Oleh:
Yusiska Wahyu Indrayani
G99142054
Pembimbing
drg. Widia Susanti, M. Kes.
DAFTAR ISI
I.
B. Etiologi
Tidak ada penyebab anodontia yang pasti. Ada beberapa peneliti yang
mengusulkan dugaan bahwa partial atau complete anodontia adalah akibat
evolusi yang akhirnya menghasilkan individu-individu yang tidak memiliki
gigi (Susanto, 2009). Anodontia dan hypodontia kadang ditemukan sebagai
bagian dari suatu sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai
gejala yang timbul secara bersamaan, misalnya pada sindroma Ectodermal
kelainan pada generasi keluarga sebelumnya, tapi bisa juga merupakan
kelainan yang diturunkan (Adulgopar, 2009).
C. Klasifikasi
1. Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak tumbuh
disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat dibagi menjadi:
a. Anodontia total (anodontia vera) adalah keadaan dimana pada rahang
tidak terdapat gigi susu maupun gigi tetap.
b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu
atau lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi
permanen daripada gigi susu, yang termasuk anodontia parsial ialah
hipodontia dan oligodontia.
2. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi.
Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi
premolar dua rahang bawah, incisivus dua rahang atas, dan premolar dua
rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau
keduanya (bilateral).
3. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh (Wu,
2007).
D. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan
rontgen panoramik untuk memastikan semua benih gigi benar-benar tidak
terbentuk.
E. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang
dapat dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan gigi prostetik (Ramil,
2010).
Maxillary Denture
IMPACTED TEETH
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Gigi impaksi atau gigi terpendam (impacted teeth) adalah gigi yang tidak
dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan
lunak atau kedua-duanya (Irfan, 2011).
C. Klasifikasi
Menurut klasifikasi George Winter, gigi impaksi digolongkan
berdasarkan posisi gigi terhadap gigi molar kedua. Posisi-posisinya meliputi
1. Vertical
2. Horizontal
3. Inverted
4. Mesioangular (miring ke mesial)
5. Distoangular (miring ke distal)
6. Bukoangular (miring ke bukal)
7. Linguoangular (miring ke lingual)
8. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position (Fadillah et al,
2010).
horizontal
Impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter (Elih dan Salim, 2008)
Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi
yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang
adekuat. Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun.
D. Penegakan Diagnosis
Tanda-tanda umum terjadinya gigi impaksi adalah:
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan
pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorbsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorbsi gigi tetangga.
3. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
4. Fraktur rahang (patah tulang rahang) (Obiechina, 2001).
Pada anamnesis pasien dengan impaksi gigi biasanya datang dengan
keluhan sebagai berikut:
1. Perikoronitis
Gejala-gejala yang timbul antara lain: rasa sakit di region tersebut,
pembengkakan, mulut bau (foeter exore), pembesaran limfonodi
submandibular.
2. Periodontitis
Bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya, dapat terjadi periodontitis pada
gigi yang didesak.
3. Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah. Hal ini mungkin disebabkan
karena tekanan pada n.mandibularis. Tekanan pada n.mandibularis dapat
juga menyebabkan rasa sakit pada gigi premolar dan caninus.
Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan
ekstra oral dan pemeriksaan intra oral yang meliputi:
Pemeriksaan Ekstra Oral
Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah:
1. Adanya pembengkakan.
2. Adanya pembesaran limfonodi (KGB).
3. Adanya parastesi.
Pemeriksaan Intra Oral
Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah:
1. Keadaan gigi, erupsi atau tidak.
2. Adanya karies, perikoronitis.
3. Adanya parastesi.
4. Warna mukosa bukal, labial dan gingival.
5. Adanya abses gingival.
6. Posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga.
7. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibular) (Kidd,
1992).
Pemeriksaan radiologis panoramik merupakan pemeriksaan penunjang
yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis gigi impaksi.
10
Anjuran
pencabutan
gigi yang tidak
erupsi atau
impaksi
Gigi mengalami
infeksi
Pada pasien
beresiko dan
akses perawatan
dental terbatas
Indikasi kuat
pencabutan gigi
yang tidak erupsi
atau impaksi
Indikasi lain
Transplantasi
autogenous pada soket
gigi molar satu
Jika direncanakan
Jika direncanakan Dalam kasus resorbsi
untuk melakukan
untuk melakukan eksternal gigi molar
pencabutan gigi
pencabutan gigi
tiga atau molar dua,
impaksi di bawah
di bawah
jika diduga
pengaruh AL, maka
pengaruh AU dan disebabkan oleh gigi
pencabutan profilaktik
gigi kontralateral
molar tiga
gigi kontralateral yang
beresiko
tak-bergejala
menimbulkan
dikontraindikasikan
gangguan erupsi
Keterangan : AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum.
11
Pencabutan profilaktik
dapat dilakukan dalam
beberapa kondisi medis
tertentu
MALOCCLUSION
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Oklusi adalah kontak antara dua permukaan oklusal gigi-gigi rahang
atas dan bawah dalam posisi yang benar. Maloklusi adalah posisi oklusi
yang terjadi di luar oklusi normal (CCA, 2009).
Etiologi
1. Faktor Dental
12
B. Diagnosa
Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu:
kelengkungan gigi yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil,
kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menggigit dan mengunyah
makanan, susah berbicara/ pengucapan yang ganjil, dan bernafas lewat
mulut karena bibir yang sulit menutup (Susanto, 2010).
Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi.
Dokter gigi akan mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan
bawah. Bila ditemukan kelainan, akan dirujuk kepada ahli orthodonti
untuk mendiagnosis dan menatalaksana.
Pemeriksaan
penunjang
yang
diperlukan
adalah
radiografik
C. Terapi
Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk
mengoreksi posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi,
dari 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada keparahan kasus.
Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang, terutama untuk
memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik (Ruslin,
2011).
Penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap
hari serta kontrol rutin ke dokter gigi. Plaque dapat terakumulasi pada alat
cekat sehingga meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya
13
14
A. Pengertian
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas
yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langitlangit rongga mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft
palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga
hidung.
Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
1. Cleft lip tanpa disertai cleft palate,
2. Cleft palate tanpa disertai cleft lip, dan
3. Cleft lip disertai dengan cleft palate.
Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langitlangit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada
kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih
dalam kandungan (CCA, 2009).
B. Etiologi
Etiologinya dibagi mejadi 2 kelompok besar :
1. Herediter akibat mutasi gen atau kelainan kromosom
15
2. Faktor lingkungan seperti usia ibu lebih dari 30 tahun, agen teratogenik ,
nutrisi, infeksi virus (misal rubella), radiasi, stres emosional, daya
pembentukan embrio menurun, dan trauma selama trimester pertama
kehamilan.
C. Patogenesis
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu
awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan
langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari
jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah.
Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir
atas atau langit-langit rongga mulut.
Sebenarnya penyebab jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan
baik belum diketahui dengan pasti. Namun, faktor penyebab yang diperkirakan
adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obatobatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi
minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan
semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua
yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah
maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari
sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu
terjadinya kelainan ini.
16
D. Pemeriksaan
Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi
dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi
spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan
tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara,
bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi
bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki
fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki
suara hidung saat berbicara.
17
E. Terapi
Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter
khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis
bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter
spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis orthodonsi,
psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir. Waktu
yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan
kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah
dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan
yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah pada langit-langit rongga
mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua operasi tersebut
dilakukan dengan bius total.
Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan
untuk memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langitlangit rongga mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone
graft (implant tulang).
Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak dapat menjalani
terapi bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan
orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan
gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak
timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut.
18
A. Definisi
a.
Micrognatia
b.
Macrognatia
B. Etiologi
Penyebab micrognatia dapat terjadi secara kongenital dan didapat.
Micrognatia kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat
19
b.
Micrognatia palsu, adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang
terletak lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan
mandibula (Santoso, 2009).
D. Penegakan Diagnosis
Biasanya penderita micrognatia dan macrognatia mengalami masalah
estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.
E. Penatalaksanaan
Terapi yang disarankan adalah dengan operasi orthognathic untuk
memperluas atau mengecilkan maksila dan mandibula (Thimmappa, 2011).
20
A. Definisi
Debris didefinisikan sebagai material lunak pada permukaan gigi yang
terdiri dari material alba, dan sisa makanan yang menumpuk dan tidak
dibersihkan (Harty FJ, 1995).
Kriteria
Jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua
pertiga permukaan gigi.
jumlah gigi yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan
yang diperiksa tertentu pula. Skor debris meliputi (Findya, 2010):
Skor DI = jumlah nilai debris
jumlah gigi yg diperiksa
21
Kriteria DI :
0,0-0,7 : Baik
0,8-1,6 : Sedang
1,7-3,0 : Buruk
C. Patogenesis
Debris terbentuk dari sisa-sisa makanan yang biasanya menempel di
celah gigi dan merupakan faktor pendukung timbulnya karies (lubang
gigi).Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah
dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau
dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan
tertekan di antara gigi dan gusi yang biasanya hanya dapat dibersihkan dengan
dental floss/ benang gigi atau tusuk gigi).
E. Terapi
Penatalaksaan dan pencegahan debris yakni menjaga kebersihan
gigi.Ada berbagai alat untuk membersihkan gigi.Alat yang utama yaitu
22
sikat gigi. Hampir setiap orang tentunya sudah mengetahui mengenai sikat
gigi, baik bentuk maupun ukurannya.Selain sikat gigi sebenarnya masih
terdapat beberapa alat yang dapat dipakai untuk membersihkan bagianbagian tertentu dari gigi, sehingga dapat tercapai kebersihan gigi yang
optimal pada gigi khususnya serta kebersihan mulut pada umumnya. Alat
bantu pembersih gigi selain sikat gigi adalah benang gigi (dental floss).
Dental floss merupakan benang yang terbuat dari silk atau nilon
dan dipergunakan untuk membersihkan bagian gigi yang terletak di bawah
kontak dua gigi. Seseorang yang akan mempergunakan benang gigi harus
diberi instruksi dulu mengenai cara penggunaannya, agar tidak melukai
gusi. Ada 2 macam benang gigi yaitu yang menggunakan tangkai sebagai
pemegang dan yang tanpa tangkai pemegang. Berikut adalah teknik
penggunaan benang gigi : jika benang giginya dengan tangkai pemegang
maka tangkainya dipegang lalu benang giginya dimasukkan perlahanlahan di antara 2 gigi sampai ke bawah titik kontak, kemudian digerakkan
ke depan dan ke belakang setelah itu benang giginya dikeluarkan. Jika
benang giginya tanpa tangkai pemegang, maka benang gigi diambil lebih
kurang 25 cm lalu ditekan pada ibu jari dan telunjuk jari kanan untuk
membersihkan gigi-gigi atas di kuadran kiri.Sedangkan untuk gigi-gigi
atas di kuadran kanan, jari-jari yang dipergunakan merupakan kebalikan
dari yang kiri.Untuk gigi-gigi bawah, baik kuadran kanan maupun kiri,
tekanan benang gigi terletak pada petunjuk jari kanan dan kiri. Kemudian
benang gigi dimasukkan perlahan-lahan di antara 2 gigi dan untuk
selanjutnya sama dengan yang mempergunakan tangkai pemegang.
Penggunaan benang gigi, apalagi yang tanpa tangkai pemegang, memang
agak sulit. Diperlukan latihan yang terus-menerus untuk membiasakan
dalam penggunaannya (Purba, 2011).
23
CALCULUS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Kalkulus adalah timbunan plak yang bila dibiarkan mengalami
mineralisasi dan menjadi karang gigi. Kalkulus merupakan suatu endapan
amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi atau protesa dan membentuk
lapisan konsentris (Lelyati, 1996).
