Anda di halaman 1dari 7

PERIKORONITIS

ABSTRAK
Perikoronitis adalah peradangan pada jaringan lunak yang yang
disebabkan oleh mahkota gigi yang tidak erupsi. Hal ini sering terjadi pada gigi
molar ketiga rahang bawah. Gejala dan tanda yang umum adalah rasa sakit,
pembengkakan, trismus, halitosis, rasa tidak enak, radang selaput perikoronal
dan keluarnya nanah dari tempat tersebut, peradangan terkadang diperparah
oleh trauma dari gigi antagonis. Pada kasus berat, abses perikoronal akut dapat
terjadi namun mungkin tetap terlokalisir atau menyebar, sehingga dapat
melibatkan satu atau lebih pada saat dilakukan bedah, keadaan ini mungkin
terkait dengan tanda dan gejala sistemik maupun lokal. Pengobatan untuk fase
akut meliputi debridemen plak dan sisa makanan, drainase nanah, irigasi dengan
menggunakan garam steril, klorheksidin atau hidrogen peroksida, eliminasi
trauma oklusal dan antibiotik profilaksis bersamaan dengan analgesik.
Perencanaan perawatan untuk intervensi bedah akan dilakukan setelah fase akut
mereda. Ekstraksi molar ketiga sebagian atau seluruhnya harus dilakukan. Jika
keputusan diambil untuk mempertahankan gigi, dalam keadaan seperti itu,
pengangkatan lipatan perikoronal dapat dilakukan.
Kata Kunci: Perikoronitis, Operkulum, Gigi Molar Tiga, Operkulektomi.

PENGANTAR
Perikoronitis adalah peradangan pada jaringan lunak yang yang
disebabkan oleh mahkota gigi yang tidak erupsi yang meliputi gingiva dan folikel
gigi. Kata perikoronitis berasal dari kata Yunani, peri berarti "sekitar", kata Latin,
corona berarti "mahkota" dan itis berarti "peradangan." Hal ini juga dikenal
sebagai operculitis. Jaringan lunak yang menutupi gigi yang tidak erupsi, untuk
penanganannya yaitu flap pericoronal atau operculum gingiva.
Hal ini paling sering terlihat pada molar ketiga, juga disebut sebagai gigi
bungsu, terutama lengkung mandibular, namun dapat terjadi di sekitar dasar gigi
yang belum erupsi sepenuhnya. Di antara masalah kesehatan mulut akut dewasa
muda, perikoronitis ditemukan peringkat pertama atau kedua.Hal ini paling
sering terlihat pada remaja dan dewasa muda. Kejadian tertinggi ditemukan
pada kelompok usia 20-29 tahun dan jarang terlihat sebelum 20 atau setelah
40,5 Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara jenis kelamin.
Variasi dapat terlihat pada kejadian puncak selama bulan Juni dan Desember.
Perikoronitis kebanyakan terlihat pada gigi yang terlibat pada 67% kasus yang
terkena dampak vertikal, pada 12% kasus mesio-angular, pada 14% kasus
distoangular dan 7% dari berbagai posisi lainnya. Suatu korelasi yang signifikan
antara status kebersihan mulut individu dan tingkat keparahan kondisi saat ini.
Perikoronitis bilateral adalah kondisi yang jarang terjadi.

KLASIFIKASI
Menurut Klasifikasi Penyakit Internasional, pericoronitis dapat
diklasifikasikan menjadi perikoronitis akut dan kronis.
a. Akut:
Perikoronitis akut memiliki onset terjadi secara tiba-tiba, singkat namun
memiliki gejala signifikan. Ada juga keterlibatan sistemik. Biasanya,
perikoronitis akut dapat dilihat pada pasien yang memiliki kebersihan rongga
mulut sedang atau buruk.
b. Kronis:
Perikoronitis dapat diklasifikasikan menjadi perikoronitis krnis atau rekuren.
Pada kondisi ini perikoronitis akut terjadi secara berkala. Hal ini bisa
menyebabkan beberapa gejala, namun beberapa tanda terlihat pada saat
pemeriksaan intraoral. Perikoronitis kronis lebih sering terlihat pada pasien
yang memiliki kebersihan rongga mulut yang baik atau sedang.

