Oleh:
Jinan Fairuz Anindika Rakhmat
G99141172
Pembimbing
drg. Christianie, Sp. Perio
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
DAFTAR ISI
I.
rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau
keduanya (bilateral).
3. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh (Wu,
2007).
Gambar 2. Hipodontia (tidak tumbuh 1-6 gigi pada satu satu rahang)
Gambar 4.
Pemeriksaan Radiografik Oligodontia
E. Terapi
Apabila diagnosa telah ditegakkan melalui pemeriksaan, terapi yang
dapat dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan gigi prostetik (Ramil,
2010).
IMPACTED TEETH
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Gigi impaksi atau gigi terpendam (impacted teeth) adalah gigi yang tidak
dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan
lunak atau kedua-duanya (Irfan, 2011).
anak-anak.
2. Kausa Sistemik. Kelainan sistemik dapat menyebabkan terjadinya gigi
impaksi walaupun tidak ada kausa lokal, yaitu:
a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan miscegenation.
b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemia, sifilis kongenital, TBC,
gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi.
c. Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali,
progeria, achondroplasia, celah langit-langit (Dentisha, 2010).
C. Klasifikasi
Menurut klasifikasi
digolongkan
Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi
yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang
adekuat. Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun.
4.
5.
6.
7.
1992).
Pemeriksaan radiologis panoramik merupakan pemeriksaan penunjang
yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis gigi impaksi.
Jika
resiko
pencabutanmelebihi
manfaatnya,terutama
yangberhubungan
dengan
kesehatan
pasien
Anjuran
pencabutan
gigi yang tidak
erupsi atau
impaksi
Gigi
mengalamiinfeksi
Pada
pasien
beresiko
dan
akses perawatan
dental terbatas
Indikasi kuat
pencabutan gigi
yang tidak erupsi
atau impaksi
Indikasi
Transplantasiautogenous
padasoket gigi molar
satu
10
lain
Jika
resiko
komplikasipembedahan
tinggi
atau
diperkirakan
dapat
terjadi
fraktur
mandibula
Jika
terjadi
penyakitperiodontal
akibat
posisigigi
impaksi,
danmempengaruhi
gigi tetangganya
Pencabutanprofilaktik
dapatdilakukan
dalambeberapa kondisi
medis tertentu
Dalam
kasus
kistadentigerous
ataupatologi serupa
lainnya
Gigi
molar
tiga
yangerupsi
sebagian
atau tidak erupsi, dekat
dengan
permukaan,
sebelum
dilakukan
pembuatan
gigitiruan
atau bertetangga dengan
daerah
penanaman
implan
Jika
direncanakan Jika direncanakan Dalam
kasus
untuk
melakukan untuk melakukan resorbsieksternal gigi
pencabutan
gigi pencabutan gigi molar tiga atau molar
impaksi di
bawah di
bawah dua, jika diduga
pengaruh AL, maka
pengaruh AU dan disebabkan oleh gigi
pencabutan
gigi kontralateral
molar tiga
profilaktikgigi
beresiko
kontralateral yangtak- menimbulkan
bergejala
gangguan erupsi
dikontraindikasikan
Keterangan : AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum.
11
MALOCCLUSION
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Oklusi adalah kontak antara dua permukaan oklusal gigi-gigi rahang
atas dan bawah dalam posisi yang benar. Maloklusi adalah posisi oklusi
yang terjadi di luar oklusi normal (CCA, 2009).
Etiologi
1. Faktor Dental
B. Diagnosa
Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu:
kelengkungan gigi yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil,
kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menggigit dan mengunyah
12
adalah
radiografik
Gambar 1.
Foto Rontgen
Panoramic
Maloklusi
C. Terapi
Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk
mengoreksi posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi,
dari 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada keparahan kasus.
Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang, terutama untuk
memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik (Ruslin,
2011).
Penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap
hari serta kontrol rutin ke dokter gigi. Plaque dapat terakumulasi pada alat
cekat sehingga meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya
menyebabkan kerusakan gigi bila tidak ditangani. Setelah posisi gigi
terkoreksi, alat cekat digantikan retainer untuk mempertahankan posisi
gigi yang baru (Dentisha, 2010).
