Anda di halaman 1dari 23

INDEKS KEGOYANGAN GIGI

Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal


yang di tandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang
vertical. (Carranza FA,Noyan U et al,2006)
Kegoyangan dapat disebabkan adanya kerusakan tulang yang
mendukung gigi, trauma dari oklusi, dan adanya perluasan peradangan
dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam, serta proses
patologik rahang. Menurut Fedi dkk. Kegoyangan gigi diklasifikasikan
menjadi tiga derajat. Derajat 1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari
normal. Derajat 2 yaitu kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu
kegoyangan > 1 mm pada segala arah dan/atau gigi dapat ditekan ke arah
apikal.
Dalam keadaan normal gigi, gigi dapat mengalami kegoyangan
yang disebut sebagai kegoyangan fisiologis. Umumnya terjadi pada pagi
hari dan secara perlahan akan berkurang di siang hari setelah gigi
menerima tekanan fungsional seperti pengunyahan, penelenan, dan Ketika
berkontak dengan gigi antagonisnya. Batas kegoyangan ini adalah 0,15
mm. Apabila kegoyangan melebihi batas kegoyangan normal, maka
disebut sebagai kegoyangan patologis (Caputo A et al,2009).
Secara klinis, kegoyangan dapat dibedakan menjadi kegoyangan
reversible dan irreversible. Kegoyangan reversible adalah jenis
kegoyangan pada gigi yang terjadi akibat tekanan abnormal atau inflamasi.
Kegoyangan yang terjadi dapat berkurang dengan menyingkirkan factor
penyebab, sedangkan kegoyangan irreversible merupakan jenis
kegoyangan yang di tandai dengan kerusakan jaringan Periodontal.
Kegoyangan dapat dikurangi tetapi tidak dapat dihilangkan meskipun
dilakukan perawatan (Varella TM et al, 2004).
Kegoyangan dapat diklasfikasikan menjadi empat derajat. Derajat
1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Bila kegoyangan
dengan ibu jari dan jari telunjuk. Gigi terasa goyang, tetapi kegoyangan
tidak terlihat. Derajad 2 yaitu kegoyangan sekitar 1 mm dan terjadi
kerusakan mencapai 2/3 koronal. Derajad 4 yaitu terjadi pergerakan
vertical dan horizontal, kerusakan telah mencapai daerah apical (Bernal G,
2002),

Perawatan terhadap kasus kegoyangan gigi harus dilakukan dengan


baik. Diagnosa yang tepat terhadap factor penyebab terjadinya kegoyangan
gigi sangat diperlukan, sehingga keberhasilan dapat dicapai.

Berdasarkan penyebabnya, terdapat berbagai macam perawatan


yang di lakukan untuk mengatasi masalah kegoyangan gigi. Dapat
disebabkan oleh inflamasi, trauma dari oklusi maupun keduanya. Apabila
kegoyangan disebabkan karena adanya inflamasi, maka dapat dilakukan
eliminasi terhadap factor terjadinya inflamasi seperti control plak, scalling
dan penghalusan akar, penggunaan obat local dan sistemik serta
penggunaan splinting bilamana kegoyangan lebih dari derajad 2 dan perlu
dilakukan terapi pembedahan (Mc-Guie,1996).

Pada kasus kegoyangan gigi yang disebabkan karena trauma


oklusi, perawatan dapat berupa penyesuaia oklusi (koronoplasti),
perbaikan kebiasaan buruk seperti parafungsi, stabilisasi gigi dengan
menggunakan splint, pemakaian alat ortodonti, dan rekonstruksi oklusal.
Ektraksi dapat dilakukan apabila dukungan terhadap kegoyangan gigi
tidak di peroleh meskipun telah dilakukan perawatan (Kegel W,et al 1979)

Salah satu cara untuk mengontrol dan menstabilisasi kegoyangan


gigi adalah splinting. Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan
gigi derajat 3 dengan kerusakan tulang berat. Adapun indikasi utama
penggunaan splint dalam mengontrol kegoyangan yaitu imobilisasi
kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta
menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah.
Ditambahkan oleh Strassler dan Brown splinting juga digunakan untuk
mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi (Suwandi T, 2010).
Splinting dilakukan pada terapi inisial (fase etiotropik) dalam
rencana perawatan penyakit periodontal. Tindakan yang dilakukan pada
fase pertama adalah pemberian kontrol plak yang meliputi motivasi,
edukasi dan instruksi, skeling dan penghalusan akar, splinting dan terapi
oklusal, serta pemberian terapi penunjang berupa antimikroba (Carranza
FA,2010).