B. Patogenesis
Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan
menetap dalam waktu yang lama. Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu
streptococcus dan anaerob yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada
makanan menjadi asam. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur
dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna kekuningan yang melekat
pada permukaan gigi yang disebut plaque. Karang gigi (calculus) adalah
plaque yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi
(Susanto, 2009).
Kalkulus merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena
terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi
kalkulus dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi (gingivitis).Jika
akumulasi kalkulus cukup berat maka dapat menyebabkan periodontitis.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival
margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.Kalkulus
supragingival terbentuk di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi
dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung di
dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang
dapat hidup di lingkungan penuh oksigen.Kalkulus subgingival, terutama
terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada
lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin
gingiva. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang
24
C. Gambaran
Calculus
D. Diagnosis
Kalkulus dihitung menggunakan Calculus Index Simplified (CIS).Rahang atas yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas,
permukaan labial gigi I1 kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas.
Pemeriksaan dilakukan di permukaan bukal karena saluran muara untuk
kelenjar saliva yaitu pada glandula parotis terletak di daerah bukal. Rahang
bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual gigi M1 kiri bawah,
permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi M1 kanan
bawah. Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk
kelenjar saliva yaitu pada glandula sublingualis terletak di daerah lingual.
Calculus index (CI) diperoleh dari:
Skor CI = jumlah nilai kalkulus
jumlah gigi yg diperiksa
= Baik
0,7-1,8
= Sedang
1,9-3,0
= Buruk
25
= Baik
1,3 -3,0
= Sedang
3,1- 6,0
= Buruk
(Pintauli, 2008).
E. Terapi
26
Scalling of calculus
27
PLAQUE
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi
terdiri dari biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit,
makrofag, matriks ekstraseluler yang terbentuk dari produk bakteri dan
saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan fosfor yang terdapat
pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk kalkulus.
Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau
gangguan periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.
B. Patogenesis
Plaque merupakan lapisan lunak dan lengket di gigi terdiri dari
kumpulan koloni bakteri dan mikroorganisme lain yang bercampur dengan
produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob
dari koloni ini menghasilkan asam yang menyebabkan:
A. Demineralisasi permukaan gigi.
B. Iritasi gusi di sekitar gigi gingivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)
C. Plak gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta
kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Pembentukan pelikel pada
dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva
pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan
sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh
pelikel glikoprotein.
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam
3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti
Streptokokus
sanguins,
Streptokokus
28
mutans,
Streptokokus
mitis,
Streptokokus
salivarius,
Actinomyces
viscosus
dan
Actinomyces
C. Gambaran
Plaque
D. Diagnosis
Alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada permukaan gigi
dinamakan indeks plak. Salah satu indeks plak gigi adalah indeks plak Loe
and
Silness
yang
dimodifikasi.
Pemeriksaan
dilakukan
dengan
29
plak tidak terlihat mata (terdapat selapis plak pada daerah ginggiva
yang dapat diketahui dengan cara menggoreskannya dengan sonde
atau disclosing sollution).
: sangat baik
0,1 - 0,9
: baik
1,0 - 1,9
: sedang
2,0 - 3,0
: buruk
E. Terapi
Plak tidak dapat dihindari pembentukannya, sehingga perlu tindakan
pencegahan untuk mengurangi akumulasi plaque.Cara yang paling umum
adalah sikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung flouride minimal 2
kali dalam sehari (Widyanti, 2005).
30
A. Definisi
Dental decay atau karies gigi adalah proses demineralisasi dari bagian
anorganik (kalsium, fosfor, fluor) dan destruksi bagian organik (protein,
lemak, karbohidrat) gigi yang disebabkan oleh suatu interaksi antara
mikroorganisme (produk-produk), ludah, bagian-bagian yang berasal dari
makanan dan email (Anggraeni, 2007).
Dental Decay
B. Klasifikasi
Menurut dalamnya struktur jaringan yang terkena, karies diklasifikasikan
menjadi:
a. Karies superficialis (karies email)
Pada tahap ini, karies mengenai lapisan email dan menyebabkan iritasi
pulpa. Biasanya pasien belum mengeluh rasa sakit.
31
C. Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor atau komponen yang saling
berinteraksi yaitu:
1. Komponen dari gigi dan air ludah (saliva)/ Host yang meliputi: komposisi
gigi, morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan
saliva.
2. Komponen mikroorganisme/ Agent yang ada dalam mulut yang mampu
menghasilkan
asam
melalui
peragian
seperti
Streptococcus
dan
Laktobasilus.
3. Komponen makanan/ Environment, yang sangat berperan adalah makanan
yang mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.
4. Komponen
waktu/
Time,
merupakan
kemampuan
saliva
untuk
32
terdiri dari periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Sehingga
bila saliva berada dalam lingkungan gigi, maka karies tidak akan
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, namun dalam
hitungan bulan.
D. Patogenesis
Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat
terjadi pada enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang
diproduksi oleh bakteri. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya glukosa
dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH
plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH
yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun terjadi. Karies gigi dimulai
dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan enamel. Emai lmenjadi keropos
dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan
yang baik, proses karies terus berlanjut menjalar ke lapisan dentin
Bila
E. Diagnosis
1. Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat
secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email.
Anamnesis
Pemeriksaan Objektif
Intra oral
Terapi
2. Karies dini/ karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada
email sebagai lanjutan dari karies dini.
Anamnesa
Pemeriksaan objektif
33
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan.
F. Terapi
1. Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies
terdeteksi:
2. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih
lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan
pada saat iritasi atau hiperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu
amalgam, compsite resin dan glass ionomer atau dengan inlay.
3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies
gigi. Ekstraksi dilakukan bila jaringan gigi sudah sangat rusak
sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi yang telah diekstraksi perlu
34
35
PULPITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Pulpitis merupakan peradangan pulpa yang pada umumnya merupakan
kelanjutan dari proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut Ingle, atap
pulpa mempunyai persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa.
Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan
menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut (Medicastore, 2012).
