Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pergerakan gigi dalam perawatan ortodontik pada dasarnya membutuhkan ruang dan
tekanan. Tekanan yang dimaksud disisi adalah tekanan ortodontik yaitu tekanan yang
ditimbulkan oleh pemakaian piranti alat ortodontik cekat maupun lepasan. Tekanan yang
dibutuhkan untuk menggerakkan gigi adalah tekanan optimal dengan pengertian bahwa tekanan
ortodontik yang diberikan dapat memberikan hasil pergerakan gigi yang maksimal tanpa
menimbulkan kerusakan pada jaringan gigi dan jaringan pendukungnya. Sebaliknya tekanan
ortodontik yang tidak optimal justru tidak memberikan hasil sesuai yang diinginkan dan bahkan
dapat menurunkan reaksi-reaksi jaringan yang merugikan (Thailaner dkk, 2000)
Ketika suatu tekanan ortodontik dikenakan pada gigi, jaringan gigi dan jaringan
periodontal akan memberikan reaksi dan pada akhirnya menghasilkan pergerakan gigi secara
ortodontik. Selain reaksi-reaksi yang memang sudah diperkirakan muncul adakalanya juga
disertai dengan reaksi-reaksi iatrogenic. Reaksi iatrogenic disini antara lain adalah meningkatnya
resiko terjadinya karies, peradangan gingiva, kehilangan tulang alveolar, kerusakan permukaan
email gigi, reaksi jaringan pulpa dan resorpsi akar gigi (Thailaner dkk, 2000)
Resesi gingiva merupakan suatu perubahan posisi tepi gingiva ke arah apical dari CEJ,
karena hilangnya jaringan perlekatan serta tulang alveolar (Koernladi, 2008). Atrofi gingiva akan
menyebabkan pergeseran ke apical dari tepi gingiva, menimbulkan resesi gingiva dan
terbentuknya akar gigi. Resesi sering kali diikuti dengan kerusakan jaringan periodontal dan
periodontitis kronis, namun resesi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit tersebut. Resesi
gingiva adalah salah satu perubahan jaringan yang biasanya disebabkan karena pemakaian dan
umumnya terletak di antara gingiva yang sehat dan patologi aktif, seperti atrisi gigi, resesi
gingiva juga mencerminkan suatu perubahan dari anatomi normal, yang tidak selalu merupakan
tanda dari penyaki. Resesi sangat sering ditemukan dan seringkali menimbulkan kecemasan bagi
pasien (Manson dan Eley, 1993).
Penggunaan alat pembersih gigi yang berlebihan dan bersifat aberasif dapat
mengakibatkan resesi gingiva, namun sikat gigi bukan satu-satunya penyebab kerusakan enamel.
Gingiva dapat mengalami kerusakan oleh proses perusakan jaringan yang disebabkan oleh

periodontitis, NUG dan penyakit virus seperti HIV, perawatan penyakit periodontal secara bedah
maupun non-bedah dapat mengakibatkan resesi gingiva dan akar terbuka (Davis, 1978)
Ada anggapan bahwa resesi gingiva merupakan kejadian alami yang berkaitan dengan
umur. Pada penelitian dengan sampel sejumlah lebih dari 500 orang dengan umur di atas 65
tahun, 39% permukaan giginya mengalami resesi gingiva. Belum jelas resesi mana yang
disebabkan hanya oleh proses umur, karena sulit menghilangkan efek tambahan dari penyikatan
gigi, penggunaan alat kebersihan mulut dan kebiasaan buruk. Prevalensi, perluasan dan
keparahan resesi gingiva bertambah sesuai umur dan leih sering terjadi pada laki-laki. Penderita
sering terganggu oleh resesi karena bermasalah pada rasa ngilu dan estetika (Albandar dkk,
1999)

1.2 Runusan Masalah


1. Apakah perawatan ortodonsi dapat menjadi factor resiko resesi gingiva?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Sebagai pertimbangan praktisi kedokteran gigi, khususnya ortodonti dan periodontia
dalam melakukan perawatan paripurna pada pasien maloklusi disertai dengan resesi
gingiva
2. Menambah pengertahuan praktisi kedokteran gigi di bidang ortodinsia dan periodonsia

