Anda di halaman 1dari 49

CBD BAGIAN PROSTHODONTIC

CASE BASE DISCUSSION

“Gigi Tiruan Cekat – Laporan kasus”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik di Bagian Prosthodontic

Oleh:

Mila Sulistia Agustini

19100707360804073

Pembimbing : drg Resa Ferdina MARS

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ”Gigi Tiruan

Jembatan” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan

klinik modul prosthodontic.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua

proses yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Resa Ferdina MARS

selaku dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai

pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna

sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,

karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Penulis
GIGI TIRUAN CEKAT
(GTC)

Nama pasien : Mega Anggraini


Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : RT
Alamat : Jl Kampung Jua, padang
Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2021
Dosen Pembimbing : drg. Resa Ferdina MARS

Hari / Kasus Tindakan yang dilakukan Operator


Tanggal
17 Juni 2021 GTC 1. Anamnesa Mila Sulistia
2. Pemeriksaan klinis Agustini
3. Diagnose
4. Rencana perawatan
5. Prognosa

Padang, 25 Juni 2021


Disetujui oleh
Dosen pembimbing

(drg Resa Ferdina MARS)


MODUL IV : KERUSAKAN DAN KEHILANGAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Diskusi Modul IV Tentang “Gigi Tiruan Cekat”

Padang, 25 Juni 2021

Disetujui oleh

Dosen pembimbing

(drg. Resa Ferdina MARS)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh

berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat disebabkan

oleh beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan pendukung

gigi. Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan

perubahan susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering menyangkut.

Seiring bertambahnya usia, semakin besar pula kerentanan seseorang untuk

kehilangan gigi. Hal itu berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan gigi

tiruan (Arifin dan Roselani, 2000).

Dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta penelitian, ilmu

dan cara pembuatan gigi-geligi tiruan terus berkembang sampai mencapai tahap

yang sekarang kita saksikan. Protesa lengkap maupun sebagian, seperti yang

dijumpai pada masa kini tidak tercatat secara pasti dari zaman awalnya masing-

masing dan hanya diketahui secara lebih mendetail pada abad-abad akhir ini saja.

Begitu pula sejarah perkembangan geligi tiruan cekat (fixed) atau lepasan

(removable) dapat dikatakan berjalan sejajar dan amat sukar mengatakan dengan

tepat atau menarik garis pemisah yang jelas antara keduannya. Dari data-data

yang ada, ternyata bahwa penggantian -penggantian yang dahulu dibuat

sebenarnya lebih tepat disebut sebagai macam-macam pekerjaan pembuatan

mahkota jembatan (Gunadi, dkk, 1995).

Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah,

berbicara dan memberikan dukungan untuk otot wajah. Meningkatkan penampilan


wajah dan senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu gigi tiruan penuh ( Full Denture) dan gigi tiruan sebagian (Partial

Denture). Gigi tiruan sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan

/Removable (yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/

Fixed/ GTC  (yang disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat

atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan

bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai

pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,

pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang

mengalami kerusakan, pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-

gigi lainnya dan jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat

pengunyahan untuk waktu yang selama mungkin (Arifin dan Roselani, 2000).

Pada pembuatan gigi tiruan, rencana perawatan dan perawatan pendahuluan

harus ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa keadaan dapat mempengaruhi

keadaan yang lain. Jika pada pasien terdapat keluhan rasa sakit sebelum

pembuatan gigi tiruan, mungkin yang diperlukan adalah pencabutan gigi geligi

sesegera mungkin, jika penambalan tidak dapat dilakukan, untuk mendapatkan

kesehatan rongga mulut. Selama proses pemeriksaan, rencana perawatan

sementara telah ditentukan untuk digunakan pada masin-gmasing gigi geligi yang

tinggal, pembuatan gigi tiruan dikatakan berhasil jika berbanding langsung pada

gigi geligi yang tinggal, pemeriksaan rontgen foto juga diperlukan pada keadaan

seperti ini untuk melihat keadaan gigi yang tinggal seperti karies interdental dan

kualitas tulang alveolar. Perawatan pendahuluan yang dilakukan sebelum

pembuatan gigi tiruan bertujuan untuk melihat keadaan seluruh perubahan-


perubahan/kelainan yang terjadi pada gigi geligi, linggir alveolus yang

mendukung gigi tiruan dan struktur rongga mulut yang lain yang dapat

menggagalkan dalam pembuatan gigi tiruan. Tujuan diagnosa dan

perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting terhadap suksesnya

pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien (Damayanti, 2009)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan gigi tiruan jembatan ?

2. Apa saja indikasi dan kontra indikasi pembuatan gigi tiruan Jembatan ?

3. Bagaimana prosedur anamnesis pada pasien gigi tituan Jembatan ?

4. Bagaimana tahapan kerja pembuatan Gigi tiruan jembatan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi gigi tiruan jembatan

2. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi pembuatan gigi tiruan

Jembatan

3. Untuk mengetahui prosedur anamnesis pada pasien gigi tituan Jembatan

4. Untuk mengetahui tahapan kerja pembuatan Gigi tiruan jembatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)

Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang

menggantikan sebagian atau seluruh gigi asli yang hilang dan atau jaringan

pendukungnya. Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang

melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih

kehilangan gigi. Jenis restorasi   ini   telah   lama   disebut   dengan   gigi tiruan  

jembatan   (Shilingburg, dkk,1997).

