Anda di halaman 1dari 47

Laporan Tutorial

Untuk Memenuhi Tugas Skenario 1 Blok 8


Dosen Pembimbing drg. Peni Pujiastuti, M.Kes

Disusun oleh :
KUNTI SOLIHAH (171610101100)
SEKAR MAULIDYAH (171610101101)
VINDA MAGDALENA DRAJAT M. (171610101102)
ILHAM NUR IMAN BAIHAQI (171610101103)
AFIF MAULANI AL FATTAH (171610101104)
ADELLIA CHARISMA PUTRI (171610101105)
DELLA FAIQOTUL FITRI (171610101106)
RISKA MAKRIFATUL A’YUNI (171610101107)
MILADATUS SYAFIYAH (171610101108)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018

1
SKENARIO 1

PENYAKIT JARINGAN KERAS GIGI


( drg. Dwi Merry Ch.R )

Seorang wanita usia 25 tahun datang ke RSGM karena sudah 2 hari gigi belakang kanan
bawahnya sakit cekot-cekot tanpa sebab. Dari hasil anamnesa diketahui bahwa gigi tersebut berlubang
sudah 6 bulan yang lalu tetapi terasa linu jika minum dingin saja, tapi lama kelamaan terasa sakit
spontan yang hilang timbul. Pemeriksaan klinis menunjukan gigi 12, 21 karies enamel klas III dibagian
distal, gigi 25 karies dentin klas II dibagian mesial, gigi 36 karies dentin klas V, dan gigi 46 karies klas I
yang sudah melibatkan pulpa (profunda perforasi) dengan saluran akar mesial masih vital, sedangkan
saluran akar distal sudah non vital. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan radiografi
periapikal pada gigi 46. Hasil rontgen foto gigi 46 menunjukan adanya gambaran radiolusen pada
mahkota gigi hingga mencapai tanduk pulpa dan nampak adanya pelebaran space ligamen periodontal
pada apikal akar gigi.

2
PEMBAHASAN

STEP 1

1. Karies enamel : karies yang baru mengenai enamel sampai DEJ, biasanya ditandai dengan bercak
putih atau coklat karena materi disekitarnya terserap oleh pori-pori.
2. Karies dentin : karies yang merupakan kelanjutan dari karies enamel dan sudah mencapai dentin,
perubahan warnanya lebih terlihat karena sudah banyak bakteri yang menempel disekitar dentin,
terasa sakit jika ada rangsangan.
3. Pelebaran space ligamen periodontal : celah antara sementum gigi dan tulang alveolar mengalami
pelebaran, digambaran radiografi radiolusennya nampak lebih banyak.
4. Radiografi periapikal : gambaran radiografi gigi dari pandangan bukal yang nampak sampai
akar. Peri = sekitar, apeks = ujung akar (yang menampakan hingga area sekitar ujung akar). Hasil
foto dari satu atau beberapa gigi. Gambaran yang lebih detail dari radiografi panoramik.
5. Radiolusen : hasil gambaran radiografi yang nampak gelap, menunjukan gambaran jaringan
lunak.
6. Vital : jaringan yang aktif, atau masih hidup.
7. Karies klas I : karies yang mengenai permukaan oklusal gigi, dibagian pit atau fisure gigi
posterior.
8. Karies klas II : karies yang mengenai daerah proximal gigi posterior, yang dibawah titik kontak.
Bentuk lesi karies ini biasanya elips. Dibedakan menjadi 1) karies mesiooklusal 2) distooklusal
3) mesiookluso distal
9. Karies klas III : karies yang mengenai daerah proximal gigi anterior, posisinya dibawah titik
kontak. Bentuk lesinya bulat atau cekung. Belum mengenai incisal edge.
10. Karies klas V : karies yang mengenai bagian facial atau lingual gigi pada 1/3 gingiva pada
seluruh gigi baik posterior maupun anterior
11. Karies profunda perforasi : karies yang sudah mengenai sampai ruang pulpa, merupakan stadium
3 dari karies profunda.