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan alat cekat adalah
kerusakan gigi, ketidaknyamanan saat perawatan, iritasi mulut dan gusi
karena alat cekat, dan susah menelan atau berbicara selama penggunaan
alat cekat (Ruslin, 2011).
13
15
adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obatobatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi
minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan
semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua
yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah
maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari
sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu
terjadinya kelainan ini.
Gambar 2. Perbedaan antara keadaan normal, cleft lip, dan cleft palate
D. Pemeriksaan
Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi
dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi
spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan
tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara,
16
bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi
bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki
fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki
suara hidung saat berbicara.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal
ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba
Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut).
Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan
lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft
dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga
menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara.
E. Terapi
Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter
khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis
bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter
spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis orthodonsi,
psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir. Waktu
yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan
kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah
dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan
yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah pada langit-langit rongga
mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua operasi tersebut
dilakukan dengan bius total.
Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan
untuk memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langitlangit rongga mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone
graft (implant tulang).
Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak dapat menjalani
terapi bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan
orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan
17
Gambar 1. Micrognatia
b.
Gambar 2. Macrognatia
18
B. Etiologi
Penyebab micrognatia dapat terjadi secara kongenital dan didapat.
Micrognatia kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat
teratogenik dan genetic syndrome antara lain Pierre Robin syndrome,
Hallerman-Streiff syndrome, trisomi 13, trisomi 18, progeria, Teacher-Collins
syndrome, Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz syndrome, Russel-Silver
syndrome, Seckel syndrome, Cri du cat syndrome, dan Marfan syndrome.
Micrognatia didapat disebabkan oleh trauma atau infeksi yang menimbulkan
gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang terjadi
pada anak-anak
Etiologi macrognatia berhubungan dengan perkembangan protuberentia
yang berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan
melalui penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macrognatia
adalah Gigantisme pituitary, Pagets Disease, dan akromegali (Patel, 2009).
C. Klasifikasi
Micrognantia dibagi menjadi 2, yaitu :
a.
b.
D. Penegakan Diagnosis
Biasanya penderita micrognatia dan macrognatia mengalami masalah
estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.
E. Penatalaksanaan
Terapi yang disarankan adalah dengan operasi orthognathic untuk
memperluas atau mengecilkan maksila dan mandibula (Thimmappa, 2011).
19
A. Definisi
Debris didefinisikan sebagai material lunak pada permukaan gigi yang
terdiri dari material alba, dan sisa makanan yang menumpuk dan tidak
dibersihkan (Harty FJ, 1995).
B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S)
Kriteria
Jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan
1
2
sepertiga cervical.
Jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.
Jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua
jumlah gigi yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan
yang diperiksa tertentu pula. Skor debris meliputi (Findya, 2010):
Skor DI = jumlah nilai debris
jumlah gigi yg diperiksa
Kriteria DI :
0,0-0,7 : Baik
0,8-1,6 : Sedang
1,7-3,0 : Buruk
20
C. Patogenesis
Debris terbentuk dari sisa-sisa makanan yang biasanya menempel di
celah gigi dan merupakan faktor pendukung timbulnya karies (lubang
gigi).Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah
dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau
dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan
tertekan di antara gigi dan gusi yang biasanya hanya dapat dibersihkan dengan
dental floss/ benang gigi atau tusuk gigi).
