PENDAHULUAN
periodontitis, NUG dan penyakit virus seperti HIV, perawatan penyakit periodontal secara bedah
maupun non-bedah dapat mengakibatkan resesi gingiva dan akar terbuka (Davis, 1978)
Ada anggapan bahwa resesi gingiva merupakan kejadian alami yang berkaitan dengan
umur. Pada penelitian dengan sampel sejumlah lebih dari 500 orang dengan umur di atas 65
tahun, 39% permukaan giginya mengalami resesi gingiva. Belum jelas resesi mana yang
disebabkan hanya oleh proses umur, karena sulit menghilangkan efek tambahan dari penyikatan
gigi, penggunaan alat kebersihan mulut dan kebiasaan buruk. Prevalensi, perluasan dan
keparahan resesi gingiva bertambah sesuai umur dan leih sering terjadi pada laki-laki. Penderita
sering terganggu oleh resesi karena bermasalah pada rasa ngilu dan estetika (Albandar dkk,
1999)
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
2.1 Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
linger alveolar. Marupakan bagian dari apparatus pendukung gigi, periodonsium dan dengan
membentuk hubungan dengan gigi, gingiva berfungsi melindungi jaringan dibawah perlekatan
gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung pada gigi-geligi, bila ada
geligi asli, gingiva juga ada dan bila gigi dicabut maka gingiva akan hilang (Manson dan Eley,
1993)
Seperti semua jaringan vital lainnya, gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan dan rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah
awal masuknya makanan dalam system pencernaan dapat dianggap sebagai lingkungan yang
relative ramah. Jaringan rongga mulut terpapar terhadap sejumlah besar stimulus. Temperature
dan konsistensi makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi.
Jumlah bakteri dalam rongga mulut cukup besar dan variasinya tidak mungkin didefinisikan
secara akurat. (Manson dan Eley, 1993)
Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai
dengan kontur gigi-geligi. Warnanya dapat bervariasi tergantung pada jumlah pigmen melanin
pada epitelium, derajat keratinisasi epitelium dan vaskularisasi dan sifat fibrosa dari jaringan ikat
dibawahnya. Gingiva dibagi menjadi dua daerah: tepi gingiva dan perlekatan ginigva
1. Tepi gingiva
Tepi gingiva membentuk cuff sebesar 1-2 mm disekitar leher gigi dan dinding eksternal
leher gigi yang mempunyai kedalaman 0-2 mm. cuff dapat dipisahkan dari gigi dengan
menggunakan sonde tumpul. Antara gigi dan tepi gingiva terdapat papilla gingiva yang
membentuk konus, permukaan labialnya seringkali mempunyai groove yang disebut
sebaai sluice-way. Papilla mengisi ruang pada apical embrasure interdental sampai titik
kontak dan bentuk fasial-lingualnya sesuai dengan kurvatur dari adaerah pertautan
semento-enamel untuk membentuk col interdental (Manson dan Eley, 1993)
2. Perlekatan gingiva
Perlekatan gingiva atau mukosa funfsional meluas dari groove gingiva bebas ke pertautan
mukogingival dimana akan bertemu dengan mukosa alveolar. Mukosa alveolar adalah
suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan tulang alveolar dibawahnya. Pada
pertautan mukogingiva, mukoperosteum terpisah sehingga mukosa alveolar terpisah dari
periosteum melalui perantaran jaringan ikat longgar yang sangat vascular. Jadi mukosa
alveolar umumnya berwarna merah tua berbeda dengan daerah perlekatan gingiva yang
berwarna merah muda. Permukaan perlekatan gingiva mempunyai stipling yang mirip
seperti kulit jeruk. Stipling ini umumnya sangat bervariasi, stipling terlihat lebih jelas
pada permukaan fasial dan sering tidak terlihat pada usia lanjut (Manson dan Eley, 1993)
Lebar perlekatan gingiva bervariasi dari 0-9 mm. perlekatan gingiva biasanya terlebar
pada region insisivus (3-5 mm) dan tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah.