FAKTOR RISIKO PERIKORONITIS


 Adanya gigi yang tidak erupsi, gigi yang erupsi sebagian, impaksi gigi molar
ketiga (posisi distoangular atau mesioangular).
 Adanya poket periodontal disekitar gigi yang tidak erupsi.
 Riwayat perikoronitis sebelumnya.
 Oral hygiene yang buruk
 Infeksi saluran pernapasan dan tonsilitis.

ETIOPATOLOGI
Penyebab utama terjadinya Perikoronitis adalah adanya gigi Molar ketiga
yang impaksi atau tidak erupsi sempurna. Penyebab terjadinya inflamasi pada
pericoronal adalah adanya plak dan sisa makanan yang tertinggal di antara
mahkota dan operkulum. Area ini merupakan tempat yang ideal untuk
pertumbuhan bakteri karena sulit untuk dibersihkan. Ada kemungkinan
terjadinya peradangan akut pada perikoronal. Hal ini disebabkan karena adanya
faktor yang memberatkan seperti trauma, oklusi atau benda asing yang
tertinggal di bawah lipatan perikoronal. Perikoronitis dapat menyebabkan
pelepasan cairan jaringan inflamasi dan eksudat seluler. Pada gingiva
perikoronal yang mengalami pembesaran dapat menyebabkan gangguan atau
kesulitan menutup mulut secara sempurna. Pada kondisi ini, terjadinya
perikoronitis diperkuat oleh trauma oklusal jaringan perikoronal oleh gigi
antagonisnya. Peradangan kronis dan infeksi operkulum biasa terjadi walaupun
pasien tidak menunjukkan tanda maupun gejala. Pada permukaan dalam
operkulum, terdapat berbagai tingkat ulserasi. Kondisi sistemik seperti
influenza, infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan terganggunya sistem
imun host.

TANDA KLINIS
Perikoronitis akut ditandai dengan lesi yang membengkak, dengan nyeri
berdenyut yang hebat yang menyebar ke telinga, tenggorokan, dasar mulut,
sendi temporomandibular dan daerah submandibular posterior. Mungkin juga
ada rasa sakit saat menggigit. Terkadang, rasa sakit bisa mengganggu tidur.
Impaksi makanan yang terus-menerus di bawah lipatan perikoronal
menyebabkan nyeri periodontal dan pulpa (sekunder akibat karies gigi) juga
dianggap sebagai penyebab nyeri yang mungkin terjadi pada molar ketiga.
Pasien juga mengeluhkan rasa sakit saat menelan (disfagia), halitosis, rasa busuk
dan ketidakmampuan untuk menutup rahang. Pembengkakan pipi di wilayah
sudut bibir mungkin terlihat bersamaan dengan trismus. Tanda trauma pada
operkulum seperti lekukan dari cusp gigi bagian atas atau ulserasi dapat dilihat.
Komplikasi sistemik bisa terjadi seperti demam, leukositosis (kenaikan jumlah
W.B.C.), malaise, limfadenopati regional dan hilangnya nafsu makan. Pada kasus
yang parah, infeksi dapat berlanjut ke daerah jaringan yang berdekatan.

Perikoronitis kronis ditandai dengan nyeri rasa tidak nyaman, dalam


keadaan ringan dapat berlangsung selama satu atau dua hari, dengan keadaan
berat yang berlangsung selama berbulan-bulan. Daerah ulserasi dapat dikaitkan
dengan perikoronitis kronis dapat menyerupai radang gusi ulseratif
nekrotikanat. Pasien mungkin juga mengeluhkan rasa tidak enak. Kehamilan dan
kelelahan dikaitkan dengan peningkatan kejadian pericoronitis. Gambaran
radiografi tulang lokal dapat menjadi lebih radiopak pada perikoronitis kronis.

