Supervisor:
drg. Fani Tuti H
Disusun Oleh :
Asyidqyana Irsyadita
G4G1013023
1
A. Perikoronitis
1. Gambaran Umum
Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota
gigi yang erupsi sebagian. Gigi yang sering mengalami perikoronitis
adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada
perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket
perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox,
2006).
Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan perikoronitis adalah
mahkota gigi yang erupsi sebagian atau adanya poket di sekeliling
mahkota gigi tersebut, gigi antagonis yang supraposisi, dan kebersihan
rongga mulut yang buruk (Meurman et al, 2003). Perikoronitis
berhubungan dengan bakteri dan pertahanan tubuh. Jika pertahanan
tubuh lemah seperti saat menderita influenza atau infeksi pernafasan atas,
atau karena penggunaan obat-obat imunosupresan maka pertahanan
tubuh seorang pasien akan lemah dan mempermudah timbulnya
perikoronitis (Hupp et al, 2008).
Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah
operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada
pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa
dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan
perikoronitis (Hupp et al, 2008). Mikroflora pada perikoronitis
didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteri-
bakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona (Leung, 1993).
Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan pembengkakan lokal
pada operkulum yang menutupi mahkota gigi. Selain itu, adanya bau
mulut yang tidak enak akibat adanya pus, ulkus pada jaringan operkulum
yang terinfeksi akibat kontak yang terus menerus dengan gigi antagonis
dan meningkatnya suhu tubuh dapat menyertai gejala-gejala klinis dari
perikoronitis. Apabila perikoronitis tidak diterapi dengan adekuat
sehingga infeksi menyebar ke jaringan lunak, dapat timbul gejala klinis
yang lebih serius berupa limfadenitis pada kelenjar limfe
submandibularis, trismus, demam, lemah, dan bengkak pada sisi yang
terinfeksi (Laine et al, 2003).
2
2. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang umum muncul pada kondisi perikoronitis antara
lain gingiva kemerahan dan bengkak di regio gigi yang erupsi sebagian,
serta rasa sakit saat mengunyah. Perikoronitis secara klinis dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
a. Perikoronitis akut
Pada perikoronitis akut terjadi pembengkakan pada gingiva
disekitar gigi, eritema, disertai eksudat dan terasa sakit bila ditekan.
Rasa sakit yang muncul dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar
mulut. Gejala yang timbul meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe
submandibularis, pembengkakan wajah, eritema, edema, terasa keras
saat operkulum dipalpasi, malaise, bau mulut, dan eksudat purulen
yang keluar dari poket operkulum saat palpasi. Trismus juga dapat
terjadi pada kondisi perikoronitis akut (Shepherd dan Brickley,
1994).
b. Perikoronitis Subakut
Perikoronitis subakut ditandai dengan adanya nyeri yang terus
menerus namun tidak disertai oleh trismus atau gejala sistemik.
c. Perikoronitis Kronis
Perikoronitis kronis ditandai dengan timbulnya rasa tidak
nyaman yang terus menerus. Pada gambaran radiologi didapatkan
resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang
interdental diantara molar kedua dan ketiga mengalami resorpsi
sehingga terdapat poket periodontal pada distal gigi molar kedua
(Laine el al, 2003).
3. Etiologi
Perikoronitis merupakan infeksi bakteri pada gingiva yang paling
sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Pada gigi yang erupsi
sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan
operkulum. Pada saat makan, debris makanan dapat berkumpul pada
pseudopoket antara operkulum dan gigi impaksi. Poket pada operkulum
tidak dapat dibersihkan secara sempurna sehingga mengakibatkan bakteri
berkolonisasi dan sering mengalami infeksi (Keys and Bartold, 2000).
3
Penyebab utama dari infeksi ini adalah flora normal rongga mulut
yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal tersebut yaitu
polibakteri yang terdiri atas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
(Sixou et al, 2003). Bakteri gram positif seperti Gamella, Lactococcus,
Streptococcus, Staphylococcus, Actinomyces, Bacillus,
Corynenebacterium, Lactobacillus, Propionibacterium,
Peptostreptococcus, Prevotella, Bacteroides, Fusobacterium,
Leptotrichia, dan Porphyromonas. Sedangkan bakteri gram negatif antara
lain Capnocytophaga dan Pseudomonas. Mikroflora pada perikoronitis
yang ditemukan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal.