Cara melakukan pemeriksaan kegoyahan gigi:

a. Kegoyangan gigi dapat diketahui dengan menggunakan dua


tangkai instrumenatau satu tangkai instrumen dan satu jari.
b. Gigi ditahan dengan salah satu tangan (ujung jari) dan satu
tangan yang lainmemegang instrumen one end dan pangkal
instrumen di letakan pada gigi sebelahbuccal dan di
tekankan ke arah bucal dan lingual

Gambar 1. Pengukuran Indek Kegoyangan Gigi

Referensi

1. Carranza FA. Clinical Diagnosis dalam Clinical Periodontology.


Carranza, FA dan Newman, MG. editor. Ed ke-8. Philadelphia : WB
Saunders. 2006. Hal 349-350.
2. Caputo A, Wylie R. Force Generation and Reaction Within The
Periodontium. Mar 2, 2009. Available: http://www.dent.ucla.edu/pic/member
3. Varella TM, Ikola S, Vallittu PK, Grusovin G, Valyi P, Sew N. Clinical
study of longevity of fibre reinforced composite periodontal splints.
Available at : http://iadr.confex.com/aidr/2004. Accessed November 2004.
4. Bernal G. A Review of The Clinical Management of Mobile Teeth. The
Journal of Contemporary Dental Practice 2002;3(4):157- 160.
5. Mc-Guire MK. Periodontal-Restorative Interrelationships dalam Clinical
Periodontology. Carranza, FA dan Newman, MG editor. Ed ke-8.
Philadelphia : WB Saunders. 1996. Hal 739-740.
6. Suwandi Trijani. The Initial Treatment of Mobile Teeth Closure Diastema in
Chronic Adult Periodontitis. PDGI Jour 2010;59:105-109.

RESESI GIGINVA

Resesi gingiva merupakan masalah yang banyak dikeluhkan oleh


banyak orang, dengan keluhan giginya terlihat lebih panjang. Resesi
gingiva terjadi karena posisi marginal gingiva berada lebih ke apikal dari
Cemento Enamel Junction (CEJ), sehingga permukaan akar yang semula
tertutup menjadi terbuka. Kondisi ini dapat terjadi pada satu maupun
sekelompok gigi, baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Insiden
meningkat dengan bertambahnya umur, pria dan wanita mempunyai

resiko yang sama. Masalah yang sering dikeluhkan penderita akibat


resesi gingiva adalah masalah estetis, terutama jika resesi terjadi pada gigi
anterior atas (Chrysanthakopoulos NA,2010).
Selain itu, resesi gingiva juga dapat menyebabkan hipersensitivitas
dentin akibat terbuka nya permukaan akar yang semula tertutup oleh
gingiva. Permukaan akar yang terbuka juga memudahkan terjadinya erosi
maupun abrasi pada sementum maupun dentin akibat lingkungan rongga

mulut maupun akibat aktivitas menyikat gigi (Bartold PM.2019). Kondisi


ini cenderung menimbulkan rasa sakit dan ngilu jika terkena rangsangan
terutama akibat perubahan suhu. Selain itu, permukaan akar yang terbuka
menyebabkan gigi rentan terhadap karies pada bagian servikal.
Resesi gingiva dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
anatomi, fisiologi maupun patologi. Faktor anatomi yang dapat
menyebabkan resesi gingiva adalah fenestration dan dehiscence yang
terjadi pada alveolar, posisi gigi di luar lengkung yang normal, serta
morfologi akar. Semua kondisi tersebut menyebabkan tulang alveolar
maupun gingiva yang melapisinya menjadi lebih tipis, sehingga
memudahkan terjadinya resesi gingiva.
Selain itu, perlekatan frenum dan frenulum yang terlalu koronal,
attached gingiva yang sempit, serta faktor keturunan, misalnya epitel
gingiva yang tipis dan mudah rusak, cenderung mengakibatkan resesi
gingiva. Resesi gingiva secara fisiologis terjadi seiring dengan
bertambahnya umur, pergerakan gigi karena pemakaian alat ortodontik,
baik ke arah lingual maupun labial yang cenderung mengakibatkan
terjadinya dehiscence. Sedangkan resesi gingiva secara patologis antara
lain dapat terjadi karena peradangan gingiva akibat oral higiene yang
buruk sehingga terjadi akumulasi plak dan kalkulus, trauma oklusi,
trauma sikat gigi, merokok, mengkonsumsi alkohol, tepi restorasi yang
tidak baik, faktor hormonal, serta akibat prosedur operasi periodontal.
Faktor etiologi resesi gingiva yang berhubungan dengan penyakit
periodontal cenderung bersifat irreversible.
Sebaliknya, resesi gingiva yang diakibatkan oleh trauma
oklusi maupun trauma akibat kesalahan menyikat gigi bersifat
reversible, artinya gingival margin dapat dikembalikan ke posisi
normalnya dengan prosedur rekonstruksi periodontal disertai dengan
eliminasi penyebabnya.
Gambar 2. Pengkuran Resesi Gingiva dan Klasifikasi
KLASIFIKASI MENURUT MILLER
Kelas I: resesi gingiva belum meluas sampai mucogingival junction dan
belumdisertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah interdental.
Kelas II: resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction dan
belumdisertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah interdental.
Kelas III: resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction dan sudah
disertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah interdental, bisa
disertai malposisi gigi maupun tidak.
Kelas IV: resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction, disertai
kehilangantulangyang parah pada daerah interdental, dan atau disertai malposisi
gigi yang parah. Cara mengukur resesi probe dipegang secara pens grap , ujung
probe sejajar dengan axis gigi, diukur di bagian mid buccal dan lakukan
pengukuran dari CEJ ke margin gingiva.