BAB II
TINJAUAN PUSTKA

2.1 Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
linger alveolar. Marupakan bagian dari apparatus pendukung gigi, periodonsium dan dengan
membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan dibawah perlekatan
gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi-geligi, bila ada
geligi asli, gingiva juga ada dan bila gigi dicabut maka gingiva akan hilang (Manson dan Eley,
1993)
Seperti semua jaringan vital lainnya, gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan dan rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah
awal masuknya makanan dalam system pencernaan dapat dianggap sebagai lingkungan yang
relative ramah. Jaringan rongga mulut terpapar terhadap sejumlah besar stimulus. Temperature
dan konsistensi makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi.
Jumlah bakteri dalam rongga mulut cukup besar dan variasinya tidak mungkin didefinisikan
secara akurat. (Manson dan Eley, 1993)
Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai
dengan kontur gigi-geligi. Warnanya dapat bervariasi tergantung pada jumlah pigmen melanin
pada epitelium, derajat keratinisasi epitelium dan vaskularisasi dan sifat fibrosa dari jaringan ikat
dibawahnya. Gingiva dibagi menjadi dua daerah: tepi gingiva dan perlekatan ginigva
1. Tepi gingiva
Tepi gingiva membentuk cuff sebesar 1-2 mm disekitar leher gigi dan dinding eksternal
leher gigi yang mempunyai kedalaman 0-2 mm. cuff dapat dipisahkan dari gigi dengan
menggunakan sonde tumpul. Antara gigi dan tepi gingiva terdapat papilla gingiva yang
membentuk konus, permukaan labialnya seringkali mempunyai groove yang disebut
sebaai sluice-way. Papilla mengisi ruang pada apical embrasure interdental sampai titik
kontak dan bentuk fasial-lingualnya sesuai dengan kurvatur dari adaerah pertautan
semento-enamel untuk membentuk col interdental (Manson dan Eley, 1993)

2. Perlekatan gingiva
Perlekatan gingiva atau mukosa funfsional meluas dari groove gingiva bebas ke pertautan
mukogingival dimana akan bertemu dengan mukosa alveolar. Mukosa alveolar adalah
suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan tulang alveolar dibawahnya. Pada
pertautan mukogingiva, mukoperosteum terpisah sehingga mukosa alveolar terpisah dari
periosteum melalui perantaran jaringan ikat longgar yang sangat vascular. Jadi mukosa
alveolar umumnya berwarna merah tua berbeda dengan daerah perlekatan gingiva yang
berwarna merah muda. Permukaan perlekatan gingiva mempunyai stipling yang mirip
seperti kulit jeruk. Stipling ini umumnya sangat bervariasi, stipling terlihat lebih jelas
pada permukaan fasial dan sering tidak terlihat pada usia lanjut (Manson dan Eley, 1993)
Lebar perlekatan gingiva bervariasi dari 0-9 mm. perlekatan gingiva biasanya terlebar
pada region insisivus (3-5 mm) dan tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah.
Sebenarnya selebar apapun daerah tersebut, bahkan lebar nol sekalipun tetap dianggap
normal asalkan jaringan dalam keadaan sehat (Manson dan Eley, 1993)

2.2 Resesi Gingiva


2.2.1 Definisi
Secara klinis, resesi gingiva adalah terbukanya permukaan akar karena pergeseran
posisi gingiva kea rah apical. Posisi actual adalah letak dari perlekatan epitel,
sedangkan posisi apperent menunjukkan letak dari kres gingival margin pada
permukaan gigi. Tingkat keparahan resesi ditentukan oleh posisi actual dari gingiva
bukan pada posisi apparent (Fiorellini dkk, 2006)
2.2.2 Etiologi
Factor-faktor berikut ini ada kaitannya sebagai penyebab resesi gingiva seperti
kesalahan teknik penyikatan sikat gigi yang mengakibatkan abrasi pada gingiva.,
peradangan gingiva, perlekatan frenum abnormal dan iatrogenic dentistry. Trauma
oklusi dahulu dianggap berpengaruh, tetapi mekanisme terjadinya belum pernah
diperlihatkan. Seperti gigitan dalam yang dikaitkan dengan radang gingiva dan resesi.
Pergerakan ortodonti kea rah labial yang diteliti pada kera mengakibatkan kehilangan
perlekatan jaringan ikat dan tulang marjinal disertai resesi gingiva (Steiner dkk, 1981)

