Anda di halaman 1dari 4

Temporomandibular Joint

Tanda dan gejala Temporomandibular Disorders (TMD) sangat umum ditemukan.


Beberapa diantaranya muncul sebagai gejala yang signifikan sehingga pasien berusaha untuk
mencari pengobatan. Namun banyak juga yang tidak memberikan gejala yang jelas sehingga
diabaikan oleh pasien. Oleh karena itu perlu diketahui pemeriksaan TMJ dengan tepat
(Suhartini, 2011).
Pemeriksaan TMJ dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(gambaran radiograf). Pemeriksaan fisik pada TMJ adalah mengukur jarak perpindahan
mandibula, palpasi, dan deteksi bunyi sendi (auskultasi TMJ). Pemeriksaan jarak perpindahan
mandibular tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesulitan/keterbatasan saat
mandibular digerakkan. Sementara itu, pemeriksaan palpasi dilakukan untuk mengetahui
kesimetrisan pergerakan sendi dan ada atau tidaknya rasa nyeri saat dilakukan palpasi.
Sedangkan, pemeriksaan auskultasi bertujuan untuk mengetahui bunyi sendi yang
ditimbulkan akibat adanya kelainan TMJ. Pemeriksaan auskultasi TMJ ini dapat
menggunakan light digital palpation atau menggunakan stetoskop. Pada pemeriksaan standar
TMJ dokter gigi menggunakan stetoskop untuk mendeteksi adanya bunyi TMJ (Suhartini,
2011).
Pemeriksaan TMJ dapat diawali dengan anamnesa terhadap pasien. Tujuan anamnesis
dan pemeriksaan penyaring adalah untuk identifikasi pasien dengan tanda dan gejala
subklinis dimana pasien mungkin tidak berhubungan dengan gangguan yang diderita, namun
umumnya terkait dengan gangguan fungsional system pengunyahan (contohnya sakit kepala,
telinga). Anamnesis penyaring terdiri dari beberapa pertanyaan yang akan membantu
orientasi klinisi pada TMD. Beberapa pertanyaan dapat ditanyakan secara langsung oleh
klinisi atau dapat dimasukkan sebagai pelengkap dalam kuesioner kesehatan umum dan gigi
pasien sebelum masuk ke ruang periksa dokter gigi. Setelah riwayat diperoleh melalui diskusi
mendalam dengan pasien, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis melaluipemeriksaan
TMJ. Pemeriksaan akan mengidentifikasi berbagai variasi dari system mastikasi yang normal,
sehat beserta fungsinya (Suhartini, 2011).
Keadaan TMJ yang normal yakni posisi kondilus mandibularis berada pada sentral fossa
mandibularis dan menunjukkan oklusi sentrik yang memengaruhi fungsi fisiologis dari TMJ.
Menurut Angle, oklusi normal adalah oklusi klas I, dimana tonjol mesiobukal molar satu
rahang atas berada pada groove bukal molar satu rahang bawah. Sementara itu, oklusi normal
dapat terlihat dengan adanya angulasi mahkota, inklinasi mahkota, tidak adanya rotasi gigi,
kontak rapat (tight contact) dan levelling kurva spee yang disebut sebagai “six keys to normal
occlusion”. Sehingga, dengan adanya keenam kunci oklusi normal maka TMJ akan
menjalankan fungsinya secara fisiologis dan biomekanik dengan mengaktifkan otot-otot yang
berfungsi sempurna tanpa adanya gangguan (Ginting & Napitupulu, 2019).
Pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan ekstraoral selanjutnya dilakukan untuk melihat
apakah ada kelainan wajah seperti asimetri wajah dengan bantuan plat oklusal (Gambar 1a).
Pemeriksaan intra oral bertujuan untuk melihat kondisi gigi geligi penderita termasuk
didalamnya atrisi (Gambar 1b) dan palpasi otot intraoral. Pemeriksaan pembukaan mulut
maksimal (Gambar 1d) dan pergerakan rahang (Gambar 1c dan e) diukur menggunakan
kaliper digital dengan tujuan untuk mengetahui adanya deviasi/ defleksi dan atau
keterbatasan saat mandibular digerakkan. Pemeriksaan bunyi dilakukan dengan
menggunakan steteskop bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bunyi seperti kliking dan
krepitasi (Gambar 1f) sedangkan pemeriksaan palpasi ekstraoral (Gambar 1g) dilakukan pada
daerah persendian yakni pada lateral pole dan perlekatan posterior lalu palpasi otot ekstra oral
(Gambar 1h) meliputi otot temporalis, masseter, sternocleidomastoid, splenius capitis,
servikal posterior, trapezius (Ginting & Napitupulu, 2019).

