyata pada
kondisi terganggunya pembentukan antibodi penyekat situs
antigenik plasenta (blocking antibodies). Pada kondisi ini,
kehamilan pertama akan memiliki risiko yang lebih tinggi.8,10
Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk mengalami
komplikasi preeklampsia, trofoblas ekstravilus
mengekspresikan antigen leukosit manusia (HLA-G) yang
bersifat imunosupresif dalam jumlah yang berkurang. Ekspresi
yang rendah ini mungkin berperan dalam kecacatan
vaskularisasi plasenta.
Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T-penolong
(Th). Sel-sel Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan sel Th1
merangsang sekresi sitokin peradangan yang merupakan salah
satu faktor penyebab jejas endotel.
4. Faktor – Faktor Genetik
Preeklampsia merupakan kelainan multifaktorial dan
poligenik. Oleh sebab itu, tidak ada satupun kandidat gen
tunggal yang bertanggung jawab terhadap kejadiannya. Sudah
ditemukan lebih dari 70 kandidat gen yang terkait
preeklampsia, tetapi hanya 7 gen yang paling banyak diteliti,
yaitu gen MTHFR FS (Leiden), AGT (M235T), HLA, NOS3
(Glu 298 Asp), F2 (G20210A) dan ACE. Variasi genetic
lainnya, termasuk faktor lingkungan dan epigenetik juga sangat
berpengaruh terhadap ekspresi genotype dan fenotipe sindrom
preeklampsia.
5. Ketidakseimbangan Protein Angiogenik dan Antiangiogenik
Pembentukan vaskularisasi plasenta sudah tampak sejak 21
hari pasca konsepsi. Terdapat daftar yang terus bertambah
mengenai substansi proangiogenik dan antiangiogenik yang
terlibat dalam perkembangan substansi plasenta. Kelompok
faktor pertumbuhan endotel plasenta (VEGF) merupakan yang
paling banyak yang diteliti.
Istilah ketidakseimbangan angiogenik digunakan untuk
menggambarkan jumlah berlebihan faktor antiangiogenik yang
diduga dirangsang oleh hipoksia yang memburuk pada
permukaan kontak uteroplasenta. Jaringan trofoblastik
perempuan yang ditakdirkan untuk mengalami preeklampsia
menghasilkan sedikitnya dua peptida antiangiogenik secara
berlebihan, yang selanjutnya memasuki sirkulasi maternal
yaitu :
1) Soluble Fms-like-tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan
varian reseptor Flt-1 untuk faktor pertumbuhan plasenta
(PIGF) dan faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF). Peningkatan kadar sFlt-1 pada sirkulasi ibu
akan menginaktifkan dan menurunkan kadar PIGF dan
VEGF bebas dalam sirkulasi sehingga terjadi disfungsi
endotel.
2) Soluble endoglin (sEng) akan menyebabkan penurunan
vasodilatasi yang bergantung nitrat oksida endotelial.
2.2.4 Patogenesis
Meskipun penyebab preeklampsia belum diketahui, hampir
semua ahli sepakat bahwa vasospasme merupakan awal
preeklampsia. Vasospasme dapat merupakan akibat kegagalan invasi
trofolas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi
imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyeabkan
kerusakan atau jejas endotel, yang kemudian akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara vasokonstriktor (endotelin, tromboksan,
dan angiotensin) dan vasodilator (nitrit oksida dan protaksiklin) serta
gangguan sistem pembekuan darah.1,2,4
Ness dan Roberts (1996) serta Redman dkk (2008)
memperkenalkan teori 2 tahap untuk menjelaskan etiopatogenesis
preeklampsia
a) Tahap 1 disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan
oleh kegagalan invasi trofolas sehingga terjadi gangguan
remodelling arteri spiralis atau arteri uterina yang
menyebabkan vasospasme dan hipoksia
b) Tahap 2 disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh
stres oksidatif dan pelepasan faktor plasenta kedalam
sirkulasi darah ibu yang mencetuskan respons inflamasi
sistemik dan aktivasi endotel.
Disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan zat
vasokonstriktor, penurunan zat vasodilator, peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan sistem pembekuan darah yang
merupakan stadium klinik sindrom preeklampsia. Tahap 2 sangat
dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti penyakit jantung atau
ginjal, DM, kegemukan atau penyakit keturunan.
Teori ini dapat menjelaskasn patogenesis penderita preeklampsia
awitan dini. Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan berbagai
macam di dalam berbagai organ atau sistem antara lain :
1) Kardiovaskular :
a) Hipertensi
b) Penurunan curah jantung
c) Trombositopenia
d) Gangguan pembekuan darah
e) Perdarahan
f) DIC (Disseminated intravascular coagulation)
g) Pengurangan volume plasma
h) Peningkatan permeabilitas pemuluh darah
i) Edema
j) Nekrosis.