Sebenarnya selebar apapun daerah tersebut, bahkan lebar nol sekalipun tetap dianggap
normal asalkan jaringan dalam keadaan sehat (Manson dan Eley, 1993)
Kepekaan terhadap resesi juga dipengaruhi oleh posisi gigi dalam lengkung rahang,
sudut akar gigi terhadap tulang dan kontur permukaan gigi mesio-distal. Pada gigi
yang rotasi, miring, dan terletak fasial, lempeng tulang tipis dan tingginya berkurang.
Efek sudut akar terhadap tulang yang mengalami reaksi sering tampak pada daerah
molar rahang atas. Jika inklinasi lingual akar palatal menonjol atau akar bukal
melebar keluar, tulang di daerah servikal menipis dan memendek, resesi dapat terjadi
pada marginal gingiva yang tipis (Fiorellini dkk, 2006)
Kesehatan jaringan gingiva juga tergantung pada desain dan penempatan bahanbahan restorasi yang memadai. Tekanan dari gigi tiruan dengan desain yang buruk
seperti cengkram gigi tiruan yang tidak tepat dapat mengakibatkan trauma dan resesi
gingiva. Restorasi gigi yang overhanging adalah factor pendukung timbulnya
gingivitis karena sebagai tempat retensi plak. Disamping itu merupakan kesepakatan
umum bahwa penempatan tepi restorasi sedalam lebar biologis sulkus gingiva sering
mendorong terjadinya radang gingiva, kehilangan perlekatan dan bahkan kerusakan
tulang. Secara klinis penyimpangan terhadap lebar biologis dapat bermanifestasi
sebagai radang gingiva, pendalaman poket periodontal dan resesi gingiva. (Fiorellini
dkk, 2006)
2.2.3 Perubahan Kontur Gingiva
Suatu kelainan juga terjadi pada gingival margin yang disebut sebagai stillmans cleft
dan McCall festoons. Istilah Stillmans clefts digunakan untuk mengurangi jenis
spesifik dari resesi gingiva yang berbentuk segitiga dan sempit. Seiring
berkembangnya resesi gingiva kea rah apical, cleft menjadi lebih lebar hingga
sementum terbuka dari permukaan akar. Jika lesi mencapai garis mukogingiva, batas
apical mukosa mulut biasanya mengalami peradangan karena sulit menjaga kontrol
plak yang memadai didaerah ini. Istilah McCall festoons digunakan untuk
menguraikan keadaan tepi gingiva yang membulat dan menebal, biasanya terlihat
pada daerah gigi kaninus jika resesi mencapai garis mukogingiva (Fiorellini dkk,
2006)
2.2.4 Klasifikasi
Pada tahun 1960-an, (Sullivan dan Atkins, 1968) mengklasifikasikan resesi gingiva
menjadi 4 golongan secara morfologis: 1. Dangkal-sempit, 2. Dangkal-lebar, 3.
Sedangkan tekanan intermittent adalah tekanan ortodontik aktif yang besarnya dapat
berkurang sampai dengan nol diantara dua waktu kunjungan perawatan. Tekanan ini biasanya
besar, sehingga pergerakan gigi yang dihasilkannya adalah pergerakan gigi yang terjadi karena
terjadinya underwining resorption atau resorpsi tulang alveolar yang terjadi jauh dari sumber
tekanan atau daerah yang mengalami tekanan (Montonegro, 2012)
Tekanan interrupted adalah tekanan ortodontik atau ortopedik yang tidak aktif pada
interval waktu diantara dua waktu kunjungan perawatan. Tekanan umumnya besar dan berkurang
sampai nol pada interval waktu guna memberikan waktu bagi jaringan untuk pulih sampai
diaktivasi kembali (Reitan, 1964)
Beberapa peneliti membedakan cara oemberian tekanan menjadi cara pemberian
teekanan secara kontinyu dan pemberian tekanan secara diskontinyu. Pemberian tekanan secara
kontinyu disini merupakan tekanan ortodontik aktif yang besarnya sedikit berkurang diantara 2
waktu aktivasi. Sedangkan yang dimaksud pemberian tekanan secara diskontinyu yaitu
pemberian tekanan ortodontik dengan periode istirahat antara 2 waktu aktivasi (Acar, 1999)
Pemberian tekanan secara kontinyu dalam hal ini yakni diberikan gaya selama 4 minggu
dan diperiksa setiap minggunya. Sedangkan kelompok yang diperlakukan secara diskontinyu
diberi tekanan yang sama besarnya salama 4 minggu tanpa diperiksa, kemudian dilanjutkan
dengan periode istirahat tanpa tekanan selama 3 minggu dan diperiksa pada minggu selanjutnya.
