Anda di halaman 1dari 10

1.

METABOLISME BILIRUBIN
Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari
pada sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel
darah merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim
heme oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut
dalam air. Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu
gram hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme
ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin
dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati. Bilirubin indirek diambil
dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan
ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan
disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang
pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel
usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan
melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh β-
glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek
akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin
ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatik.

Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama


kehidupannya berkaitan dengan:
(1) meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis)
(2) kurangnya albumin sebagai alat pengangkut
(3) penurunan uptake oleh hati,
(4) penurunan konjugasi bilirubin oleh hati,
(5) penurunan ekskresi bilirubin, dan
(6) peningkatan sirkulasi enterohepatik
2. Bagaimana perbedaan breast milk joundice dengan breastfeeding joundice
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI. Keberhasilan
proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada proses
menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering
memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat
terjadi gangguan menghisap. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi
tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan umpan
balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu dapat
terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular (jaringan
kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti reduksi), dan
yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak efektif).

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa


breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat
dilihat pada Tabel 1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan
asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.
Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air
putih atau air gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi
yang dapat mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang
cukup dapat mengatasi BFJ. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya
untuk menyusu. Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus
menerus. ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih


meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada
hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan
penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian
ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam
mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya).
Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab
terjadinya BMJ. Breastmilk jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme
progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu tertentu.
Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati
oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga
menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan
aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI,
(2) terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3)
defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

PEDOMAN TERAPI SINAR PADA BREASTFEEDING JAUNDICE DAN


BREASTMILK JAUNDICE

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk
tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi
sinar pada bayi usia gestasi ‰¥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi
cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian
ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali
dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu
formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi
pada bayi cukup bulan sehat.

Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi
dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara.
Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek
yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI
dilanjutkan sampai 18-24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin setiap 6 jam.
Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam,
maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil
mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk
sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.
Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama
dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan
jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI
sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula
dan formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta
frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu
melakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan
pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu
melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan komponen
ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin
meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau
(panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur
pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan
ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan
radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi
tersebut.

Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan.
Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi
terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point
dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir
(umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L) maka terapi sinar dapat
dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 - 14 mg/dL (239 μmol/L). Untuk bayi
dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini
dan dipulangkan sebelum bayi berusia 3-4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan
ulang bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk
kedua kali dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi
kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan
berdasarkan indikasi klinis.

Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap
bayi baru lahir cukup bulan dengan BST ‰¥ 12 mg/dL atau bayi prematur dengan
BST ‰¥ 10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau
transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach
merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka
penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan
diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat
dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis. Terapi sinar dapat dilakukan bila
ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas kadar bilirubin untuk
melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut (< 12 mg/dL).
Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan
dapat berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika
kadar bilirubin mencapai > 12 mg/dL.
3.