2.2 Pemeriksaan pada Gigi Tiruan

Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai  arti  yang penting

terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan

perawatan pendahuluan pada  pembuatan   gigi tiruan mempunyai beberapa

pertimbangan  :

1.   Membentuk kesehatan jaringan periodontal.

2.   Pemulihan gigi pasien.

3.   Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.

4.   Penggantian dari gigi yang hilang

Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan

pendahuluan, maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan

perawatan pendahuluan, ada hal-hal yang sama pentingnya,  yaitu:

1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga

pasien mengerti akan kegunaan gigi tiruan tersebut.

2. Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.


3. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.

4. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.

5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan pemeriksaan

terhadap pasien. Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien mengenai segala

sesuatu yang ada hubungannya dengan gigi tiruan yang akan dipakainya.

1. Pemeriksaan  subjektif.

Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek,

misalnya: mengunyah di satu sisi, bruxism, dsb. Apakah pernah memakai gigi

tiruan, jika pernah bagaimana keluhan-keluhan gigi tiruan yang lama.

2. Pemeriksaan  objektif.

Pada pemeriksaan objektif ini, pemeriksaan dapat dilakukan dengan

melihat palpasi, perkusi, sonde, termis, rontgen foto

Pemeriksaan ektra oral

1)      Bentuk  muka/wajah

a. Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square, lonjong/tapering)

b. Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)

2)   Bentuk  bibir 

Panjang, pendek, normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby). Tebal tipis

bibir akan mempengaruh iretensi gigi tiruan yang akan dibuat, dimana bibir yang

tebal akan memberi retensi yang lebih baik.

3)      Sendi  rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).

Pemeriksaan intra oral

1)      Pemeriksaan  terhadap  gigi


a.  Gigi yang hilang

b.  Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies, banyaknya

tambalan pada gigi, mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai ada

kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya

gigi tersebut dicabut.

c.  Oklusi : diperhatikan hubungan oklusi gigi atas dengan gigi bawah yang ada.

Angle klas I, II, dan III.

d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi depan, dapat disebabkan   antara lain

karena : (angular cheilosis, disfungsi dari TMJ, spasme otot-otot kunyah)

Spasme otot-otot kunyah dapat diperbaiki dengan menambah dimensi vertical

pada pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan. Selain deepoverbite, harus

diketahui juga ukuran over jet dari gigi depan. Dalam keadaan normal, 

ukuran  over bite dan over je  ini berkisar antara 2 mm.

e. Warna gigi

Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigi tiruan sebagian

lepasan terutama pada pembuatan gigi tiruan di daerah anterior untuk

kepentingan estetis.

f.  Oral hygiene (adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya gigi yang karies,

adanya peradangan   pada  jaringan lunak, misalnya : gingivitis

g.  Rontgen foto

Dengan  rontgen  foto  dapat  diketahuiadanya:

         kualitas  tulang  pendukung  dari gigi penyangga

         gigi-gigi   yang   terpendam,   sisa-sisa akar

         kista, kelainan periapikal


         resorbsi tulang

         sclerosis (penebalan tulang)

h.   Resesigingival

i.   Vitalitasgigi

2. Pemeriksaan  terhadap  mukosa

Inflamasi, pada keadaan ini mukosa harus disembuhkan terlebih dahulu

sebelum dicetak. (bergerak/tidak  bergerak, keras/lunak).

3. Pemeriksaan  terhadap bentuk  tulang alveolar

Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut

4. Ruang  antar  rahang

 Besar, dapat  disebabkan  karena pencabutan  yang  sudah terlalu lama

 Kecil, dapat disebabkan  karena elongasi

 Cukup, minimal jaraknya 5 mm

5. Adanya  torus

 Pada palatum disebut torus palatinus

 Pada mandibula disebut torus mandibula. Torus ini bila keadaan

mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, harus dibuang

6. Pemeriksaan  jaringan  pendukung  gigi

7. Pemeriksaan  terhadap  frenulum

Apakah perlekatannya tinggi atau rendah sampai puncak alveolar, dimana jika

perlekatan yang rendah akan mengganggu gigi tiruan yang dibuat, sehingga

perlu dilakukan pembebasan. Setelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan

terhadap pasien, dapat diketahui apakah masih perlu dilakukan perawatan

pendahuluan sebagai persiapan perawatan prostodonti.


2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik

1. Material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan

bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai dan

berfungsi sehingga enak dipakai,

2.  Dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas,

gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,

3.  Estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,

4.  Tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga

5.Cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam

makanan, minuman, cairan ludah dan obat.

2.4 Akibat Kehilangan Gigi

Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam

Rahmawan, 2008) adalah :

1. Migrasi dan Rotasi Gigi  

Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan

pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati

posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan,

maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring lebih

sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapa meningkat.

2. Erupsi berlebih.

Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi

berlebih (over eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai

pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan

tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran sehingga


gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai pertumbuhan tulang alveolar

berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu  hari penderita perlu

dibuatkan geligi tiruan lengkap.

3. Penurunan Efisiensi Kunyah

Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan

merasakan betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang

dietnya cukup lunak, hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada

masa kini banyak jenis makanan yang dapat dicerna hanya dengan sedikit proses

pengunyahan saja.

4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over  closure),

hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat  menyebabkan

gangguan pada struktur sendi rahang. 