Hasilnya dinyatakan bahwa tekanan yang bersifat kontinyu memberikan pergerakan gigi yang
lebih banyak daripada tekanan diskontinyu. Namun tidak ada perbedaan dalam hal terjadinya
resorpsi akar. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pada cara pemberian tekanan secara diskontinyu
justru memberikan kesempatan untuk perbaikan sementum dengan terbentuknya sementum
sekunder (Acar, 1999)
Ahu acar meneliti aplikasi tekanan ortodontik secara kontinyu dan diskontinyu terhadap
terjadinya resorpsi akar gigi. Dalam penelitiannya, tekanan ortodontik secara kontinyu dilakukan
dengan memberikan gaya melalui karet elastic selama 24 jam sehari. Setiap 24 jam karet elaastik
yang lama dilepas dan diganti dengan karet elastic yang baru. Sedangkan pada tekanan
ortodontik secara diskontinyu dilakukan dengan pemasangan karet elastic selama 12 jam per
hari. Setelah 12 jam karet dilepas dan terdapat periode istirahat selama 12 jam, baru kemudian
karet elastic dipasang kembali. Baik tekanan ortodontik kontinyu dandiskontinyu dilakukan
selama 9 minggu, baru kemudian dilakukan analisis untuk melihat resorpsi akar yang terjadi
akibat pemberian tekanan ortodontik dengan 2 cara berbeda. (Acar, 1999)
2.3.3 Durasi Tekanan Ortodontik
Durasi tekanan ortodontik yang dimaksud adalah berbicara mengenai berapa lama
tekanan ortodontik tersebut dikenakan pada gigi. Beberapa detik setelah gaya yang ringan
dikenakan secara terus menerus pada gigi, cairan dalam ligament periodontal akan tertekan,
keluar dan gigi akan bergerak dalam soketnya (Erikson dan Kurol, 1988)
Lamanya tekanan ortodonti dikenakan pada gigi, diduga dapat menimbulkan efek
iatrogenic berupa terjadinya resorpsi akar. M.R. Harry (1982) telah melakukan penelitian
mengenai terjadinya resorpsi akar gigi akibat tekanan ortodontik yang dihubungkan dengan
durasi perawatan. Dalam penelitiannya ditermukan bahwa pemberian gaya 40-60 gram pada hari
ke 14 mulai memperlihatkan area kecil resorpsi akar dan pada hari ke 35 terlihat zona yang lebih
luas lagi, begitu pula pada hari ke 200. Hasilnya memperlihatkan bahwa durasi pemberian
tekanan ortodontik yang semakin lama akan memperngaruhi terjadinya resorpsi pada permukaan
sementum seluler akar gigi (Erikson dan Kurol, 1988)
2.3.4 Perubahan Jaringan Pendukung Gigi Akibat Tekanan Ortodontik
Ketika suatu tekanan ortodontik dikenakan pada suatu gigi, terjadi daerah tekanan yang
searah dengan arah pergerakan gigi, serta daerah tarikan di daerah yang berlawanan dengan arah
pergerakan gigi. Didaerah tekanan, ligament periodontal menyempit hingga kurang lebih 1/3
ketebalan mula-mula. Pada saat itu terjadi peningkatan peredaran darah dalam rangka
meningkatkan pasokan darah kapiler. Peningkatan pasokan darah ini berguna untuk mobilisasi
sel-sel fibroblast dan osteolas (Singh, 2004)
Osteoklas adalah sel resorpsi tulang yang berjajar disepanjang dinding soket gigi pada
sisi tekanan. Sel-sel ini meresorpsi tulang sehingga gigi dapat bergerak didalam soketnya kea rah
pergerakan gigi yang diinginkan. Bila tekanan yang diberikan berada dalam batasan yang dapat
diterima secara fisiologis maka yang terjadi adalah resorpsi tulang di daerah yang berhadapan
denan ligament periodontal. Resorpsi ini disebut frontal resorption (Singh, 2004)
Sebaliknya bila tekanan yang diberikan melewati ambang batas tekanan yang dapat
diterima secara fisiologis yang terjadi adalah undermining resorption. Resorpsi ini tidak terjadi
pada tulang yang berhadapan dengan ligament periodontal melainkan terjadi di belakang dan atas
zona hyalinisiasi karena terputusnya pasokan darah pada pembuluh darah kapiler didaerah itu.