Kepekaan terhadap resesi juga dipengaruhi oleh posisi gigi dalam lengkung rahang,
sudut akar gigi terhadap tulang dan kontur permukaan gigi mesio-distal. Pada gigi
yang rotasi, miring, dan terletak fasial, lempeng tulang tipis dan tingginya berkurang.
Efek sudut akar terhadap tulang yang mengalami reaksi sering tampak pada daerah
molar rahang atas. Jika inklinasi lingual akar palatal menonjol atau akar bukal
melebar keluar, tulang di daerah servikal menipis dan memendek, resesi dapat terjadi
pada marginal gingiva yang tipis (Fiorellini dkk, 2006)
Kesehatan jaringan gingiva juga tergantung pada desain dan penempatan bahanbahan restorasi yang memadai. Tekanan dari gigi tiruan dengan desain yang buruk
seperti cengkram gigi tiruan yang tidak tepat dapat mengakibatkan trauma dan resesi
gingiva. Restorasi gigi yang overhanging adalah factor pendukung timbulnya
gingivitis karena sebagai tempat retensi plak. Disamping itu merupakan kesepakatan
umum bahwa penempatan tepi restorasi sedalam lebar biologis sulkus gingiva sering
mendorong terjadinya radang gingiva, kehilangan perlekatan dan bahkan kerusakan
tulang. Secara klinis penyimpangan terhadap lebar biologis dapat bermanifestasi
sebagai radang gingiva, pendalaman poket periodontal dan resesi gingiva. (Fiorellini
dkk, 2006)
2.2.3 Perubahan Kontur Gingiva
Suatu kelainan juga terjadi pada gingival margin yang disebut sebagai stillmans cleft
dan McCall festoons. Istilah Stillmans clefts digunakan untuk mengurangi jenis
spesifik dari resesi gingiva yang berbentuk segitiga dan sempit. Seiring
berkembangnya resesi gingiva kea rah apical, cleft menjadi lebih lebar hingga
sementum terbuka dari permukaan akar. Jika lesi mencapai garis mukogingiva, batas
apical mukosa mulut biasanya mengalami peradangan karena sulit menjaga kontrol
plak yang memadai didaerah ini. Istilah McCall festoons digunakan untuk
menguraikan keadaan tepi gingiva yang membulat dan menebal, biasanya terlihat
pada daerah gigi kaninus jika resesi mencapai garis mukogingiva (Fiorellini dkk,
2006)
2.2.4 Klasifikasi
Pada tahun 1960-an, (Sullivan dan Atkins, 1968) mengklasifikasikan resesi gingiva
menjadi 4 golongan secara morfologis: 1. Dangkal-sempit, 2. Dangkal-lebar, 3.

Dalam-sempit, 4. Dalam-lebar. Klasifikasi tersebut membantu menggolongkan lesi


lebih baik, tetapi tidak mampu membantu klinikus memperkirakan hasil perawatan

2.3 Tekanan Ortodontik


Pergerakan gigi secara ortodontik merupakan hasil pemberian tekanan ortodontik pada
gigi. Tekanan ortodontik ini dihasilkan oleh piranti ortodontik seperti kawat, braket, elastic dan
lain-lain. Gigi geligi dan jaringan pendukungnya akan memberikan reaksi biologis yang cukup
kompleks yang pada akhirnya akan menimbulkan pergerakan gigi di dalam tulang. Hal ini
adakalanya disertai dengan adanya kegoyangan gigi (Mirabella, 1995)
Guna memperoleh hasil perawatan sesuai dengan tujuan perawatan ortodontik, banyak
hal harus diperhitungkan. Diantaranya adalah memperhitungkan besarnya tekana ortodontik yang
diberikan. Perawatan yang ideal seyogyanya membutuhkan tekanan dalam batasan yang cukup
dapat memerikan reaksi biologis jaringan gigi dan pendukungnya secara efisien tanpa
menimbulkan efek samping. Seringkali hal ini dissebut dengan istilah tekanan optimum
ortodontik. Yaitu tekanan ortodontik paling ringan yang dapat menggerakkan gigi ke posisi yang
diinginkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tanpa menimbulkan efek samping (Mirabella,
1995)
2.3.1 Besar Tekanan Ortodontik
Oppenheim dan Schwarz menyatakan bahwa tekanan ortodontik optimum hendaknya
selaras dengan tekanan pembuluh darah kapiler yaitu 20-26 gram/cm permukaan akar gigi.
Secara klinis, tekanan ortodontik optimum memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu
menghasilkan pergerakan gigi yang relative cepat dengan sedikit ketidaknyamanan pada pasien,
serta mobilitas gigi tidak menonjol (Reitan, 1964)
2.3.2 Cara Pemberian Tekanan Ortodontik
Berdasarkan cara pemberian atau aplikasi, tekanan ortodontik dapat dibagi atas tekanan
continuous, tekanan intermittent dan tekanan interrupted
Tekanan continuous adalah tekanan ortodontik aktif yang besarnya berkurang sedikit
diantara dua waktu kunjungan perawatan. Misalnya pada penggunaan light wire appliance.
Idealnya tekanan continuous ringan dapat menghasilkan pergerakan gigi yang paling efisien
dengan resorpsi pada permukaan tulang alveolar soket gigi (Montonegro, 2012)