3
STEP 2

1. Bagaimana mekanisme terjadinya karies ?


2. Apa saja jenis-jenis karies ?
3. Sebutkan faktor penyebab karies !
4. Apa hubungan kerusakan ligamen periodontal dengan karies ?

STEP 3
1. Terjadinya karies berawal dari plak. Awalnya terbentuk pelikel secara alami, bakteri nempel di
pelikel (dari GCF dan saliva). Bakteri bermetabolisme. Ph menjadi asam (karena glukosa dan
sukrosa yang terfermentasi menjadi asam piruvat dan asam laktat) menjadi dibawah 5,5 dalam
mulut. Jika dibiarkan terus menerus dan tidak diimbangi dengan proses remineralisasi akan
menjadi karies. Struktur enamel ada kristal hidroksiapatit akan terlarut, yang terlatur adalah
kalsium, fosfat, dan gugus hidroksi. Bakteri yang sering berperan adalah S.Mutans dan
Accidopylus.
2. Karies berdasarkan kedalaman :
a. Superficialis ( menganai bagian enamel)
b. Media ( mengenai ½ dentin)
c. Profunda ( mengenain lebih dari ½ dentin ) ; stadium 1 (setengah dentin), 2 (masih ada
selapis tipis diatas pulpa), 3 (karies profunda perforasi)

Karies berdasarkan klasifikasi G.V. Black

a. Klas I : permukaan oklusal gigi posterior


b. Klas II: proximal gigi posterior
c. Klas III: proximal gigi anterior
d. Klas IV: proximal gigi anterior, meluas ke incisal edge
e. Klas V : facial/lingual pada 1/3 gingiva
f. Klas VI : cusp gigi posterior, incisal gigi anterior

Karies berdasarkan keparahan dan kecepatan serangan

a. Arrested caries : karies terhenti – jika ada perbaikan diet,dll

4
b. Rampan caries : karies pada gigi sulung
c. Secondary caries : disekitar jaringan tumpatan

3. Faktor :
1. faktor utama
a. substrat (karbohidrat – sukrosa dan laktosa)
b. mikroorganisme (S.Mutans dan Accidopylus)
c. host (gigi dan saliva)
d. waktu
2. faktor sekunder
a. kebersihan diri
b. pola makan
c. jenis saliva

4. Hubungan

Karies dentin - karies profunda – karies profunda perforasi – peradangan pulp - saluran akar -
foramen apikal – ligamen periodontal

STEP 4

MAPPING Commented [L1]:

ENAMEL

BAKTERI PLAK PULPITIS


DENTIN REVERSIBLE

KARIES
PULPA
PULPITIS
IRREVERSIBLE
5
STEP 5
1. Bagaimana mekanisme terjadinya karies ?
2. Apa saja jenis-jenis karies ?
3. Sebutkan faktor penyebab karies !
4. Apa hubungan kerusakan ligamen periodontal dengan karies ?
5. Bagaimana perbedaan gambaran klinis, radiografis dan HPA serta gejala klinis pada masing-
masing karies ?
6. Sebutkan macam-macam penyakit pulpa !
7. Bagaimana mekanisme penyakit pulpa ?
8. Bagaimana perbedaan gambaran klinis, radiografis dan HPA serta gejala klinis pada penyakit
pulpa?

STEP 7

1. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus mutans adalah karies gigi. Ada
beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah gula, air liur, dan juga
bakteri pembusuknya. Setelah mengkonsumsi sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah
sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket
(kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak
pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus
mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat,
hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Willett
dkk., 1991; Ari, 2008).
Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolism
glikolisis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi anaerob adalah
asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH
sampai batas tertentu sehingga dapat menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi
mendorong kearah pembentukan suatu rongga atau lubang. Streptococcus mutans ini yang
mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyl transferase diatas permukaannya yang dapat
menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat
mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan
glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut
dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri streptococcus mutans untuk berkembang dan
membentuk plak gigi. Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul
6
glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan
amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan
menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau
lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi (Willett dkk.,1991; Kidd dkk 1992 ; Kawai dan
Urano, 2001; Samaranayake, 2002 ; Ari, 2008).
Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara glukan, dimana
produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor virulensi yang penting,
glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase.
Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi
glukan. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan fruktosyl
transferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat sukrosa yang digunakan untuk
sintesa glukan dan fruktan atau levan (Jawetz dkk., 1996; Kawai dan Urano, 2001; Regina,
2007). Koloni Streptococcus mutans yang ditutupi oleh glukan dapat menurunkan proteksi dan
daya antibakteri saliva terhadap plak gigi (Regina, 2007).

Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga konsentrasi asam pada
permukaan enamel meningkat. Asam akan melepaskan ion hidrogen yang bereaksi dengan kristal
apatit dan merusak enamel, berpenetrasi lebih dalam ke dalam gigi sehingga kristal apatit
menjadi tidak stabil dan larut (Carvalho dan Cury, 1999; Regina, 2007). Selanjutnya infiltrasi
bakteri aciduric dan acidogenik pada dentin menyebabkan dekalsifikasi dentin yang dapat
merusak gigi. Hal ini menyebabkan produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga
menjadi asam dan kondisi ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus berlanjut
(Regina, 2007). Perlekatan bakteri karena adanya reseptor dextran pada permukaan dinding sel,
sehingga mempermudah interaksi intersel selama formasi plak. Dextran berhubungan dengan
kariogenik alami bakteri (Regina, 2007). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang
berkembang dalam suatu plak, yang virulensinya tergantung koloni dan produk-produk yang
dihasilkan bakteri (Steinberg dan Eyal, 2001).

Mekanisme terjadinya karies terdiri dari 3 teori, yaitu teori protheolysis, proteolitic-
chelation dan chemoparasitic atau disebut juga dengan teori asidogenik. Teori asidogenik
menjelaskan bahwa pernbentukankaries gigi disebabkanolehasamyang dihasilkan oleh aksi
mikroorganisme terhadap karbohidrat. Reaksi ini ditandai dengan dekalsifikasi
komponeninorganikdilanjutkanoleh disintegrasi substansi organik yang berasal dari gigi.

a. Teori Asidogenik

7
Miller (1882) menyatakan bahwa kerusakan gigi adalah proses kemoparasiter yang terdiri
atas dua tahap, yaitu dekalsifikasi email sehingga terjadi kerusakan total email dan dekalsifikasi
dentin pada tahap awal diikuti oleh pelarutan residunya yang telah melunak. Asam yang
dihasilkan oleh bakteri asidogenik dalam proses fermentasi karbohidrat dapat mendekalsifikasi
dentin, menurut teori ini, karbohidrat, mikroorganisme, asam, dan plak gigi berperan dalam
proses pembentukan karies.

b. Teori Proteolitik

Gottlieb (1944) mempostulasikan bahwa karies merupakan suatu proses proteolisis bahan
organik dalam jaringan keras gigi dan produk bakteri. Mikroorganisme menginvasi jalan organik
seperti lamela email dan sarung batang email, serta merusak bagian-bagian organik ini.
Proteolisis juga disertai pembentukan asam.

c. Teori Proteolisis Kelasi

Teori ini diformulasikan oleh Schatz (1955). Kelasi adalah suatu pembentukan kompleks
logam melalui ikatan kovalen koordinat yang menghasilkan suatu kelat. Teori ini menyatakan
bahwa serangan bakteri pada email dimulai oleh mikroorganisme yang keratinolitik dan terdiri
atas perusakan protein serta komponen organik email lainnya, terutama keratin. Ini menyebabkan
pembentukan zat-zat yang dapat membentuk kelat dan larut dengan komponen mineral gigi
sehingga terjadi dekalsifikasi email pada PH netral atau basa.

