Anda di halaman 1dari 50

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Skenario Seorang perempuan usia 27 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan gusi berdarah saat menyikat gigi pada gusi depan atas sejak 1 tahun yang lalu dan belum pernah dilakukan perawatan sebelumnya. Pada pemeriksaan klinis didapatkan pembengkakan gingiva, perdarahan saat probing regio 21 dan 22, poket periodontal interdental 21 dan 22 sebesar mm, oral hygiene sedang, stippling masih ada dan palpasi tidak sakit. Pada pemeriksaan Rongent periapikal terdapat pelebaran space periodontal, lamina dura terputus, dan resorbsi tulang alveolar kurang dari setengah panjang akar pada interdental 21 dan 22. Dokter gigi yang memeriksa memberitahukan perlu adanya perawatan pada daerah yang dikeluhkan tersebut.

1.2 STEP 1 (Mengklarifikasi Istilah/Konsep) - Stippling : bentukan normal pada gingiva, seperti kulit jeruk. - Space periodontal : pada gambaran radiografi berbentuk radiolusen, normalnya ditempati oleh ligamen periodontal. - Resorbsi horizontal tulang alveolar : pola resorbsi tulang alveolar berbentuk mendatar, bisa disebabkan oleh inflamasi gingiva dan merupakan hasil dari akitifitas osteoklas.

1.3 STEP 2 (Menetapkan Permasalahan) 1. Apa diagnosa dan rencana perawatan dari kasus pada skenario/ 2. Apa tujuan dan macam-macam dari perawatan periodontal fase II? 3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari rencana perawatan pada skenario?

1.4 STEP 3 (Menganalisis Masalah) 1. Diagnosa : Periodontitis kronis Rencana perawatan : Kuretase, tanpa bone graft 2. Tujuan dan macam perawatan periodontal fase II Tujuan : - Menindaklanjuti fase 1 yang tidak adekuat - Menghilangkan poket periodontal - Menyehatkan jaringan periodontal - Meningkatkan esthetik - Mengembalikan fungsi kunyah Fase II (fase bedah) adalah kelanjutan dari evaluasi respon terapi fase I yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini : a. Gingivektomi : pemotongan jaringan lunak dengan mengurangi ketinggian (menghilangkan seluruh jaringan lunak pada poket misalnya pada gingiva enlargement). b. Kuretase : pengerokan dinding poket untuk menghilangkan epithelium dan jaringan poket yang terinflamasi. c. Operculectomy : eksisi operkulum yang menutupi gigi d. Prosedur flap periodontal e. Rekonturing atau bedah tulang f. Prosedur bone atau tissue graft g. Penyesuaian oklusi h. Gingivoplasti : untuk mengkonturing margin gingiva (tanpa

mengurangi ketinggian)

3. a. Gingivektomi Indikasi : - Eliminasi gingival enlargement (pembesaran) - Eliminasi poket supraboni

- Abses gingival - Kerusakan furkasi dimana terdapat daerah perlekatan gingiva cukup lebar Kontraindikasi : - Inflamasi akut - Poket mencapai mucogingival junction - Oral hygine buruk

b. Kuretase Indikasi : - Poket dangkal sedang (3-5 mm) - Kontur gingiva baik - Menghilangkan suprabony poket yang memiliki dinding yang terinflamasi dan odematus - Mendapatkan perlekatan baru pada poket infrabony dengan kedalaman sedang dan lokasinya mudah untuk dijangkau - Digunakan pada prosedur kontrol sebagai metode perawatan dan pemeliharaan pada daerah yang rentan mengalami inflamasi dan pembentukan poket Kontraindikasi : - Poket periodontal yang dalam dan meluas sampai ke mukosa alevolar - Poket periodontal dengan dinding yang fibrotik - Kerusakan dengan melibatkan daerah furkasi

1.5 STEP 4 (Menarik Kesimpulan Langkah /Mapping)


Pemeriksaan

Diagnosa

Rencana Perawatan

Perawatan Fase 1

Evaluasi

Perawatan Fase II

Macam-Macam Perawataan

Definisi

Indikasi & Kontraindikasi

Prosedur Perawatan

Teknik Instrumentasi

Respon Jaringan

Evaluasi

1.6 STEP 5 (Menentukan Tujuan Belajar) Tugas : 1. Apa yang dimaksud dengan bentukan stippling ? 2. Apa yang dimaksud dengan space periodontal ?

Learning Object : 1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosa pada skenario 2. Mampu memahami dan menjelaskan apakah resorbsi horizontal tulang alevolar pada skenario termasuk cacat tulang 3. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam perawatan

periodontal fase II 4. Mampu memahami dan menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dlam melakukan prosedur bedah

1.7 STEP 6 (Belajar mandiri)

BAB 2 PEMBAHASAN (STEP 7)

2.1

Tugas :

1. Stippling merupakan bentukan seperti kulit jeruk memiliki bintik-bintik atau lekukan kecil pada gingiva cekat. Terjadi karena proyeksi lapisan kapiler lamina propia yang mendorong epitel menjadi tonjolan-tonjolan bulat yang berselang-seling dengan pelekukan epitel (Vernino, 2008). Ditunjukkan pada gambar 1. 2. Space periodontal adalah ruang yang berada diantara struktur yang terkalsifikasi umumnya sangat sempit dan terlihat garis hitam yang tipis di sekitar akar gigi. Mempunyai gambaran radiolusen diantara tulang alveolar dan cementum yang radiopaque. Ruang tersebut merupakan tempat dari jaringan periodontal. Bertambahnya stress fungsional akan menyebabkan penebalan ligament periodontal yang dapat terlihat pada film radiografi (J.D Manson, 1993). Ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 1. Biopsi gingival. menunjukkan level alternatif dan depresi (panah) dalam gingiva cekat sehingga membentuk bentukan stippling

Gambar 2. Space periodontal yang ditempati oleh ligamen periodontal

2.2

Pembahasan :

2.2.1 Diagnosa Pada Kasus di Skenario Diagnosa : Periodontitis kronis Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat. Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah respon host terhadap akumulasi plak (SH Moghim, 2007).

Gambar Tanda klinis periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan kesehatan oral yang kurang dan tidak ada perawatan gigi sebelumnya.

Periodontitis kronis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan, yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar pada akhirnya. Sementara gingivitis dikenal kondisi yang sangat umum di antara anak-anak dan remaja, periodontitis jarang terjadi pada anak-anak dan remaja. Terjadinya periodontitis severe pada orang dewasa muda memiliki dampak buruk terhadap gigi mereka tapi dalam beberapa perawatan kasus penyakit periodontal dapat berhasil. Diagnosis periodontitis dan identifikasi individu yang terkena kadangkadang menjadi sulit karena tidak ada gejala yang dilaporkan. Oleh karena itu dianjurkan dokter harus memahami kerentanan pasien pada periodontitis dengan mengevaluasi eksposur mereka terhadap faktor risiko yang terkait sehingga deteksi dini dan manajemen yang tepat dapat dicapai. Kerusakan periodontitis telah digambarkan sebagai konsekuensi dari interaksi antara faktor genetik, lingkungan, mikroba dan faktor host (Widyastuti, 2009).

Karakteristik Umum Periodontitis Kronis Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi (Carranza, 2002). Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan warnanya antara merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata (cratered papila) (Carranza, 2002). Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal (Carranza, 2002). Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang (Carranza, 2002). Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment secara klinis (Carranza, 2002).