Dental floss merupakan benang yang terbuat dari silk atau nilon
dan dipergunakan untuk membersihkan bagian gigi yang terletak di bawah
kontak dua gigi. Seseorang yang akan mempergunakan benang gigi harus
diberi instruksi dulu mengenai cara penggunaannya, agar tidak melukai
gusi. Ada 2 macam benang gigi yaitu yang menggunakan tangkai sebagai
pemegang dan yang tanpa tangkai pemegang. Berikut adalah teknik
penggunaan benang gigi : jika benang giginya dengan tangkai pemegang
maka tangkainya dipegang lalu benang giginya dimasukkan perlahanlahan di antara 2 gigi sampai ke bawah titik kontak, kemudian digerakkan
ke depan dan ke belakang setelah itu benang giginya dikeluarkan. Jika
benang giginya tanpa tangkai pemegang, maka benang gigi diambil lebih
kurang 25 cm lalu ditekan pada ibu jari dan telunjuk jari kanan untuk
membersihkan gigi-gigi atas di kuadran kiri.Sedangkan untuk gigi-gigi
atas di kuadran kanan, jari-jari yang dipergunakan merupakan kebalikan
dari yang kiri.Untuk gigi-gigi bawah, baik kuadran kanan maupun kiri,
tekanan benang gigi terletak pada petunjuk jari kanan dan kiri. Kemudian
benang gigi dimasukkan perlahan-lahan di antara 2 gigi dan untuk
selanjutnya sama dengan yang mempergunakan tangkai pemegang.
Penggunaan benang gigi, apalagi yang tanpa tangkai pemegang, memang
agak sulit. Diperlukan latihan yang terus-menerus untuk membiasakan
dalam penggunaannya (Purba, 2011).
22
CALCULUS
(LevelKompetensi 1)
A. Definisi
Kalkulus adalah timbunan plak yang bila dibiarkan mengalami
mineralisasi dan menjadi karang gigi. Kalkulus merupakan suatu endapan
amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi atau protesa dan membentuk
lapisankonsentris (Lelyati, 1996).
B. Patogenesis
Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan
menetap dalam waktu yang lama. Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu
streptococcus dan anaerob yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada
makanan menjadi asam. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur
dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna kekuningan yang melekat
pada permukaan gigi yang disebut plaque. Karang gigi (calculus) adalah
plaque yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi
(Susanto, 2009).
Kalkulus merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena
terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi
kalkulus dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi (gingivitis).Jika
akumulasi kalkulus cukup berat maka dapat menyebabkan periodontitis.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival
margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.Kalkulus
supragingival terbentuk di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi
dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung di
dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang
dapat hidup di lingkungan penuh oksigen.Kalkulus subgingival, terutama
terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada
lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin
gingiva. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang
menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontitis. Pada umumnya, orang
yang mengalami periodontitis memiliki deposit kalkulus subgingival.
23
C. Gambaran
Gambar
1.
Calculus
Gambar 2. Calculus
D. Diagnosis
Kalkulus dihitung menggunakan Calculus Index Simplified (CIS).Rahang atas yang diperiksa adalah permukaan bukal gigi M1 kanan atas,
permukaan labial gigi I1 kanan atas dan permukaan bukal gigi M1 kiri atas.
Pemeriksaan dilakukan di permukaan bukal karena saluran muara untuk
kelenjar saliva yaitu pada glandula parotis terletak di daerah bukal. Rahang
bawah yang diperiksa adalah permukaan lingual gigi M1 kiri bawah,
permukaan labial gigi I1 kiri bawah dan permukaan lingual gigi M1 kanan
bawah. Pemeriksaan pada permukaan lingual karena saluran muara untuk
kelenjar saliva yaitu pada glandula sublingualis terletak di daerah lingual.
Calculus index (CI) diperoleh dari:
Skor CI = jumlah nilai kalkulus
jumlah gigi yg diperiksa
Kriteria CI adalah sebagai berikut:
0,0-0,6
= Baik
0,7-1,8
= Sedang
1,9-3,0
= Buruk
Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris
Indeks Simplified (DI-S)untuk menentukan kebersihan mulutseseorang atau
biasa disebut Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S)
OHI-S = DI-S + CI-S
24
= Baik
1,3 -3,0
= Sedang
3,1- 6,0
= Buruk
(Pintauli, 2008).
E.
Terapi
Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scalling.
Terapi ini selain mencegah inflamsi juga membantu periodontium bebas dari
penyakit.Prosedur scalling menghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari
permukaan gigi maupun akarnya.Scalling dilakukan dengan peralatan khusus
seperti alat ultrasonik, seperti periodontal scaler dan kuret.