Sumber: Pemeriksaan TMJ (Ginting & Napitupulu, 2019).


Pemeriksaan palpasi intra oral meliputi area lateral pterigoideus dan tendon dari
temporal. Tujuan dari pemeriksaan palpasi sendi, otot ekstraoral, dan otot intraoral yakni
untuk mengetahui ada tidaknya rasa nyeri saat dilakukan palpasi. Selanjutnya, hasil yang
diperoleh dilakukan skoring berdasarkan helkimo’s anamnestic index yang dikembangkan
Foncesa 1992 untuk mendapatkan derajat keparahan penderita berupa kelainan TMJ ringan,
sedang dan berat. Pada umumnya pergerakan mandibular normal berarti fungsinya tidak
terganggu, sebaliknya bila pergerakan mandibular terbatas biasanya menunjukkan adanya
masalah fungsi. Oleh karena itu satu indicator penting tentang sendi temporomandibular
adalah lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7 mm
gerakan ke lateral, dan 6 mm ke arah depan (muka) (Ginting & Napitupulu, 2019).
Pemeriksaan sendi temporomandibula dapat meliputi gerakan membuka dan menutup mulut.
Adapun prosedur yang umum dilakukan oleh dokter gigi, yaitu:
- Penderita didudukkan pada posisi istirahat
- Operator meletakkan kedua jari telunjuk di bagian luar meatus acusticus externa kiri
dan kanan penderita
- Penderita di instruksikan untuk membuka dan menutup mulutnya.
Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi di bagian luar meatus acusticus externa
atau bunyi clikcing pada saat membuka dan menutup mulut berarti pola pergerakan TMJ
normal. Jika ditemukan adanya kondisi tidak normal pada sendi temporomandibula, maka
dapat dilakukan terapi perbaikan sehingga dapat meminimalisir terjadinya efek yang lebih
parah. Terapi oklusal dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : (1) reversibel, dan (2)
ireversibel. Terapi oklusal reversibel secara temporer mengubah kondisi oklusal pasien dan
paling baik di lakukan dengan alat oklusal, yang dipakai untuk menciptakan perubahan posisi
mandibula dan pola oklusi. Posisi mandibula dan pola oklusi akan bergantung pada penyebab
dari kelainan. Ketika dilakukan penanganan aktivitas parafungsional, maka alat oklusal akan
menjadikan posisi mandibula dan oklusi dalam hubungan yang optimum sesuai dengan
kriteria. Maka ketika alat itu dikenakan, pola kontak oklusal dibuat sesuai dengan hubungan
kondile-diskus-fossa pasien. Dengan demikian alat oklusal memberikan stabilitas ortopedik.
Sedangkan, terapi oklusal ireversibel adalah penanganan yang mengubah secara permanen
kondisi oklusal, posisi mandibular atau keduanya. Contohnya adalah menggertakan selektif
dari gigi dan prosedur restoratif yang memodifikasi kondisi oklusal (Suhartini, 2011).

Daftar Pustaka
Ginting R., dan Napitupulu FMN. 2019. Gejala klinis dan faktor penyebab kelainan temporo
mandibular joint pada kelas I oklusi angle. Jurnal Kedokteran Gigi Unpad; 31(2):
108-119
Suhartini. 2011. Kelainan pada temporo mandibular joint (tmj). Jurnal Kedokteran Gigi
Unej; 8(2): 78-85

Anda mungkin juga menyukai