2. Jenis-jenis Karies
1. Berdasarkan letak anatomis

a. Karies Pit dan Fissure


8
 Karies pit dan fissure berkembang pada permukaan oklusal molar dan premolar, pada
permukaan bukal dan lingual dari molar dan permukaan palatal dari insisif maksila.
 Bentuk, variasi morfologi dan kedalaman pit serta fissure berkontribusi atas kerentanannya
terhadap karies
 Enamel yang lebih dalam memiliki karakteristik yang tipis dan jarang sehingga dentin lebih
mudah terekspos
 Pit dan fissure yang terkena karies sebelumnya nampak cokelat atau hitam dan terasa lembut
dan ‘menangkap’ titik explorer yang baik.
 Tempat masuk nampak lebih kecil daripada lesi sebenarnya, sehingga membuat diagnosis
klinis menjadi lebih sulit.
 Lesi karies dari pit dan fissure berkembang dari serangan pada dindingnya
 Dalam cross-section, penampilan lesi fissure dan pit seperti “V terbalik” dengan pintu masuk
sempit dan area perkembangan yang meluas ketika mendekati DEJ.

Morfologi fissure. NANGO (1960): berdasarkan urutan alfabet dari bentuknya, ada 4 tipe.

Tipe V&U: self cleansing dan resisten terhadap karies

Tipe U: celah sempit dengan dasar yang lebih besar yang meluas terhadap DEJ. Rentan terhadap
karies, juga memiliki beberapa cabang yang berbeda.

Tipe K: juga rentan terhadap karies.

9
Gambar … Karies pit dan fissure (Munksgaard, 2015)

b. Karies permukaan halus


 Penempelan plak biasanya terjadi pada permukaan halus yang dekat gingiva atau di bawah kontak
proksimal
 Pada pasien belia gingival papilla sepenuhnya mengisi interproximal space di bawah kontak
proksimal dan dinamai col. Crevicular space yang terletak pada tempat ini merupakan tempat
yang paling tidak cocok untuk S. Mutans.
 Lesi memiliki area luas dan kerucut, atau perluasan runcing menuju DEJ
 V shape dengan apeks yang mengarah ke DEJ

10
Gambar 2 Karies permukaan halus (Munksgaard, 2015)

c. Karies enamel linear


 Karies enamel linear (odontoclasia) terjadi pada region neonatal line pada gigi anterior
maksila
 Garis yang merepresentasikan defek metabolis seperti hipokalsemia atau trauma saat
kelahiran dapat mempengaruhi karies, memicu kerusakan permukaan labial pada gigi
 Aspek morfologi pada tipe karies ini merupakan atypical dan menyebabkan kerusakan nyata
pada permukaan labial gigi insisif
d. Karies Permukaan akar
 Permukaan proksimal akar, dekat dengan garis servikal, seringkali tidak terpengaruh dengan
aksi prosedur hygiene, seperti flossing, karena bisa jadi mempunyai kontur permukaan
anatomis konkaf (fluting) dan sesekali kekasaran pada terminasi enamel.
 Kondisi ini, ketika dipasangkan dengan ekspos terhadap lingkungan oral (sebagai hasil dari
resesi gingiva), menguntungkan bagi formasi karis pemroduksi plak yang matur dan karies
permukaan akar proksimal
 Karies permukaan akar lebih banyak dijumpai pada pasien usia tua
 Karies yang bermula pada akar harus lebih diperhatikan karena:
1. karena termasuk karies dengan perkembangan yang cepat
2. seringkali asimtomatik
3. lebih dekat ke pulpa
4. lebih sulit untuk direstorasi
 Permukaan akar mengacu kepada enamel dan menyediakan formasi plak dengan
ketiadaannya oral hygiene yang bagus
11
 Sementum yang menutupi permukaan akar sangat tipis dan menyediakan resistensi yang kecil
terhadap serangan karies
 Lesi karies akar memiliki lebih sedikit margin well-defined, cenderung berbentuk U pada
cross-section, dan berkembang lebih cepat karena kekurangan pelindung berupa protein dan
enamel.