5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.

Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang

masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi

pembebanan berlebih. Hal ini mengakibatkan kerusakan membaran periodontal

dan lama kelamaan gigi tadi manjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

6. Kelainan bicara

Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan

bicara, karena gigi ± khususnya yang depan ± termasuk bagian organ fonetik.

7. Memburuknya Penampilan

Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan

megurangi daya tarik wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.
8. Terganggunya Kebersihan Mulut

Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan

tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang

interproksimal tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi

makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terjadi

plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi

dapat meningkat.

9. Atrisi

Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima

beban berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi

terhadap beban ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka

waktu panjang akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan

gigi beroklusi sentrik. 

10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut

Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati

jaringan lunak pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan

kesukaran adaptasi terhadap geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena

terdesaknya kembali jaringan lunak tadi daritempat yang ditempati protesis.

Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan dirasakan sebagai suatu benda asing

yang cukup mengganggu.

2.5 Gigi Tiruan Jembatan

Gigi tiruan jembatan merupakan piranti prostetik permanen yang melekat

pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi.

Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
2.5.1 Komponen GTJ

Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer,

konektor, danabutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan

gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:

  Fungsi kunyah dan bicara

  Estetis

  Comfort (rasa nyaman)

  Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga

 mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawan 

 ektrusi

Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:

a.       Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:

1)      Pontik logam

Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri

dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan

kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk

(deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk

daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih

mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior.

2)      Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan

seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan

untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik

porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang

baik untuk jangka waktu yang lama.

3)      Pontik akrilik

Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin

akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak

kaku sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu

menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan

anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.

4)      Kombinasi Logam dan Porselen

Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan

memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan

estetis. Porselen pada bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam

yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah

warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku dan

mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada

bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam

ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan

anterior maupun posterior.

5)    Kombinasi Logam dan Akrilik

Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai

bahan estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat
diterima oleh gingival sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang

menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan

akrilik.

b.      Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak

1)      Pontik Sanitary

Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir

alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir

alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek.

Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan

mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian mengakibatkan

kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior

rahang bawah (Arifin, 2000).

Gambar 1. Pontik Sanitary

2)      Pontik Ridge Lap

Bagian labial atau bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir

alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh

mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis pada bagian labial atau bukal

lebih baik, dan mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian

menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah

dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan

untuk jembatan anterior dan posterior (Arifin, 2000).


Gambar 2. Pontik Ridge Lap

3)      Pontik Conical Root

Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang

dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam

kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke

dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera

setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan

restorasi provisional.

B. Retainer,

adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen

pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi

dan retensi (Arifin, 2000).

 Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar

mahkota gigi penyangga


Gambar 4. Retainer Ekstrakororna

i. Full-veneer Crown Retainer

Indikasi:

- Tekanan kunyah normal/ besar

- Gigi-gigi geligi yang pendek

- Intermediare abutment paska perawatan periodontal

- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang

Keuntungan:

- Indikasi luas

- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik

- Memberikan efek splinting yang terbaik

Kerugian:

- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak

- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

ii. Partial-veneer Crown Retainer


Gambar 5. Partial-Veneer Crown Retainer

Indikasi:

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan / normal

- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal

- Salah satu gigi penyangga miring

Keuntungan:

- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit

- Estetis lebih baik daripada FVC retainer

Kerugian:

- Indikasi terbatas

- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit

- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang

- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

 Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam

mahkota gigi penyangga.


Gambar 6. Intrakorona Retainer bentuk Onlay

Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay

Indikasi:

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan atau normal

- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar

- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal

Keuntungan:

- Jaringan gigi yang diasah sedikit

- Preparasi lebih mudah

- Estetis cukup baik

Kerugian:

- Indikasi terbatas

- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi


- Mudah lepas/patah

  Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang

telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.

Gambar 8. Dowel Retainer

Indikasi:

- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan

- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:

- Estetis baik

- Posisi dapat disesuaikan

Kerugian:

- Sering terjadi fraktur akar


C.  Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus

dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).

a. Konektor rigid :

konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen

GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC.

Konektor rigid dapat dibuat dengan cara:

 Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali

proses tuang

  Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan

penambahan logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.

 Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan

dan/atau tekanan.

b.  Konektor non rigid :

konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen GTC.

Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa

gigi yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan

dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.

C. Abutment,

adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan

gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran

periodontal, panjang serta jumlah akar.

   Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

    Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.


    Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

   Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari diastema.

   Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak diantara dua

diastema (pontics).

    Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi diastema

   Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi diastema

(Arifin, 2000).

2.5.2 Tipe Bridge Berdasarkan Konektor

Adapun 6 macam desain dari bridge yang perbedaannya terletak pada

dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:

a.      Fixed-fixed bridge

Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan

setiap unit individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki

dua atau lebih gigi penyangga. GTC tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas

yang sangat baik dan juga mendistribu sikan tekanan lebih merata pada restorasi.

Serta memberikan efek splinting yang sangat baik. Diindikasikan pada span

pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan kondisi periodontal

kurang baik (Barclay dan Walmsley , 2001).

Indikasi → Penggantian 1 – 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya

tekanan kunyah normal – kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi

penyangga derajat goyangnya 1 (normal).


Kontra-Indikasi → Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki

kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang

pulpa besar.

Keuntungan → Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek

splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang

periodontal.