Sedangkan tekanan intermittent adalah tekanan ortodontik aktif yang besarnya dapat
berkurang sampai dengan nol diantara dua waktu kunjungan perawatan. Tekanan ini biasanya
besar, sehingga pergerakan gigi yang dihasilkannya adalah pergerakan gigi yang terjadi karena
terjadinya underwining resorption atau resorpsi tulang alveolar yang terjadi jauh dari sumber
tekanan atau daerah yang mengalami tekanan (Montonegro, 2012)
Tekanan interrupted adalah tekanan ortodontik atau ortopedik yang tidak aktif pada
interval waktu diantara dua waktu kunjungan perawatan. Tekanan umumnya besar dan berkurang
sampai nol pada interval waktu guna memberikan waktu bagi jaringan untuk pulih sampai
diaktivasi kembali (Reitan, 1964)
Beberapa peneliti membedakan cara oemberian tekanan menjadi cara pemberian
teekanan secara kontinyu dan pemberian tekanan secara diskontinyu. Pemberian tekanan secara
kontinyu disini merupakan tekanan ortodontik aktif yang besarnya sedikit berkurang diantara 2
waktu aktivasi. Sedangkan yang dimaksud pemberian tekanan secara diskontinyu yaitu
pemberian tekanan ortodontik dengan periode istirahat antara 2 waktu aktivasi (Acar, 1999)
Pemberian tekanan secara kontinyu dalam hal ini yakni diberikan gaya selama 4 minggu
dan diperiksa setiap minggunya. Sedangkan kelompok yang diperlakukan secara diskontinyu
diberi tekanan yang sama besarnya salama 4 minggu tanpa diperiksa, kemudian dilanjutkan
dengan periode istirahat tanpa tekanan selama 3 minggu dan diperiksa pada minggu selanjutnya.
Hasilnya dinyatakan bahwa tekanan yang bersifat kontinyu memberikan pergerakan gigi yang
lebih banyak daripada tekanan diskontinyu. Namun tidak ada perbedaan dalam hal terjadinya
resorpsi akar. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pada cara pemberian tekanan secara diskontinyu
justru memberikan kesempatan untuk perbaikan sementum dengan terbentuknya sementum
sekunder (Acar, 1999)
Ahu acar meneliti aplikasi tekanan ortodontik secara kontinyu dan diskontinyu terhadap
terjadinya resorpsi akar gigi. Dalam penelitiannya, tekanan ortodontik secara kontinyu dilakukan
dengan memberikan gaya melalui karet elastic selama 24 jam sehari. Setiap 24 jam karet elaastik
yang lama dilepas dan diganti dengan karet elastic yang baru. Sedangkan pada tekanan
ortodontik secara diskontinyu dilakukan dengan pemasangan karet elastic selama 12 jam per
hari. Setelah 12 jam karet dilepas dan terdapat periode istirahat selama 12 jam, baru kemudian
karet elastic dipasang kembali. Baik tekanan ortodontik kontinyu dandiskontinyu dilakukan

selama 9 minggu, baru kemudian dilakukan analisis untuk melihat resorpsi akar yang terjadi
akibat pemberian tekanan ortodontik dengan 2 cara berbeda. (Acar, 1999)
2.3.3 Durasi Tekanan Ortodontik
Durasi tekanan ortodontik yang dimaksud adalah berbicara mengenai berapa lama
tekanan ortodontik tersebut dikenakan pada gigi. Beberapa detik setelah gaya yang ringan
dikenakan secara terus menerus pada gigi, cairan dalam ligament periodontal akan tertekan,
keluar dan gigi akan bergerak dalam soketnya (Erikson dan Kurol, 1988)
Lamanya tekanan ortodonti dikenakan pada gigi, diduga dapat menimbulkan efek
iatrogenic berupa terjadinya resorpsi akar. M.R. Harry (1982) telah melakukan penelitian
mengenai terjadinya resorpsi akar gigi akibat tekanan ortodontik yang dihubungkan dengan
durasi perawatan. Dalam penelitiannya ditermukan bahwa pemberian gaya 40-60 gram pada hari
ke 14 mulai memperlihatkan area kecil resorpsi akar dan pada hari ke 35 terlihat zona yang lebih
luas lagi, begitu pula pada hari ke 200. Hasilnya memperlihatkan bahwa durasi pemberian
tekanan ortodontik yang semakin lama akan memperngaruhi terjadinya resorpsi pada permukaan
sementum seluler akar gigi (Erikson dan Kurol, 1988)
2.3.4 Perubahan Jaringan Pendukung Gigi Akibat Tekanan Ortodontik
Ketika suatu tekanan ortodontik dikenakan pada suatu gigi, terjadi daerah tekanan yang
searah dengan arah pergerakan gigi, serta daerah tarikan di daerah yang berlawanan dengan arah
pergerakan gigi. Didaerah tekanan, ligament periodontal menyempit hingga kurang lebih 1/3
ketebalan mula-mula. Pada saat itu terjadi peningkatan peredaran darah dalam rangka
meningkatkan pasokan darah kapiler. Peningkatan pasokan darah ini berguna untuk mobilisasi
sel-sel fibroblast dan osteolas (Singh, 2004)
Osteoklas adalah sel resorpsi tulang yang berjajar disepanjang dinding soket gigi pada
sisi tekanan. Sel-sel ini meresorpsi tulang sehingga gigi dapat bergerak didalam soketnya kea rah
pergerakan gigi yang diinginkan. Bila tekanan yang diberikan berada dalam batasan yang dapat
diterima secara fisiologis maka yang terjadi adalah resorpsi tulang di daerah yang berhadapan
denan ligament periodontal. Resorpsi ini disebut frontal resorption (Singh, 2004)
Sebaliknya bila tekanan yang diberikan melewati ambang batas tekanan yang dapat
diterima secara fisiologis yang terjadi adalah undermining resorption. Resorpsi ini tidak terjadi
pada tulang yang berhadapan dengan ligament periodontal melainkan terjadi di belakang dan atas
zona hyalinisiasi karena terputusnya pasokan darah pada pembuluh darah kapiler didaerah itu.