Gambar Perdarahan saat probing dari derajat 1, derajat 2, derajat 3, hingga derajat 4

2.2.2 Resorbsi Horizontal Tulang Alveolar Yang Terjadi Pada Kasus di Skenario Disamping mengurangi tinggi tulang, penyakit periodontal mengubah pula gambaran morfologis tulang alveolar. Agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat dan melakukan perawatan secara efektif, diperlukan pemahaman tentang keberadaan dan pathogenesis perubahan morfologis tulang alveolar tersebut (Carranza, 2002). Kehilangan tulang horizontal. Pola kerusakan tulang ini adalah pola yang paling banyak terjadi pada penyakit periodontal. Tinggi tulang berkurang, namun tepi tulang tetap tegakluarus terhadap permukaan gigi. Septum interdental dan plat tulang sebelah vestibular dan oral teresorpsi, tetapi belum tentu sama banyaknya pada setiap sisi gigi (Carranza, 2002). Cacat tulang. Penyakit periodontal bisa mengakibatkan beberapa tipe cacat tulang (bone deformities/osseous defects). Keberadaannya dapat diduga denga melihat gambaran radiografi, tetapi untuk kepastian keberadaannya dan untuk menentukan dimensinya perlu dilakukan probing secara seksama, bahkan pembukaan daerah tulang secara bedah (Carranza, 2002). Cacat tulang vertical atau angular. Cacat tulang vertical/angular adalah cacat tulang yang terjadi dalam arah miring/oblik, menimbulkan daerah seperti sumur pada tulang sekeliling akar gigi dengan dasar dari cacat berada apikal dari tulang sekitarnya. Pada kebanyakan kasus, cacat tulang angular menyertai saku infraboni.Pada saku infraboni cacat tulangnya selalu berupa cacat tulang angular (Carranza, 2002). Cacat angular diklasifikasikan berdasarkan jumlah dinding tulangnya. Cacat angular bisa memiliki, satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah dinding pada bagian oklusalnya. Cacat yang demikian dinamakan cacat tulang kombinasi (Carranza, 2002). Cacat vertical pada septum interdental biasanya terdeteksi dengan foto ronsen, meskipun kadang-kadang bisa terhalang oleh adanya plat tulang yang tebal. Cacat angular bisa juga terjadi pada permukaan vestibular dan oral, tetapi cacat yang demikian tidak terdeteksi dengan foto ronsen. Satu-satunya cara yang

paling tepat untuk menentukan keberadaan dan kofigurasi cacat angular adalah pembukaan daerah cacat tulang dengan prosedur bedah (Carranza, 2002). Cacat vertikal meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Hampir 60% individu dengan cacat angular pada daerah interdental adalah berupa cacat tunggal. Cacat vertikal yang paling sering terdeteksi pada foto ronsen adalah cacat pada permukaan distal gigi molar (Carranza, 2002). Cacat vertikal berdinding tiga dinamakan juga sebagai cacat intraboni (intrabony defect).Cacat ini paling sering terjadi pada permukaan mesial gigi molar kedua dan molar ketiga maksila dan mandibula. Cacat vertikal berdinding satu dinamakan juga hemiseptum (Carranza, 2002). Jadi, resorbsi horizontal tulang alveolar yang terjadi pada kasus di skenario tidak termasuk dalam tipe cacat tulang.

2.2.3 Macam-Macam Perawatan Periodontal Fase II a. Gingivektomi dan Gingivoplasty - Gingivektomi Gingivektomi adalah eksisi gingival, dengan membuang dinding poket, menyediakan lapang pandang dan akses untuk membersihkan kalkulus dan kehalusan akar. Bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingival sehingga didapat gingival yang fisiologis, fungsional, dan estetik baik. (Carranza, 2002) 1. Indikasi dan kontraindikasi gingivektomi Indikasi : 1. Adanya poket supraboni denga kedalaman 4-5 mm, yang tetap ada walaupun sudah dilakukan skaling dan pembersihan mulut yang cermat dan berkali-kali dan keadaan di mana prosedur gingivektomi akan menghasilkan perlekatan gingival yang adekuat. 2. Adanya pembengkakan gingival yang menetap di mana poket

sesungguhnya dangkal namun terlihat pembesaran dan deformitas gingiva yang cukup besar. Bila jaringan gingival merupakan jaringan fibrosa,

10

gingivektomi merupakan cara perawatan yang paling cocok dan dapat memberikan hasil yang memuaskan. 3. Adanya kerusakan furkasi (tanpa desertai cacat tulang)di mana terdapat daerah perlekatan gingival yang cukup lebar. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Abses gingiva yaitu abses yang terdapat di dalam jaringan lunak. Flap perikoronal. Eliminasi enlargement gingiva. Eliminasi abses periodontal. Interdental gingival creater. Eliminasi suprabony poket dimana terdapat deposit pada akar gigi yang sulit dijamgkau atau dibersihkan hanya dengan menggunakan alat scaler (J.D. Manson, 1993). 10. Pada pasien dengan: herediter gingivofibromatosis abses gingiva delayed passive eruption (Vernino, 2008)

Kontraindikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keadaan yang membutuhkan bedah tulang. Dasar poket meluas sampai apical mucogingival junction. OH yang selalu jelek. Inflamasi akut. Frekuensi karies tinggi. Frekuensi malposisi tinggi. Kontra indikasi adanya penyakit sistemik. Bila prognosa sangat buruk sehingga tanggalnya gigi tidak mungkin dicegah (J.D. Manson, 1993) 8. Kebutuhan akan operasi tulang melalui pemeriksaa bentuk dan morfologi tulang. 9. Pertimbangan estetik, terutama pada anterior maksila (Carranza, 2002)

11

2. Instrument 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Alat dasar Probe periodontal Gunting operasi dan Nipper Alat scalling Pocket Marking Forcep (PMF) Alat kuret (Gracey kuret) Swann-Morton No.12 atau 15 pada pegangan skapel konvensional, Pisau Blake yang menggunakan blade disposable, Pisau gingivektomi khusus seperti Kirkland, Orban atau Goldman-Fox yang harus diasah setiap akan digunakan.

3. Prosedur dan Macam-Macam Teknik Gingivektomi 1. Konvensional gingivektomi - Open gingivektomi Menurut Fedi, dkk (2004) teknik gingivektomi adalah: 1. 2. Asepsis dan isolasi daerah kerja. Melakukan anestesi lokal yang memadai dengan teknik blok atau infiltrasi.

Gambar Anastesi local

2.

Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan probe terkalibrasi. Kedalaman ini ditandai dengan menusuk dinding luar jaringan gingiva dengan poket marker untuk membuat titik-titik perdarahan. Apabila keseluruhan daerah operasi telah diukur dan
12

ditandai

dengan

lengkap,

titik-titik

perdarahan

tersebut

akan

membentuk ragangan (outline) insisi yang harus dilakukan.

Menandai dasar poket dengan pocket marker

3.

Membuat eksisi (insisi miring ke luar) awal sedikit lebih ke apikal dari titik-titik tersebut dengan pisau bermata lebar seperti Kirkland No. 15/16. Insisi dibevel pada sudut kurang lebih 45 derajat terhadap akar gigi dan berakhir pada ujung atau lebih ke bawah dari ujung apikal perlekatan epitel. Apabila gingiva cukup tebal, bevel sebaiknya diperpanjang untuk menghilangkan bahu atau plato. Kadang-kadang, akses sangat terbatas atau sulit dicapai sehingga bevel yang cukup tidak dapat dibuat pada insisi awal. Pada keadaan ini, bevel dapat diperbaiki nantinya, menggunakan pisau bermata lebar untuk mengerok atau bur intan kasar.

Gambar garis insisi

Gambar pemotongan margin gingival menggunakan pisau kirkland

13

4.

Mengeksisi jaringan di daerah interproksimal menggunakan pisau bermata kecil seperti pisau Orban No. 1/2 . Perhatikan bahwa sudut mata pisau tersebut kira-kira sama dengan sudut mata pisau yang lebar ketika melakukan insisi awal.

Gambar insisi interdental dengan pisau orban

5.

Pembuangan jaringan gingiva yang telah dieksisi

Gambar proses pengambilan jaringan pasca eksisi

6.

Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan akar dengan skaling dan root planing. Pada tahap ini, pembuangan dinding jaringan lunak poket periodontal membuat permukaan akar lebih. mudah dicapai dan memperluas lapang pandang operator dibandingkan pada tahaptahap lain. Pembersihan permukaan akar pada tahap ini menentukan keberhasilan seluruh prosedur bedah.