25
26
PLAQUE
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi
terdiri dari biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit,
makrofag, matriks ekstraseluler yang terbentuk dari produk bakteri dan
saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan fosfor yang terdapat
pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk kalkulus.
Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau
gangguan periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.
B. Patogenesis
Plaque merupakan lapisan lunak dan lengket di gigi terdiri dari
kumpulan koloni bakteri dan mikroorganisme lain yang bercampur dengan
produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob
dari koloni ini menghasilkan asam yang menyebabkan:
A.
Demineralisasi permukaan gigi.
B.
Iritasi gusi di sekitar gigi gingivitis (merah, bengkak, gusi
berdarah)
C.
Plak gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu
pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta
kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Pembentukan pelikel pada
dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva
pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan
sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh
pelikel glikoprotein.
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam
3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti
Streptokokus
sanguins,
Streptokokus
salivarius,
Streptokokus
Actinomyces
27
mutans,
viscosus
Streptokokus
dan
mitis,
Actinomyces
Gambar 1.Plaque
D. Diagnosis
Alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada permukaan gigi
dinamakan indeks plak. Salah satu indeks plak gigi adalah indeks plak Loe
and
Silness
yang
dimodifikasi.
Pemeriksaan
dilakukan
dengan
plak tidak terlihat mata (terdapat selapis plak pada daerah ginggiva
yang dapat diketahui dengan cara menggoreskannya dengan sonde
jelas.
penimbunan plak dalam jumlah besar yang mengisi daerah antara
30
asam
melalui
peragian
seperti
Streptococcus
dan
Laktobasilus.
3. Komponen makanan/ Environment, yang sangat berperan adalah makanan
yang mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.
4. Komponen waktu/ Time, merupakan kemampuan
saliva
untuk
Bila
2. Karies dini/ karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan
32
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan.
33
PULPITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Pulpitis merupakan peradangan pulpa yang pada umumnya merupakan
kelanjutan dari proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. Menurut Ingle, atap
pulpa mempunyai persyarafan terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa.
Jadi, saat melewati pembuluh saraf yang terbanyak ini, bakteri akan
menimbulkan peradangan awal dari pulpitis akut (Medicastore, 2012).
Gambar 1. Pulpitis
34
B. Etiologi
Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kerusakan gigi yang telah menembus melalui lapisan enamel dan
dentin gigi
2. Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang
berasal dari abses gigi.
3. Trauma ke gigi yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan menggiling,
mengepal, dan / atau cedera pada gigi (Radelva, 2008).
C. Klasifikasi
Pengelompokkan penyakit pulpa menurut Walton (1998) yaitu sebagai
berikut:
1. Pulpitis Reversible
Suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada
keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya
sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang
sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang
segera setelah jejas dihilangkan.
2. Pulpitis Irreversibel
Suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simptomatik
atau asimptomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana
pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan
pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal.
3. Pulpitis hiperplastik (Pulpa Polip)
Suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh suatu
pembukaan karies yang besar pada pulpa muda. Terbukanya pulpa karena
karies yang lambat dan progresif merupakan penyebabnya.Untuk
pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas besar yang
terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang
35
(a)
(b)
Anamnesa:
Pemeriksaan Objektif:
Ekstra-oral: Tidak ada pembengkakan
Intra-oral:
a. Perkusi (-)
b. Karies mengenai dentin
c. Pulpa belum terbuka
d. Sondase (+)
e. Chlor etil (+)
2. Pulpitis Irreversible
Anamnesa: Nyeri tajam spontan terus-menerus
Pemeriksaan Objektif:
- Ekstra-oral : tidak ada kelainan
- Intra-oral :
36
Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
Bau mulut, gigi berubah warna.
Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Pemeriksaan Objektif:
a. Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
b. Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)
c. Terdapat lubang gigi yang dalam
E. Terapi
Perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apkes gigi lebar/ terbuka
dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi
dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar dan ditumpat tetap. Evaluasi
secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi penutupan apeks (dengan
menggunakan pemeriksaan radiografik) (Kidd, 1992).