Osteoklas yang melakukan resorpsi dalam hal ini berasal dari sumsum tulang terdekat. Akibat
pemberian tekanan, perubahan juga terletak di daerah tarikan, daerah yang berlawanan dengan
arah pergerakan gigi. Didaerah ini terjadi peregangan ligament periodontal sehingga
meningkatkan peredaran darah ke daerah tarikan. Akibatnya terjadi mobilisasi sel-sel fibrobkas
osteoblast (Singh, 2004)
Namun tekanan ortodontik yang melampaui batas fisiologis dapat mengakibatkan
putusnya ligament periodontal yang teregang sehingga perdaran darah pun terputus dan terjadi
resorpsi tulang sehingga gigi adak mengendur di dalam soketnya (Singh, 2004)
2.3.5 Resorpsi Akar Gigi Akibat Tekanan Ortodontik
Resorpsi pada jaringan sementum hampir sama dengan resorpsi pada tulang alveolar.
Seperti halnya tulang, jaringan sementum juga mengalami penyempitan pada sisi yang
terkompresi dan mengalami deposisi pada sisi sebaliknya, namun sementum lebih resisten
terhadap terjadinya resorpsi dibandingkan dengan tulang. Hal tersebut yang menyebabkan pada
pergerakan gigi secara ortodontik, tulang akan teresorpsi terlebih dahulu dan bila gaya yang
diaplikasikan terlalu besar akan terjadi resorpsi jaringan sementum gigi (Thailaner 2000)
Proses resorpsi akar merupakan proses biologis yang cukup kompleks yang saling
berkaitan satu denan yang lainnya. Beberapa ahli mengatakan proses rersorpsi akar
sesungguhnya merupakan reaksi inflamasi local terhadap adanya tekanan ortodontik, sehingga
akan muncul tanda-tanda inflamasi yakni rubor, calor, tumor, dolor dan function laesa. Inflamasi
ini sesungguhnya merupakan komponen fundamental dibalik proses resorpsi akar gigi.
Sebagaimana diketahui adanya inflamasi dapat menyebabkan turunnya pH cairan jaringan
setempat. Turunnya pH jaringan setempat sebagai reaksi terhadap pergerakan gigi secara
ortodontik dapat menyebabkan gugus hidroksiapatit dalam sementum mengalami disolusi fisiko
kimiawi. Selain merupakan proses inflamasi, resorpsi akar gigi juga terjadi akibat aktivitas reaksi
imun. Tekanan ortodontik akan mengaktifkan reaksi imun dengan memicu enzim atau sitokin
yang kemudian akan mengubah presementoklas menjadi sementoklas yang akan melakukan
resorpsi dengan mengeluarkan enzim fofatase (Thailaner 2000)

BAB III PEMBAHASAN


Hasil studi banding longitudinal terkontrol pada perawatan ortodontik saja versus
perawatan ortodontik yang disertai dengan resesi gingiva yaitu secara keseluruhan semua
kelompok uji menunjukkan peningkatan tinggi mahkota klinis atau mengalami pertambahan
resesi gingiva selama periode follow-up, dan tidak peduli jika pergerakan proklinasi dicapai
dengan ortodontik murni atau dengan penyebab lainnya . Tidak ada nilai pasti dari pergerakan
proklinasi insisivus yang mengarah pada resesi gingiva yang dapat diidentifikasi . Namun,
pergerakan proklinasi yang parah dapat berkontribusi terhadap terjadinya resesi gingiva .Hal ini
menunjukkan bahwa adanya socket tulang alveolar saja tidak cukup untuk melindungi gigi dari
terjadinya resesi gingiva, dibutuhkan perlindungan jaringan lunak juga untuk menghindari
terjadinya hal tersebut (Johal, Ama et.al, 2013).
Dibutuhan identifikasi faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi yaitu biotipe
jaringan dan ketebalan tulang alveolar yang dapat menekankan atau meminimalkan terjadinya
resesi gingiva . Variasi ketebalan jaringan lunak tiap individu yang diikuti dengan pergerakan
ortodontik yang tidak seharusnya seperti ekspansi dento - alveolar dan pergerakan derotasi harus
diperhatikan. Selain itu,