14

Gambar skaling dan root planning

7.

Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan bur intan atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.

8. 9.

Merapikan sobekan jaringan dengan gunting atau nipper. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan saline steril untuk membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.

10. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit, untuk menghentikan perdarahan. 11. Memasang dresing periodontal, mula-mula yang berukuran kecil, bersudut di daerah interproksimal, menggunakan instrument plastik. Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih panjang di bagian fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan dresing yang telah terpasang di daerah interproksimal. Seluruh daerah luka ditutup dengan dresing tanpa mengganggu oklusi atau daerah perlekatan otot. Kesalahan yang sering terjadi adalah dressing yang dipasang terlalu lebar sehingga terasa mengganggu.

15

Gbr pemberian periodontal dressing

12. Mengganti dresing dan membuang debris pada daerah luka setiap minggu sampai jaringan sembuh sempurna dan dengan mudah dibersihkan oleh pasien. Epitel akan menutupi luka dengan kecepatan 0,5 mm per hari setelah hilangnya aktivitas mitosis awal dari epitel, 24 jam setelah operasi. 13. Setelah dressing terakhir dilepas, poles gigi dan instruksikan pasien untuk melakukan pengendalian plak dengan baik (Fedi, 2004).

Gambar pelepasan periodontal pack dan pemolesan

- Close gingivektomi Prosedur : Asepsis dan isolasi daerah kerja Melakukan anestesi lokal yang memadai dengan teknik blok atau infiltrasi. Menentukan kedalaman poket dengan probe periodontal

16

Tentukan bleeding point dengan pocket marker Insisi dengan internal bevel incision Ambil dinding poket yang sudah di eksisi Kuretase Periodontal dressing

2. Electrosurgery gingivektomi - Keuntungan : Electrosurgery memungkinkan suatu contouring yang memadai dari jaringan dan mengontrol perdarahan (Carranza, 2002). - Kekurangan : 1. Electrosurgery tidak dapat digunakan pada pasien yang memiliki alat pacu jantung. 2. Perawatan menyebabkan bau yang tidak menyenangkan. 3. Jika titik elektrosurgikal menyentuh tulang, dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
17

4. Panas yang dihasilkan oleh penggunaan gegabah dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan kehilangan dukungan periodontal saat elektroda digunakan dekat dengan tulang. 5. Ketika elektroda menyentuh akar, daerah sementum dapat terbakar (Carranza, 2002). Oleh karena itu penggunaan elektrosurgikal harus dibatasi untuk prosedur yang superfisial seperti penghapusan pembesaran gingiva, gingivoplasty, relokasi frenum dan perlekatan otot, dan sayatan dari abses periodontal dan flap pericoronal, prosedur ini harus dilakukan sangat hatihati untuk menghindari kontak langsung antara elektroda dan permukaan gigi. Tindakan ini tidak boleh digunakan untuk prosedur yang melibatkan kedekatan dengan tulang, seperti operasi flap, atau operasi mucogingival (Carranza, 2002). - Teknik : Penghapusan pembesaran gingiva dan gingivoplasty dilakukan dengan elektroda berbentu jarum, dilengkapi dengan loop ovoid kecil atau elektroda berbentuk berlian untuk festooning. Saat digunakan dapat berfungsi untuk memotong dan coagulating. Dalam semua prosedur pembentukan kembali, elektroda diaktifkan dan dipindahkan dalam gerakan singkat seperti "mencukur". Dalam pengobatan abses periodontal akut, sayatan untuk membuat drainase dapat dibuat dengan elektroda jarum tanpa mengerahkan tekanan yang menyakitkan. Setelah gejala akut mereda, dapat dilanjutkan dengan prosedur rutin untuk pengobatan abses periodontal. Untuk hemostasis, elektroda yang digunakan berbentuk bola. Electrosurgery sangat membantu untuk mengontrol letak perdarahan yang terisolasi. Daerah pendarahan yang terletak interproximally dapat dicapai dengan elektroda barshaped yang tipis (Carranza, 2002).

3. Laser gingivectomy Laser yang paling umum digunakan dalam kedokteran gigi adalah karbon dioksida (CO2) dan neodymium: yttriumaluminum-garnet (Nd:

18

YAG), yang memiliki panjang gelombang dari 10.600 nm dan 1064 nm, masing-masing, baik dalam kisaran inframerah, harus dikombinasikan dengan visible laser supaya dapat dilihat. Sinar laser CO2 telah digunakan untuk eksisi gingiva. Penyembuhan pada teknik ini lebih lama bila dibandingkan dengan penyembuhan setelah gingivektomi pisau bedah konvensional. Penggunaan sinar laser untuk operasi oral membutuhkan tindakan pencegahan untuk menghindari pemantulan sinar pada permukaan instrumen, yang dapat mengakibatkan cedera pada jaringan tetangga dan mata operator. Saat ini, penggunaan laser untuk operasi periodontal tidak didukung oleh penelitian penggunaan laser untuk keperluan periodontal lainnya, seperti kuretase subgingival tidak dianjurkan (Carranza, 2002).

4. Chemosurgery gingivectomy Teknik untuk menghapus gingiva menggunakan bahan kimia, seperti paraformaldehyde 5% atau kalium hidroksida, pernah dilakukan di masa lalu namun saat ini tidak digunakan. Gingivektomi dengan bahan kimia memiliki kelemahan sebagai berikut: 1. Kedalaman tindakan tidak dapat dikendalikan, dan jaringan sehat pada dasar saku dapat terluka. 2. Gingival remodelling tidak dapat dicapai secara efektif. 3. Epitelisasi dan reformasi epitel junctional dan pembentukan kembali serat alveolar crest yang lebih lambat daripada teknik konvensional. Oleh karena itu, metode penggunaan gingivektomi secara kimia tidak dianjurkan (Carranza, 2002).

5. Teknik perawatan post gingivektomi Low-level Laser Therapy (LLLT) LLLT merupakan perawatan yang dapat dilakukan setelah dilakukan perawatan gingivektomi. LLLT dapat meningkatkan mekanisme

penyembuhan luka, dan meningkatkan sintesis ATP, poliferasi fibroblast,

19

sintesis kolagen, fagosit dari makrofag, dan akselerasi fase inflamasi dari penyembuhan luka. Penggunaan LLLT pada saat selesai operasi dan 24 jam, 3 hari, 7 hari setelah operasi. Perbedaan dengan penggunaan teknik laser gingivektomi adalah panjang gelombang yang digunakan. Jika pada laser gingivektomi panjang gelombang laser yang digunakan adalah 10.600 nm, sedangkan pada LLLT menggunakan panjang gelombang 685nm (Jurnal Clinical Study of the Gingiva Healing after Gingivectomy and Low-Level Laser Therapy, 2006).

- Gingivoplasty Gingivoplasty mirip dengan gingivektomi, namun memiliki tujuan yang berbeda. Gingivektomi dilakukan untuk menghilangkan pocket periodontal dan sebagian dari tekniknya termasuk membentuk kembali kontur gingiva. Gingivoplasty adalah membentuk kembali gingiva untuk membuat kontur gingiva secara fisiologis, dengan tujuan utama recontouring gingiva tanpa adanya pocket periodontal (Carranza, 2002). Disamping itu dapat membantu mencegah kambuhnya penyakit periodontal (Fedi, 2005).

a. Indikasi Kontur gingiva yang tidak normal, jaringan kenyal dan fibrotik, serta dapat dengan mudah di eksisi dan dibentuk. Tipe jaringan seperti seperti ini paling sering terjadi karena iritasi kronis (Fedi, 2005).

b. Instrument : Gingivoplasty dapat dilakukan dengan pisau periodontal, scalpel, rotary coarse diamond stones, atau electrode (Carranza, 2002).

c. Prosedur : Gingivoplasti dilakukan dengan membentuk bevel pada tepi gingival atau papilla interdental dengan membentuk interdental spillway melalui penyatuan