FLORA MIKROBA
Pada saat perkembangan gigi, saat folikel gigi berinteraksi dengan rongga
mulut, dikatakan bahwa kolonisasi bakteri terjadi ke dalam ruang folikuler yang
menyebabkan awal terjadinya infeksi. Spesies bakteri yang dominan pada
perikoronitis Molar ketiga rahang bawah yang dapat merusak adalah tipe
Streptococcus Actinomyces dan Propionibacterium. Seiring dengan ini, ada juga
bukti adanya bakteri penghasil B-laktamase seperti Prevotella, Bacteroides,
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora
perikoronitis mikroba sebagian besar bersifat anaerobik. perikoronal flep
memiliki spesies bakteri yang sama. terlihat pada tonsilitis dan
periodontitis.Leung dkk menemukan bahwa mikrobiota perikoronitis
menyerupai radang gusi, periodontitis dan P. gingivalis yang terdeteksi pada 100
sampel. Rajasuo dkk mendeteksi P. gingivalis pada 9,1% sampel sementara
Mombelli dkk menemukan 20% kantong kuman molar ketiga kesehatan
aktinomik yang terdeteksi di pocet perikoronal yang ditemukan: 17-40% oleh
Mombeli et al, 9,1% oleh Rajasuo et al dan oleh Peltroche-Llacsahuanga et al
masing-masing T. forsythia juga terdeteksi pada sampel pericoronitis. Sulit untuk
mengisolasi patogen periodontal dengan pembiakan mikroba dari pericoronitis.
Jadi, Polymerase chain reaction (PCR) telah terbukti menjadi tes yang sangat
spesifik dan sensitif untuk 16 deteksi periodontopathogens pada flap
perikoronal.

KOMPLIKASI
Perikoronitis adalah kondisi yang menyakitkan dan dapat menyebabkan
lebih banyak masalah serius jika dibiarkan tidak diobati. Jika dibiarkan maka,
bisa berubah menjadi abses pericoronal yang dapat menyebar ke bagian
posterior ke orofaring dan secara medial ke dasar lidah sehingga menyebabkan
kesulitan dalam menelan. Tergantung pada tingkat keparahannya. pada
keterlibatan kelenjar getah bening, bisa berupa submaskillary, serviks posterior,
serviks dalam, dan kelompok retrofaringeal kelenjar getah bening. Infeksi
perikoronal kronis dapat berpotensi berlanjut ke ruang jaringan lunak seperti
ruang sublingual, ruang submandibular, ruang parapharyngeal, ruang
pterygomandibular, ruang submatereter ruang infratemporal dan ruang bukal.
Lanjutan dari perikoronitis akut adalah pembentukan abses peritonsillar,
selulitis, dan angina Ludwig, yang mungkin memerlukan perawatan intensif dan
bisa merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa. Angina Ludwig ditandai
dengan demam, malaise, elevasi lidah dan dasar mulut karena keterlibatan ruang
sublingual, kesulitan dalam menelan, berbicara yang tidak jelas, pembengkakan
ruang submandibular secara bilateral yang melibatkan leher pada bagian
anterior. Abses parapharyngeal menyebabkan demam dan malaise, nyeri parah
saat menelan, dyspnoea dan deviasi laring pasa satu sisi. Kondisi ini
membutuhkan penanganan bedah yang mendesak sehingga jalan nafas bisa
dibebaskan.
PENANGANAN
Jika penyebab perikoronitis tidak dihilangkan, hal itu mungkin terjadi
sebagai kondisi berulang yang memerlukan banyak beberapa pengobatan. Ada
beberapa faktor perawatan perikoronitis ,tingkat keparahan inflamasi,
komplikasi sistemik dan saran untuk mempertahankan atau mengekstraksi gigi
yang terlibat oleh dokter gigi tergantung pada prognosisnya. Jika perikoronal
yang tertutup persisten tanpa gejala, harus dihapus sebagai tindakan
pencegahan.