nilai intrusi ortodontik dan koreksi traumatik oklusi juga perlu

diperhatikan. Ditambahkan pula efektivitas / efisiensi perawatan interseptif jatuh pada saat
pertumbuhan geligi pergantian yaitu membimbing gigi permanen agar erupsi dalam lengkung
gigi yang benar (Johal, Ama et.al, 2013).
Perkembangan resesi gingiva yang terjadi saat perawatan atau setelah perawatan
ortodontik menjadi masalah klinis bagi praktisi ortodontik . Hal ini tidak hanya menjadi
pertimbangan sebelum dilakukan perawatan otodontik, tetapi yang lebih penting adalah untuk
memperhatiakn dengan seksama apa saja tanda-tanda terjadinya resesi saat perawatan
berlangsung.

Hal-hal yang patut diperhatiakn sebelum dilakukan perawatan, dalam hal ini

penilaian dasar poket gingiva terhadap garis margin gingiva yaitu usia pasien, biotipe gingiva
pasien, dan perencaraan ekspansi lengkung rahang dan pelebarab tulang alveolar yang akan
dilakukan. Terjadinya resesi gingiva pasca perawatan ortodontik dapat menyebabkan masalah

estetik, psikologis, dan juga masalah hipersitivitas gigi karena terbukanya area akar gigi. Perlu
diperhatikan usia pasien yang akan dirawat karena berkaitan dengan perkembangan resesi
gingiva yang cenderung progresif pada usia ini, dan juga tingkat keparahan resesi gingiva dalam
hal prognosis jangka panjang dari gigi yang bersangkutan (Johal, Ama et.al, 2013).
Sejumlah faktor predisposisi dan faktor pencetus yang dianggap sebagai faktor risiko
diidentifikasi dalam kaitannya dengan perawatan ortodontik dan resesi gingiva. Faktor
predisposisi meliputi: karakteristik anatomi dan morfologi tulang alveolar, biotipe gingiva , pola
skeletal , serta simfisis sempit dan erupsi gigi ektopik atau morfologi tulang wajah pasien .
Faktor pencetus meliputi trauma penyikatan gigi , overbite karena usia, usia pasien, merokok ,
kebiasaan para fungsional , kehamilan dan piercing atau tindik. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya adalah perawatan dalam pergerakan mekanik seperti perluasan lengkung dengan
proklinasi berlebihan dan penggunaan RME pada pasien dewasa (Johal, Ama et.al, 2013).
Terdapat mtode ABEF untuk membantu memperhitungkan faktor risiko :
A : Anatomi tulang alveolar dan jarak akar ke pelat kortikal
B : biotipe gingiva
E : Lingkungan ( kebersihan mulut , kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut buruk ,
pergerakan mekanis ortodontik yang buruk, dan lingual retainer aktif )
F : matriks Fungsional
Sejumlah prosedur ortodontik yang lebih baik yaitu pertimbangan prosedur ekstraksi gigi
, pengurangan enamel interproksimal , perawatan akar , selektif grinding, dan perawatan pada
gigi geligi campuran yang dapat mempertahankan akar dalam tulang alveolar, dengan demikian
dapat mengurangi risiko resesi gingiva (Johal, Ama et.al, 2013).
Hal- hal yang harus dilakukan pada perawatan ortodontik untuk meminimalkan terjadinya
resesi gingiva adalah sebagai berikut :
1 Menjaga kebersihan mulut
2 Keselarasan mahkota gigi dengan tulang alveolar yang menyangga

3 Perawatan trauma oklusal


4 Keselarasan akar dalam tulang alveolar
5 Gigi yang tidak dapat dipertahankan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan atau
mempertahankan ridge tulang alveolar sebelum dilakukan pemasangan implan, maka pemilihan
waktu pencabutan dapat dipertimbangkan.
Sejumlah prosedur ortodontik yang lebih baik yaitu pertimbangan prosedur ekstraksi gigi
, pengurangan enamel interproksimal , perawatan akar , selektif grinding, dan perawatan pada
gigi geligi campuran yang dapat mempertahankan akar dalam tulang alveolar, dengan demikian
dapat mengurangi risiko resesi gingiva (Johal, Ama et.al, 2013).
Hal- hal yang harus dilakukan pada perawatan ortodontik untuk meminimalkan terjadinya resesi
gingiva adalah sebagai berikut :
1 Menjaga kebersihan mulut
2 Keselarasan mahkota gigi dengan tulang alveolar yang menyangga
3 Perawatan trauma oklusal
4 Keselarasan akar dalam tulang alveolar
5 Gigi yang tidak dapat dipertahankan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan atau
mempertahankan ridge tulang alveolar sebelum dilakukan pemasangan implan, maka pemilihan
waktu pencabutan dapat dipertimbangkan.
Meminimalkan risiko resesi gingiva dan memaksimalkan manfaat dari perawatan
ortodontik merupakan hasil yang ingin dicapai , ahli ortodontik harus menyadari faktor risiko
yang teridentifikasi di atas , dan tugas profesional kita bersama , mempertimbangkan lebih dari
sekedar mahkota klinis tetapi yang lebih penting yaitu akar dan kesehatan jkaringan-jaringan
pendukung giginya . Maka, hal-hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko resesi
meliputi berikut ini:
1 Menjaga kebersihan mulut yang baik selama dan setelah perawatan ortodontik dan
mengidentifikasi potensi terjadinya faktor risiko