2) Plasenta :
a) Hambatan pertumbuhan janin
b) Gawat janin
c) Solusio plasenta.
3) Ginjal
a) Endoteliosis kapiler ginjal
b) Penurunan bersihan asam urat
c) Penurunan laju filtrasi glomerulus.
d) Oliguria
e) Proteinuria
f) Gagal ginjal
4) Otak
a) Hipoksia
b) Kejang
c) Gangguan pembuluh darah otak.
5) Hepar :
a) Gangguan fungsi hati
b) Peningkatan kadar enzim hepar
c) Edema
d) Regangan kapsula di hepar
e) Perdarahan.
6) Mata
a) Edema papil
b) Iskemia
c) Perdarahan
d) Ablasio retina.
7) Paru-paru :
a) Edema
b) Iskemia
c) Nekrosis
d) Gangguan pernapasan hingga apneu.
2.2.6 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa1,8
a. Infus larutan ringer laktat
b. Pemberian obat :
Pemberian melalui intravena secara kontinyu
1) MgSO4
a) Dosis awal: 4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%)
dilarutkan ke
dalam 100cc ringer laktat, diberikan selama 15-
20 menit.
b) Dosis pemeliharaan: 10gram dalam 500cc cairan
RL, diberikan
dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per
menit)
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium
glukonas 10% (1gram dalam 10cc) diberikan i.v
dalam waktu 3-5 menit
b) Refleks patella (+) kuat
c) Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit
d) Produksi urin ≥ 30cc dalam 1 jam sebelumnya.
MgSO4 dihentikan apabila :
a) Adanya tanda-tanda intoksikasi
b) Setelah 24 jam pascasalin
c) Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan
tekanan darah.
2) Antihipertensi :
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
a) Nifedipin
Nifedipin merupakan salah satu calcium
channel blocker yang sudah digunakan sejak
dekade terakhir untuk mencegah persalinan
preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.
Regimen yang direkomendasikan adalah 10
mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit.
Selanjutnya diberikan dosis rumatan 3x10mg
dengan dosis maksimum 30 mg.
b) Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja
di sistem saraf pusat, adalah obat antihipertensi
yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-
500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan
dosis maksimum 3 g per hari. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500
mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam
untuk krisis hipertensi.
c) Nikardipine
Diberikan apabila tekanan darah ≥ 180/110
mmHg atau hipertensi emergensi dengan dosis 1
ampul 10 mg dalam larutan 50cc per jam atau 2
ampul 10 mg dalam larutan 100cc tetes per
menit mikro drip.
2. Manajemen Konservatif1,3
a) Indikasi manajemen konservatif
Kehamilan preterm (<34 minggu) tanpa disertai tanda-
tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b) Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara
aktif. Hanya dosis awal MgSO4 diberikan i.m saja yaitu
MgSO4 40% 8gram i.m. Atau bila menggunakan cara
intravena secara kontinyu diberikan dosis pemeliharaan
yaitu, 10gram dalam 500cc cairan RL diberikan dengan
kecepatan 1-2gram/jam (20-30 tetes per menit). Pemberian
MgSO4 dihentikan apabila sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c) Pengelolaan obstetrik
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan
NST dan USG untuk memantau kesejahteraan janin.
Apabila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal
dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan
pengelolaan aktif: konsultasi dengan disiplin ilmu terkait
(Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Syaraf, dan
Departemen Mata).
3. Pengelolaan Aktif1
a) Indikasi
Apabila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini :
1) Ibu :
Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid
selama 2 hari telah diberikan, dan memberi tahu
bagian perinatogi sebelum pengakhiran
kehamilan)
Adanya gejala impending eklampsia
Gagal perawatan konservatif.
2) Janin :
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya tanda-tanda IUGR.
3) Laboratorik :
Adanya HELLP Syndrome.
b) Pengelolaan Obstetri
1) Belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan apabila bishop score
≥ 6. Bila perlu dilakukan pematangan serviks
dengan misoprostol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila
tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan
harus disusul dengan seksio sesarea.
b. Indikasi dilakukan seksio sesarea yaitu :
Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
Terdapat kontraindikasi persalinan
pervaginam
Induksi persalinan gagal
Kelainan letak
Apabila umur kehamilan <34 minggu.
2) Sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan normal diikuti dengan
partograph WHO
b. Kala II diselesaikan dengan partus buatan.
Amniotomy dan tetes oksitosin dilakukan
sekurang-kurangnya 15 menit setelah pengobatan
medisinal.
c. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat
kegawatan ibu dan gawat janin
d. Bila bishop score ≤6 direkomendasikan tindakan
seksio sesarea.
3) Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).
DAFTAR PUSTAKA