Pulpitis
B. Etiologi
Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kerusakan gigi yang telah menembus melalui lapisan enamel dan
dentin gigi
2. Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang
berasal dari abses gigi.
3. Trauma ke gigi yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan menggiling,
mengepal, dan / atau cedera pada gigi (Radelva, 2008).
36
C. Klasifikasi
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) yaitu sebagai
berikut:
1. Pulpitis Reversible
Suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada
keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya
sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang
sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang
segera setelah jejas dihilangkan.
2. Pulpitis Irreversibel
Suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simptomatik
atau asimptomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana
pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan
pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
3. Pulpitis hiperplastik (Pulpa Polip)
Suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu
pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Terbukanya pulpa karena
karies yang lambat dan progresif merupakan penyebabnya.Untuk
pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas besar yang
terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang
kronis misalnya tekanan dari pengunyahan.Pada pulpitis hiperplastik
kronis tidak mempunyai gejala, kecuali selama mastikasi bila tekanan
bolus makanan,menyebabkan rasa tidak menyenangkan.Gangguan ini
ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup
oleh epithelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang
berlangsung lama.
37
(a)
(b)
D. Penegakkan Diagnosis
1. Pulpitis Reversible
Anamnesa:
Pemeriksaan Objektif:
Ekstra-oral: Tidak ada pembengkakan
Intra-oral:
a. Perkusi (-)
b. Karies mengenai dentin
c. Pulpa belum terbuka
d. Sondase (+)
e. Chlor etil (+)
2. Pulpitis Irreversible
Anamnesa: Nyeri tajam spontan terus-menerus
Pemeriksaan Objektif:
-
Intra-oral :
1) Karies mengenai dentin
2) Sondase (+)
3) Khlor ethil (+)
38
Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Pemeriksaan Objektif:
a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
b. Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)
c. Terdapat lubang gigi yang dalam
E. Terapi
Perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apeks gigi lebar/ terbuka
dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi
dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar dan ditumpat tetap. Evaluasi
secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi penutupan apeks (dengan
menggunakan pemeriksaan radiografik) (Kidd, 1992).
39
PERIODONTITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga
gigi (jaringan periodontium). Pada periodontitis, perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Jaringan penyangga terdiri dari
gusi, processus alveolar dan ligamentum periodontal (selapis tipis jaringan
ikat yang memegang gigi dalam kantongnya; berfungsi juga sebagai media
peredam antara gigi dan tulang) (Orstavik, 2007).
B. Etiologi
a. Dental plak
Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri
beserta produknya.Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini
terdiri dari kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri,
saliva, sisa makanan, epitel dan leukosit.
b. Kalkulus
Kalkulus adalah suatu massa yang terdeposit pada permukaan gigi,
biasanya pada sela-sela gigi. Pada kalkulus melekat bakteri plak yang
menghasilkan produknya.
c. Food imfaction
Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam
jaringan peridontum terutama gingiva oleh karena tekanan pengunyahan
sering terjadi pada bagian interproximal.Merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri dan produknya dapat mengiritasi gingiva.
d. Trauma gigi
Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada
pengunyahan, jaringan periodontum menerima daya tekan yang besar.
Lama kelamaan jaringan periodontum mengalami pelebaran, sehingga
daerah tersebut mudah menjadi fokus infeksi, atau bisa juga karena daya
40
tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan jaringan
periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi.
e. Karies gigi
Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga
akhirnya menyebabkan periodontitis.
f. Gigi gangren
Perluasan infeksi daerah gangren gigi ke jaringan yang paling
dekat yaitu jaringan periodontium sehingga menyebabkan periodontitis
(Lelyati S, 1996).
C. Patogenesis
Periodontitis merupakan akibat penumpukan plak dan karang gigi
diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan
meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang bawahnya. Kantong ini
mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan yang bebas oksigen, yang
mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini berlanjut, pada akhirnya
banyak tulang rahang di dekat kantong yang rusak sehingga menyebabkan gigi
lepas. Periodontitis ditandai dengan peradangan gingiva (gingivitis),
pembentukan pocket (kantong gigi patologis), kerusakan ligament periodontal,
serta kerusakan alveolar, sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang dan
akhirnya lepas.
Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan
antara epitelium junction dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal
dari puncak tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal
dari puncak tulang alveolar.
Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama
kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya (Orstavik, 2007).
41
Periodontitis
D. Penegakan Diagnosis
Tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:
gigi goyang.
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik
42
GINGIVITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva/ jaringan gusi. Proses
peradangan terbatas pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi bagian
cervical dentin dan processus alveolaris dentis(Medicastore, 2010).
Gingivitis
B. Etiologi
Penyebab gingivitis dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun faktor
sistemik. Faktor lokal meliputi maloral hygiene/ kesehatan mulut yang buruk,
adanya caries yang besar dengan tepi yang tajam, calculus, adanya
filling/tumpat pada gigi , jacket crown maupun prothesa yang kurang
sempurna, tidur dengan mulut terbuka maupun bernafas dengan mulut serta
kebiasaan menusuk gigi (Thoothclub, 2011).
Sedangkan faktor sistemik meliputi gangguan kelenjar endokrin (waktu
hamil, menopause), avitaminosis vitamin C, defisiensi vitamin A, B, C;
penyakit sifilis, rheumatic, nefritis, anemia, diabetes mellitus, alkoholisme,
acut fever yang tinggi.obat-obatan yang mengandung Hg, J, Bi, dan dosis
terlalu
tinggi
akan
menyebabkan
ekskresi
dari
darah,
penggunaan
43
C. Klasifikasi
a. Gingivitis Marginalis
Batas gingival berwarna merah tua, ada pembengkakan, pada
remaja.
b. Gingivitis Atrophicans
Gingival
mengisut,
batas
membengkak,
calcullus
subgingival (+).
c. Gingivitis Hypertrophicans
Sifatnya kronis dan tidak sakit, gingival membengkak, terutama
terdapat pada remaja wanita muda dan wanita gravid.