2 Hilangkan Penyebab Potensi resesi ( tindik , merokok , trauma penyikatan gigi )


3 Hindari ekspansi dento - alveolar yang tak terkendali dan mempertahankan bentuk lengkung
4 Sesuaikan kekuatan pergerakan mekanik
5 Memodifikasi anatomi gigi jika memang terindikasi
6 Pertimbangkan segmen lengkung mekanik
7 Buat jarak untuk pergerakan gigi dan gunakanlah dengan bijak
8 Pertimbangkan ekstraksi atipikal yaitu pada gigi yang dikompromikan
9 Hindari gigi goyang karena akan menyebabkan masalah periodontal
10 lakukan perawatan sedini mungkin ( prosedur interceptif dan perawatan pada gigi geligi
pergantian )
11 Mengajarkan teknik untuk menjaga kebersihan rongga mulut pasien pasca perawatan.

kasus 1 (M.Rabie, Al-Bakr, et.al, 1998)


Seorang pria Cina 36 tahun disajikan dengan keluhan utama drifting dan terdapat multiple
diastema pada area gigi anterior rahang atas . Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya bibir yang
incompeten . Kelas II maloklusi , overjet bertambah ( 9 mm ) dan overbite ( 4 mm ) .
Pemeriksaan menunjukkan kedalaman probing berkisar antara 4 sampai 9 mm . Premolar kanan
atas menunjukkan kedalaman probing 9 mm . Pemeriksaan radiografimenunjukkan kehilangan
tulang alveolar pada rahang atas dan bawah dengan pola horizontal.
Perencanaan pengobatan Terlibat tim itu terdiri dari periodontist , ortodontist , dan dokter gigi
umum .
rencana perawatan
1 Perawatan periodontal : Teliti instruksi kebersihan mulut ,scaling, root planing dan perawatan
untuk pocket yang dalam (kuretase)
2 , pemeliharaan periodontal : melakukan perawatan periodik setelah perawatan ortodonti
3 , perawatan ortodontik : Intrusi dan retroclination dari proklinasi dan penutupan multiple
diastema anterior rahang atas dan intrusi gigi insisif rahang bawah
4 Retensi : lingual retainer cekat dan laporan berkala kondisi periodontal
5 Perawatan restorasi : penggantian Prosthetic dari rahang kiri pertama molar
Perawatan periodontal . Pasien ini telah berada di bawah perawatan periodontist selama hampir 2
tahun . perawatan periodontal intensif meliputi instruksi kebersihan mulut , scaling, root planing
dan ekstraksi gigi molar 2 atas kiri karena respon yang buruk terhadap terapi yang telah
dilakukan .
Sebelum dimulainya perawatan ortodontik, dilakukan kontrol plak yang baik , identifikasi
penyakit periodontal, dan identifikasi kesehatan gingiva. Tidak ada pocket dalam yang
teridentifikasi , hanya kedalaman probing 4 - mm yang diukur pada premolar atas kanan.

Pemeriksaan radiografi mengungkapkan secara umum kehilangan tulang denga pola horisontal
sekitar sepertiga sampai setengah dari akar (Gambar lb).
Perawatan periodontal . Perawatan periodontal yang dilakukan untuk mempersiapkan sebelum
dilakukan perawatan ortodontik dan menekankan perawatan di rumah yaitu kontrol plak sendiri
oleh pasien .
Perawatan ortodontik . Perawatan cekat dengan bucal tube pada molar pertama dan bracket
yang dipasang pada gigi insisif rahang atas . Kabel leveling awal adalah 0,014 inci
stainless steel kawat lengkungan dengan intrusi loop mesial untuk molar pertama . Loop intrusi
saat kawat tidak terikat pada bracket, wire dalam posisi istirahat setinggi vestibulum (Gambar Ic
) . Wire ini digunakan untuk pergerakan intrusi gigi. Gaya yang digunakan dalam kasus ini
berkisar antara 10 sampai 15 g per gigi , untuk menghindari kerusakan jaringan periodonsium.
Ruang sisa yang tersisa setelah retroclination dan intrusi gigi insisif dihilangkan oleh aplikasi
resin komposit pada gigi insisivus lateral rahang atas
Retensi . Retensi yang dicapai dari kaninus ke kaninus didapat setela perawatan aktif selama
kurun waktu 7 bulan .
Perawatan restoratif. Pasien dirujuk untuk penggantian prostetik gigi posterior yang hilang .
Hasil . Evaluasi setelah perawatan ortodontik mengungkapkan kebersihan mulut yang
memuaskan kecuali untuk akumulasi plak pada margin distogingival molar pertama rahang atas.
Tidak ada kedalaman probing yang lebih dari 3 mm , dan tidak ada resesi lanjut yang tercatat
.Panjang mahkota klinis menurun 0,5-1,0 mm .Pasca perawatan, evaluasi radiografi
menunjukkan terjadinya remodeling tulang positif disekitar alveolar crest ( gambar 1f ) . Hasil
dari perawatan ortodontik yang dicapai yaitu gigi seri rahang atas telah tersusun rapat tanpa
adanya multiple distema. Nilai overjet dan overbite normal dan dapat diterima. Pmeriksaan
pasien pasca perawatan 13 bulan kemudian menunjukkan oklusi yang stabil dan hasil fungsional
serta estetika dapat diterima dengan baik.