20

antara bentuk papilla interdental dengan alur interdental (pembentukan festoon). Gingivoplasti biasanya dilakukan dengan alat pisau periodontal atau bur intan. 1. Apabila alat yang digunakan adalah pisau periodontal, seperti pisau Kirkland no. 15/16, jarigan di eksisi untuk membentuk kontur dasar. Kemudian, pisau tersebut digunakan seperti alat hoe, untuk mengerok jaringan hingga mencapai bentuk gingiva akhir yang diinginkan. 2. Bur intan kasar dapat juga dipakai. Bur ini terdiri atas berbagai bentuk, bergantung pada kebutuhan dan pilihan yang lebih disukai. Daerah operasi harus dibilas dengan semprotan air atau larutan saline steril, agar jaringan tidak terbakar dan bur intan tidak terhambat. Bila bur yang digunakan untuk membentuk gingiva, jaringan lunak sering sedikit terkoyak dan sobekan sobekan ini harus dibuang. Gunting atau nipper yang tajam dapat merapikan potongan potongan jaringan yang terkoyak (Fedi, 2005). Setelah gingiva dibentuk dengan kedua teknik di atas, dresing periodontal dipasang untuk menutupi daerah operasi. Dresing diganti setiap minggu sampai penyembuhan gingiva yang sempurna tercapai, agar pasien dapat dengan mudah membersihkan plak. Setiap kali dresing diganti, sebaiknya operator membersihkan plak dan debris yang terbentuk dengan hati hati, menggunakan benang gigi atau pita pembersih dan kuret. Gigi gigi di daerah operasi kemudian dipoles dengan bahan pemoles abrasif rendah, baik di bagian fasial maupun lingual, tanpa melukai jaringan yang sedang menyembuh. Pada saat dresing yang terakhir dilepas, seluruh gigi dipoles kembali, dan pasien diberi instruksi ulang untuk melakukan prosedur pengendalian plak yang baik (Fedi, 2005).

- Respon jaringan setelah perawatan Pada reaksi awal akan terbentuk gumpalan darah dan di bawah jaringan terjadi inflamasi akut yang disertai dengan beberapa nekrosis. Gumpalan darah akan digantikan dengan jaringan granulasi. Setelah 24 jam, akan terjadi

21

peningkatan sel jaringan ikat yang baru terutama angioblast di bawah permukaan lapisan yang mengalami peradangan dan nekrosis. Setelah 12-24 jam sel epitel pada margin bermigrasi ke jaringan granulasi. Aktivitas epitel akan mencapai puncak margin selama 24-36 jam. Sel epitel yang baru terbentuk di basal dan lapisan spinous lebih dalam bermigrasi ke lapisan fibrin yang kemudian diresorbsi dan digantikan dengan jaringan ikat. Setelah 3 hari jumlah fibroblast muda akan terlokalisasi di area, peningkatan vaskularisasi pada jaringan granulasi dan menghasilkan free gingival margin yang baru dan sulkus. Pembuluh darah kapiler yang berasal dari ligamen periodontal akan bermigrasi menuju jaringan granulasi dan setelah 2 minggu akan terhubung dengan pembuluh darah pada gingiva. Epitelisasi permukaan secara menyeluruh setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi, keratinisasi kurang tampak. Perbaikan epitel secara sempurna membutuhkan waktu 1 bulan. Vasodilatasi dan vaskularisasi menurun setelah 4 hari penyembuhan dan kembali normal setelah 16 hari. Perbaikan jaringan ikat membutuhkan waktu selama 7 minggu (Carranza, 2002).

Secara klinis : Sebelum gingivektomi : pembesaran gingival yang mengalami keradangan yaitu edematous dengan tanda gingival halus, mengkilat, lunak, dan merah, serta fibrous dengan tanda gingival lebih kenyal, hilangnya stippling dan buram, biasanya lebih tebal, pinggiran tampak membulat. Setelah gingivektomi : Gingival tampak sehat, berwarna merah muda dengan konsistensi kenyal (Jurnal Kekambuhan gingivitis hiperplasi setelah gingivektomi, 2005).

Gambar setelah gingivektomi

22

b. Kuretase Istilah kuretase digunakan di bidang periodontik yang berarti pengerokan dinding gingival pada poket periodontal untuk memisahkan jaringan lunak yang sakit. Sedangkan scalling mengacu pada pembuatan deposit dari gigi/permukaan akar dan root planning berarti smoothening akar untuk mengangkat permukaan gigi yang terinfeksi dan nekrotik (Shantipriya, Reddy, 2008). Pencapaian utama dari kuretase adalah penghilangan jaringan granulasi kronis-terinflamasi yang terbentuk di dinding lateral dari poket

periodontal. Jaringan yang selain memiliki komponen biasa seperti proliferations fibroblastik dan angioblastic, juga berisi area peradangan kronis, potongan kalkulus yang terlepas dan koloni bakteri (pembenaran untuk kuretase adalah lebih dari kenyataan bahwa jaringan granulasi yang dilapisi oleh epitel dapat menghambat atau bertindak sebagai penghalang untuk perlekatan dari serat-serat baru (Shantipriya, et all 2008). Di sisi lain, kuretase juga menghilangkan semua atau sebagian besar epitel yang melapisi dinding poket yang mendasari junctional epithelium, meskipun ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, tujuan kuretase masih berlaku terutama pada fase presurgical dimana ada inflamasi gingival yang berkepanjangan, perlu diingat bahwa kuretase tidak dapat menghilangkan faktor lokal seperti plak dan kalkulus, untuk itu harus dilakukan scalling dan root planning untuk menghilangkan faktor lokal tersebut (Shantipriya, et al 2008) .

1. Faktor Estetik Dalam Kuretase Masalah estetis adalah merupakan bagian integral dari praktek periodonsia modern. Pada masa lalu, sasaran utama terapi adalah penyingkiran saku, tanpa memperhatikan aspek estetis dari hasil perawatan. Penyusutan jaringan gingiva yang cepat dan maksimal adalah merupakan sasaran pada penyingkiran saku. Sebaliknya pada masa sekarang ini, estetis merupakan pertimbangan utama dalam terapi, terutama untuk regio anterior maksila dan sedapat mungkin papila interdental harus dipertahankan (Caranza,1996).

23

Apabila terapi regeneratif tidak dapat dilakukan, sedapat mungkin harus diusahakan untuk memperkecil penyusutan atau kehilangan papila interdental. Perawatan kompromistis yang mungkin dilakukan pada regio anterior maksila, dimana akses cukup baik, adalah berupa penskeleran dan penyerutan akar subgingival secara tuntas, dengan menjaga tidak dilepaskannya jaringan ikat yang berada dibawah saku serta menghindari kuretase gingival. Jaringan granulasi pada dinding lateral saku, dalam lingkungan yang telah bebas dari plak dan kalkulus, akan menjadi jaringan ikat sehingga akan mengurangi penyusutan. Dengan demikian, meskipun penyingkiran saku secara tuntas tidak tercapai, perubahan inflamatoris telah dikurangi atau tersingkirkan sementara papilla interdental dan estetis pada daerah yang dirawat dipertahankan (Caranza,1996). Teknik bedah dirancang khusus untuk menjaga papilla interdental, seperti papilla preservation technique, memberikan hasil estetik yang lebih baik pada rahang atas anterior disbanding dengan melakukan scalling agresif serta kuretase pada daerah tersebut (Caranza,1996). Tindakan pencegahan penting lain mengacu pada apical root planning ke dasar dari pocket. Penghilangan dari junctional epithelium dan terganggunya perlekatan jaringan ikat telah mengenai bagian non-diseased dari sementum. Root planning pada area non-diseased ini dapat mengakibatkan penyusutan yang berlebihan pada gingival serta meningkatnya resesi atau membutuhkan new attachment dimana penyakit yang sebelumnya tidak ada (Caranza,1996).