1. Klasifikasi Gingiva

Ada beberapa teori tentang klasifikasi resesi gingiva,


namun yang umum digunakan adalah teori Miller. Menurut
Miller, resesi gingiva dibagi menjadi 4 kelas. Kelas I: resesi
gingiva belum meluas sampai mucogingival junction dan belum
disertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah
interdental. Kelas II: resesi gingiva telah meluas sampai
mucogingival junction dan belum disertai kehilangan tulang
maupun jaringan lunak pada daerah interdental. Kelas III: resesi
gingiva telah meluas sampai mucogingival junction dan sudah
disertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah
interdental, bisa disertai malposisi gigi maupun tidak. Kelas IV:
resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction,
disertai kehilangan tulang yang parah pada daerah interdental, dan
atau disertai malposisi gigi yang parah (Avita Rath1, Burcu
Karaduman (2018)

2. Perawatan Resesi Gingiva

Resesi gingiva dapat dirawat secara bedah maupun non


bedah. Tujuan kedua macam perawatan tersebut adalah
menghilangkan keluhan penderita, baik secara estetik, fungsi
maupun bila ada keluhan rasa nyeri dan rasa sakit. Perawatan non
bedah untuk mengatasi masalah estetis dapat dilakukan dengan
memberi tumpatan sewarna dengan gingiva pada area akar yang
terbuka maupun memberi gingiva tiruan yang diaplikasikan pada
area resesi. Perawatan resesi gingiva secara bedah meliputi
berbagai teknik bedah mukogingiva antara lain: coronally advance
flap, laterally positioned flap, semilunar coronally positioned flap,
modified semilunar coronally positioned flap, free gingival graft,
connective tissue graft dan tunneling. Bahan graft yang digunakan
dapat berasal dari individu yang sama maupun diperoleh dari
tissue bank yang telah tersedia (Krismariono A,2014).
Perawatan resesi gingiva sangat terkait dengan etiologi.
Resesi gingiva terjadi akibat malposisi gigi, maka perawatan yang
tepat adalah kombinasi antara perawatan periodontal dan
ortodonti. Dari segi periodontal, disarankan untuk melakukan
kontrol plak dengan baik, sedangkan dari segi ortodonti
diperlukan untuk memperbaiki posisi giginya. Perbaikan posisi
gigi dapat meningkatkan lebar attached gingiva. Hal ini
disebabkan attached gingiva bukan merupakan jaringan yang
statis, namun merupakan struktur yang berdasarkan fungsi- nya
mampu memberi respons terhadap perubahan posisi gigi.
Pergerakan gigi secara ortodontik juga dapat meningkatkan
aktivitas mitosis yang menstimulasi regenerasi tulang (Burcu
Karaduman,2018)
Kesalahan menyikat gigi juga termasuk penyebab resesi
gingiva. Tanda khas akibat kesalahan menyikat gigi adalah abrasi
pada labial area dekat CEJ, kondisi seperti ini umumnya tanpa
disertai keradangan. Pasien disarankan mengubah cara menyikat
gigi. Jika derajat resesi masih ringan, kemungkinan gingival
margin dapat kembali pada posisi normalnya. Aimetti et al.12 juga
menyebutkan bahwa jika resesi gingiva masih dalam batas < 2mm,
maka perawatan masih dapat dilakukan secara non bedah.
Perawatan yang disarankan adalah scaling, root planing dan
polishing. Perawatan resesi gingiva diharapkan dapat
mengembalikan gingiva pada kondisi normal, yaitu: marginal
gingiva menutupi cemento- enamel junction, kedalaman sulkus
gingiva 2-3mm, warna gingiva normal dan tidak berdarah saat
probing. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan bedah mukogingiva.
Indikasi teknik bedah mukogingiva adalah untuk resesi gingiva kelas
I dan II klasifikasi Miller (Saglam, Shah m,2012).
Faktor penting yang harus diperhatikan adalah imobilisasi,
stabilisasi dan vaskularisasi. Ketiga syarat di atas merupakan satu
kesatuan yang perlu diperhatikan, karena kegagalan sering kali
terjadi akibat terganggunya ketiga proses tersebut. Hasil perawatan
resesi gingiva dengan bedah mukogingiva efektif untuk menutup
permuka- an akar yang terbuka dan mengurangi hiper- sensitivitas
dentin, namun banyak penderita resesi yang tidak mungkin
dilakukan perawatan dengan prosedur bedah karena ada
kontraindikasi dilakukan tindakan operasi (Saglam, Shah m,2012).
Teknik bedah mukogingiva memiliki kekurangan, untuk
mengatasinya maka dikembangkan perawatan non bedah untuk
menutup resesi gingiva. Perawatan tersebut juga ditujukan untuk
mengatasi masalah estetik maupun hipersensitivitas dentin.
Perawatan yang dilakukan adalah dengan pembuatan gingiva
tiruan yang diaplikasikan pada area resesi. Resesi gingiva kelas III
dan IV klasifikasi Miller dilakukan perawatan dengan gingiva
tiruan. Pada resesi kelas III dan IV ada celah proksimal yang sulit
untuk dilakukan perawatan dan penutupan secara bedah. Namun
demikian, gingiva tiruan justru memerlukan celah proksimal untuk
perlekatannya. Perlekatan gingiva tiruan diperoleh melalui
perlekatan mekanis yang dibuat sedemikian rupa pada celah
proksimal tersebut (Prof XP,2017).

