SPLINTING
KEPANITERAAN KLINIK PERIODONSIA
Kegoyangan gigi merupakan salah satu masalah umum yang terjadi pada gigi. Faktor
penyebab terjadinya kegoyangan pada gigi adalah akibat adanya penyakit pada gingiva,
kehilangan tulang pendukung, dan dapat juga disebabkan oleh trauma oklusi. Perawatan yang
umum dilakukan pada pasien yang mengalami kegoyangan gigi adalah dengan splinting
periodontal. Perawatan jenis ini biasanya dilakukan untuk gigi goyang yang disebabkan oleh
hilangnya tulang alveolar sehingga mengganggu fungsi pengunyahan dan oklusi (Ichwana,
2016); (Lawande, 2016).
Splinting periodontal merupakan perawatan yang digunakan untuk menstabilkan gigi
yang mengalami kegoyangan sehingga dapat memberi hubungan yang baik antara tekanan
oklusal dengan jaringan periodontal dengan cara membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi
secara merata sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan tersebut
(Octavia dkk., 2015). Splinting dianggap sebagai komponen penting dari rencana perawatan
periodontal karena kemampuannya untuk memberikan stabilitas pada gigi dan memperbaiki
prognosis gigi yang terkena penyakit periodontal (Azodo dan Erhabor, 2016). Menurut
Ichwana (2016) indikasi penggunaan splinting secara periodontal yang melibatkan gigi adalah
trauma oklusal primer, trauma oklusal sekunder, mobilitas secara progresif, dan sakit pada saat
fungsi.
Penanganan splinting periodontal untuk sekali kunjungan biasanya menggunakan bahan
konservatif seperti kawat yang dililit pada gigi kemudian ditutup dengan resin (Ichwana, 2016).
Perawatan splinting periodontal dengan bahan kawat yang dililit pada gigi lalu ditutup dengan
resin dapat memberikan hasil yang baik secara fungsional walaupun metode perawatan tersebut
memiliki kekurangan seperti buruk dari segi estetik dan mudah rusak karena kekuatan
pengunyahan selama fungsi normal (Shanmugam dan Kumar, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal yang berlebihan
yang diterima pada gigi dengan dukungan periodonsium yang sehat dan normal.
Perubahan yang tampak adalah penebalan ligament periodontal, mobilitas gigi,
bahkan nyeri.
b. Trauma karena oklusi sekunder
Diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal yang normal
yang diterima pada gigi dengan dukungan periodonsium yang inadekuat atau lemah.
Gigi dengan jaringan periodontal yang tidak sehat dan terinflamasi, ditambah gaya
oklusal yang berlebihan akan mengalami kehilanag tulang dan pembentukan pocket
yang cepat.
Kelas 2 : Gigi dapat bergerak sampai 1 mm atau lebih dalam arah lateral (bukolingual
atau mesiodistal), belum bisa digerakan pada arah vertikal (apicocoronal)
Kelas 3 : Gigi dapat bergerak sampai 1 mm atau lebih dalam arah lateral (bukolingual
atau mesiodistal), dapat digerakan pada arah vertikal (apicocoronal)
2.) Menurut Indeks Glickmana (1972)
Grade 0 : Mobilitas normal
Grade III : Mobilitas gigi parah, mesiodistal yang dikombinasi dengan gerakan
arah vertikal.
3.) Menurut Lindhe (1997)
Drajat 1 : Pergerakan mahkota 0,2-1 mm dalam arah horizontal
6. Splint tidak boleh mengiritasi jaringan lunak, gingival, pipi, bibir dan lidah.
7. Splint harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dibersihkan
5.) Indikasi dan Kntraindikasi Splint
Splinting periodontal merupakan perawatan yang digunakan untuk menstabilkan gigi
yang mengalami kegoyangan sehingga dapat memberi hubungan yang baik antara tekanan
oklusal dengan jaringan periodontal (Octavia dkk.,2015)
Indikasi penggunaan splinting secara periodontal yang melibatkan gigi adalah
trauma oklusal primer, trauma oklusal sekunder, kegoyangan secara progresif, migrasi,
Jaringan yang sehat sekurang kurangnya 1/3 akar dan sakit pada saat fungsi. Trauma oklusal
primer didefinisikan sebagai trauma akibat gaya oklusal berlebihan pada gigi atau gigi
dengan dukungan jaringan periodontal yang normal. Trauma oklusal sekunder adalah
trauma akibat gaya oklusal normal yang diaplikasikan pada gigi atau gigi dengan dukungan
periodontal yang inadequat. Mobilitas gigi meyebabkan penurunan fungsi pengunyahan
serta ketidaknyamanan pasien saat makan (Lawande, 2016)
Kontraindikasi splinting gigi ketika inflamasi pada jaringan periodontal belum
teratasi, penyesuaian oklusal terhadap trauma belum dilakukan dan ketika stabilitas oklusal
dan kondisi periodontal yang sehat sulit diperoleh (Azodo dan Erhabor, 2012).