Kerugian → Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek

flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi

penyangga atau berada di tengah span/pontik.

b.      Semi fixed bridge

Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan

konektor rigid dan non rigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke

tulang dan tidak dipusatkan ke retainer. GTC tipe ini memungkinkan pergerakan

terbatas pada konektor diantara pontik dan retainer. Konektor tersebut dapat

memberikan dukungan penuh pada pontik untuk melawan gaya oklusal vertikal,

dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya lateral. Hal ini

mencegah gerakan gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya torsional

secara langsung ke retainer lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya

retainer. Diindikasikan pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate

abutment pada pengganti beberapa gigi yang hilang (Barclay dan Walmsley ,

2001).

Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.


Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk mencegah tertariknya

key karena gaya ACF.

Indikasi → Salah satu abutment miring >20° atau intermediate abutment;

Kehilangan 1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2

gigi dengan gigi penyangga intermediate.

Keuntungan → Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit

sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif

sehingga pasien yang ruang pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur

sementasi bertahap sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.

Kerugian → Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer;

Harganya relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci

tinggi.

c.       Cantilever bridge

Suatu  gigi tiruan yang didukung  hanya  pada satu  sisi oleh satu atau

lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban

oklusal dari gigi tiruan. GTC tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan

beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral, maka gigi penyangga akan

tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi

dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. GTC tipe ini

diindikasikan untuk pengganti satu gigi yang hilang (Barclay dan Walmsley ,

2001).

Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.


Keuntungan → Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal;

Jaringan yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan

desainnya serta menggunakan full-porcelain crown.

Indikasi → Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.

Kontra-Indikasi → Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban

oklusalnya tidak terlalu besar.

Kerugian → Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium

(baik tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang

terjadi karena adanya keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah;

Indikasi sangat terbatas.

d.      Spring cantilever bridge

Suatu  gigi tiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi

atau penyangga gigi. Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik

dipermukaan palatal. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung  ini

dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga

dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari

palatum untuk memungkinkan  adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan  ini digunakan 

pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau

terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.

Indikasi → Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan

terbaik karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak

terlalu terlihat jika menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan

untuk digunakan sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar &
periodontal) maupun karena faktor fisik retainernya; Jika diperlukan adanya

diastema (umumnya faktor estetik).

Kontra-Indikasi → Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek

sehingga kurang retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula;

Bentuk palatal tidak memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya

yang terlalu dangkal/dalam. Selain alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi

masalah; Gigi penyangga tidak memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi

berisiko bergerak.

Keuntungan → Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan

relatif lebih singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor

estetika dan kekuatan yang tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama

preparasi dan pembuatannya benar.

Kerugian → Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang

cukup besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami;

Meskipun waktu kunjungan singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks

serta butuh keahlian.

e.       Compound bridge

Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigi tiruan cekat

dan bersatu menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang

yang membutuhkan gabungan beberapa tipe GTC.

f.          Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland bridge

Merupakan GTJ yang sangat konservatif karena preparasi yang sangat

minimal. Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTJ tipe ini

terdiri dari satu atau dua beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang
direkatkan dengan semen dengan sistem etcing bonding ke email gigi penyangga

di bagian lingual dan proksimal. Gigi penyangga harus memiliki mahkota klinis

yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi dan resstensi yang maksimal.

Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi mesio-distalnya harus kurang

dari 15 derajat. Retensinya berupa mikromekanik antara permukaan email dengan

permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada GTJ span

pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi, dan penggantian kehilangan

gigi anterior pada anak-anak, karena anak-anak masih memiliki ruang pulpa yang

besar. Kontraindikasi GTJ tipe ini adalah penggantian ggi anterior dengan deep

over bite (Shillingburg, 1998).

 Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan jembatan

Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe

protesa yang tepat. Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis,

keadaan periodontal, estetis, faktor financial, dan juga keinginan pasien.

a.       Faktor Biomekanis

Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang

mendukung dapat dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat

dengan sedemikian rupa sehingga tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque

yaitu dengan cara dipolished. Selain itu, restorasi harus biokompatibel dan tidak

mudah mengalami korosi (Rosenstiel, 2006).

Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi

tanpa membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi

untuk menyediakan kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya

dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga


mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi tiruan harus

cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi

(Rosenstiel, 2006).

b.      Keadaan Periodontal

Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan

periodontal. Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan

perawatan saluran akar, aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang,

posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis

gigi normal, mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat.

c.       Estetis

Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan

Jembatan. Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari.

Pontik sebaiknya menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta

memiliki susunan dan karakteristik yang tepat (Damayanti, 2009). 

d.      Faktor Finansial

Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat

pengetahuan mereka terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut

sehingga mereka cenderung menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya

relative murah dibandingkan dengan gigi tiruan cekat. Mereka beranggapan

bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk penggantian gigi

yang hilang (Damayanti, 2009). 

2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTJ

a) Pertimbangan Umum
  Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta

keinginannya untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama

dengan dokter gigi selama perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan

GTJ perlu waktu yang cukup lama dan kunjungan berkala (Arifin dan Roselani,

2009)

  Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.

  Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi

menyebabkan GTJ tidak bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari

GTJ tersebut.

b) Indikasi Umum

  Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah

bagian dari tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ)

merupakan pilihan yang terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang.