4. Jelaskan HBA1C?
a. What?
Hemoglobin A1c atau HbA1c adalah komponen minor dari hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa
b. How?
Hubungan langsung antara HbA1c dan rata-rata glukosa darah terjadi karena
eritrosit terus menerus terglikasi selama 120 hari masa hidupnya dan laju
pembentukan glikohemoglobin setara dengan konsentrasi glukosa darah, oleh
sebab itu pengukuran HbA1c penting untuk kontrol jangka panjang status
glikemi pada pasien diabetes.
c. Where?
Umumnya, pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh para diabetisi
(penderita diabetes). Keunggulan HbA1c adalah dapat memberikan
gambaran gula darah rata-rata selama 3 bulan terakhir, sehingga lebih
objektif dibandingkan pemeriksaan gula darah puasa (GDP) atau gula darah
2 jam setelah makan (GD2PP) yang hanya menggambarkan kadar gula
beberapa waktu sebelum pemeriksaan dilakukan. Target HbA1c yang baik
adalah kurang dari 6,5%. Sayangnya, tidak setiap fasilitas kesehatan
menyediakan pemeriksaan ini. Biasanya pemeriksaan HbA1c dilakukan di
rumah sakit atau laboratorium besar. 
d. When?
Setiap tiga bulan sekali.
e. Whay?
Untuk melihat mengobservasi atau memantau pengobatan DM selama tiga
bulan.
f. Who
DM tipe 1 dan 2
5. Mantoux test
a. What?
Uji tuberkulin merupakan salah satu dasar kenyataan bahwa infeksi oleh M.tb
akan menyebabkan reaksi delayed-type hypersensitivity terhadap komponen
antigen yang berasal dari ekstrak M.tb atau tuberkulin.
b. How?
Reaksi uji tuberkulin yang dilakukan secara intradermal akan menghasilkan
hipersensitiviti tipe IV atau delayed-type hypersensitivity (DTH). Masuknya
protein TB saat injeksi akan menyebabkan sel T tersensitisasi dan
menggerakkan limfosit ke tempat suntikan. Limfosit akan merangsang
terbentuknya indurasi dan vasodilatasi lokal, edema, deposit fibrin dan
penarikan sel inflamasi ke tempat suntikan seperti tampak pada gambar 2.

Cara Pemberian dan Pembacaan


Uji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal
(dengan metode Mantoux) di volar / permukaan belakang lengan bawah.10
Injeksi tuberkulin menggunakan jarum gauge 27 dan spuit tuberkulin, saat
melakukan injeksi harus membentuk sudut 30° antara kulit dan jarum.
Penyuntikan dianggap berhasil jika pada saat menyuntikkan didapatkan
indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah
suntikan. Hasil uji tuberkulin dicatat sebagai diameter indurasi bukan
kemerahan dengan cara palpasi. Standarisasi digunakan diameter indurasi
diukur secara transversal dari panjang axis lengan bawah dicatat dalam
milimeter.
aktivitas uji tuberkulin ini dapat mengekskresikan 0.1 mg/0.1 ml PPD-
S. Dosis lain yang pernah dilaporkan adalah dosis 1 dan 250 TU, tetapi dosis
ini tidak digunakan karena akan menghasilkan reaksi yang kecil dan
membutuhkan dosis yang besar. PPD jika diencerkan dapat diabsorsi oleh
gelas dan plastik dalam jumlah yang bervariasi, sehingga untuk
menghindarinya didalam sediaan PPD ditambah dengan Tween 80 untuk
menghindari sediaan tersebut terabsorbsi.2,3 Standart tuberkulin ada 2 yaitu
PPD-S dan PPD RT 23, dibuat oleh Biological Standards Staten, Serum
Institute, Copenhagen, Denmark. Dosis standart 5 TU PPD-S sama dengan
dosis 1 / 2 TU PPD RT 23.4 WHO merekomendasikan penggunaan 1 TU PPD
RT 23 Tween 80 untuk penegakan diagnosis TB guna memisahkan terinfeksi
TB dengan sakit TB

c. When?
Ketika pasien terdapat tanda khas TB dan tidak ada tes TCM dan sputum
tidak ada atau tidak tersedia maka disarankan test Sputum.
d. Where?
Pemeriksaan mantoux test dapat dilakukan di Rumah sakit dan di Puskesmas