6.) Macam-macam Splint
Splint periodontal dibedakan dalam beberapa macam tergantung dari waktu dan
bentuk pemakaiannya. Berdasarkan waktu pemakaian, splint periodontal dapat bersifat
temporer (sementara), semi permanen (Provisional) dan permanen (tetap). Bentuk splint
dapat berupa splint cekat dan lepasan, dapat diletakkan ekstraoral maupun intrakoronal
(Azodo dan Erhabor, 2016).
Peran splint sementara adalah untuk mengurangi trauma pada waktu perawatan.
Waktu penggunaannya 2 – 6 bulan. Splin periodontal digunakan untuk:
1) menentukan seberapa besar peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon
perawatan
2) menstabilisasi gigi selama scalling dan root planing, oklusal adjustment, dan
bedah periodontal
3) menjadi penyangga pada kasus pergerakan gigi minor
4) memberikan stabilisasi pada jangka waktu lama untuk yang hilang di saat
kegoyangan gigi meningkat atau goyang pada saat melakukan pengunyahan
5) digunakan pada gigi yang goyang karena trauma.
Waktu yang digunakan 8-12 bulan. Indikasi splint semi permanen adalah untuk
kegoyangan gigi yang sanngat berat yang mengganggu pengunyahan dan dipergunakan
sebelum dan selama terapi periodontal. Kadang-kadang alat retensi ortodonsi juga dapat
dianggap sebagai splint semi permanen. Untuk gigi-gigi anterior, bahan yang sering
digunakan pada splint semi permanen cekat adalah kompist resisn (light cure). Pada gigi
–gigi posterior, splint semi permanen ditujukan untuk gigi-gigi goyang berat yang harus
menerima beban kunyah. Splint ini digunakan sebelum, selama dan sesudah terapi
periodontal karena prognosisnya belum pasti.
c. Splint Periodontal Permanen
Pemakaian splint permanen merupakan bagaian dari fase restorasi atau fase
rekonstruksi dari perawatan periodontal. Splint permanen sangat terbatas
penggunaannya. Hanya digunakan bila benar-benar dipergunakan untuk menambah
stabilitas tekanan oklusal dan menggantikan gigi-gigi yang hilang. Selain menstabilkan
gigi yang goyang, splint ini juga harus mendistribusikan kekuatan oklusi, mengurangi
serta mencegah trauma oklusi, membantu penyembuhan jaringan periodontal dan
memperbaiki estetika. Penggunan splint permanen pada umumnya dikaitkan dengan
protesa periodontal. Splint ini hanya dapat dibuat beberapa bulan setelah terapi
periodontal dan kesembuhannya sudah sempurna serta harus memperhatikan intonasi
pasien. Tujuan utamanya adalah memperoleh fungsi kunyah yang lebih efektif, dalam
hal ini tidak harus mengganti seluruh gigi geligi.
Splint permanen dapat berupa splint lepasan eksternal atau splint cekat internal.
Splint permanen lepasan eksternal ini desainnya merupakan bagian dari gigi tiruan
kerangka logam. Splint lepasan tidak boleh digunakan pada gigi-gigi goyang yang
mempunyai tendensi untuk bermigrasi, apalagi splint tersebut hanya digunakan pada
malam hari. Pemakaian splint permanen lepasan pada keadaan tidak bergigi dapat
dikombinasikan dengan gigi tiruan.
Splint permenen cekat internal merupakan splint yang paling efektif dan tahan
lama. Splint ini merupakan penggambungan dari restorasi yang membentuk satu
kesatuan rigid dan direkatkan dengan penyemanan, jumlah gigi yang diperlukan untuk
menstabilkan gigi goyang tergantung pada derajat kegoyangan dan arah kegoyangan.
Jumlah gigi tidak goyang yang diikutsertkan dalam splinting, tergantung pada masing-
masing kondisi penderita. Bila terdapat kegoyangan lebih dari satu gigi dapat digunakan
beberapa gigi untuk stabilisasi.
Berdasarkan bahan yang digunakan, terdapat berbagai macam jenis splint
periodontal, diantaranya (Scribante dkk., 2017):
1. Wire composite splint
Kawat digunakan melingkari gigi dan resin komposit digunakan sebagai bahan untuk
fiksasi.
2. Resin splint
Splin ini merupakan jens yang paling sederhana, bahan tambalan resin komposit di
aplikasikan ke permukaan gigi kemudia dihubungkan dengan gigi lain.
3. Fiber reinforced composite splint
Bahan ini telah banyak digunakan karena kemudahan dan kelebihan yang dimiliki.
Bahan ini memiliki sifat yang tipis, halus sehigga tidak mengiritasi jaringan lunak.
Selain itu derajat rigiditas lebih mudah di kontrol.
BAB III
LAPORAN KASUS
KUNJUNGAN I
IDENTITAS PASIEN
No. RM : 030536
Nama : Yayuk Tri Rahayu
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir : Sragen, 4 Oktober 1972
Alamat : KP Jonegaran 279 Semarang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 18 Mei 2022
ANAMNESA
Seorang pasien perempuan usia 49 tahun datang ke RSIGM dengan keluhan gigi
depan bawahnya goyang dan tidak nyaman digunakan makan sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien terakhir kali membersihkan karang gigi 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki
kebiasaan buruk menggigit es batu. Pasien tidak mengeluh nyeri pada gigi. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik dan tidak ada alergi obat dan makanan.