Gambar 2 Perawatan resesi gingiva dengan gingiva tiruan

Keunggulan lain, karena bahan gingiva tiruan adalah soft


liner, maka gingiva tiruan bersifat lentur sehingga mudah
diaplikasikan. Gingiva tiruan dapat dengan mudah dipasang dan
dikeluarkan dari celah proksimal sebagai tempat retensinya. Selain
itu, warna bahan soft liner mirip dengan warna gingiva asli,
sehingga cocok diaplikasikan pada regio gingiva yang mengalami
resesi. Segi estetis yang memadai inilah membuat gingiva tiruan
dipilih sebagai salah satu perawatan alternatif pada kasus resesi
gingiva. Selain dapat mengatasi masalah estetis, gingiva tiruan juga
dapat mengurangi keluhan hipersensitivitas dentin. Keluhan dapat
berkurang karena gingiva tiruan menutupi sebagian besar
permukaan akar yang semula terbuka akibat resesi (Prof XP,2017).
Kekurangan gingiva tiruan adalah tidak dapat menutupi
permukaan akar bagian palatal/lingual, sehingga melalui permukaan
ini masih dimungkinkan terjadinya pengaruh rangsang dari luar
terhadap saraf gigi. Namun pengaruh ini masih bersifat minimal,
karena sebagian besar permukaan akar telah tertutup oleh gingiva

tiruan (Prof XP,2017).


Selain pembuatan gingiva tiruan untuk mengatasi masalah
resesi gingiva, dikembangkan pula bahan tumpatan yang sewarna
dengan gingiva. Tumpatan tersebut berbahan dasar kompomer yang
merupakan modifikasi penggabungan antara resin komposit dengan
glass ionomer. Keunggulan perawatan resesi gingiva dengan
aplikasi bahan tumpatan ini adalah warna dapat disesuaikan
dengan warna gingiva secara individual serta mempunyai
perlekatan yang baik pada permukaan akar gigi (D T. Clinical,2011).
Referensi
1. Chrysanthakopoulos NA. Occurrence, extension and severity of the gingival
recession in a Greek adult population sample. J Periodontol Implant Dent.
2010;2(1):37-42.
2. Krismariono A, Setiawatie EM. Gingiva tiruan untuk mengatasi masalah
estetik dan hipersensitif dentin akibat resesi gingiva. Majalah Kedokteran
Gigi, FKG Unair 2003; edisi khusus: 183-6.
3. Burcu Karaduman and Cenker Zeki Koyuncuoglu and Sevda Atalay and E.
Çalışkan and Nurcan Tezci and Sabri Hasan Meriç. A Multidisciplinary
Approach To Localized Gingival Recession: A Case Report. Karaduman.
2018
4. Saglam M, Koseoglu S. Treatment of localized gingival recessions with free
gingival graft. European J General Dentistry 2012; 1(1): 10-14.
5. Shah M, Gujjari SK, Gaekwad S, Dalal S. Double papilla flap with platelet
rich fibrin in isolated gingival recession –A case report. J Contemporary
Dental Sciences 2012; 2(1): 36-40.
6. Prof XP. Gingiva tiruan sebagai perawatan alternatif untuk resesi
gingiva ( Artificial gingiva as alternative treatment for gingival
recession ) Case Report Gingiva tiruan sebagai perawatan alternatif
untuk resesi gingiva ( Artificial gingiva as alternative treatment for
gingival recession ). 2017;(July)
7. D T. Clinical vaEvaluation of a Gingiva Colured Material, Comp natur: A 3-
Year Longotudinal Study. Chinese J Dent. 2011;14:59–66.