Bakteri-bakteri tersebut yang memicu inflamasi pada daerah perikorona.
Perikoronitis juga dipicu oleh trauma akibat gigi antagonisnya yang terus
menerus berkontak (Leung, 2004).
Bakteri Streptococcus mutans dapat tumbuh subur dalam suasana
asam dan menempel pada mukosa ruang perikorona karena
kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari
karbohidrat makanan. Polisakarida yang mempunyai konsistensi seperti
gelatin sehingga bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada mukosa
serta saling melekat satu sama lain. Setelah semakin bertambah, bakteri-
bakteri ini akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan suasana
asam dalam rongga mulut (Volk dan Wheeler, 1990). Bakteri
Streptococcus mutans merupakan bakteri yang paling dominan
peranannya dalam patogenesis perikoronitis. Bakteri lain yang banyak
ditemukan pada operkulum perikoronitis adalah Actinomyces. Prevotella
merupakan bakteri lain yang banyak ditemukan pada operkulum
perikoronitis. Prevotella adalah organisme anaerobik yang umumnya
ditemukan pada infeksi rongga mulut, termasuk penyakit periodontal
(Eduaro and mario, 2005).
4. Patofisiologi
Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi
diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara
operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia
yang membentuk pseudopoket. Debris makanan dapat berkumpul pada
4
poket antara operkulum dan gigi impaksi, sehingga tidak dapat
dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna akhirnya menyebabkan
infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama
mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut.
Keadaan ini juga dapat diperparah karena salah satunya kebersihan
rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat
mendukung berkembangnya koloni bakteri dan juga infeksi ini dapat
bersifat lokal atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam dan
melibatkan spasia jaringan lunak yang lainnya (Bataineh et al, 2003).
B. Operkulektomi
1. Gambaran Umum
Operkulum adalah flap jaringan gingiva yang padat berserat yang
menutupi sebagian dari molar ketiga pada mandibula. Pengambilan flap
ini dikenal sebagai operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan
menggunakan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting.
Operkulektomi atau perikoronal flap adalah pembuangan operkulum
secara bedah. Perawatan perikoronitis tergantung pada derajat keparahan
inflamasinya. Komplikasi sistemik yang ditimbulkan dan pertimbangan
apakah gigi yang terlibat nantinya akan dicabut atau dipertahankan
(Shepherd dan Brickley, 1994).
Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor usia dan kapan
dimulai adanya keluhan. Perlu adanya observasi mengenai hal tersebut
karena jika usia pasien adalah usia muda dimana gigi terakhir memang
waktunya untuk erupsi dan mulai keluhan baru saja terjadi, maka
operkulektomi sebaiknya tidak dilakukan dulu. Kondisi akut merupakan
kontraindikasi dilakukannya operkulektomi, namun tindakan emergensi
dapat dilakukan hingga kondisi akut dapat ditanggulangi kemudian
keadaan dievaluasi untuk dapat melakukan operkulektomi (Shepherd dan
Brickley, 1994).
5
Gambar 1. Operkulektomi
1) Diagnostik set
2) Pinset chirurgis
4) Cotton roll
5) Kassa
6
6) Alkohol 70%
7) Povidon Iodine
8) Neir beiken
9) Tampon
11) Gunting
12) Blade
13) Pehacain
14) Spuit
15) Scalpel
b. Penatalaksanaan
Kunjungan Pertama
7
Pada kondisi akut sebelum dilakukan pembersihan debris dapat
diberikan anastesi topikal. Bila operkulum membengkak dan
terdapat fluktuasi, lakukan insisi guna mendapatkan drainase.
Pemberian medikasmentosa. Seperti obat kumur, analgesik,
muscle relaxan (bila perlu), dan antibiotik.
b. Banyak istirahat
Kunjungan Kedua
8
Gambar 2. Operkulektomi
9
7) Penjahitan dilakukan jika trauma terlalu besar atau bleeding
terlalu banyak.