Selain itu segi estetika dan higiensi juga diperhatikan karena pandangan umum

menganggap GTL membuat mulut menjadi bau dan dari segi estetik kurang.

  Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang menyebabkan

sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontra

indikasikan karena berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa

khawatir ini digunakan GTJ sebagai alternatifnya.

  Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat

faktor kebutuhan ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena

faktor ini dan karenanya perlu gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan

karena kestabilan dan ketahanannya untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
  Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang

goyang atau kurang stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ

diindikasikan untuk splinting cekat sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak

makin parah dan gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun

penting untuk diingat bahwa GTJ bukanlah sebagai perawatan utama namun

sebagai penunjang karena gigi yang goyang bukanlah gigi yang baik untuk

digunakan sebagai gigi abutment.

  Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering

bergerak sehingga mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTJ dapat

menghilangkan rasa tidak nyaman ini dan memperbaiki fungsi bicaranya.

  Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban

oklusal secara merata ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua

faktor tersebut jarang dicapai di dalam GTL.

c) Kontra-Indikasi Umum

  Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak

ataupun pasien yang lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang

sulit. Selain itu, pada pasien yang secara medis mengalami penyakit seperti

kejang-kejang mendadak atau gangguan otak juga dikontraindikasikan karena

dapat mengganggu proses preparasi.

  Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti

dengan pembuatan mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup

ekstensif karena menggunakan bahan PFM.


  Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan

jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain

epinefrin.

  Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.

  Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of

span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan

periodontal dan gigi penyangganya.

  Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak

jaringan mahkota seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami

deformitas kongenital juga tidak bisa digunakan.

  Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang sejajar.

2.5.4 Hukum Ante

Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada

hukum Ante. Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an

dan masih digunakan sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas

area permukaan akar gigi penyangga harus sama atau lebih besar dari luas area

permukaan akar gigi yang hilang atau daerah anodonsia". Dalam keadaan tertentu,

kita tidak perlu mentaati hukum Ante, pada keadaan :

•    Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik

dalam proc. Alveolaris.

•   Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi

lawan merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan

sama dengan gigi asli.

•   Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar. 


2.5.5 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Jembatan

1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun

a. < 20 Tahun

-        Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur

-        Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas

-        Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihatpertumbuhan gigi dengan

rontgen dapat menghambat pertumbuhan tulang

b. > 50 Tahun

-    Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi

-   Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara

fisiologis

-    Kelainan jaringan yang bersifat patologis

2. Penyakit sistemik

Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan

jembatan daripada gigi tiruan lepasan.

3. Kondisi Periondisium

a. Gigi penyangga:

-       Jaringan periodontal sehat

-       Bone support baik

-       Bentuk akar yang panjang

-       Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung  rahang

-       Bentuk dan besar anatomis gigi normal

-       Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat

b. Gigi antagonis :
            Oklusi normal

c. Gigi tetangga :

            Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring

2.5.6 Keuntungan dan Kerugian GTJ

1. Keuntungan

•     Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan

•     Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien

•    Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada

enamel gigi

•    Melindungi gigi terhadap tekanan

•    Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress

(tegangan)

•   Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga

menguntungkan jaringan pendukungnya  (Abu Bakar, 2012).

2. Kerugian

•      Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak

•      Dapat menyebabkan peradangan mukosa di bawah pontik


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi Pasien

Nama pasien : Mega Anggraini

Umur : 27 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl Kampung Jua, Padang

Tanggal pemeriksaan : 17 - Juni - 2021

3.2 Pemeriksaan subjektif

Keluhan utama : pasien datang ke rsgm baiturrahma dengan

keluhan gigi depan atas sebelah kiri

ompong, sejak 3th yang lalu, pasien merasa

malu saat berbicara. Pasien ingin dilakukan

perawatan

Keluhan tambahan : Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan yang

tidak bisa dilepas pasang.

Riwayat dental :Sebelumnya pasien pernah menggunakan

gigi tiruan tetapi pasien merasa tidak

nyaman dengan gigi tiruannya karena gigi

tiruan pasien tidak cekat atau bisa lepas

pasan.

Riwayat penyakit sistemik :Pasien tidak ada kelainan sistemik


3.3 Pemeriksaan Objektif

1. Pemeriksaan ekstraoral

 TMJ : Normal

a. Inspeksi

ROM : Normal (pembukaan mulut 3 jari)

Wajah : Simetris

b. Palpasi : Normal

c. Auskultasi

Clicking : Tidak ada

Krepitasi : Tidak ada

 Kelenjar limfonode :Normal

 Wajah :Simetris (Lonjong)

 Mata :Sama tinggi dan begerak kesegala

arah

 Hidung : Simetris

 Bibir : Simetris

2. Pemeriksaan intraoral

 Mukosa bibir : Normal

 Mukosa pipi : Normal

 Palatum : Normal

 Lidah : Normal

 Dasar mulut : Normal

 Oklusi : Normal
3.4 Odontogram

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :

 Gigi 22 missing

3.5 Pemeriksaan Ro Foto

Tidak ada area radiolusen disekitar daerah yang tidak bergigi dan tidak ada

kelainan disekitar gigi 11 dan 23 yang akan dijadikan abutment, jaringan

periodontal sehat.

3.6 Diagnosa : Missing 22

3.7 Rencana Perawatan

Rencana Perawatan Gigi 22 Fixed-Fixed Bridge

Yaitu kedua konektor bersifat rigid dapat digunakan untuk gigi

anterior dan posterior.