PERIODONTAL SCREENING INDEX


Indeks skrining periodontal (PSI) adalah elemen dari
pemeriksaan gigi awal. PSI memberikan informasi tentang situasi
periodontal dan memungkingkan perkiraan awal perawatan yang
diperlukan. Tomografi panaromik gigi (DPT) menunjukkan
kehilangan tulang proksimal, situasi periodontal. Pada penelitian ini,
hasil dari kedua metode tersebut dalam menentukan situasi periodontal
dibandingkan. Pemeriksaan klinis mencakup skor DMF-T. QHI, dan
PSI pada empat lokasi proksimal per gigi; dokter gigi pemeriksa tidak
menyadari temuan radiografi. Berdasarkan skor PSI. diagnosis
ditegakkan sebagai berikut :skor 0-2 “tidak periodontitis,” skor 3 dan 4
“periodontitis’(Dirk Zieblos dkk,2011). Kualitas hidup pasien sangat
di pengaruhi oleh kehilangan gigi. Berkurangnya kemampuan
mengunyah, estetika yang rendah dan kebutuhan akan restorasi
prostetik membebani mereka yang terkena. Kerusakan gigi dan
periodontitis adalah alas an utama kehilangan gigi (Friedman,1988)
Di seluruh dunia, karies dan penyakit periodontal adalah penyakit
yang paling umum. Karena Langkah-langkah pencegahan, penurunan,
karies dapat di capai secara nyata, tetapi tigkat penyakit periodontal
masih tetap ssangat tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini sangat
penting untuk terapi periodontitis, untuk menghindari insiden yang
tinggi dan perkembangan penyakit. Namun, bahkan saat ini,
periodontitis sering terlambat didiagnosis. Dari banyak kasus, masalah
periodontal menjadi jelas pertama kali ketika gejala periodontitis parah
muncul, seperti peningkatan mobilitas gigi atau migrasi gigi. Oleh
karena itu, identifikasi periodontitis pada tahap awal sangat penting
untuk mengentikan perkembangan penyakit lebih lanjut.
Namun, hingga saat ini belum ada standar emas yang ditetapkan
atau bahkan ditetapkan. Bukti penelitian menunjukkan bahwa skrining
dengan radiografi panoramik tidak produktif , dengan sebagian besar
pasien tidak menerima manfaat diagnostik atau dampak pengobatan.
Karena keropos tulang awal sering diremehkan, tomografi panoramik
gigi (DPT) kurang memiliki nilai untuk diagnosis lesi periodontal
awal. Namun, DPT adalah metode untuk menunjukkan aktivitas
penyakit masa lalu dalam bentuk pengeroposan tulang. Dalam kasus
ini, radiografi panoramik dapat membantu diagnosis, karakterisasi, dan
pemantauan periodontitis lanjut. Pada tahun 1992, American Dental
Association (ADA) dan American Academy of Periodontolgy (AAP)
mengumumkan "Penyaringan & Pencatatan Periodontal - PSR ® "
("Periodontal Screening Index (PSI)" di Jerman) - modifikasi dari
CPITN (Komunitas Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal) -
sebagai "sistem yang sederhana dan efektif untuk mendeteksi penyakit
periodontal".(Dirk Zieblos dkk,2011).
Skrining periodontal (PSR ® / PSI) memberikan informasi rinci
tentang kondisi periodonsium pasien dan memungkinkan evaluasi
yang cepat dan komprehensif dari situasi periodontal. Dengan
PSR®/PSI, bahkan gejala awal penyakit periodontal dapat dideteksi
secara klinis. Selain itu, memungkinkan perkiraan pertama dari
perawatan periodontal yang diperlukan. Dalam penelitian ini,
reliabilitas PSR ® /PSI dalam diagnosis awal dibandingkan dengan
diagnosis radiografi konvensional menggunakan DPT. Perbandingan
dibuat sehubungan dengan diagnosis "periodontitis" dan "tidak ada
periodontitis". Alasan untuk diagnosis yang mungkin menyimpang
dibahas (Dirk Zieblos et al,2011).
PSR ® /PSI diambil dengan probe WHO (Morita,
Kyoto/Jepang). Setiap gigi diperiksa di empat lokasi (mesio-
vestibular, disto-vestibular, mesio-oral dan disto-oral) dan skor
PSR® / PSI (0 sampai 4) dicatat. Skor tertinggi ditentukan untuk
setiap sekstan. Skor PSR ® /PSI 3 dan 4 distal molar kedua tidak
dipertimbangkan, untuk menghindari temuan positif palsu karena
"poket palsu", yang sering terjadi di wilayah ini. Menurut definisi
Cutress et al., yang menyatakan bahwa PSR® tertinggiSkor /PSI
subjek harus menentukan diagnosis klinis, klasifikasi berikut dibuat
untuk setiap peserta dalam penelitian: Skor PSR ® /PSI 0, 1, dan 2:
"tidak ada periodontitis"; Skor PSR ® /PSI 3 dan 4: "periodontitis".
Pada saat evaluasi klinis, temuan radiografi subjek tidak diketahui oleh
dokter gigi (Dirk Zieblos et al,2011).
Menurut Goodson et al., PSR ® /PSI menunjukkan proses
klinis penyakit periodontal awal yang kadang-kadang akan
mengakibatkan kehilangan tulang yang dapat dideteksi secara
radiografi. Hasil kami sesuai dengan Khocht et al.;mereka juga
membandingkan situasi periodontal dengan radiografi (DPT) dan
PSR® / PSI dan tidak menemukan korelasi antara kedua metode
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa radiografi (DPT) yang diambil
dalam praktek gigi sehari-hari tidak mencerminkan situasi periodontal
yang sebenarnya. Berbeda dengan ini, PSR ® /PSI tampaknya menjadi
alat skrining yang berguna yang akan meningkatkan identifikasi
pasien bahkan dengan penyakit periodontal awal. Untuk diagnosis
spesifik, karakterisasi, perawatan dan kontrol periodontitis lanjut,
rontgen yang dikombinasikan dengan catatan klinis terperinci sangat
penting (Dirk Zieblos et al,2011)
PSR ® /PSI sangat penting untuk pemeriksaan periodontal
awal. DPT tidak ada nilainya dalam kasus skrining awal untuk
masalah periodontal. Jika tanda-tanda perubahan patologis pada
periodonsium terbentuk, pemeriksaan radiografi dan temuan terperinci
sangat penting untuk diagnosis lebih lanjut.
Referensi
1. Dirk Ziebolz, Ivette Szabadi, Sven Rinke, Else Hornecker, Rainer F
Mausberg. Initial Periodontal screening and radiographic findings – A
Comparasion of two methods to Evalute the Periodontal Situation. Ziebolz
et al. BMC Oral Health. 2011. 11;
2. Friedmann N, Landesman HM, Wexler M. Pengaruh ketakutan,
kecemasan, dan depresi pada respon adaptif pasien terhadap gigi tiruan
lengkap. Bagian III. J Proth Dent. 1988, 59: 169-171. 10.1016/0022-
3913(88)90010-8.