Osteoklas yang melakukan resorpsi dalam hal ini berasal dari sumsum tulang terdekat. Akibat
pemberian tekanan, perubahan juga terletak di daerah tarikan, daerah yang berlawanan dengan
arah pergerakan gigi. Didaerah ini terjadi peregangan ligament periodontal sehingga
meningkatkan peredaran darah ke daerah tarikan. Akibatnya terjadi mobilisasi sel-sel fibrobkas
osteoblast (Singh, 2004)
Namun tekanan ortodontik yang melampaui batas fisiologis dapat mengakibatkan
putusnya ligament periodontal yang teregang sehingga perdaran darah pun terputus dan terjadi
resorpsi tulang sehingga gigi adak mengendur di dalam soketnya (Singh, 2004)
2.3.5 Resorpsi Akar Gigi Akibat Tekanan Ortodontik
Resorpsi pada jaringan sementum hampir sama dengan resorpsi pada tulang alveolar.
Seperti halnya tulang, jaringan sementum juga mengalami penyempitan pada sisi yang
terkompresi dan mengalami deposisi pada sisi sebaliknya, namun sementum lebih resisten
terhadap terjadinya resorpsi dibandingkan dengan tulang. Hal tersebut yang menyebabkan pada
pergerakan gigi secara ortodontik, tulang akan teresorpsi terlebih dahulu dan bila gaya yang
diaplikasikan terlalu besar akan terjadi resorpsi jaringan sementum gigi (Thailaner 2000)
Proses resorpsi akar merupakan proses biologis yang cukup kompleks yang saling
berkaitan satu denan yang lainnya. Beberapa ahli mengatakan proses rersorpsi akar
sesungguhnya merupakan reaksi inflamasi local terhadap adanya tekanan ortodontik, sehingga
akan muncul tanda-tanda inflamasi yakni rubor, calor, tumor, dolor dan function laesa. Inflamasi
ini sesungguhnya merupakan komponen fundamental dibalik proses resorpsi akar gigi.
Sebagaimana diketahui adanya inflamasi dapat menyebabkan turunnya pH cairan jaringan
setempat. Turunnya pH jaringan setempat sebagai reaksi terhadap pergerakan gigi secara
ortodontik dapat menyebabkan gugus hidroksiapatit dalam sementum mengalami disolusi fisiko
kimiawi. Selain merupakan proses inflamasi, resorpsi akar gigi juga terjadi akibat aktivitas reaksi
imun. Tekanan ortodontik akan mengaktifkan reaksi imun dengan memicu enzim atau sitokin
yang kemudian akan mengubah presementoklas menjadi sementoklas yang akan melakukan
resorpsi dengan mengeluarkan enzim fofatase (Thailaner 2000)
diperhatikan. Ditambahkan pula efektivitas / efisiensi perawatan interseptif jatuh pada saat
pertumbuhan geligi pergantian yaitu membimbing gigi permanen agar erupsi dalam lengkung
gigi yang benar (Johal, Ama et.al, 2013).