44
45
CANDIDIASIS ORAL
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
Candidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Candida albikans (Amin,
2010).
Candidiasis oral
B. Etiopatogenesis
Faktor utama penyebab oral candidiasis:
1.
2.
46
periodontal
dan
orofaring.
47
Keberadaan
candidiasis
denture related stomatitis ini berupa daerah eritema pada mukosa yang
berkontak dengan permukaan gigi tiruan. Gigi tiruan yang menutupi
mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah terinfeksi jamur.
Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang terinflamasi
di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat
diklasifikasikan atas tiga yaitu
Tipe I
terlokalisir
Tipe II
gigi tiruan
Tipe III
1. Keilitis Angularis
Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche
merupakan infeksi campuran bakteri dan jamur Candida yang umumnya
dijumpai pada sudut mulut baik unilateral maupun bilateral.Sudut mulut
50
yang terinfeksi tampak merah dan sakit. Keilitis angularis dapat terjadi pada
penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12.
Kelitis Angularis
D. Pemeriksaan
Untuk menentukan diagnosis kandidiasis oral, harus dilakukan
pemeriksaan mikroskopis disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui
riwayat penyakit. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara
yaitu usapan (swab) atau kerokan (scraping) lesi pada mukosa. Selanjutnya,
bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas objek dalam larutan
potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat pseudohyphae yang tidak
beraturan atau blastospora. Selain pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan
kultur dengan menggunakan agar sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada
suhu 37% C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam waktu 24 48 jam.
E. Terapi
Perawatan Candidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga
mulut, memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan
berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat
dikurangi (Williams, 2011).
Menurut jenisnya, obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa
golongan yaitu:
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
51
52
MOUTH ULCER
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau
organ, yang lebih dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa
mulut merupakan gambaran lesi oral yang sangat umum ditemui dan
dikeluhkan pasien dalam praktik sehari-hari. Prevalensi ulkus di mukosa
mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga 30% (Casiglia, 2014).
atau
kulit.
Neoplasma
ganas
biasanya
mulai
sebagai
C. Klasifikasi
1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)
Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di
mukosa
mulut.
Perlu
ditanyakan
kepada
pasien
apakah
pasien
53
2. Aphtha
Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang
dilapisi eksudat abu-abu dan dikelilingi halo berwarna merah, yang
merupakan karakteristik dari stomatitis aftosa rekuren.
Minor aphtha (Mikuliczs aphtha)
Durasi 7 hingga 10 hari
Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah
Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode
Major aphtha (Suttons ulcers)
Dapat berlangsung selama berbulan-bulan
Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah
Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan
bibir
3. Ulkus herpetiformis
Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang
nantinya membesar dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah
bagian ventral dan terdapat manifestasi ekstraoral
4. Sindroma Behets
Dengan adanya riwayat ulkus berulang
5. Eritema Multiformis
Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula
eritematosa berisi cairan yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan
nyeri dengan adanya cairan eksudat serosanguinosa yang nantinya menjadi
krusta
6. Ulkus Tunggal dan Multipel
Beberapa faktor yang dapat membantu tegaknya diagnosis penyakit
dengan manifestasi ulkus adalah jumlah ulkus, bentuk, ukuran, tempat,
dasar, batas, dan ada atau tidaknya nyeri. Sebuah ulkus tunggal, terutama
jika bertahan selama tiga minggu atau lebih biasanya merupakan indikasi
kronis dan sering ditemui pada penyakit ganas atau infeksi serius
(misalnya tuberkulosis atau infeksi jamur).
54
Stomatitis medikamentosa
Aphta minor
55
Aphta mayor
Ulkus herpetiformis
sindrom behcets
eritema multiformis
D. Diagnosis
Ulserasi pada rongga mulut mungkin merupakan penyakit mukosa oral
yang paling sering terlihat dan serius. Pendekatan untuk diagnosis dan
manajemen ulkus ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis
(Scully, 2003). Durasi ulkus memegang peranan penting sebuah biopsi hendak
dilakukan. Jika onsetnya cepat, pasien patut ditanyakan mengenai riwayat
blistering sebelumnya. Pemeriksaan subjektif mengenai jumlah dan distribusi
serta keterkaitan dengan bagian tubuh yang lain perlu dilakukan. Nyeri dan
rekurensi ulkus dapat menjadi referensi dalam penegakan diagnosis. Langlais
dan Miller (2000) menambahkan mengenai riwayat alergi dan penyakit yang
sedang diderita, terapi obat terdahulu dan sekarang, riwayat terapi radiologi
dan keadaan umum pasien.
Dalam kasus penyakit mulut maupun penyakit sistemik, banyak
penyakit yang pada awalnya bermanifestasi pada rongga mulut misalnya
melalui ulkus mulut. Penyebab ulkus di rongga mulut dapat bermacam-macam,
misalnya trauma, agen infeksi (bakteri, virus, jamur, mikrobakteria), penyakit
sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV, sifilis, tuberculosis, anemia,
eritema multiforme, Behcets syndrome, lichen planus), drug-induced (obatobat sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan
imunologis, neoplasma (SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol
maupun kontak alergi (Scully, 2003; Sonis, 2004). Beberapa penyakit yang
bermanifestasi di dalam rongga mulut sebagai ulkus kronik antara lain, HIV,
Syphilis, TBC, Squamous Cell Carcinoma, dan Deep fungal infection.
56
Ulkus pada rongga mulut dapat menjadi salah satu tanda dan gejala
suatu penyakit, karena terdapat berbagai penyakit yang secara klinis disertai
adanya ulkus dengan durasi dan ciri-ciri yang berbeda beda. Selain itu
dengan anamnesis riwayat yang lengkap dapat mendukung dan memperkuat
penegakkan diagnosis yang tepat mengenai suatu keadaan patologis pada
rongga mulut pasien.
Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan
adanya
keterlibatan
faktor
sistemik
ataupun
malignansi.