2. Indikasi dan Kontraindikasi - Indikasi : 1. Kuretase dapat dilakukan sebagai bagian dari prosedur perlekatan baru (new attachment) pada pocket infrabony dengan kedalaman sedang yang berada pada sisi yang aksesibel dimana bedah tertutup diperhitungkan lebih menguntungkan. yang Namun demikian, sering hambatan teknis teknik dan ini

aksesibilitas

inadekuat

menyebabkan

dikontraindikasikan

24

2. Kuretase dapat dilakukan sebagai perawatan nondefinitif (perawatan alternatif) untuk meredakan inflamasi sebelum menyingkirkan pocket dengan teknik bedah lainnya, atau bagi pasien yang karena alas an medis, usia dan psikologis tidak mungkin diindikasikan teknik bedah yang lebih radikal seperti bedah flap misalnya. Namun harus diingat, bahwa pada pasien yang demikian, tujuan penyingkiran pocket adalah

dikompromikan dan prognosis menjadi kurang baik. Indikasi yang demikian hanya berlaku apabila teknik bedah yang sebenarnya diindikasikan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Baik klinisi maupun pasien harus memahami keterbatasan dari perawatan nondefinitif ini. 3. Kuretase sering juga dilakukan pada kunjungan berkala dalam rangka fase pemeliharaan, sebagai metode perawatan pemeliharaan pada daerah daerah dengan rekurensi/kambuhnya inflamasi dan pendalaman pocket, terutama pada daerah dimana telah dilakukan bedah pocket (Carranza, 1996). 4. Poket dangkal sedang (3-5 mm). - Kontraindikasi : 1. Poket periodontal dengan dinding yang fibrotik 2. Poket periodontal yang dalam dan meluas sampai ke mukosa alveolar 3. Poket periodontal dengan dinding yang tipis 4. Kerusakan dengan melibatkan daurah furkasi

3. Instrument 1. Alat dasar : kaca mulut, sonde, pinset KG, dan eskavator. 2. Scaler 3. Glass plate 4. Aquades steril + spuit 5. Cotton roll, tampon, dan tempat 6. Alkohol 70% + deppen glass 7. Betadine antiseptik 8. Pehacain 2% ukuran 2 ml + disposible syringe 2,3 ml

25

9. Kuret (kuret universal Columbia 4R - 4L atau kuret Gracey no. 13 - 14 dan kuret Gracey no. 11 - 12) 10. Neir beken 11. Spatula semen 12. Coton pellet + petridish bersekat 13. Periodontal pack

4. Prosedur dan Macam- Macam Teknik Kuretase - Teknik Dasar (Kuretase Tertutup) Menurut Yukna (1978) tahapan prosedur teknik kuretase adalah sebagai berikut : 1. Asepsis dan isolasi daerah kerja. 2. Anestesi: Sebelum melakukan kuretase gingival atau kuretase subgingival, daerah yang dikerjakan terlebih dulu diberi anestesi lokal. 3. Scalling dan root planning: Permukaan akar gigi dievaluasi untuk melihat hasil terapi fase I. Apabila masih ada partikel kalkulus yang tertinggal atau sementum yang lunak, scalling dan root planning diulangi kembali. 4. Penyingkiran epitel saku: Alat kuret, misalnya kuret universal Columbia 4R - 4L, atau kuret Gracey no. 13 - 14 (untuk permukaan mesial) dan kuret Gracey no. 11 - 12 (untuk permukaan distal) diselipkan ke dalam saku sampai menyentuh epitel saku dengan sisi pemotong diarahkan ke dinding jaringan lunak saku. Permukaan luar gingival ditekan dari arah luar dengan jari dari tangan yang tidak memegang alat, lalu dengan sapuan ke arah luar dan koronal epitel saku dikuret. Untuk penyingkiran secara tuntas semua epitel saku dan jaringan granulasi perlu dilakukan beberapa kali sapuan.

Gambar. Kuretase gingival dilakukan dengan kuret dengan sapuan horizontal.


26

5. Penyingkiran epitel penyatu: Penyingkiran epitel penyatu hanya dilakukan pada kuretase subgingival. Kuret kemudian diselipkan lebih dalam sehingga meliwati epitel penyatu sampai ke jaringan ikat yang berada antara dasar saku dengan krista tulang alveolar. Dengan gerakan seperti menyekop ke arah permukaan gigi jaringan ikat tersebut disingkirkan. 6. Pembersihan daerah kerja: Daerah kerja diirigasi dengan akuades (aquadest) untuk menyingkirkan sisa sisa debris. 7. Pengadaptasian: Dinding saku yang telah dikuret diadaptasikan ke permukaan gigi dengan jalan menekannya dengan jari selama beberapa menit. Namun apabila papila interdental sebelah oral dan papilla interdental sebelah vestibular terpisah, untuk pengadaptasiannya dilakukan penjahitan

- Teknik ENAP (Excisional New Attachment Prosedure) Teknik Modifikasi Prosedur Perlekatan Baru dengan Eksisi (Modified Excisional New Attachment Procedure/MENAP) adalah modifikasi dari teknik ENAP (Ecxisional New Attachment Procedure) yang dikembangkan oleh U.S. Naval Dental Corps (Dinas Kesehatan Gigi angkatan Laut Amerika Serikat). Tehnik ini pada dasarnya merupakan kuretase subgingival yang dilakukan dengan menggunakan skalpel. (Manson, Eley, 1993)

Indikasi : 1. Poket supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai dengan 5,0 mm) yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan lebar yang adekuat dan tebal. 2. Poket pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.

Kontraindikasi : a) Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat. b) Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi. (Carranza, 2002)

27

Menurut Yukna (1978) tahapan teknik ENAP adalah sebagai berikut: 1. 2. Asepsis dan isolasi daerah kerja Anestesi: Sebelum pembedahan terlebih dulu diberikan anestesi local yang sesuai. 3. Pembuatan insisi pertama: Insisi pertama adalah berupa insisi bevel kedalam/terbalik (internal/reverse beveled incision) pada permukaan vestibular dan oral. Insisi dilakukan dengan skalpel/pisau bedah, dimulai dari tepi gingiva ke arah apikal menuju krista tulang alveolar. Pada waktu melakukan insisi di permukaan interproksimal harus diusahakan agar sesedikit mungkin papila interdental yang terambil. Pada tehnik ini tidak ada pembukaan flep. 4. Pembuatan insisi kedua: Insisi kedua dilakukan mulai dari dasar saku melalui serat krista alveolaris (dan pada permukaan proksimal melalui juga serat transeptal) ke krista tulang alveolar. 5. Penyingkiran jaringan yang tereksisi: Jaringan yang telah tereksisi disingkirkan dengan jalan pengkuretan. 6. Scalling dan root planning: Pada sementum akar yang tersingkap dilakukan scalling dan root planning. Dalam melakukan scalling dan root planning harus diperhatikan agar tidak sampai menyingkirkan jaringan ikat yang melekat ke sementum akar pada daerah 1- 2 mm koronal dari krista tulang alveolar. 7. Pembersihan daerah kerja: Daerah yang mengalami pembedahan dibilas dengan akuades atau larutan garam fisiologis. 8. Pengadaptasian: Tepi luka pada kedua sisi dipertautkan. Apabila tepi gingiva tidak bertaut rapat, plat tulang vestibular sedikit ditipiskan dengan jalan osteoplastik. 9. Penjahitan: Tepi luka dijahit di interproksimal dengan jahitan interdental. Luka sedikit ditekan dari arah oral dan vestibular selama 2 3 menit agar bekuan darah yang terbentuk tipis saja. 10. Pemasangan periodontal pack: periodontal pack dipasang menutupi luka bedah, dan dibuka seminggu kemudian.

28

Gambar 4. Teknik modifikasi prosedur perlekatan baru dengan eksisi. A. Daerah yang akan dieksisi; B. Keadaan setelah eksisi; C. Flep telah diposisikan; D. Setelah penyembuhan.