Perkembangan resesi gingiva yang terjadi saat perawatan atau setelah perawatan
ortodontik menjadi masalah klinis bagi praktisi ortodontik . Hal ini tidak hanya menjadi
pertimbangan sebelum dilakukan perawatan otodontik, tetapi yang lebih penting adalah untuk
memperhatiakn dengan seksama apa saja tanda-tanda terjadinya resesi saat perawatan
berlangsung.
Hal-hal yang patut diperhatiakn sebelum dilakukan perawatan, dalam hal ini
penilaian dasar poket gingiva terhadap garis margin gingiva yaitu usia pasien, biotipe gingiva
pasien, dan perencaraan ekspansi lengkung rahang dan pelebarab tulang alveolar yang akan
dilakukan. Terjadinya resesi gingiva pasca perawatan ortodontik dapat menyebabkan masalah
estetik, psikologis, dan juga masalah hipersitivitas gigi karena terbukanya area akar gigi. Perlu
diperhatikan usia pasien yang akan dirawat karena berkaitan dengan perkembangan resesi
gingiva yang cenderung progresif pada usia ini, dan juga tingkat keparahan resesi gingiva dalam
hal prognosis jangka panjang dari gigi yang bersangkutan (Johal, Ama et.al, 2013).
Sejumlah faktor predisposisi dan faktor pencetus yang dianggap sebagai faktor risiko
diidentifikasi dalam kaitannya dengan perawatan ortodontik dan resesi gingiva. Faktor
predisposisi meliputi: karakteristik anatomi dan morfologi tulang alveolar, biotipe gingiva , pola
skeletal , serta simfisis sempit dan erupsi gigi ektopik atau morfologi tulang wajah pasien .
Faktor pencetus meliputi trauma penyikatan gigi , overbite karena usia, usia pasien, merokok ,
kebiasaan para fungsional , kehamilan dan piercing atau tindik. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya adalah perawatan dalam pergerakan mekanik seperti perluasan lengkung dengan
proklinasi berlebihan dan penggunaan RME pada pasien dewasa (Johal, Ama et.al, 2013).
Terdapat mtode ABEF untuk membantu memperhitungkan faktor risiko :
A : Anatomi tulang alveolar dan jarak akar ke pelat kortikal
B : biotipe gingiva
E : Lingkungan ( kebersihan mulut , kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut buruk ,
pergerakan mekanis ortodontik yang buruk, dan lingual retainer aktif )
F : matriks Fungsional
Sejumlah prosedur ortodontik yang lebih baik yaitu pertimbangan prosedur ekstraksi gigi
, pengurangan enamel interproksimal , perawatan akar , selektif grinding, dan perawatan pada
gigi geligi campuran yang dapat mempertahankan akar dalam tulang alveolar, dengan demikian
dapat mengurangi risiko resesi gingiva (Johal, Ama et.al, 2013).
Hal- hal yang harus dilakukan pada perawatan ortodontik untuk meminimalkan terjadinya
resesi gingiva adalah sebagai berikut :
1 Menjaga kebersihan mulut
2 Keselarasan mahkota gigi dengan tulang alveolar yang menyangga
Pemeriksaan radiografi mengungkapkan secara umum kehilangan tulang denga pola horisontal
sekitar sepertiga sampai setengah dari akar (Gambar lb).
Perawatan periodontal . Perawatan periodontal yang dilakukan untuk mempersiapkan sebelum
dilakukan perawatan ortodontik dan menekankan perawatan di rumah yaitu kontrol plak sendiri
oleh pasien .
Perawatan ortodontik . Perawatan cekat dengan bucal tube pada molar pertama dan bracket
yang dipasang pada gigi insisif rahang atas . Kabel leveling awal adalah 0,014 inci
stainless steel kawat lengkungan dengan intrusi loop mesial untuk molar pertama . Loop intrusi
saat kawat tidak terikat pada bracket, wire dalam posisi istirahat setinggi vestibulum (Gambar Ic
) . Wire ini digunakan untuk pergerakan intrusi gigi. Gaya yang digunakan dalam kasus ini
berkisar antara 10 sampai 15 g per gigi , untuk menghindari kerusakan jaringan periodonsium.