Tes
darah
E. Terapi
Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperti lesi ulkus/ apthae pada
penderita lupus eritematosus memerlukan kombinasi terapi kortikosteroid
sistemik
dengan
anti-metabolit
seperti
azathioprine
(Imuran)
atau
obat
topikal
dan
sistemik.
Terapi
topikal
mengandung
57
GLOSSITIS
(Level kompetensi 3)
A. Definisi
Glositis adalah suatu peradangan pada lidah. Glossitis bisa terjadi akut
atau kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri
atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada
lidah. Glossitis dapat menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat menyebabkan
ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam beberapa kasus, glossitis dapat
mengakibatkan pembengkakan lidah parah yang menghalangi jalan napas,
sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera (Zieve et al,
2009).
B. Etiologi
Penyebab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik.
Penyebab glossitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penyebab Lokal
a. bakteri dan infeksi virus
b. trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau
peralatan gigi
c. iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas
ataupun makan yang berbumbu,
d. alergi dari pasta gigi dan obat kumur.
2. Penyebab Sistemik
a. kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik,
b. keadaan kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu kurangnya asupan vitamin B,
c. penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous
ulcers, and pemphigus vulgaris,
d. infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV).
58
C. Gambar
D. Diagnosis
Gejala dan tanda dari glossitis bervariasi oleh karena penyebab yang
bervariasi pula dari kelainan ini, tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah
menjadi berubah warnanya dan terasa nyeri. Warna yang dihasilkan bervariasi
dari gelap merah sampai dengan merah terang. Lidah yang terkena mungkin
akan terasa nyeri dan menyebabkan sulitnya untuk mengunyah, menelan atau
untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya
akan terlihat halus. Terdapat beberapa ulserasi atau borok yang terlihat pada
lidah ini. Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan
menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan) (Zieve et al, 2009).
E. Terapi
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur
prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek
samping dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan.
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin
diresepkan jika penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi
harus diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan atau suplemen
lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan
tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan (Zieve et al, 2009).
59
PAROTITIS
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak
dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). Parotitis ialah penyakit virus akut
yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60%
kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.
Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel,
pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa
menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara
dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau
tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi
obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang
kekurangan zat Iodium dalam tubuh (Stuart, 2013). Penyakit gondong (mumps,
parotitis) dapat ditularkan melalui:
1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet)
3. Muntahan
4. Bisa pula melalui air kencing
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar
30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka
dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang
nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan
rata-rata 17-18 hari.
60
Parotitis
B. Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles,
dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90
300 m. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak
dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal
genusRubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae.
Virus mumps
mempunyai
glikoprotein
yaitu hamaglutinin-
neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen
yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local
dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system
saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear.
Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat
61
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam
sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan
menghilang
C. Klasifikasi
a. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti
sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
b. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan
dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pascabedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia
lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya
gangguan dehidrasi.
62
pembengkakan
pada
kelenjar
di
bawah
rahang
E. Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya
kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps
pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG
secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak
penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel
traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran
darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian
akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari
terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama
fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor.
Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
63
F. Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika
respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik
intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum
cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko
menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun
mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum tentu bebas
dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai salicylate atau
acetylsalicylic acid.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
64
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
- sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24 jam, peroral,
selama 2-4 hari
c. Pankreatitis dan ooporitis
Simptomatik saja.
(Stuart, 2013)
G. Pencegahan
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi
pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis
epidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp
and dohme) atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan.
Pemberian vaksinasi dengan virus mumps, sangat efektif dalam
menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi mumps pada
individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi
15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun
dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis
atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
65
KEGANASAN
PERTUMBUHAN NON-KANKER
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Pertumbuhan nonkanker atau Noncancerous growth adalah neoplasma
jinak yang terdapat di rongga mulut, baik pada jaringan lunak maupun
jaringan keras (De Pietro, 2010).
B. Patofisiologi
1. Neoplasma jinak jaringan lunak
Belum diketahui dengan pasti. Beberapa faktor yang diduga
sebagai etiologinya adalah iritasi kronik, infeksi virus, dan parasit,
keturunan, embrional, ketidakseimbangan hormonal,dan malnutrisi.
2. Neoplasma jinak jaringan keras
66
C. Klasifikasi
1. Jenis-jenis
neoplasma
jaringan
lunak
adalah
papiloma,
fibroma,
Neoplasma
epital:
ameloblastoma,
adenoameloblastoma,
melanoameloblastoma.
b.
Neoplasma
campuran:
ameloblastik
fibroma,
ameloblastik
D. Diagnosis
Pada pemeriksaan dan gejala klinis biasa ditemukan tumor yang tumbuh
lambat
dan
umumnya
asimptomatik,
berkapsul,
tumbuh
ekspansif,
E. Terapi
Tindakan terapi yang dilakukan oleh dokter gigi spesialis bedah mulut
adalah ekstirpasi (pengangkatan massa neoplasma), reseksi (reseksi tulang
dan massa neoplasma), dan metode dredging (deflasi/enukleasi tergantung
jenis neoplasma yang dilanjutkan dengan dredging dua sampai tiga bulan
kemudian.
67
LEUKOPLAKIA
(Level kompetensi 2)
A. Definisi
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada
mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau
kikisan (Rangkuti, 2007).
(1994),
berdasarkan
bentuk
klinisnya,
68
menggolongkan
Leukoplakia homogen
leukoplakia nodular
leukoplakia verrocous
E. Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
dengan
melakukan
anamnesis
lengkap,
pemeriksaan klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi
tempat dan perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan
sekitar) dan yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi.
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu diketahui usia, jenis kelamin,
pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok,
minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu,
penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat penurunan daya
tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat
69
F. Terapi
Pencegahan leukoplakia adalah dengan menghindari faktor predisposisi
seperti rokok dan alkohol, menghindari iritasi kronik seperti akibat paparan
kontinu bagian tajam dari gigi. Biopsi dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.Pemberian beta karoten dapat memperlambat perkembangan
penyakit (Rangkuti, 2007).