Gambar Excisional New Attachment Procedure

- Ultrasonic Kuretase Scaler ultrasonic digunakan untuk kuretase ultrasonic, disini getaran ultrasonic mengganggu kontinuitas jaringan, dan epitelnya diangkat. Ini juga mengubah fitur morfologi inti fibroblast. Metode ini telah terbukti sama efektifnya dengan metode manual tetapi terdapat penurunan peradangan dan pembuangan jaringan ikat yang lebih sedikit. (Shantipriya, Reddy, 2008)

29

5. Penyembuhan Setelah Kuretase Setelah dilakukan kuretase, gumpalan darah mengisi daerah poket, yang sama sekali atau sebagian tanpa lapisan epitel. Perdarahan juga terjadi di dalam jaringan dengan pembesaran kapiler dan kemudian terdapat banyak leukosit polimorfonuklear muncul di permukaan luka, hal ini diikuti oleh proliferasi cepat dari jaringan granulasi dengan penurunan jumlah pembuluh darah kecil sebagai jaringan yang dewasa. Perbaikan dan epitelisasi dari sulkus umumnya baru terjadi antara waktu 2 sampai 7 hari, dan perbaikan junctional epithelium terjadi paling cepat 5 hari setelah perawatan. Pembentukan serat kolagen yang belum matang terjadi dalam waktu 21 hari. Serat gingival yang sehat secara tidak sengaja terputus dari gigi, dan kerusakan epitel yang terjadi akan diperbaiki dalam proses penyembuhan (Caranza, 2002)

Klinis Penampilan Setelah Scalling dan Kuretase Segera setelah scalling dan kuretase gingival muncul perdarahan dan berwarna merah terang. Setelah satu minggu tampilan gingival berkurang atau menurun karena pengurangan ketinggian untuk pergeseran apical pada posisi margin gingival. Gingiva juga sedikit lebih merah dari biasanya tapi lebih baik dari hari sebelumnya. Setelah dua minggu dan dengan kebersihan mulut yang tepat oleh pasien, warna normal, konsistensi, tekstur permukaan, dan kontur dari gingival tercapai dan margin gingival ini juga disesuaikan dengan gigi (Caranza,1996).

d. Operkulektomi Operkulum adalah flap padat berserat yang mencakup sekitar 50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian dari molar ketiga pada mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai operculectomy, operculectomy dilakukan dengan menggunakan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting (Balaji, 2007).

30

Gambar : (1) Operculectomy pada bagian distal molar ketiga (2) Keadaan gigi molar ketiga setelah dilakukan

operculectomy

1. Indikasi dan Kontraindikasi - Indikasi : Adanya inflamasi pada daerah di sekitar operculum Pasien yang ingin mempertahankan giginya

- Kontraindikasi : Pericoronitis akut Adanya penyakit sistemik

2. Instrumentasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Alat dasar : kaca mulut, sonde, pinset KG, dan eskavator Pinset chirurgis Glass plate Akuades steril dan spuit Cotton roll dan tempat Alkohol 70% dan tempat Betadine antiseptic Neir beiken Semen spatel

31

10. Tampon dan tempat 11. Cotton pelet dan tempat 12. Periodontal probe 13. Periodontal pack (dressing) 14. Gunting 15. Scalpel

3. Prosedur dan Teknik Operculectomy Menurut Manson (1993), langkah-langkah melakukan operculectomy adalah sebagai berikut: 1. Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yang terlibat serta komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan. 2. Menghilangkan debris dan eksudat yang terdapat pada permukaan operkulum dengan aliran air hangat atau aquades steril. 3. 4. Usap dengan antiseptik Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan scaler dan debris di bawah operkulum dibersihkan 5. 6. Irigasi dengan air hangat/aquades steril Cek poket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe poket (false pocket atau true pocket). Lakukan probing pada semua sisi. 7. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi tidak perlu mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal. 8. Melakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan memotong bagian distal M3. Jaringan di bagian distal M3 (retromolar pad) perlu dipotong untuk menghindari terjadinya kekambuhan perikoronitis. Ambil seadekuat

mungkin. Penjahitan dilakukan jika trauma terlalu besar atau bleeding terlalu banyak. Teknik operkulektomi yang lain dapat dilakukan secara partial thickness mucogingival flap pada daerah lingual. Untuk daerah bukal juga dibuat insisi partial thickness flap dengan meninggalkan selapis jaringan. Partial thickness flap adalah flap yang dibuat dengan jalan menyingkap hanya sebagian ketebalan jaringan lunak yakni epitel dan selapis jaringan

32

ikat, tulang masih ditutupi jaringan ikat termasuk periosteum. Indikasi untuk dilakukannya teknik ini adalah flap yang akan ditempatkan ke arah apikal atau operator tidak bermaksud membuka tulang. Setelah dilakukan flap dapat dilakukan eksisi seluruh jaringan retromolar pad kemudian menyatukan flap bukal dan lingual dengan melakukan penjahitan. 9. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril.

10. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak mudah lepas. 11. Aplikasikan periodontal pack. Penggunaan periodontal pack bukan medikasi, namun menutupi luka (dressing) agar proses penyembuhan tidak terganggu. Dressing periodontal dulu mengandung zinc-oxide eugenol, namun sekarang kurang disukai karena dapat mengiritasi. Karena alasan itu, sekarang ini digunakan bahan dressing periodontal bebas eugenol. Dalam mengaplikasikannya harus hati-hati sehingga dapat menutupi daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental karena di situlah letak retensinya. Pada daerah apikal, periodontal pack diaplikasikan jangan melebihi batas epitel bergerak dan epitel tak bergerak dan mengikuti kontur. Pada daerah koronal jangan sampai mengganggu oklusi. Dengan demikian, retensi periodontal pack menjadi baik. 12. Instruksikan pada pasien agar datang kembali pada kunjungan berikutnya (kalau tidak ada keluhan, satu minggu kemudian). Pada kunjungan berikutnya, pack dibuka dan dievalusi keadaannya.

Pembuatan flap pada operculectomy akan menghasilkan hasil yang bagus apabila menggunakan electrosurgical scalpel dan radioscalpel loop: 1. Pisau bedah yang electrosurgical: keuntungan dari menggunakan pisau bedah yang electrosurgical adalah : a. Tidak ada keharusan untuk menerapkan tekanan untuk memotong jaringan sebagai dengan sebuah pisau bedah yang biasa dan karena itu , jaringan dapat memotong lebih akurat karena tidak terdapat atau geser lateral pergerakan flap.

33

b. Pendarahan dalam area ini berkurang dan visibilitasnya meningkat oleh karena koagulasi kapiler yang kecil 2. Radiosurgical loop: Metode ini adalah metode yang paling efisien untuk menghilangkan jaringan fibrous padat pada mucoperiosteal adalah dengan menggunakan loop radiosurgical. Loop radiosurgical ditempatkan di bawah flap sejauh mungkin di posterior dan kadang-kadang turun di sekitar permukaan distal gigi. sekarang ini diterapkan dan loop dipindahkan ke atas. Hal ini menyebabkan pemotongan sebagian besar jaringan. Setelah flap dihilangkan, jaringan gigi dipersiapkan untuk menghilangkan kripta distal. Loop ditempatkan di puncak jaringan sekitar cm distal ke mahkota dan pemotongan dilakukan ke bawah sehingga jaringan direncanakan ke bawah menuju garis gingiva. Hal ini membantu erupsi yang tepat dari gigi jika diposisikan dengan benar (Balaji, SM, 2007).

Gambar : Operculectomy dengan menggunakan radioscalpel loop

4. Respon Jaringan setelah dilakukan Operculectomy Permukaan dalam flap yang berkontak dengan tulang dan gigi akan mengalami inflamasi, demolasi, organisasi, dan pemulihan. Beku darah yang tipis, digantikan oleh jaringan granulasi dalam waktu satu minggu. Jaringan

34

akan masak menjadi jaringan ikat kolagen dalam waktu 2 5 minggu. Permukaan dalam flap akan bergabung dengan tulanguntuk membentuk mukoperiosteum yang menambah lebar daerah perlekatan gingival. Kira-kira 2 hari setelah operasi, epithelium akan mulai berproliferasi dari tepi flap ke atas luka jaringan ikat. Epitelium akan bergeser ke apical dengan kecepatan 0,5 mm perhari untuk membentuk pertautan epithelium yang baru. Perlekatan epithelium yang masak terbentuk dalam waktu 4 minggu. Perlekatan jaringan ikat akan terbentuk kembali antara jaringan marginal dan sementum akar dari tepi tulang sampai ke dasar epithelium jungsional. Dengan cara ini epithelium jungsional tidak akan bermigrasi lebih apical lagi. Kebersihan mulut yang baik sangat diperlukan selama periode pemulihan ini.