 Pontik : Ridge Lap

Bagian labial atau bukal dari dasar pontik

berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian

palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh

mukosa dari linggir

 Retainer : Gigi 21 dan 23 dibuatkan extra corona retainer

Indikasi : 1. Gigi tiruan jembatan panjang/pendek


2. Beban Kunyah besar/normal

3. Gigi penyangga pendek

 Konektor : Rigid connector/kaku. (2 buah)

 Abutment : Gigi 11 dan Gigi 23

 Bahan : Porcelen

1.1 Tahap kerja

Kunjungan 1

a. Anamnesis serta memberi penjelasan kepada pasien tentang jalannya

perawatan dalam pembuatan gigi tiruan cekat

b. Persiapan-persiapan di dalam mulut sebelum dibuat gigi tiruan cekat, meliputi

perawatan periodontal yaitu scaling

c. Evaluasi Rö foto untuk mengetahui kondisi gigi abutment dan jaringan

periodontalnya.

d. Indikasi dan mencetak study model RA dan RB dengan :

Alat : Sendok cetak perforated stock tray M RA dan RB

Bahan cetak : Alginat

Cara mencetak : Mukostatik

Sebelum mencetak, sendok cetak dicobakan dulu ke mulut pasien. Pasien

dilatih supaya bernafas melalui hidung dan bersikap tenang sewaktu dicetak.

Pencetakan RA :

 Pasien duduk dengan posisi sedemikian rupa, mulut pasien setinggi

siku operator dan dataran oklusal RA sejajar lantai.

 Operator berdiri dibelakang samping kanan pasien.


 Sendok cetak RA yang sudah terisi alginat dimasukkan ke mulut

pasien dengan menempelkan bagian posterior dulu pada palatum,

lalu sedikit demi sedikit ke arah anterior sampai seluruh gigi

terbenam alginat.

 Bibir dikatupkan dan pasien diminta untuk mengucapkan ” O ”.

 Selama setting, sendok cetakdijaga agar kedudukannya tidak

berubah.

 Setelah alginat mengeras, sendok cetak dilepas dari mulut pasien

sehingga didapatkan hasil cetakan gigi RA

 Kemudian hasil cetakan diisi dengan stone gips.

Pencetakan RB :

 Pasien duduk tegak dengan mulut setinggi siku operator dan

dataran oklusal gigi RB sejajar lantai.

 Operator berdiri di depan samping kanan pasien.

 Bahan cetak diaduk, dimasukkan ke sendok cetak kemudian

masukkan sendok cetak ke mulut pasien dengan menempelkan

bagian posterior dulu, kemudian demi sedikit ke arah anterior.

 Fiksasi sendok cetak dengan menggunakan jari telunjuk dan jari

tengah agar posisi sendok tidak berubah. Instruksikan pasien untuk

mengangkat lidahnya sebentar kemudian turun dan lidah agak

menjulur (relaks) untuk mendapatkan cetakan frenulum lingualis.

 Bibir dikatupkan dan pasien diminta mengucapkan ”U”.

 Setelah alginat mengeras, cetakan dilepas mulai dari bagian

posterior terlebih dahulu, kemudian hasil cetakan diisi stone gips.


Cara mencetak dengan metode diatas disebut metode mencetak

mukostatik atau pencetakan tanpa tekanan, yang menunjukkan lingir

dalam keadaan statis. Bentuk lingir akan didapat dalam bentuk

anatomik, karena pada saat pencetakan bagian ini tidak mendapat

tekanan. Pada saat mencetak pasien diinstruksikan untuk menutup

bibirnya dan mengucapkan ”U”.

Metode mencetak yang lain yaitu mukokompresi atau

mencetak dengan tekanan/mukodinamik. Tekanan jari tangan

(trimming) pada pipi dan konsistensi bahan cetak pada saat pencetakan

dianggap sesuai dengan tekanan yang akan didapat pada saat

berfungsi. Set elah selesai pencetakan, hasil cetakan diisi stone gips

lalu diboxing.

e. Menentukan Desain Rencana Perawatan

Ket : Komponen yang digunakan :

a. Pontik : sanitary

b. Konektor : Rigid

c. Abutment : double abutment pada gigi 11 san 23

d. Retainer : Extracorona

f. Membuat simulasi preparasi gigi tiruan cekat 3 unit

Study model dicetak kembali kemudian diisi dengan stone gips. Setelah

cetakan jadi, dilakukan simulasi preparasi dengan crownmess lalu dibuat mahkota

sementara gigi tiruan cekat 3 unit dengan malam merah. Model kerja tersebut

dikirim ke laboratorium untuk diproses menjadi mahkota sementara gigi tiruan

cekat 3 unit dari self curing acrilic sewarna gigi.


Kunjungan II

Preparasi gigi abutment 11 dan 23 untuk retainer. Pontic pada daerah

edentulous ridge dari gigi 22 yg telah dicabut atau disebut juga GTC tiga unit

bridge. Retainer pada gigi 11 dan gigi 23 dibuat full crown dengan porcelain,

retainer pada gigi tersebut dipreparasi dengan menggunakan bur kecepatan tinggi

(high speed bur).