70
A. Definis
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas yang berasal dari selsel epitel skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
biasanya menimbulkan metastase.
B. Etiologi
Penyebab Karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui.
Penyebabnya diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor
predisposisi. Insiden kanker mulut berhubungan dengan umur yang dapat
mencerminkan waktu penumpukan, perubahan genetik dan lamanya terpapar
inisiator dan promotor (seperti: bahan kimia, iritasi fisik, virus, dan pengaruh
hormonal), aging selular dan menurunnya imunologik akibat aging. Faktor
predisposisi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain
adalah tembakau, menyirih, alkohol, dan faktor pendukung lain seperti
penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, serta
faktor lingkungan (Sararock, 2010).
1.
Tembakau
Tembakau berisi bahan karsinogen seperti: nitrosamine, polycyclic
aromatic,
hydrokarbon,
nitrosodicthanolamine,
nitrosoproline,
dan
71
Menyirih
Komposisi utama dari menyirih adalah daun sirih (Piper betel leaves),
buah pinang (Areaca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria
Gambier
Roxb).
Menurut
penelitian,
kegiatan
menyirih
dapat
Alkohol
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara konsumsi
alkohol yang tinggi terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa.Minuman
alkohol mengandung bahan karsinogen seperti etanol, nitrosamine,
urethane contaminant.Alkohol dapat bekerja sebagai suatu solvent
(pelarut) dan menimbulkan penetrasi karsinogen kedalam jaringan
epitel.Acelylaldehyd
yang
merupakan
alkohol
metabolit
telah
Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya
keganasan. Penyakit tersebut antara lain adalahsifilis. Sifilis merupakan
faktor
predisposisi
yang
penting
dari
karsinoma
mulut.Dengan
berkurangnya sifilis tertier dan sifilis glositis, peranan sifilis juga makin
berkurang, oleh karena itu adanya sifilis harus tetap diperiksa pada setiap
keadaan karsinoma.
2.
72
dan dalam jangka waktu lama dari restorasi yang kasar, gigi-gigi
karies/akar gigi, dan gigi palsu yang letaknya tidak pas akan dapat memicu
terjadinya karsinoma.
3.
4.
Jamur
Kandidiasis dalam jaringan rongga mulut mempengaruhi patogenesis
dari kanker mulut.Kandidiasis ada hubungannya dengan diskeratosis pada
epitelium walaupun tidak jelas apakah kandida ikut berperan dalam
etiologi diskeratosis.
5.
Virus
Virus dipercaya dapat menyebabkan kanker dengan mengubah
struktur DNA dan kromosom sel yang diinfeksinya.Virus dapat ditularkan
dari orang ke orang melalui kontak seksual. Virus penyebab karsinoma sel
skuamosa antara lain Human Papiloma Virus, herpes simplex virus tipe 1
(HSV-1), human immunodeficiency Virus (HIV), dan Epstein Barr
Virus.4,5 Human Papiloma Virus positif dijumpai lebih tinggi pada tumor
rongga mulut (59%), faring (43%), dan laring (33%).
6.
Faktor Lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker, salah satunya adalah pemaparan yang berlebihan dari sinar
ultraviolet, terutama dari sinar matahari.Selain itu, radiasi ionisasi
karsinogenik yang digunakan dalam sinar x, dihasilkan dari pembangkit
73
listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom juga dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker.
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak
menunjukkan gejala yang jelas.Tidak ada keluhan dan tidak sakit.Umumnya
berupa leukoplakia, eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat
berbentuk eksofitik yang berupa papula dan nodul, ataupun endofitik yang
dapat berupa ulser, erosi, fisur.
Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut
mungkin memiliki beberapa perbedaan.Untuk lebih jelas, gambaran klinis
akan dibahas secara terpisah menurut lokasinya (Evy, 2007).
74
D. Klasifikasi
Sistem yang dipakai untuk klasifikasi karsinoma sel skuamosa adalah
klasifikasi TMN dari America Joint Committe for Cancer and End Result
Reporting (AJCSS).
1) T : Tumor primer
a. Tls
: karsinoma in situ
75
b. T1
: tumor <2 cm
c. T2
d. T3
: tumor >4 cm
e. T4
2) N : Metastase kelenjar
a. N0
b. N1
metastase
3) M :Metastase jarak jauh
a. M0
b. M1
E. Diagnosa
Pemeriksaan klinis, pemeriksaan patologi, dan pemeriksaan radiologi
merupakan metode yang dapat mendukung diagnosis dini kanker di rongga
mulut.
1. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umum, pemeriksaan lokal, dan
status regional. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan penampilan,
keadaan umum, dan metastase jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara
inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan
cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan. Seluruh
rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior.Perabaan lesi
rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga
mulut.Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual.
76
2. Pemeriksaan Patologi
Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau
atipia yang menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan
ukuran sel dan morfologi sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme
dan perubahan pada ulserasi dan maturasi selular yang normal.
3. Pemeriksaan Radiologi
Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting
Resonanse imaging (MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan
keterlibatan tulang dan perluasan lesi(Syafriza, 2000).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat
differensiasi, tempat, ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah
bening, keterlibatan tulang untuk mencapai tepi bedah yang adekuat,
kemampuan untuk melindungi fungsi penelanan, berbicara, status fisik dan
mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari komplikasi yang potensial dari
setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan keinginan serta
kooperatifan pasien.
Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker
mulut.Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2,
sedangkan kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan
pembedahan.
77
A. Definisi
Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering
yang disebabkan oleh penurunan produksi saliva.Xerostomia adalah kondisi
yang berhubungan dengan penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam
komposisi saliva seperti saliva menjadi kental.Xerostomia juga berkaitan
dengan gangguan mengunyah, gangguan bicara, gangguan pengecapan,
halitosis, dan meningkatnya infeksi oral(Lukisari C, 2010).