QUESTIONNARE-BASECOMMUNITPERIODONTAL
SUSCEPTIBILITY INDEX (QCPSI)
Penyakit periodontal sangat lazim di seluruh dunia. Di India,
prevalensi penyakit periodontal yang tinggi telah dilaporkan pada
penelitian sebelumnya (Shah N,Mathur B,2007,2004). Prevalensi yang
tinggi seperti itu berarti peningkatan kebutuhan perawatan dan
kerentanan populasi terhadap penyakit periodontal. Karena penyakit
periodontal adalah penyebab utama kehilangan gigi yang
mengakibatkan biaya perawatan/penggantian yang tinggi pada
sebagian besar populasi, penting untuk mengidentifikasi area yang
menguntungkan dan hemat biaya; perlunya program pencegahan
berbasis masyarakat. Merencanakan dan menerapkan pendekatan
pencegahan dalam perawatan mulut periodontal memerlukan
identifikasi tidak hanya populasi dengan beban penyakit saat ini, tetapi
juga populasi yang rentan terhadap penyakit tersebut. Semua indeks
periodontal utama yang telah digunakan dalam survei periodontal
komunitas didasarkan pada identifikasi tingkat keparahan, prevalensi,
dan kebutuhan perawatan. Tidak ada indeks yang diketahui
berdasarkan faktor risiko penyakit periodontal yang terbukti secara
ilmiah untuk menentukan kerentanan penyakit dan untuk
mengidentifikasi perlunya perencanaan dan intervensi pencegahan.
Dalam artikel ini, indeks berbasis kuesioner sederhana telah diajukan
untuk mengidentifikasi kerentanan individu dan komunitas terhadap
penyakit periodontal.
Penyakit periodontal adalah penyebab utama kehilangan gigi
dan berkontribusi terhadap morbiditas dan biaya kesehatan yang
signifikan. Oleh karena itu, mengidentifikasi area yang memberikan
keuntungan besar dengan program pencegahan berbasis masyarakat
merupakan kebutuhan yang mendesak. Merencanakan dan
menerapkan langkah-langkah pencegahan dalam perawatan mulut
periodontal memerlukan identifikasi tidak hanya populasi dengan
beban penyakit saat ini, tetapi juga kerentanan terhadap penyakit di
masa mendatang. Semua indeks periodontal utama yang telah
digunakan dalam survei periodontal komunitas dirancang untuk
mengidentifikasi tingkat keparahan, prevalensi, atau kebutuhan
perawatan penyakit periodontal. Tidak ada indeks yang diketahui
berdasarkan faktor risiko penyakit periodontal yang terbukti secara
ilmiah untuk mengidentifikasi populasi yang rentan terhadap penyakit
ini, dan untuk menentukan perlunya perencanaan dan intervensi
pencegahan.
Indeks berdasarkan penentuan kebutuhan perawatan
periodontal untuk penyakit periodontal memakan waktu dan
menunjukkan perbedaan antar pemeriksa (Holmogren,1994). Selain
itu, mereka mengukur morbiditas penyakit masa lalu, kondisi
kebersihan mulut saat ini, dan kebutuhan perawatan. Tak satu pun dari
mereka memberikan informasi tentang kerentanan terhadap
kehilangan lebih lanjut dan faktor risiko sosial, yang lebih relevan
untuk dokter gigi preventif atau programmer perawatan kesehatan
mulut. Selain itu, terlepas dari kerentanan genetik, semua faktor risiko
utama penyakit periodontal didasarkan pada determinan sosial
kesehatan. Kontrol dan eliminasi faktor risiko adalah tujuan utama
dalam pencegahan dan perawatan periodontal untuk mempertahankan
periodonsium yang stabil dan sehat. Indeks kerentanan periodontal
komunitas berbasis kuesioner (QCPSI) mudah, sederhana, cepat,
noninvasif dan tidak memerlukan pelatihan khusus untuk
mengelolanya. Lebih-lebih lagi, itu menghasilkan banyak informasi
perawatan kesehatan yang relevan secara periodontal dan sosial dan
mengidentifikasi area untuk perawatan kesehatan preventif
periodontal. Selain itu, menghitung kerentanan individu bersama
dengan kerentanan masyarakat untuk memisahkan individu berisiko
tinggi untuk evaluasi lebih lanjut.