Ruang sisa yang tersisa setelah retroclination dan intrusi gigi insisif dihilangkan oleh aplikasi
resin komposit pada gigi insisivus lateral rahang atas
Retensi . Retensi yang dicapai dari kaninus ke kaninus didapat setela perawatan aktif selama
kurun waktu 7 bulan .
Perawatan restoratif. Pasien dirujuk untuk penggantian prostetik gigi posterior yang hilang .
Hasil . Evaluasi setelah perawatan ortodontik mengungkapkan kebersihan mulut yang
memuaskan kecuali untuk akumulasi plak pada margin distogingival molar pertama rahang atas.
Tidak ada kedalaman probing yang lebih dari 3 mm , dan tidak ada resesi lanjut yang tercatat
.Panjang mahkota klinis menurun 0,5-1,0 mm .Pasca perawatan, evaluasi radiografi
menunjukkan terjadinya remodeling tulang positif disekitar alveolar crest ( gambar 1f ) . Hasil
dari perawatan ortodontik yang dicapai yaitu gigi seri rahang atas telah tersusun rapat tanpa
adanya multiple distema. Nilai overjet dan overbite normal dan dapat diterima. Pmeriksaan
pasien pasca perawatan 13 bulan kemudian menunjukkan oklusi yang stabil dan hasil fungsional
serta estetika dapat diterima dengan baik.
BAB IV KESIMPULAN
Terdapat dasar bukti yang relatif sedikit untuk membuktikan hubungan antara peran
perawatan ortodontik dan
matang sebelum dimulainya perawatan, dimana resesi gingiva merupakan faktor resiko akibat
pergerakan gigi yang posisinya diluar lengkung saat perawatan ortodonsia berlangsung. Perlu
diperhatikan munculnya tanda-tanda resesi gingiva saat perawatan berlangsung , dan dirancang
mekanisme yang tepat untuk mempertahankan akar dalam socket tulang alveolar. Dalam
penelitian selanjutnya, diperlukan perancangan uji coba yang baik untuk meneliti topik ini secara
lebih mendalaam .
DAFTAR PUSTAKA
Albander JM, Brunelle JA, Kingman A: Destructive periodontal disease in adults 30 years of
age and older in the United States, 1988-1994, J Periodontal 70:13, 1999
Davis WB: The cleansing, polishing and abrasion of teeth by dental products. Cosmetic Sci
1:39-81, 1978
Ericson S, Kurol J. Resorption of maxillary lateral incisor caused by etopic of the canines.
Am J Orthod Dentofacial Orthop 1988;94: 503-13
Fiorellini JP, Kim DM and Ishikawa SO: Clinical Features of Gingivitis In Carranzas
Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, & Carranza FA (Editor).
10 Ed. Saunders. Philadelphia, 2006: 362-372
Johal, Amal, et al. 2013. State of the science on controversial topics: orthodontic therapy and
gingival recession (a report of the Angle Society of Europe 2013 meeting). London : licensee
Springer.
Kasaj, et al. 2009. Interdisciplinary approach for the treatment of periodontally
compromised malpositioned anterior teeth: a case report. Mainz : licensee Cases Network
Ltd.
Manson J.D dan Eley, B.M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta: Hipokrates
Mirabella AD, Artun J. Risk factors for apical root resorption of maxillary anterior teeth in
adult orthodontic patient. Am J Orthod Dentofacial Orthop 1995: 108 48-55
Montenegro VCJ, Jones AS, Petocz P, Gozales C and Darendeliler MA. Pshysical properties
of root cementum : Part 22. Root resorption after the application of light and heavy extrusive
orthodontics forces: A microcomputed tomography study. Am J Orthod Dentofacial Orthop
2012; 141: e1-e9
Singh G. In : Singh G, editor. Text book of Orthodontics. New Delhi: JBM Pubblisher;
2004.p.208-9
Steiner GG, Pearson JK, Ainamo J: Changes of the marginal periodontium as a result of
labial tooth movement in monkeys. J periodontal 52:314, 1981
Sullivan HC and Atkins JC: Free autogenous gingival grafts in the treatment of gingival
recccesion, Periodontics 6:152, 1968