Royal College of Surgeons of England telah memberikan Panduan Klinis


Nasional untuk penatalaksnaan perikoronitis, sebagai berikut:
a. Lakukan irigasi didaerah perikoronal dengan menggunakan air hangat
secara perlahan dengan menyiram area tersebut sehingga sisa-sisa makanan
dan eksudat dapat dikeluarkan. Larutan irigasi harus steril. Yang termasuk
larutan irigasi yaitu air hangat untuk injeksi, larutan garam normal,
klorheksidin dan larutan anestesi lokal.
b. Angkat lipatan perikoronal secara perlahan dari gigi dengan scaler atau
curette dan usapkan permukaan bawah flap dengan antiseptik.
c. Evaluasi oklusi harus dilakukan untuk menentukan apakah gigi antagonis
bersifat traumatis dengan flap perikoronal atau tidak. Jika kondisi seperti ini
ada, maka pembuangan jaringan lunak atau penyesuaian oklusal mungkin
diperlukan.
d. Jika terdapat abses perikoronal lakukan insisi antero posterior dengan
blade nomor 15 untuk membentuk drainase. Drainase juga bisa didapat
dengan cara insisi flap.
e. Gunakan cauter lokal untuk membakar jaringan lunak. Cairan seperti asam
kromat, phenol liquefactum, trikloroasetat atau larutan ammoniak Howe
digunakan untuk mengendalikan rasa sakit. Cairan tersebut ditempatkan di
bawah operkulum dalam jumlah yang sedikit pada kapas pellete. Sehingga
reaksi anastesi terjadi secara cepat karena adanya kauterisasi kimiawi dari
ujung saraf pada jaringan superfisial. Penanganan yang tepat harus
dilakukan untuk menghindari cedera pada jaringan di sekitarnya.
f. Pada kasus perikoronitis berat atau jika ada gejala sistemik, dianjurkan
pemberian antibiotik ke pasien disertai analgesik yang tepat. Mikrobiota
perikoronitis adalah campuran kompleks mikroorganisme gram positif dan
gram negatif. Jadi, spektrum antibiotik atau kombinasi antibiotik yang luas
harus diberikan tergantung pada kondisi klinisnya. Pilihan antibiotik adalah
amoksisilin 500mg tiga kali sehari selama lima hari dalam kombinasi dengan
metronidazol 400 mg tiga kali sehari selama lima hari. Untuk menghambat
aktivitas β-laktamase, amoksisilin dan asam klavulanat 625 mg dua kali
sehari selama lima hari harus diberikan bersamaan dengan metronidazol
400 mg tiga kali sehari selama lima hari. Pasien yang alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan eritromisin 500 mg empat kali sehari selama lima
hari.
g. Ozon juga bisa digunakan sebagai agen antimikroba lokal. Hal ini dianggap
sebagai tambahan yang berguna dalam pengobatan perikoronitis.
h. Berikan edukasi untuk menjaga kebersihan rongga mulut kepada pasien.
Berkumur dengan obat kumur klorheksidin 0,12% atau air garam hangat
sebanyak dua kali sehari.

KESIMPULAN
Perikoronitis biasanya terjadi pada molar ketiga. Penyakit ini terlihat
kecil tapi juga tidak dapat diabaikan karena berpotensi menyebabkan
komplikasi. Selain memiliki gejala lokal , peradangan/inflamasi kecil dapat
berubah menjadi abses lokal atau dapat menyebar kedalam jaringan lunak yang
berdekatan, yang dapat mengakibatkan kondisi yang mengancam jiwa jika tidak
dilakukan penanganan.
Diagnosis yang tepat harus dilakukan berdasarkan riwayat kasus
menyeluruh, pemeriksaan klinis dan radiografi. Berdasarkan diagnosis, rencana
perawatan yang paling tepat harus dilaksanakan pada keadaan darurat.

Anda mungkin juga menyukai