e. Who?
Pada pasien yang memiliki gejala khas TB
f. Whay?
Pada pasien ini juga didapatkan test mantoux negatif, hal ini dikarenakan
tubuh pasien mengalami kondisi anergi yaitu keadaan penekanan sistem
imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi
terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi tuberkulosis.
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan CPAP?
a. What?
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat
untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama
pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif
untuk tatalaksana respiratory distress pada neenatus. Penggunaan CPAP yang
benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi
ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan
mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas
bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan
episode sianotik, serta mengurangi kebutuhan untuk dirawat di Ruangan
intensif. Beberapa efek fisiologis dari CPAP antara lain :
1) Mencegah kolapsnya alveoli paru dan atelektasis
2) Mendapatkan volume yang lebih baik dengan meningkatkan kapasitas
residu fungsional
3) Memberikan kesesuaian perfusi, ventilasi yang lebih baik dengan
menurunkan pirau intra pulmonar
4) Mempertahankan surfaktan
5) Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan diameternya
6) Mempertahankan diafragma.
b. Who?
Beberapa gangguan nafas atau respiratory distress yang dapat diatasi dengan
mempergunakan CPAP antara lain :
1) Bayi kurang bulan dengan Respiratory Distress Syndrom
2) Bayi dengan Transient Takipneu of the Newborn (TTN)
3) Bayi dengan sindroma aspirasi mekoneum
4) Bayi yang sering mengalami apneu dan bradikardia karena kelahiran
kurang bulan
5) Bayi yang sedang dalam proses dilepaskan dari ventilator mekanis
6) Bayi dengan penyakit jalan nafas seperti trakeo malasia, dan bronkitis
7) Bayi pasca operasi abdomen
Adapun beberapa kondisi respiratory distress pada neonatus, tetapi
merupakan kontraindikasi pemasangan CPAP antara lain :
1) Bayi dengan gagal nafas, dan memenuhi kriteria untuk
mendapatkan support ventilator
2) Respirasi yang irreguler
3) Adanya anomali kongenital
4) Hernia diafragmatika
5) Atresia choana
6) Fistula tracheo-oeshophageal
7) Gastroschisis
8) Pneumothorax tanpa chest drain
9) Trauma pada nasal, yang kemungkinan dapat memburuk dengan
pemasangan nasal prong 1
10) Instabilitas cardiovaskuler, yang akan lebih baik apabila
memdapatkan support ventilator
11) Bayi yang lahir besar, yang biasanya tidak dapat mentoleransi
penggunaan CPAP, sehingga menimbulkan kelelahan bernafas, dan
meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. How?
Sistem CPAP sendiri terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Sebuah sirkuit yang mengalirkan gas terus menerus, untuk diisap.
Sunber oksigen dan udara bertekanan yang menghasilkan gas untuk
dihirup. Pencampur oksigen yang memungkinkan gas dapat diberikan
sesuai FiO2 yang sesuai. Sebuah flow meter yang mengkontrol
kecepatan aliran terus menerus dari gas yang dihirup ( biasanya
dipertahankan pada kecepatan 5-7 liter ). Sebuah humidifier yang
melembabkan dan menghangatkan gas yang dihirup.
2) Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran nafas neonatus.
Dalam prosedur ini , nasal prong merupakan metode yang paling
banyak digunakan.
3) Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada alat sirkuit.
Tekanan positif dalam sirkuit dapat dicapai dengan memasukkan pipa
ekspirasi bagian distal dalam larutan asam asetat 0,25% sampai
kedalaman yang diharapkan ( 5cm) atau katup CPAP
Gambar 2. Bagian-bagian CPAP
Suatu sistem CPAP yang baik mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Pipanya fleksibel dan ringan sehingga pasien bisa mengubah posisi
dengan mudah
2) Mudah dilepas dan ditempel
3) Resistensinyarendah, sehingga pasien bisa bernafas dengan spontan
4) Relatif tidak invasif
5) Sederhana dan mudah dipahami, oleh semua pemakai
6) Aman dan efektif dari segi biaya. Sirkuit CPAP lengkap harus
dirangkai dan siap digunakan setiap saat. Jika memerlukan CPAP,
seharusnya kita hanya tinggal memnyambungkan CPAP ke nasal prong
yang sesuai dan tepat ukurannya, menyalakan alat pengatur kehangatan
dan mengisi tabung botol outlet dengan air steril.
d. Where?
Dirumah sakit tipe B yang memiliki ruangan NICU
7. Apa perbedaan SN dan SNA

8. Imunisasi sesuai dengan letak penyuntikan

Anda mungkin juga menyukai