C. Kasus
Seorang wanita (PN) berumur 22 tahun datang ke RSGMP Unsoed
mengeluhkan gusi pada gigi paling belakang bawah kanan mengalami
bengkak yang hilang timbul terutama saat cuaca dingin, dan sering nyeri
akibat tergigit pada saat gusi bengkak. Kondisi saat datang ke RSGMP
Unsoed tidak dalam kondisi sakit, namun terlihat adanya sebagian gusi yang
menutupi gigi molar ketiga kanan bawah. Pasien mengaku tidak memiliki
alergi obat dan tidak dicurigai adanya kelainan sistemik.
10
1. Pemeriksaan Klinis
a. Pembengkakan gusi yang menutupi sebagian distal gigi molar 3
bawah kanan (gigi 48).
b. Warna normal
c. Nyeri (-)
d. Trismus (-)
2. Diagnosa
Diagnosa : Perikoronitis
3. Perawatan
Mengkomunikasikan kepada pasien terkait tindakan yang akan
dilakukan dan menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan
operkulektomi atau tidak (informed consent).
a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
1) Diagnostik set
2) Spuit
3) Pehacain
4) Povidon iodine
5) Blade No. 15
6) Scalpel
7) Gunting jaringan
8) Kassa
9) Tampon
10) Cotton pellet
11) Aquades
12) Alkohol 70%
b. Melakukan aplikasi antiseptik menggunakan kapas yang telah
diberi povidone iodine pada area pembedahan
c. Melakukan anestesi blok
d. Melakukan pemotongan (eksisi) gingiva yang menutupi
permukaan gigi (operkulum) menggunakan blade No. 15 dengan
cara ujung bevel menghadap ke jaringan. Pertimbangan pemilihan
blade No. 15 karena blade ini berukuran cukup kecil dengan
ujung runcing, dan tepi blade melengkung sehingga memudahkan
saat eksisi. Eksisi dilakukan dari bagian distolingual gigi 48
kemudian berlanjut sampai ke bagian distal gigi 48 dengan posisi
operator jam 7. Selain itu, dilakukan eksisi dari bagian operkulum
yang menutupi coronal dan distobukal gigi 48.
11
e. Menutup luka menggunakan tampon yang sudah diberi povidon
iodin dan menginstruksikan pasien untuk menggigit tampon
tersebut.
f. Edukasi paska bedah:
1) Gigit kapas selama setengah jam
2) Dianjurkan makan dan minum dingin, hindari makanan
atau minuman panas
3) Jangan memainkan bekas luka dengan jari atau lidah
4) Jangan berkumur keras, sering membuang ludah, dan
menghisap bekas luka dengan keras
5) Mengunyah menggunakan sisi yang tidak dilakukan
pembedahan
6) Menjaga kebersihan mulut
7) Menginstruksikan pasien untuk kontrol 1 minggu setelah
operkulektomi.
8) Minum obat sesuai petunjuk
9) Jika darah terus mengalir selama lebih dari 1-2 jam,
hubungi dokter gigi.
g. Meresepkan antibiotik Amoxicillin sebanyak 10 tablet diminum
setiap 8 jam setelah makan, Ibuprofen sebanyak 6 tablet diminum
pada saat sakit, Kalium Diklofenak sebanyak 6 tablet diminum
setiap 12 jam setelah makan, serta obat kumur.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Meurman JH, Rajasuo A, Murtomaa H, Savoleinen S. 1995. Respiratory tract
infections and contaminant pericoronitis of the wisdom teeth. British Med.
Keys D and Bartold M. 2000. Periodontal conditions of relevance to the
Australian Defence Force. Australian Defence Force Health.
Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic
Inflamation around painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
Leung AKC and Robson WLM. 2004. Childhood Cervical Lymphadenopathy. Ped
Health Care.
Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical Removal of Third Molars. British Med J.
Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. 2003.
Evaluation of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its
Susceptibility to Different Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro.
Volk WA dan Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. 5th Edition. Harper and
Row, Publisher, Inc. Diterjemahkan oleh Adisoemarto S, 1990.
Mikrobiologi Dasar jilid 2; Erlangga; Jakarta.
14