Sebelum dilakukan preparasi, gigi abutment diseparasi pada gingiva

margin dengan benang yang sudah dibasahi adrenalin. Kemudian dilakukan

anestesi infiltrasi lingual dan bukal pada gigi yang akan dipreparasi. Anestesi

infiltrasi dilakukan pada gigi-gigi tersebut untuk mengurasi rasa nyeri yang

mungkin timbul akibat preparasi yang akan dilakukan.

Langkah-langkah preparasi gigi 11 dan 23

1. Outline alur panduan (guiding groove)

a. Menggambarkan outline di tengah daerah labial, mesiolabial dan

distolabial.

b. Menggambarkan outline incisal edge sesuian dengan outline

dibagaian labial, mesiolabial, distolabial

c. Menggambarkan outline akhiran (Shoulder) di bagian labial lebih

kurang 1-2 mm di atas servikal

d. Menggambar ouline akhiran preparasi (chamfer dibagian palatal

lebih kuran 1-2mm diatas servikal.

2. Preparasi pembuatan Groove / alur bidang incisal/labial


a. Membuat 3 alur panduan (Groove) dengan mengunakan flat and

tapered diamond bur sedalam 1mm, 1 groove terletak didaerah

mesiolabial dan distolabial. Groove dibuat sejajar dengan sumbu

gigi , akan terbentuk bidang yaitu bidang servikal yang sejajar

sumbu gigi dan bidang insisal sesuai dengan kontur normal dari

bagian labial

b. Membuat 3 groove dengan kedalaman 1-2mm didaerah insisal

edge, kemudian preparasi atau potong insisal edge sedalam groove

yang dibuat dengan menggunakan flat and taperred diamond bur

c. Lakukan pengurangan bidang labial secara bertahap. Bidang labial

pada sisi mesial dikurangi terlebih dauhulu, sisi distalnya sebagai

panduan ataupun sebaliknya. Apabila sisi mesial bidang labial

telah selesai dikurangi, maka pengurangan sisi distal bidang labial

dapat dilakukan atau sebaliknya

d. Buat sholder atau bahu bersamaa dengan pengurangana bidang

labial dari sisi mesial-distal. Shoulder dibuat dengan lebar lebih

kurang 0,5-1mm agar ketebalan untuk bahan porselen cukuppada

area tersebut. Preparasi sholder menggunakan flat and tappered

diamond bur .

3. Pengurangan bagian proksimal

 Menggunakan long thin diamond bur, perhatikan sudut kemiringan

nya kurang lebih 6o sampai bebas dengan gigi tetangganya

4. Preprasi bidang palatal


 Preparasi menggunakan ellips bur atau flame bur pada bagian yang

cekung dan round and tappered atau chamfer bur pada bagian

cigulum sampai servikal.

5. Penghalusan hasil preparasi

 Menggunakan sand paper disc

 Menghilangkan seluruh bagian yang tajam, runcing, tidak rata dan

undercut-undercut untuk memperoleh hasil preparasi yang cukup

halus

Setelah dipreparasi dibuat cetakan model kerja :

Sendok cetak : perforated stock tray no. 2

Bahan cetak : elastomer (aquasil)/nama dagang (exaflect)

Metode : double impression

Cara mencetak:

Bahan cetak putty yang terdiri dari base dan katalis dengan perbandingan

1: 1 diaduk/diuleni dengan tangan kemudian setelah mencapat konsistensi

tertentu (homogen), kemudian bahan cetak diletakkan dalam sendok cetak.

Selanjutnya, bahan cetak aquasilinjection(base dan katalis jadi satu dalam

pistol) diletakkan di atas sendok cetak yang sudah diberi putty, dan kemudian

dimasukkan ke dalam mulut pasien. Setelah bahan cetak setting, maka sendok

cetak dikeluarkan dari mulut pasien.

Hasil cetakan diisi dengan glass stone, kemudian dilakukan model malam

pada hasil cetakan tersebut sesuai dengan bentuk gigi yang hilang
menggunakan malam biru. Selanjutnya model kerja dikirim ke laboratorium

untuk pemrosesan bridge.

Pembuatan jembatan sementara

Pembuatan jembatan sementara

- Sebelum gigi dipreparasi, pada area gigi yang hilang dibuatkan mahkota

dengan malam inley.

- Lalu dibuat cetakan negatif dari alginate dari kuadran rahang dimana gigi

tersebut berada. Kemudian dibuat cetakan positifnya.

- Setelah gigi abutmentnya dipreparasi lalu dicetak mengguanakan alginat

kemudian dibuat cetakan positifnya.

- Cetakan positif dari gigi yang belum dipreparasi dibuat kembali cetakan

negatinya dengan menggunakan alginat.

- Lalu menuangkan self cured acrylic pada kuadran gigi yang dibuatkan

model malamnya, kemudian cetakan positif gigi setelah dipreparasi

dimasukkan ke dalam cetakan negatif gigi yang ada model malamnya

tersebut, ditunggu sampai mengeras. Setelah mengeras lalu dilepaskan dan

dipaskan pada gigi pasien.

- Jembatan sementara akrilik ini dilekatkan dengan semen oksida seng

eugenol (ZOE) atau semen Fletcher

Kunjungan III (Try in)

1. Pengepasan gigi tiruan cekat, yang harus diperhatikan adalah retensi,

stabilisasi, oklusi. Perhatikan juga kontak proksimal antara gigi tiruan cekat

dengan gigi sebelahnya dan tepi gigi tiruan cekat yang tidak boleh menekan
gingiva.