37
PERIODONTITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga
gigi (jaringan periodontium). Pada periodontitis, perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Jaringan penyangga terdiri dari
gusi, processus alveolar dan ligamentum periodontal (selapis tipis jaringan
ikat yang memegang gigi dalam kantongnya; berfungsi juga sebagai media
peredam antara gigi dan tulang) (Orstavik, 2007).
B. Etiologi
a. Dental plak
Plak adalah lapisan tipis pada permukaan gigi yang berisi bakteri
beserta produknya.Berperan penting pada terjadinya karies. Masa plak ini
terdiri dari kumpulan debris yang merupakan koloni campuran bakteri,
saliva, sisa makanan, epitel dan leukosit.
b. Kalkulus
Kalkulus adalah suatu massa yang terdeposit pada permukaan gigi,
biasanya pada sela-sela gigi. Pada kalkulus melekat bakteri plak yang
menghasilkan produknya.
c. Food imfaction
Food imfaction adalah terdesaknya makanan/sisa makanan dalam
jaringan peridontum terutama gingiva oleh karena tekanan pengunyahan
sering terjadi pada bagian interproximal.Merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri dan produknya dapat mengiritasi gingiva.
d. Trauma gigi
Trauma gigi diakibatkan karena adanya tekanan oklusal pada
pengunyahan, jaringan periodontum menerima daya tekan yang besar.
Lama kelamaan jaringan periodontum mengalami pelebaran, sehingga
38
daerah tersebut mudah menjadi fokus infeksi, atau bisa juga karena daya
tekan yang besar yang diteruskan sampai ke akar gigi dan jaringan
periodontum sekitar, sehingga mudah terjadi inflamasi.
e. Karies gigi
Karies yang terus menerus meluas sampai profunda, sehingga
akhirnya menyebabkan periodontitis.
f. Gigi gangren
Perluasan infeksi daerah gangren gigi ke jaringan yang paling
dekat yaitu jaringan periodontium sehingga menyebabkan periodontitis
(Lelyati S, 1996).
C. Patogenesis
Periodontitis merupakan akibat penumpukan plak dan karang gigi
diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan
meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang bawahnya. Kantong ini
mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan yang bebas oksigen, yang
mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini berlanjut, pada akhirnya
banyak tulang rahang di dekat kantong yang rusak sehingga menyebabkan gigi
lepas. Periodontitis ditandai dengan peradangan gingiva (gingivitis),
pembentukan pocket (kantong gigi patologis), kerusakan ligament periodontal,
serta kerusakan alveolar, sehingga menyebabkan gigi menjadi goyang dan
akhirnya lepas.
Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan
antara epitelium junction dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal
dari puncak tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal
dari puncak tulang alveolar.
Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama
kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya (Orstavik, 2007).
39
Gambar 1. Periodontitis
D. Penegakan Diagnosis
Tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:
gusi berdarah saat menggosok gigi,
gusi berwarna merah, bengkak dan lunak,
terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,
terdapat nanah diantara gigi dan gusi,
gigi goyang.
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik
yang digunakan untuk mengukur kedalaman poket periodontal (kantong yang
terbentuk di antara gusi dan gigi). Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik
(x-rays) juga perlu dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan
tulang.
E. Terapi
Terapi periodontitis dengan premedikasi yaitu pemberian antibiotik untuk
menyembuhkan proses radang pada gigi, dan pemberian analgetik untuk
menghilangkan rasa sakit. Setelah gigi penyebab tidak terasa sakit, gigi
tersebut dapat diekstraksi untuk menghilangkan fokus infeksi.Pembersihan
kantong gusi dapat dilakukan dengan alat khusus, yang dapat membuang
seluruh karang gigi dan permukaan akar gigi yang sakit. Untuk kantong yang
dalamnya mencapai 0,6 cm atau lebih, seringkali diperlukan pembedahan.
40
GINGIVITIS
(Level Kompetensi 1)
A. Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva/ jaringan gusi. Proses
peradangan terbatas pada jaringan epitel mukosa yang mengelilingi bagian
cervical dentin dan processus alveolaris dentis(Medicastore, 2010).