Gambar 3. Indeks Kerentanan periondontal komunitas berbasis


kuesioner.
Gambar 4. Penilaian indeks kerentanan periodontal komunitas
kuesioner

1. Identifikasi kebutuhan preventif/edukasi/ intervensi berdasarkan bagan dan


skor indeks kerentanan periodontal berbasi kuesioner

Gambar 4. Informasi diperoleh dari QCPSI


2. Kekuatan dan keterebatasan indeks kerentanan dan pencegahan berdasarkan
kuesioner
Kekuatan QCPSI :
 Membantu menetapkan kebutuhan kerentanan dan pencegahan
berdasarkan faktor kerentanan yang terbukti secara ilmiah
 Membantu menilai kebutuhan terapeutik populasi
 Kurang memakan waktu dan tidak ada variasi intra pemeriksa
 Mudah dipahami dan digunakan
 Dapat digunakan dalam format lisan dan tulisan
 Dapat dengan mudah menerima survei lain dan memberikan
informasi ke survei lain juga
 Hanya diketahui indeks yang menentukan kerentanan periodontal
berdasarkan faktor sosial.
Keterbatasan QCPSI :
 Tidak memperhitungkan faktor genetik yang menentukan
keparahan penyakit, perkembangan, dan kerentanan
 Tidak menentukan kebutuhan pengobatan masyarakat.
Mengidentifikasi hanya kebutuhan preventif
 Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh subjek dan bukan
pemeriksaan objektif
 Tidak memasukkan semua faktor risiko dan bobot yang tidak sesuai
dengan faktor tertentu.
Referensi
1. Shah N, Pandey RM, Duggal R, Mathur VP, Rajan K. Kesehatan Mulut di
India: Laporan Studi Multisentris, Direktorat Jenderal Layanan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, Program Kolaborasi
Pemerintah India dan Organisasi Kesehatan Dunia ; 2007.
2. Mathur B, Talwar C. Survei Kesehatan Mulut Nasional dan Pemetaan
Flouride 2002-2003. New Delhi, India: Dewan Gigi India; 2004.
3. Holmgren CJ. CPITN - interpretasi dan batasan. Int Dent J 1994;44:5
Suppl 1:533-46.

RED PETS
Red pets dalam kedokteran gigi hewan adalah kedokteran gigi yang
diterapkan pada perawatan hewan. Ini adalah seni dan ilmu pencegaham,diagnosis,
dan kondisi pengobatan,penyakit, dan gangguan rongga mulut, daerah maksilfasial,
dan struktur terkait yang berkaitan dengan hewan.
Di Amerika Serikat, kedokteran gigi hewan adalah salah satu dari 20
spesialis kedokteran hewan yang diakui oleh American Veterinary Medical
Association (AVMA). Dokter Gigi hewan menawarkan layanan di bidang
endodontik,radiologi, dan bedah mulut dan masilofasial, Kedokteran Ortodontik,
Pedodontik, Periodontik, dan prostodontik. Mirip dengan dokter gigi manusia, mereka
merawat kondisi seperti patah tulang rahang, maloklus, kanker mulut, penyakit
periodontal, stomatitis, dan kondisi lain yang unik untuk kedokteran hewan.
Praktik kedokteran gigi dan kedokteran mulut serta pemenuhan dilakukan
oleh dokter hewan sesuai dengan undang-undang praktik kedokteran hewan negara
mereka. Petugas kesehatan hewan dapat diizinkan untuk melakukan prosedur gigi dan
mulut non-invasif, non-bedah tertentu di bawah pengawasan langsung dari dokter
hewan berlisensi sesuai dengan peraturan negara bagian
Salah satu bidang kedokteran gigi hewan yang paling vital adalah
menanganipenyakit periodontal, kondisi gigi paling umum pada anjing dan kucing.
Hewan peliharaan berumur tiga tahun dapat menunjukkan bukti awal penyakit
periodontal, yang akan memburuk jika tindakan pencegahan yang efektif tidak
dilakukan. Deteksi dan perawatan dini sangat penting, karena penyakit periodontal
lanjut dapat menyebabkan masalah dan rasa sakit yang parah.
Nyeri yang berasal dari masalah gigi sangat jarang disadari oleh pemilik
atau profesional. Jarang hewan menjadi anoreksia karena masalah gigi. Pengecualian
untuk ini adalah dalam kasus cedera jaringan lunak yang parah,
misalnyagingivostomatitiskronis. Secara umum, sakit gigi adalah sakit kronis, dan
hanya setelah perawatan pemilik melaporkan seberapa baik kondisi hewan peliharaan
mereka. Pain sering disalahartikan sebagai hewan peliharaan yang baru saja menjadi
tua. Sangat sedikit klien yang memeriksa gigi hewan peliharaan mereka kecuali jika
mereka melakukan perawatan di rumah setiap hari, sehingga masalah gigi yang
sebenarnya sering kali luput dari perhatian.
Mengenali gejala yang mungkin berhubungan dengan penyakit gigi, seperti
keluarnya cairan dari hidung atau pembengkakan wajah bagian luar, seringkali
menjadi prioritas. Dalam beberapa kasus, pasien gigi mungkin datang dengan apa
yang tampak sebagai gejalaneurologis (Tutt,2007)
Pada kuda, penggembalaan yang terus menerus menyebabkan lecet gigi.
Selain itu, karena perkembangan gigihipsodontikkuda yang terus menerus , akan
terjadi keausan mahkota gigi yang dapat membuat tepi bergerigi dan tajam serta
menyebabkan keausan yang tidak rata. Perawatan gigi untuk kuda dirancang untuk
mencegah "quidding", atau menjatuhkan makanan dari mulut saat makan, ulserasi di
pipi atau lidah, resistensi atau kepekaan yang tidak biasa terhadap gigitan, abses akar,
perkembangan fistula mandibula dari infeksi di pipi bawah. gigi, dan kesulitan
melenturkan saat polling (Asa,2019)
Semua temuan dari pemeriksaan mulut harus dicatat pada grafik gigi. Ini
termasuk gigi yang hilang, rotasi, dan fraktur, kedalaman probing dari resesi
gingiva,hiperplasiaenamel atau kerusakan enamel lainnya, mobilitas,
keterlibatanfurkasi , dan patologi mulut lainnya. Charting tidak hanya mencatat
keadaan gigidanjaringan lunak rongga mulut saat ini, yang memungkinkan perumusan
rencana perawatan, tetapi juga memberikan catatan permanen untuk perbandingan di
masa mendatang.
Tingkat keparahan gingivitis dinilai dengan menggunakan Indeks Gingiva
(GI), yang terdiri dari empat tahap:
1. Tahap 0 (GI0) – ditandai dengan gingiva normal.
2. Tahap 1 (GI1) – gingivitis marginal dengan pembengkakan ringan pada
jaringan gusi, beberapa perubahan warna, dan tidak ada perdarahan saat
probing.
3. Tahap 2 (GI2) – pembengkakan sedang dan peradangan jaringan gusi, dan
pendarahan saat probing.
4. Tahap 3 (GI3) – gingivitis parah dengan pembengkakan dan
pembengkakan yang nyata, serta pendarahan spontan (James dkk,2015)
Tingkat keparahan penyakit periodontal dinilai dengan menggunakan
Periodontal Disease Index (PD), yang terdiri dari lima tahap:
1. Tahap 0 (PD0) – ditandai dengan tidak adanya penyakit (James dkk,2015)
2. Tahap 1 (PD1) – ditandai dengan adanyagingivitis. Tahap ini dapat diobati
dengan scaling gigi, pemolesan, irigasi, dan perawatan kesehatan di rumah.
3. Tahap 2 (PD2) – penyakit periodontal dini dengan hilangnya perlekatan gigi
kurang dari 25% dari tulang alveolar. Perawatan untuk tahap ini mencakup
penambahanantimikrobasubgingival lokal dan scaling.
4. Tahap 3 (PD3) – penyakit periodontal yang menetap dengan 25-50%
kehilangan perlekatan gigi dari tulang alveolar. Perawatan meliputi
pencabutan gigi,root planingtertutup atau terbuka , atau opsi perawatan
periodontal lanjutan seperti regenerasi jaringan terpandu.
5. Tahap 4 (PD4) – penyakit periodontal lanjut dengan lebih dari 50%
kehilangan perlekatan gigi dari tulang alveolar. Pencabutan gigi atau
perusakan periodontal, termasuk prosedur reseksitulangatau prosedur
tambahan, diperlukan. Prognosis untuk tahap ini dijaga
6. Jumlahkalkulusyang ada dinilai dengan menggunakan Indeks Kalkulus (CI),
yang terdiri dari empat tahap:
Tahap 0 (CI0) – tidak ada kalkulus.
1. Tahap 1 (CI1) – beberapa kalkulus di atas garis gusi yang menutupi kurang
dari 1/3 permukaan gigi.
2. Tahap 2 (CI2) – kalkulus sedang menutupi 1/3 hingga 2/3 permukaan gigi
dengan kalkulus minimal di bawah garis gusi.
3. Tahap 3 (CI3) – kalkulus berat menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan
melebar ke bawah garis gusi (James et al,2105)
Referensi
1. Tutt, Cedric (2007). BSAVA Manual of Canine and Feline Dentistry
(BSAVA British Small Animal Veterinary Association(3rd ed.). UK:
BSAVA. p. 200.ISBN 978-0905214870.
2. Asa., Aiello, Susan. Mays. Manual kedokteran hewan Merck . Merck &
Co., bekerja sama dengan Merial Limited. ISBN 0-911910-29-8.OCLC
1297058478 .
3. James L. Cook1, DVM; Steven P. Arnoczky2, DVM (30 Maret 2015).
“Prosiding Kongres Dunia Asosiasi Hewan Hewan Kecil Dunia, 2013”.
VIN.com.
4. Organisasi Spesialis Kedokteran Hewan" . Diarsipkan dari versi asli
tanggal 1 Mei 2006 . Diakses 20 Agustus 2006 .
5. "Posisi Kedokteran Gigi Hewan" . www.avma.org . Diakses tanggal 3
November 2019 .

