TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PERIKORONITIS
2.1.1
Definisi Perikoronitis
Perikoronitis adalah peradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi
yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi
molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena
terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau
impaksi (Mansour and Cox, 2006).
Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah
mahkota gigi yang erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling mahkota gigi
tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan oral hygiene yang buruk.
(Meurman et al, 2003). Perikoronitis berhubungan dengan bakteri dan pertahanan
tubuh. Jika pertahanan tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi
pernafasan atas, atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka
pertahanan tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya
perikoronitis (Hupp et al, 2008).
2.1.2
Etiologi Perikoronitis
Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang
terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri,
meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Sixou et al, 2003).
Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket
periodontal. Bakteri-bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona.
Perikoronitis juga diperparah oleh trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor
emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memparah perikoronitis
(Leung, 1993).
2.1.2.1 Mikroflora Pada Perikoronitis
Sixou et al (2003) menyatakan bahwa mikroorganisme yang ditemukan
pada kasus-kasus perikoronitis adalah bakteri aerob Gram positif coccusseperti
Gamella, Lactococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus, aerob Gram positif
bacillus
Corynenebacterium, Lactobasillus,
gram
negative
gram
bacillus
positif
coccus
Streptococcus mutans
Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan menempel
pada mukosa ruang perikorona karena kemampuannya membuat polisakarida
ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini
mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk
melekat pada mukosa serta saling melekat satu sama lain. Dan setelah makin
bertambahnya bakteri akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana
asam dalam rongga mulut (Volk dan Wheeler, 1990).
Streptococcus
2.
Actinomyces
Actinomyces termasuk genus bakteri yang banyak ditemukan pada
Prevotella
Patogenesis
Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi
oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan
mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle,
yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket
(Guiterrez and Perez, 2004). Selama makan, debris makanan dapat berkumpul
pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat
dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami
infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora
subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut
yang
kurang,
sehingga
terdapat
akumulasi
plak,
dapat
mendukung
berkembangnya koloni bakteri (Bataineh et al, 2003). Menurut Keys dan Bartold
(2000) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang
lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah
dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok,
dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (Topazian, 2002).
2.1.4
Gejala Klinis
Gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian, rasa
sakit pada waktu mengunyah makanan, merupakan gejala klinis yang sering
ditemukan pada penderita perikoronitis (Samsudin dan Mason, 1994). Bau mulut
yang tidak enak akibat adanya pus dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai
gejala-gejala klinis yang tersebut di atas.
Pada beberapa kasus dapat ditemukan ulkus pada jaringan operkulum yang
terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis. Apabila
perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat sehingga infeksi menyebar ke jaringan
lunak, dapat timbul gejala klinis yang lebih serius berupa limfadenitis pada
kelenjar limfe submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi
yang terinfeksi (Laine et al, 2003).
2.1.5
Klasifikasi Perikoronitis
Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut,
2.1.6
sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita
perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan
air garam hangat dan irigasi dengan larutan H2O23% di daerah pseudopoket
merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simtomatis dilakukan
dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik
yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroidatau golongan
opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat (Soelistiono, 2005).
Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab
perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang
supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy, 2005).
Terapii bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah
fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi (Blakey, White, Ofenbacher,
1996). Prognosis dari perikoronitis baik apabila penderita dapat menjaga
kebersihan rongga mulutnya.