Gambar 1. Gingivitis
B. Etiologi
Penyebab gingivitis dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun faktor
sistemik. Faktor lokal meliputi maloral hygiene/ kesehatan mulut yang buruk,
adanya caries yang besar dengan tepi yang tajam, calculus, adanya
filling/tumpat pada gigi , jacket crown maupun prothesa yang kurang
sempurna, tidur dengan mulut terbuka maupun bernafas dengan mulut serta
kebiasaan menusuk gigi (Thoothclub, 2011).
Sedangkan faktor sistemik meliputi gangguan kelenjar endokrin (waktu
hamil, menopause), avitaminosis vitamin C, defisiensi vitamin A, B, C;
penyakit sifilis, rheumatic, nefritis, anemia, diabetes mellitus, alkoholisme,
acut fever yang tinggi.obat-obatan yang mengandung Hg, J, Bi, dan dosis
terlalu
tinggi
akan
menyebabkan
ekskresi
dari
darah,
penggunaan
41
mengisut,
batas
subgingival (+).
c. Gingivitis Hypertrophicans
42
membengkak,
calcullus
43
CANDIDIASIS ORAL
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
Candidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Candida albikans (Amin,
2010).
Gambar 1. Candidiasis
B. Etiopatogenesis
Faktor utama penyebab oral candidiasis:
1.
2.
Xerostamia
Terapi antibiotika
Kebersihan mulut dan gigi yang jelek
Malnutrisi / malabsorpsi
Defisiensi besi, asam folat atau vitamin
Acidic saliva / diet kaya karbohidrat
44
g. Perokok berat
h. Oral epithelial dysplasia (Scully, 2010).
Kandidiasis adalah penyakit infeksi oportunistik. Pada orang sehat, jamur
Candida tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, tetapi
karena faktor patogenitas jamur (faktor pejamu) dan faktor ketahanan tubuh
pasien (faktor host), jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan
menginfeksi rongga mulut. Candidiasis oral biasanya terjadi di mukosa pipi
sebelah dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut lain. Tampak
sebagai bercak-bercak (pseudomembran) putih coklat muda kelabu yang
sebagian besar terdiri atas pseudomisellium dan epitel yang terkelupas, dan
hanya terdapat erosi minimal pada selaput. Lesi dapat terpisah-pisah dan
tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas
dari dasarnya, tampak daerah yang basah dan merah (Andryani, 2010).
C. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Candidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok (Magdalena
2009), yaitu:
1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Candidiasis Pseudomembranosus Akut
Candidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,
pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih
atau kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan
meninggalkan permukaan yang berwarna merah. Candidiasis ini terdiri
atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai
pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,
jaringan
periodontal
dan
orofaring.
Keberadaan
candidiasis
45
46
47
48
MOUTH ULCER
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
50
atau
kulit.
Neoplasma
ganas
biasanya
mulai
sebagai
C. Klasifikasi
1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)
Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di
mukosa
mulut.
Perlu
ditanyakan
kepada
pasien
apakah
pasien
51
52
Stomatitis medikamentosa
Aphta minor
53
Aphta mayor
Ulkus herpetiformis
sindrom behcets
eritema
multiformis
D. Diagnosis
Ulserasi pada rongga mulut mungkin merupakan penyakit mukosa oral
yang paling sering terlihat dan serius. Pendekatan untuk diagnosis dan
manajemen ulkus ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis
(Scully, 2003). Durasi ulkus memegang peranan penting sebuah biopsi hendak
dilakukan. Jika onsetnya cepat, pasien patut ditanyakan mengenai riwayat
blistering sebelumnya. Pemeriksaan subjektif mengenai jumlah dan distribusi
serta keterkaitan dengan bagian tubuh yang lain perlu dilakukan. Nyeri dan
rekurensi ulkus dapat menjadi referensi dalam penegakan diagnosis. Langlais
dan Miller (2000) menambahkan mengenai riwayat alergi dan penyakit yang
sedang diderita, terapi obat terdahulu dan sekarang, riwayat terapi radiologi
dan keadaan umum pasien.