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
BB : 68 kg
TB : 153 cm
Tekanan Darah : 113/78 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Temperatur : 36,4⁰C
PEMERIKSAAN EKSTRA-ORAL
Profil Wajah : Simetris
Tidak ada kelainan kelenjar limfe
PEMERIKSAAN INTRA-ORAL
1 0 0 1 0 0 0 0
0 0 1
0 0 0 0 1
1 1 1 3 0 0 0 0
0 0 1 1 1 0 1 2
2 1 1 0 0 0
0 1 1 0
0 1
Bukal Dextra
Palatal Lingual
PROSEDUR SPLINTING
1. Seluruh permukaan labial dan lingual dibersihkan dengan pumice dan low speed hand-piece.
2. Panjang wire yang dibutuhkan dapat diukur menggunakan model studi yang telah dibuat. Lilit
wire sesuai dengan Panjang gigi yang akan dilakukan splint menggunakan sonde dan needle
holder.
3. Bagian lingual yang akan di splint diaplikasi etsa 37% selama 10 detik, bilas dan keringkan.
4. Bonding diaplikasikasikan dengan microbrush, keringkan dengan udara perlahan dan disinar
selama 20 detik.
5. Aplikasikan lapisan resin komposit flowable tipis pada lingual gigi yang akan di splint
6. Aplikasikan wire yang telah di lilit dan sudah disesuaikan panjangnya dengan gigi. Light cure
selama 20 detik setiap gigi
No. RM : 030536
Nama : Yayuk Tri Rahayu
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat,Tanggal Lahir : Sragen, 4 Oktober 1972
Alamat : KP Jonegaran 279 Semarang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 25 Mei 2022
ANAMNESA
Seorang pasien perempuan usia 49 tahun datang ke RSIGM untuk kontrol setelah
splinting. Pasien mengaku gigi bawahnya sudah tidak goyang lagi saat makan. Pasien
menggosok giginya dua kali sehari pagi dan malam hari sebelum tidur. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik dan tidak ada alergi obat dan makanan.
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
BB : 68 kg
TB : 153 cm
PEMERIKSAAN EKSTRA-ORAL
Profil Wajah : Simetris
Tidak ada kelainan kelenjar limfe
PEMERIKSAAN INTRA-ORAL
1 0 0 1 0 0 0 0
0 1 2 0 0 1 1
1
0 1 0 1 0 0 0 0
1 1 2 0 0 1 1
0
1 1 2 0 0 0 0
0
2 0 2 4 0 0 2 2
SPLINTING
KEPANITERAAN KLINIK PERIODONSIA
Disusun oleh :
Gagah Kusuma A
21102100035
1. Azodo, C. C. and Paul, E. 2016. Management of Tooth Mobility in the Periodontology Clinic:
An Overview and Experience from a Tertiary Healthcare Setting. African Journal of Medical
and Health Sciences. 15 (1):
50.
2. Ian Kerr. 2013. The Use of Fiber Reinforced Composites (Frcs) in Periodontal Splinting and
the Natural Tooth Pontic (NTP) in the
Management of Advanced Periodontal Desease. Smile Dental Journal; 8(4): 32-36
3. Ichwana DL. 2016. Fiber Composites as A Method of Treatment Splinting Tooth Mobility in
Chronic Periodontitis. J Dentomaxillofac Sci; 1(3):190192.
4. Lawande SA, Lawande GS. 2016. Management of Periodontally involved Anterior Teeth by
Glass Fiber Reinforced Composite Splinting : A Clinical Reposrt with 5 years Recall. Saudi J
Oral Dent; 1(2):74-79.
5. Octavia M, Soeroso Y, Kemal Y. 2014. Adjunctive intracoronal splintt in periodontal
treatment: report of two cases. J Dent Indonesia; 21: 94–9.
6. Scribante, A., Gandini, P., Tessera, P., Vallittu, P. K., Lassila, L., & Sfondrini, M. F. 2017.
Spot-bonding and full-bonding techniques for fiber reinforced composite (FRC) and metallic
retainers. International Journal of Molecular Sciences. 18(10): 1–10.
7. Septommy, C., Widjijono & Dharmastiti, R. 2014. Pengaruh posisi dan fraksi volumetrik
fiber polyethylene terhadap kekuatan fleksural fiber reinforced composite. Dental Journal.
47(1): 52 – 56
8. Sood, K., Kaur, J. 2015. Splinting and Stabilization in Periodontal Disease. International
Journal of Science and Research. 4(8): 1636-1639
9. Singh DK, Jalaluddin M, Ranjan R.Trauma From Occlusion: The Overstrain of the
Supporting Structures of the Teeth. Indian Journal of Dental Sciences.2017;9(2):126-32.