Gambar 3 Karies permukaan halus (Munksgaard, 2015)

2. Berdasarkan perkembangan karies

a. Karies akut
 Karies akut merupakan proses cepat yang melibatkan jumlah gigi yang banyak
 Lesi ini memiliki warna yang lebih terang daripada tipe lain, berwarna cokelat atau abu-abu,
dan konsistensi kaseosanya membuat ekskavasi menjadi sulit.
 Pulpa yang terekspos dan gigi sensitif seringkali ditemui pada pasien dengan karies akut.
 Telah dinyatakan bahwa saliva tidak dengan mudah mempenetrasi pembukaan yang kecil
pada lesi karies, jadi terdapat kesempatan yang kecil untuk buffering atau netralisasi.
b. Karies kronik
 Lesi ini biasanya long-standing involvement, mempengaruhi beberapa jumlah gigi dan lebih
kecil daripada karies akut.

12
 Rasa sakit bukan ciri lazim, karena proteksi yang disediakan oleh dentin sekunder terhadap
pulpa
 Dentin terdekalsifikasi berwarna cokelat gelap dan kasar
c. Karies arrested
 Karies yang menjadi stationer atau statis dan tidak menunjukkan kecenderungan untuk
perkembangan lebih lanjut
 Menyerang baik gigi decidui dan permanen
 Dengan perubahan pada kondisi oral, lesi advanced dapat menjadi arrested.
 Karies arrested yang melibatkan dentin menunjukkan tanda pigmentasi cokelat dan
pengerasan lesi (sehingga disebut ‘eburnation of dentin’)
 Sklerosis dari tubulus dentinalis dan formasi dentin sekunder seringkali terjadi.
 Seringkali Nampak dalam bentuk karies pada permukaan oklusal denan kavitas besar yang
terbuka yang kekurangan retensi makanan
 Nampak juga pada permukaan proksimal yang berdekatan dengan gigi yang telah diekstraksi

Gambar 4 Karies arrested (Munksgaard, 2015)

3. Virginity of Lesion

a. Karies primer (initial)


 Karies primer merupakan karies dengan lesi yang bermula pada permukaan gigi.
13
 Penyebutan karies ‘primer’ berdasarkan lokasi asal dari lesi pada permukaan daripada
keluasan kerusakan.
b. Karies sekunder (recurrent)
 Karies dengan tipe ini diamati sekitar edge gigi dan dibawah restorasi
 Lokasi lazim dari karies sekunder merupakan margin overhanging dan kasar serta tempat
fracture pada seluruh lokasi dalam mulut.
 Bisa disebabkan oleh adaptasi buruk dari restorasi, yang menyebabkan kebocoran margin,
atau bisa juga karena ekstensi inadequate dari restorasi.
 Sebagai tambahan, karies akan menetap selama tidak ada ekskavasi sepenuhnya pada lesi,
yang selanjutnya dapat muncul sebagai karies residual/recurrent.

Gambar 5 Karies sekunder (Munksgaard, 2015)

14
4. Berdasarkan perluasan karies

a. Karies incipient
 Lesi awal karies , yang terlihat pada permukaan halus gigi, Nampak sebagai ‘white spot’
 Secara signifikan, lesi dapat mengalami remineralisasi dan lesi bukan indikasi untuk
melakukan perawatan restorasi
 Lesi white spot seringkali dibingungkan dengan perkembangan defek putih dari formasi
enamel, yang dapat dibedakan dengan posisinya yang jauh dari margin gingiva, bentuknya
(tidak berhubungan dengan akumulasi plak), dan simetrisnya (karies ini biasanya
mempengaruhi gigi kontralateral)

Gambar 6 Karies incipient (Munksgaard, 2015)

b. Karies occult
 Bite wing dan radiograf OPG bersamaan dengan tambahan non-invasif seperti fiber optic
transillumination (FOTI), laser luminence, electrical resistance method (ERM) digunakan
untuk mendiagnosis lesi oklusal ini
 Lesi ini tidak berhubungan dengan mikroorganisme berbeda yang ditemukan pada lesi karies
lain
 Persentase adanya lesi karies ini dapat meningkat seiring dengan pertambahan usia
 Lesi karies occult biasanya nampak dengan kadar karies rendah yang sugestif untuk ekspos
terhadap peningkatan fluid saliva