Dalam kasus penyakit mulut maupun penyakit sistemik, banyak
penyakit yang pada awalnya bermanifestasi pada rongga mulut misalnya
melalui ulkus mulut. Penyebab ulkus di rongga mulut dapat bermacam-macam,
misalnya trauma, agen infeksi (bakteri, virus, jamur, mikrobakteria), penyakit
sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV, sifilis, tuberculosis, anemia,
eritema multiforme, Behcets syndrome, lichen planus), drug-induced (obatobat sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan
imunologis, neoplasma (SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol
maupun kontak alergi (Scully, 2003; Sonis, 2004). Beberapa penyakit yang
bermanifestasi di dalam rongga mulut sebagai ulkus kronik antara lain, HIV,
Syphilis, TBC, Squamous Cell Carcinoma, dan Deep fungal infection.
54
Ulkus pada rongga mulut dapat menjadi salah satu tanda dan gejala
suatu penyakit, karena terdapat berbagai penyakit yang secara klinis disertai
adanya ulkus dengan durasi dan ciri-ciri yang berbeda beda. Selain itu
dengan anamnesis riwayat yang lengkap dapat mendukung dan memperkuat
penegakkan diagnosis yang tepat mengenai suatu keadaan patologis pada
rongga mulut pasien.
Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan
adanya
keterlibatan
faktor
sistemik
ataupun
malignansi.
Tes
darah
E. Terapi
Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperi lesi ulkus/ apthae pada
penderita lupus eritematosus memerlukan kombinasi terapi kortikosteroid
sistemik dengan dengan anti-metabolit seperti azathioprine (Imuran) atau
mycophenolate mofetil (CellCept) dengan cyclophosphamide. Sebagai terapi
tambahan dapat diberikan Colchidne 0,6 mg dua kali sehari, Dapsone 100-150
mg/hari, atau thalidomide 100-200 mg/hari. Sedangkan untuk lesi seperti
lichen planus pada diskoid lupus eritematosus dapat diterapi dengan
kombinasi
obat
topikal
dan
sistemik.
Terapi
topikal
mengandung
55
GLOSSITIS
(Level kompetensi 3)
A. Definisi
Glositis adalah suatu peradangan pada lidah. Glossitis bisa terjadi akut
atau kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri
atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada
lidah. Glossitis dapat menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat menyebabkan
ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam beberapa kasus, glossitis dapat
mengakibatkan pembengkakan lidah parah yang menghalangi jalan napas,
sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera (Zieve et al,
2009).
B. Etiologi
Penyebab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik.
Penyebab glossitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penyebab Lokal
a. bakteri dan infeksi virus
b. trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau
peralatan gigi
c. iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas
ataupun makan yang berbumbu,
d. alergi dari pasta gigi dan obat kumur.
2. Penyebab Sistemik
a. kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik,
b. keadaan kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu kurangnya asupan vitamin B,
c. penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous
ulcers, and pemphigus vulgaris,
d. infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV).
C. Gambar
56
D. Diagnosis
Gejala dan tanda dari glossitis bervariasi oleh karena penyebab yang
bervariasi pula dari kelainan ini, tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah
menjadi berubah warnanya dan terasa nyeri. Warna yang dihasilkan bervariasi
dari gelap merah sampai dengan merah terang. Lidah yang terkena mungkin
akan terasa nyeri dan menyebabkan sulitnya untuk mengunyah, menelan atau
untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya
akan terlihat halus. Terdapat beberapa ulserasi atau borok yang terlihat pada
lidah ini. Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan
menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan) (Zieve et al, 2009).
E. Terapi
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur
prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek
samping dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan.
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin
diresepkan jika penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi
harus diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan atau suplemen
lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan
tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan (Zieve et al, 2009).
PAROTITIS
(Level kompetensi 4)
A. Definisi
57
58
mumps
mempunyai
glikoprotein
yaitu
hamaglutinin-
neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen
yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada
suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30
detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi
pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local
dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis,
ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system
saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear.
Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan
serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam
sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan
menghilang
C. Klasifikasi
a. Parotitis Kambuhan
59
pembengkakan
pada
kelenjar
di
bawah
rahang
60
E. Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:
1. Percikan ludah
2. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain
3. Muntahan
4. urine
Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya
kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps
pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG
secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak
penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel
traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran
darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian
akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari
terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama
fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor.
Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.
F. Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus Mumps oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika
61
respons suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik
intravena mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita:
1. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum
cukup baik).
a. Istirahat yang cukup, di berikan kompres.
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Kompres panas dingin bergantian
d. Medikamentosa
Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin berisiko
menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka namun
mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum tentu bebas
dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai salicylate atau
acetylsalicylic acid.
2. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala
hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
b. Orkhitis
- istrahat yang cukup
- pemberian analgetik
62
DAFTAR PUSTAKA
63
Adulgopar(2009).Anodontia.http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodon
tia.pdf-Diakses tanggal 14 Agustus 2015
Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/Diakses tanggal 14
Agustus 2015.
Andryani S (2010). Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada
akibat pemakaian antibiotik dan steroid. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatra Utara.
Anggraeni
(2007).
Plaque
gigi
sumber
penyakit
gigi
dan
mulut.http://www.answers.com/topic/dental-plaque-1/Diakses tanggal 14
Agustus 2015.
CasigliaJM(2014).Aphthousstomatitis.http://emedicine.medscape.com/article/107
5570-overview-Diakses pada 14 Agustus 2015
Childrens Craniofacial Association (CCA) (2009). A guide to understanding cleft
lip and palate. http://www.ccakids.com/Syndrome/CleftLipPalate.pdf9
Diakses 14 Agustus 2015.
Dalimunthe (2008).Periodonsia. Medan: USU Press.
De
Pietro
MA
(2010).
A
non-cancerous
growth
in
the
mouth.http://www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growthin-the-mouthDiakses tanggal 14 Agustus 2015.
Debnath T (2002). Public health and preventive dentistry 2nd Ed. India: AITBS
Publisher and Distributors(Regdt).
Dentisha (2010).Maloklusi.http://luv2dentisha.wordpress.com/Diakses tanggal
14 Agustus 2015.
Elih dan Salim (2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar
edgewise.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdfDiakses tanggal 14
Agustus 2015.
Evy(2007).Squamouscellcarcinoma.http://senyumsehat.wordpress.com/2007/09/1
7/izakod-bekal-izakod-kai/ Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
Harty FJ (1995).Kamus kedokteran Ggigi, terj.alih bahasa drg. Narlan
Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Institute
of Dental and Craniofacial
Research (2011).Anodontia.
http://children.webmd.com/anodontia Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
64
65
Patel
A
(2009).
The
developmental
disturbences
jaws.http://www.scribd.com/doc/44674594/The-DevelopmentalDisturbences-of-Jaws Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
of
Patterson
(2004).
Leukoplakia.
http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. Diakses tanggal
14 Agustus 2015.
Paul
T
(2009).
Management
of
impacted
teeth.http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdf
Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
(2010).
Penatalaksanaan
pada
anodontia.
http://www.ilmukesehatan.com/Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
(2011).
Gingivitis
(peradangan
gusi).http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/category/gigi/ Diakses
tanggal 14 Agustus 2015.
Ruslin
66
67
Thoothclub
(2011).Dental
diagnosis
poor
oral
hygiene
overview.http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poororal-hygiene-overview.html/ Diakses tanggal 14 Agustus 2015.
Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan.Yogyakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UGM.
Williams D (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis.Journal of Oral
Microbiology 2011, vol 3: 5771.
Wu CC (2007). A review of hypodontia: the possible etiologies and orthodontic,
surgical and restorative treatment optionsconventional and futuristic.
Hong Kong Dent J. Vol. 4 No. 2.
Zieve
D,
Juhn
G
(2009).
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm.
tanggal 14 Agustus 2015.
68
Glossitis.
Diakses