2.2.4 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Tindakan Bedah a. Persetujuan pasien Pada saat rencana perawatan periodontal dijelaskan kepada pasien, sebaiknya pasien diberitahu bahwa pembedahan mungkin merupakan bagian dari rencana perawatan. Pasien harus benar benar memahami keuntungan dan resiko yang mungkin terjadi atau komplikasi dari prosedur prosedur yang dianjurkan. Alternatif pembedahan ini harus dijelaskan dengan cermat kepada pasien, sehingga pasien dapat memberikan persetujuan pasien sebaiknya tertulis dan dicatat dalam rekam medik (Fedi, 2004). b. Kontraindikasi Bedah Periodontal Ada beberapa alasan mengapa pembedahan periodontal tidak dapat dilakukan. Adanya masalah kesehatan tertentu ( seperti diabetes atau tekanan darah yang tidak terkontrol ) atau pasien yang memerlukan compromised medis dapat membuat pembedahan periodontal tidak dapat dianjurkan. Riwayat kesehatan menyeluruh harus diperiksa sebelum melakukan perawatan. Pengendalian plak yang baik harus diinstruksikan kepada pasien agar pembedahan periodontal dapat berhasil. Besarnya kerusakan jaringan periodontal harus

dipertimbangkan. Pembedahan untuk merawat kerusakan jaringan periodontal yang hebat bahkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat,

35

bukannya memperbaiki jaringan agar kembali ke kondisi yang sehat,nyaman bagi pasien dan berfungsi baik (Fedi, 2004). c. Pengendalian Infeksi / terapi Fase 1 Terapi pengendalian infeksi ( disebut juga Persiapan Awal atau Fase 1 ) harus telah diselesaikan sebelum keputusan akhir untuk melakukan pembedahan diambil. Terapi ini adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam terapi periodontal (Fedi, 2004). d. Pengendalian Kecemasan Kecemasan yang dirasakan oleh pasien umumnya dapat dikendalikan dengan sikap yang tenang dan penuh perhatian dalam merawat pasien. Ahli bedah periodontal selayaknya memiliki ketenangan dan kepercayaan diri bahwa dia mampu mengerjakan prosedur bedah dengan baik. Pada sejumlah kecil pasien, kecemasan hanya dapat dihilangkan melalui pemberian obat obatan tranquilizer atau sedasi (Fedi, 2004). e. Antibiotik Pramedikasi dengan antibiotik yang tepat harus dilakukan untuk pasien yang mempunyai kondisi sistemik. Sejumla kecil bukti bukti mendukung konsep profilaksis antibiotic untuk mencegah infeksi setelah bedah periodontal. Penggunaan antibiotic berspektrum luas untuk menekan jumlah plak dan meningkatkan penyembuhan setelah prosedur cangkok tulang mempunyai keuntungan (Fedi, 2004). f. Asepsis Pembedahan periodontal mutlak dilakukan dalam kondisi asepsis. Rongga mulut memang tidak dapat disterilkan, tetapi tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dan menghalangi masuknya bakteri dari lingkungan luar ke dalam mulut pasien (Fedi, 2004). g. Anestesi Bedah periodontal biasanya dilakukan di bawah anastesi local. Ahli bedah periodontal sebaiknya menggunakan dosis anestesi lokal minimal yang dibutuhkan untuk menjaga kenyamanan pasien selama prosedur pembedahan. Dokter juga harus menyadari bahwa dosis, metode penyuntikan dan

36

vaskularisasi di tempat penyuntikan dapat mempengaruhi pasien. Dosis maksimal lidokain hidroklorida pada orang sehat apabila digunakan bersama sama vasokonstriktor adalah 3,2 mg per pon berat badan. Ampul lidokain hidroklorida 2% 1,8 ml mengandung 36 mg lidokain hidroklorida ( 20 mg per ml ). Konsentrasi epinefrin tidak perlu melebihi 1 : 100.000 (0,01 mg/ml) dalam obat obatan anastetikum yang digunakan pada bedah periodontal. Dosis maksimum epinefrin untuk pasien dewasa yang sehat adalah 0,2 mg epinefrin per satu kunjungan ( 10 ampul lidokain dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 ). Pasien yang mempunyai masalah krdiovaskular yang berat tidak boleh diberi epinefrin lebih dari 0,04 mg per satu kunjungan ( 2 ampul anestetikum 1,8 ml dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 ) (Fedi, 2004). h. Rencana Pembedahan Sebelum melakukan pembedahan, dokter gigi sebaiknya mempelajari dahulu gambaran radiografik dan informasi mengenai kedalaman probing,jumlah gingival cekat dan berkeratin serta kontur tulangnya. Data data ini sangat berguna untuk merencanakan dan melakukan prosedur pembedahan secara tepat. Dokter gigi juga harus siap untuk mengubah rencana perawatan jika ditemukam masalah yang tak terduga dan dokter gigi harus menyadari adanya variasi bentuk anatomi yang dapat mempengaruhi rencana pembedahan (Fedi, 2004). i. Instrumentasi dan Desain Flap Alat pemotong dan root planning harus dalm keadaan steril dan tajam. Instrument yang tumpul akan menyebabkan trauma pada jaringan, mempersulit penyembuhan dan menghambat pekerjaan operator. Pada desain flap, insisi pengendoran vertical ( vertical relaxing incision ) atau perluasan insisi kea rah lengkung palatum atau sepanjang pelat alveolar lingual rahang bawah sebaiknya dihindarkan. Insisi jenis ini, terutama di daerah palatum atau sepanjang pelat alveolar lingual rahang bawah sebaiknya dihindarkan. Insisi jenis ini, terutama di daerah palatum, yang akan memutus pasokan darah ke jaringan yang terletak di medial dan insisi. Selain itu, arteri palatina major dapat terpotong bila insisi vertical dilakukan di bagian posterior

37

palatum. Perdarahan yang banyak dari pembuluh ini dapat menjadi masalah besar. Insisi ini sulit dijahit dan lama penyembuhannya, disertai rasa tidak nyaman pada pasien, khususnya insisi di rahang bawah. Pandangan yang jelas kea rah daerah operasi sangat penting untuk dipertahankan sepanjang waktu pembedahan. Darah dan saliva dapat dibersihkan dari daerah kerja dengan aspirator atau penekanan intermitten menggunakan tampon kasa yang lembab dan irigasi berkala (Fedi, 2004). j. Pengendalian Perdarahan Banyaknya kehilangan darah selama bedah periodontal bervariasi. Menurut penelitian, kehilangan darah berkisar antara 16 592 ml dalam setiap prosedur pembedahan. Ini berarti rata rata kehilangan darah per gigi kurang lebih 24 ml. Perdarahan selama prosedur resektif dapat dikontrol dengan menekan tampon yang telah dibasahi larutan saline di daerah perdarahan. Tekanan yang diberikan sebaiknya cukup kuat untuk mengatasi tekanan kapiler atau arteriola, tetapi jangan sampai menyebabkan kerusakan jaringan. Penggunaan epinefrin secara topikal tidak dianjurkan untuk menghentikan perdarahan. Epinefrin dapat masuk dengan cepat ke dalam sirkulasi darah sistemik dan menyebabkan kenaikan tekanan darah yang cukup besar, aritmia jantung, serta fibrasi ventricular. Sejumlah obat-obatan dapat digunakan untuk meghentikan perdarahan yang tidak dapat diatasi dengan penekanan saja. Pita selulosa oksidasi-Trombin (Surgicel) dapat diletakkan di atas daerah perdarahan dengan tekanan ringan. Pita ini dapat diaplikasikan kembali bila perlu dan akan diresorpsi dalam waktu yang pendek. Hemostat kolagen mikrofibriler (MCH-Avitene) adalah agen hemostatik lain yang efektif. Bahan ini kering, steril, berupa potongan seperti kapas, diletakkan di daerah perdarahan dengan pinset sesuai dengan yang dibutuhkan. Agen ini dapat diresorpsi oleh tubuh dan tidak menyebabkan reaksi tubuh yang merugikan atau reaksi sistemik (Fedi, 2004). k. Penutupan Luka Pentupan luka sangat penting untuk mencapai keberhasilan prosedur perlekatan baru dan pencangkokan tulang. Flap sebaiknya di desain sedemikian rupa