B. Etiologi
Xerostomia merupakan suatu kondisi kekeringan dalam mulut yang dapat
disebabkan beberapa faktor, yaitu:
1. Obat-obatan
Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari
obat-obatan yang banyak diresepkan.Obat-obatan yang mempunyai efek
antikolinergik seperti antidepresan, antipsikotik, antiretroviral, dan muscle
relaxants dapat menyebabkan xerostomia.
2. Usia
Xerostomia umumnya terjadi pada orang yang sudah tua. Keadaan
ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai
dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan
mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi
proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva,
dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan ikat dan
lemak, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini
mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.
3. Terapi radiasi leher dan kepala
78
Xerostomia
C. Diagnosis
Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis yang terarah,
pemeriksaan klinis dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium.Dalam
melakukan anamnesis dengan penderita dapat diajukan beberapa pertanyaanpertanyaan terarah yang dapat menentukan penyebab dan mendiagnosis
xerostomia.Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala
klinis yang tampak dalam rongga mulut. Gambaran klinis tersebut antara lain :
79
hilangnya genangan saliva pada dasar mulut, mukosa terasa lengket bila
disentuh dengan jari ataupun ujung gagang instrumen. Mukosa juga terlihat
merah dan pada kasus-kasus yang lebih lanjut permukaan dorsal lidah terlihat
berfisur dan berlobul (Ronald, 1996).
D. Terapi
Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk sering berkumur atau
mengunyah permen karet yang tidak mengandung Quia. Bila keluhan mulut
kering disebabkan pemakaian obat-obatan, maka mengganti obat dari katagori
yang sama mungkin akan dapat mengurangi pengaruh mulut kering. Pada
keadaan berat dapat digunakan zat perangsang saliva dan zat pengganti saliva.
Mouth Lubricant dan Lemon Mucilage yang mengandung asam sitrat
dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer dan menyebabkan rasa segar
di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang rendah sehingga dapat
merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi dengan zat-zat manis
dapat merangsang baik sekresi seperti air maupun sekresi lendir, memberi rasa
segar di dalam mulut.
Salivix, yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium
laktat, natrium fosfat, Iycasin dan sorbitol akan merangsang produksi saliva.
Permen karet bebas Quia atau yang mengandung xylitol dapat menginduksi
sekresi saliva encer seperti air.Sekresi saliva juga dapat dirangsang dengan
pemberian obat-obatan yang mempunyai pengaruh merangsang melalui sistem
syaraf parasimpatis, seperti pilokarpin, karbamilkolin dan betanekol.
Bila zat perangsang saliva tidak memadai untuk mengatasi keluhan
mulut kering, maka digunakan zat pengganti saliva. Berbagai persyaratan
untuk zat ini seperti bersifat reologis, rasa menyenangkan, pengaruh buffer,
peningkatan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, menghambat
pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan yang baik. Pengganti saliva ini
tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet isap (Philip, 2008).
80
ANGINA LUDWIG
(Level Kompetensi 3)
A. Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat
(selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam
grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga
mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang
membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus
melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan
submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).
Angina Ludwig
B. Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen
baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene
yang kurang.Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang
submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi
paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada
kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau
dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga
yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan
konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit,
81
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang
keras seperti papan (board-like) serta peningkatan suhu pada leher dan
jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato
voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi
pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia);
hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).
82
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu
terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan
mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang
mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas.
Penderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat
dijumpai demam dan rasa menggigil.
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi
menyebar ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan
menyebabkan lidah terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan
napas. Jika laring ikut membengkak, saat bernapas akan terdengar suara
tinggi (stridor). Biasanya penderita akan mengalami dehidrasi akibat
kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang dimakan. Demam
tinggi mungkin ditemui, yang menindikasikan adanya infeksi sistemik.
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang
83
Pencitraan:
84
E. Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
amoxicillin-clavulanate
harus
dipertimbangkan.
85
86
DAFTAR PUSTAKA
Adulgopar
(2009)
.
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdftanggal 30 September 2015
Anodontia.
Diakses
Pietro
MA
(2010).
A
non-cancerous
growth
in
the
mouth.http://www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growthin-the-mouthDiakses tanggal 30 September 2015.
Debnath T (2002). Public health and preventive dentistry 2nd Ed. India: AITBS
Publisher and Distributors(Regdt).
Dentisha (2010).Maloklusi.http://luv2dentisha.wordpress.com/Diakses tanggal
30 September 2015.
Elih dan Salim (2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar
edgewise.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdfDiakses tanggal 30
September 2015.
Evy(2007).Squamouscellcarcinoma.http://senyumsehat.wordpress.com/2007/09/1
7/izakod-bekal-izakod-kai/ Diakses tanggal 30 September 2015.
Harty FJ (1995).Kamus kedokteran Ggigi, terj.alih bahasa drg. Narlan
Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
87
Patel
A
(2009).
The
developmental
disturbences
jaws.http://www.scribd.com/doc/44674594/The-DevelopmentalDisturbences-of-Jaws Diakses tanggal 30 September 2015.
of
Patterson
(2004).
Leukoplakia.
http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. Diakses tanggal
30 September 2015.
Paul
T
(2009).
Management
of
impacted
teeth.http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdf
Diakses tanggal 30 September 2015.
Ramil
(2010).
Penatalaksanaan
pada
anodontia.
http://www.ilmukesehatan.com/Diakses tanggal 30 September 2015.
(2011).
Gingivitis
(peradangan
gusi).http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/category/gigi/ Diakses
tanggal 30 September 2015.
Ruslin
90
Thoothclub
(2011).Dental
diagnosis
poor
oral
hygiene
overview.http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poororal-hygiene-overview.html/ Diakses tanggal 30 September 2015.
Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan.Yogyakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UGM.
Williams D (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis.Journal of Oral
Microbiology 2011, vol 3: 5771.
Wu CC (2007). A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic,
surgical and restorative treatment optionsconventional and futuristic.
Hong Kong Dent J. Vol. 4 No. 2.
Zieve
D,
Juhn
G
(2009).
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm.
tanggal 30 September 2015.
91
Glossitis.
Diakses