BAB IV KESIMPULAN
Terdapat dasar bukti yang relatif sedikit untuk membuktikan hubungan antara peran
perawatan ortodontik dan

terjadinya resesi gingiva sehingga dibutuhan pertimbangan yang

matang sebelum dimulainya perawatan, dimana resesi gingiva merupakan faktor resiko akibat
pergerakan gigi yang posisinya diluar lengkung saat perawatan ortodonsia berlangsung. Perlu
diperhatikan munculnya tanda-tanda resesi gingiva saat perawatan berlangsung , dan dirancang
mekanisme yang tepat untuk mempertahankan akar dalam socket tulang alveolar. Dalam
penelitian selanjutnya, diperlukan perancangan uji coba yang baik untuk meneliti topik ini secara
lebih mendalaam .

DAFTAR PUSTAKA

Acar A, Canyurek U, Kocaaga M, Erverdi N. continuous vs. discontinuous force application


and root resorption. Angle Orthod 1999; 69: 159-63

Albander JM, Brunelle JA, Kingman A: Destructive periodontal disease in adults 30 years of
age and older in the United States, 1988-1994, J Periodontal 70:13, 1999

Davis WB: The cleansing, polishing and abrasion of teeth by dental products. Cosmetic Sci
1:39-81, 1978

Ericson S, Kurol J. Resorption of maxillary lateral incisor caused by etopic of the canines.
Am J Orthod Dentofacial Orthop 1988;94: 503-13
Fiorellini JP, Kim DM and Ishikawa SO: Clinical Features of Gingivitis In Carranzas
Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, & Carranza FA (Editor).
10 Ed. Saunders. Philadelphia, 2006: 362-372

Johal, Amal, et al. 2013. State of the science on controversial topics: orthodontic therapy and
gingival recession (a report of the Angle Society of Europe 2013 meeting). London : licensee
Springer.
Kasaj, et al. 2009. Interdisciplinary approach for the treatment of periodontally
compromised malpositioned anterior teeth: a case report. Mainz : licensee Cases Network
Ltd.
Manson J.D dan Eley, B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta: Hipokrates

Mirabella AD, Artun J. Risk factors for apical root resorption of maxillary anterior teeth in
adult orthodontic patient. Am J Orthod Dentofacial Orthop 1995: 108 48-55

Montenegro VCJ, Jones AS, Petocz P, Gozales C and Darendeliler MA. Pshysical properties
of root cementum : Part 22. Root resorption after the application of light and heavy extrusive
orthodontics forces: A microcomputed tomography study. Am J Orthod Dentofacial Orthop
2012; 141: e1-e9

Rabie, et al. 1998. Adjunctive orthodontic treatment of periodontaily


involved teeth: Case reports. St. Louise : Quintessence Publishing Co, Inc.
Reitan. Effects of force magnitude direction of tooth movement on different alveolar bone
types. Angle Orthod 1964; 34(4):244-55

Singh G. In : Singh G, editor. Text book of Orthodontics. New Delhi: JBM Pubblisher;
2004.p.208-9

Steiner GG, Pearson JK, Ainamo J: Changes of the marginal periodontium as a result of
labial tooth movement in monkeys. J periodontal 52:314, 1981

Sullivan HC and Atkins JC: Free autogenous gingival grafts in the treatment of gingival
recccesion, Periodontics 6:152, 1968

Thailaner B, Ryegh P, Reitan K. Tissue Reactions in Orthodontics. In:Graber TM,


Vanarsdall RL, Vig KWL, editors: Orthodontics. Current Principles and Techniques. St.
Louis: Elsevier Inc; 2000.p.203-11

Anda mungkin juga menyukai