38

sehingga memudahkan penutupan luka primer di daerah interproksimal (Fedi, 2004). l. Penjahitan Penjahitan dilakukan dengan tujuan : 1. Menghasilkan penutupan luka yang baik 2. Mempertahankan posisi jaringan 3. Mengendalikan perdarahan 4. Membantu mengurangi rasa sakit setelah operasi Prinsip prinsip dasar yang harus dilakukan agar penjahitan berhasil baik adalah : 1. Buatlah penjahitan sesedikit mungkin, sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 2. Berikan tegangan yang cukup pada jahitan untuk menahan jaringan pada tempatnya, tetapi jangan sampai terlalu kuat sehingga menyebabkan nekrosis jaringan. Penjahitan yang terlalu kuat juga menyebabkan robeknya jaringan flap. 3. Apabila memungkinka, lakukan penjahitan pada jaringan berkeratin. 4. Usahakan agar jaringan yang ditusuk oleh jarum cukup tebal, sehingga tidak menyebabkan robeknya jaringan karena benang jahit. Jarum yang di rekomendasika untuk bedah periodontal adalah jarum steril no. 0 4 atau 0 5, berbentuk atau 3/8 lingkaran dengan ujung pemotong terbalik atau runcing (Fedi, 2004). m. Pemasangan Dressing Dressing periodontal digunakan sesudah pembedahan untuk : 1. 2. 3. Melindungi daerah luka Member rasa nyaman pada pasien Membantu mempertahankan flap pada tempat yang semestinya Dua jenis dresing yang paling sering digunakan adalah dresing oksida seng eugenol dan oksida seng non eugenol. Dresing non eugenol adalah dresing yang paling popular, sementara dresing eugenol mulai sulit untuk diperoleh. Dresing awal ini dibiarkan terpasang selama kira kira 1 minggu.

39

Pada saat dresing dilepas, seluruh daerah bekas operasi dibilas dengan air hangat atau hydrogen peroksida yang telah di campur air (Fedi, 2004). n. Dapat meliputi teknik pembedahan, setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Teknik pembedahan harus disesuaikan dengan keadaan pasien tersebut. Pemilihan teknik yang benar akan mempengaruhi dari proses penyembuhan setelah operasi. Contohnya didalam buku Carranza (2002) menyebutkan bahwa penggunaan elektrosurgikal harus dibatasi untuk prosedur yang superfisial seperti penghapusan pembesaran gingiva, gingivoplasty, relokasi frenum dan perlekatan otot, dan sayatan dari abses periodontal dan flap pericoronal, prosedur ini harus dilakukan sangat hati-hati untuk menghindari kontak langsung antara elektroda dan permukaan gigi. Tindakan ini tidak boleh digunakan untuk prosedur yang melibatkan kedekatan dengan tulang, seperti operasi flap, atau operasi mucogingival.

40

BAB 3 KESIMPULAN

Fase II (fase bedah) adalah kelanjutan dari evaluasi respon terapi fase I yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Sebelum melakukan suatu tindakan bedah, operator harus memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu keberhasilan dalam perawatan, misalnya teknik dan prosedur perawatan, pengendalian kecemasan, kontrol perdarahan, dan lain-lain. Terdapat beberapa macam perawatan yang dilakukan pada fase II atau perawatan bedah sederhana dengan indikasi-kontraindikasi serta macam-macam tekniknya yang berbeda-beda, perawatan tersebut yaitu antara lain : 1. Gingvektomi adalah eksisi gingival, dengan membuang dinding poket, menyediakan lapang pandang dan akses untuk membersihkan kalkulus dan kehalusan akar. Bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingival sehingga didapat gingival yang fisiologis, fungsional, dan estetik baik 2. Kuretase adalah pengerokan dinding gingival pada poket periodontal untuk memisahkan jaringan lunak yang sakit. 3. Operculectomy adalah pengambilan operkulum secara bedah. 4. Gingivoplasty adalah prosedur periodontal dalam menangani kelainan gingiva yang tidak disertai dengan pembentukan poket. Gingiva dibentuk kembali untuk menciptakan bentuk anatomi yang benar. Setelah dilakukan perawatan, akan terdapat suatu respon jaringan secara klinis maupun histologis. Secara klinis, hal tersebut dilihat pada saat fase evaluasi sehingga dapat disimpulkan bahwa perawatan tersebut telah berhasil dan mengarah ke tanda-tanda penyembuhan atau sebaliknya.

41

DAFTAR PUSTAKA

1.

Amorim, Jose C.F. et al. 2006. Jurnal Clinical Study of the Gingiva Healing after Gingivectomy and Low-Level Laser Therapy. Bathla, Shalu. 2011. Periodontics Revisited. New Delhi: Jaypee Brother medical publisher Balaji, SM. 2007. Textbook of oral and maxillofacial surgery. India: Elsevier Carranza FA Jr.1996. Gingival curettage,in: Carranza FA Jr & Newman MG(eds), Clinical Periodontology, 8th edition, Philadelphia, WB Saunders Co., p: 451-46 Carranza. 2002. Clinical Periodontology 9th edition. Philadelphia: W. B Saunders Company Fedi, P.F., Vernino, A.R., dan Gray, J.L., 2004, Silabus Periodonti. Jakarta : EGC Fedi, P.F., Vernino, A.R., dan Gray, J.L., 2005, Silabus Periodonti. Jakarta : EGC Manson, J.D. dan Eley, B.M., 1993, Buku Ajar Periodonti, ed 2. Alih bahasa : drg. Anastasia S. Jakarta : Hipocrates Newman, Takei, Klokkevold, Carranza. 2006. Carranzas Clinical Periodontology. 10th edition. Philadelphia: W. B Saunders Company

2.

3. 4.

5.

6.

7.

8.

9.

10. Ruhadi, iwan dan Izzatul Aini. 2005. Jurnal Kekambuhan gingivitis hiperplasi setelah gingivektomi 11. Shantipriya, Reddy. 2008. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics Second Ed. New Delhi: Ajanta Offset & Packagings Ltd. 12. SH Moghim, M. Chalabi, dkk. (2007) Prevalence of Epstein-Barr Virus Type 1 in Patients with Chronic Periodontitis by Nested-PCR. Pakistan Journal of Biological Science 10(24): 4547-4550 13. Vernino, Arthur R, et all. 2008. The Periodontic syllabus. Fifth edition. Philladelphia: The Point

42

14. Widyastuti, Ratih. (2009) Periodontitis: Diagnosis dan Perawatannya. Jurnal ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi vol.6 no.1 15. Yukna RA. 1978. Longitudinal evaluation of the Excisional New Attahment Procedure in humans, J Periodontal; 49: 142-4.

43

LAMPIRAN

a. Probe Marquis b. Probe UNC c. Probe William d. Probe Michigan O e. Probe WHO
f.

Sickle (a), kuret (b),


file (c), chisel (d), hoe (e)

Kuret Universal (a), kuret Gracey (b)

44

45

46

Pocket Marking Forcep (PMF)

Kirkland knife (a), Orban Knife (b)

47

Goldman-Fox #16 scissors (A), Nippers (B)

Elektrosurgery (surgical diathermy)

48

49

Kirkland Knife

Kirkland dan Orban Knife

Swan-Morton

50

Anda mungkin juga menyukai