Retensi

Kemampuan GTC untuk melawan gaya pemindah yang cenderung

memindahkan gigi tiruan kearah oklusal. Cara mengecek retensi gigi tiruan

adalah dengan cara memasang gigi tiruan tersebut ke dalam mulut pasien. Jika

tidak mempunyai retensi maka gigi tiruan tersebut akan terlepas setelah

dipasang, namun jika tidak terlepas berarti gigi tiruan tersebut sudah

mempunyai retensi.

Stabilisasi

Merupakan perlawanan atau ketahanan GTC terhadap gaya yang

menyebabkan perpindahan tempat atau gaya horizontal. Stabilisasi terlihat

dalam keadaan berfungsi, misal pada mastikasi. Pemeriksaan stabilisasi gigi

tiruan dengan cara menekan bagian gigi tiruan secara bergantian. Gigi tiruan

tidak boleh menunjukkan pergerakan pada saat tes ini.

Oklusi

Pemeriksaan aspek oklusi pada saat posisi sentrik, lateral dan anteroposterior.

Caranya dengan memakai kertas artikulasi yang diletakkan di antara gigi atas

dan bawah, kemudian pasien diminta melakukan gerakan mengunyah. Setelah

itu kertas artikulasi diangkat dan dilakukan pemeriksaan oklusal gigi. Pada

keadaan normal terlihat warna yang tersebar secara merata pada permukaan

gigi. Bila terlihat warna yang tidak merata pada oklusal gigi maka terjadi

traumatik oklusi oleh karena itu dilakukan pengurangan pada gigi yang

bersangkutan dengan metode selective grinding. Pengecekan oklusi ini


dilakukan sampai tidak terjadi traumatik oklusi

2. Setelah gigi tiruan cekat pas pada tempatnya dilakukan pemasangan sementara

dengan freegenol. Cara pemasangan gigi tiruan cekat sama seperti cara

penyemenan mahkota sementara gigi tiruan cekat 3 unit.

Penyemenan sementara GTC :

1. GTC dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan, gigi yang akan dipasangi

GTC juga dikeringkan. Semen sementara (Zink Oksida Eugenol) atau

freegenoldiaduk sesuai dengan konsistensinya dan dioleskan pada gigi yang

dipreparasi dan bagian dalam GTC.

2. GTC dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas diletakkan di atas

GTC dan disuruh menggigit beberapa menit.

3. Pemeriksaan oklusi dan estetis, finisihing line harus menutup.

4. Instruksi pada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya dan diminta untuk

tidak  makan atau menggigit makanan yang keras dahulu. Pasien diintruksikan

untuk datang satu minggu kemudian untuk penyemenan permanen GTC.

Kunjungan IV (Insersi)

Dilakukan pemeriksaan pada pasien apakah mempunyai keluhan, apakah

ada peradangan pada jaringan sekitarnya. Pasien diingatkan apakah ketika makan,

makanan mengalir atau tidak. Apabila tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan

penyemenan permanen dengan menggunakan semen ionomer kaca tipe I. Cara

penyemenan permanen gigi tiruan cekat:

1. Gigi tiruan cekat 3 unit dibersihkan, disterilkan lalu dikeringkan . Gigi yang
akan dipasangi gigi tiruan cekat juga dikeringkan. Daerah sekitar gigi yang

akan dipasangi GTC diisolasi dengna cotton roll.

2. Semen SIK tipe I diaduk dengan spatula plastik dengan gerakan melipat

hingga didapatkan konsistensi yang agak encer (dapat ditarik ke atas tanpa

putus 2,5 cm), kemudian dioleskan pada gigi yang dipreparasi dan bagian

dalam GTC 3 unit.

3. Gigi tiruan cekat 3 unit dipasang dengan tekanan maksimal, gulungan kapas

diletakkan di atasnya kemudian pasien disuruh oklusi selama beberapa menit.

Sisa-sisa semen /eksesnya dibersihkan.

4. Pemeriksaan retensi, stabilisasi, dan oklusi (dengan articulating paper).

5. Pasien diinstruksikan untuk menjada kebersihan mulutnya dan diminta untuk

tidak makan atau menggigit makanan yang keras dulu. Bila ada keluhan rasa

sakit segera kembali untuk dikontrol.

Kunjungan V

Pasien kontrol dengan melakukan pemeriksaan subjektif dan objektif.

6. Pemeriksaan subjektif, ditanyakan apakah ada keluhan setelah gigi tiruan

cekat dipasang dan dipakai.

7. Pemeriksaan objektif, dilihat keadaan jaringan mulut dan jaringan lunak di

daerah sekitar gigi tiruan cekat apakah ada peradangan atau tidak. Retensi,

stabilisasi, dan oklusi gigi tiruan cekat juga diperiksa.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan
Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia. 

Bakar, Abu. 2012.  Kedokteran Gigi Klinis.Yogyakarta: Quan’um Sinergis Media.

Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics.


2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;

Damayanti, 2009. Overdenture Untuk Menunjang Perawatan Prostetik. Bandung:


Departemen Prostodontia Universitas Padjajaran
Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell
bridge. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial
Riawan. 2003. Bedah Preprostetik. Bandung : Universitas Padjajaran.

Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006.Contemporary Fixed


Prosthodontics. Mosby Inc. St. Louis,

Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis.
3rd  ed.

Anda mungkin juga menyukai