SOAL

1. Seorang anak perempuan berusa 7 tahun dating ke klinik gigi Bersama


ibunya, anak tersebut dating dengan keluhan gigi rahang atas depan goyang
pada saat akan dilakukan pemeriksaan intra oral anak tersebut ketakutan, tidak
mau membuka mulutnya dan menangis sementara itu diluar klnik masih ada
pasien mengantri untuk di periksa. Apa prioitas Tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat gigi untuk situasi tersebut?
A. Memaksa pasien
B. Memberikan hadiah
C. Menenangkan anak tersebut
D. Menunda pemeriksaan
E. Melanjutkan Pemeriksaan
2. Seorang pria berusa 23 tahun mengeluh gusi bagian gigi geligi depan rahang
atas membesar. Pemeriksaan klnis menunjukkan pembesaran giginva.
Kemerahan konsistensi kenyal dan terdapat pocket periodontal sedalam 4 mm.
kelaian tersebut adalah?
A. Periodontitis kronis
B. Gingivitis kronis
C. Hiperplasi giginva
D. Oedematous giginva
E. Epulis fibramatosa
3. Indeks yang digunakan untuk mengukur perdarahan gignva pada
probing,kalkulus,dan kedalaman poket periodontal di setiap skestan dari
rongga mulut di sebut indeks?

Anda mungkin juga menyukai