15
 Ekspos peningkatan fluid mendorong remineralisasi dan menurunkan proses karies dalam pit
dan fissure enamel sementara kavitasi berlanjut ke dentin, dan lesi menjadi tertutup oleh
permukaan enamel yang utuh
 Lesi tersembunyi ini disebut fluoride bombs atau fluoride syndrome
 Karies occult merupakan defek pre-eruptif yang hanya dapat dideteksi dengan radiograf
c. Kavitasi
 Setelah mencapai DEJ, proses karies memiliki potensi untuk menyebar ke pulpa sepanjang
tubulus dentinalis dan juga menyebar ke arah lateral
 Beberapa aktivitas rasa nyeri (sensitivitas) dapat dihubungkan dengan tipe lesi ini

Gambar 7 Kavitasi (Munksgaard, 2015)

16
5. Berdasarkan keterlibatan jaringan
a. Karies Initial
Demineralisasi tanpa defek struktural. Tahap ini dapat dikembalikan dengan fluoridasi dan
peningkatan oral hygiene
b. Karies superfisial
Karies enamel, defek struktural wedge-shaped. Karies mempengaruhi lapisan enamel, tetapi belum
sampai mempenetrasi dentin
c. Karies moderate
Karies dentin. Defek struktural ekstensif. Karies telah berpenetrasi sampai dentin dan menyebar
secara dua dimensi di bawah defek enamel di mana dentin memberikan resistensi yang kecil
d. Karies deep
Defek struktural yang dalam. Karies telah berpenetrasi menuju lapisan dentin yang dekat dengan
pulpa
e. Karies deep complicated
Karies yang menuju pembukaan kavitas pulpa (pulpa aperta atau pulpa yang terbuka)

17
6. Berdasarkan jalur perkembangan karies

Klasifikasi “forward-backward” dipertimbangkan sebagai representasi grafis dari jalan masuknya karies
dental.
ENAMEL
 Komponen pertama dari enamel yang terlibat dengan proses karies merupakan substansi
interprismatik. Unsur kimia yang rusak dapat berlanjut melalui substansi tersebut, menyebabkan
prisma enamel berkurang.
 Perkembangan karies yang berbentuk kerucut.
Pada dasar permukaan konkaf (pit dan fissure) menuju DEJ
Pada dasar permukaan konveks (permukaan halus) yang menjauhi DEJ.
DENTIN
 Komponen pertama yang terlibat dalam dentin adalah ekstensi protoplasmic dalam tubulus
dentinalis
 Ekstensi protoplasmic ini memiliki jarak maksimal pada DEJ, tetapi selama mendekati kamar
pulpa dan dinding kanal akar, tubulus menjadi tersusun rapat dengan lebih sedikit interkoneksi
 Kerucut karies dalam dentin memiliki dasarnya sendiri menuju DEJ
 Pembusukan bermula dalam enamel kemudian berkembang menuju dentin. Ketika kerucut karies
dalam enamel lebih besar atau memiliki ukuran yang sama dengan dentin, pembusukan ini
disebut forward decay (pit decay)
 Proses karies pada dentin lebih cepat daripada dalam enamel, jadi kerucut dentin menjadi
menyebar secara lateral mengurangi enamel. Sebagai tambahan, pembusukan ini dapat
menyerang enamel dari tempatnya di dentin. Pada tahap ini dinamakan backward decay
7. Berdasarkan jumlah permukaan gigi yang terlibat
a. Simple
Karies yang hanya melibatkan hanya satu permukaan gigi.
b. Compound

18
Karies yang hanya melibatkan dua permukaan gigi
c. Complex
Karies yang melibatkan lebih dari dua permukaan gigi
8. Berdasarkan kronologi

a. Karies early childhood


 Karies early childhood memiliki dua variasi: 1) Nursing caries dan 2) Rampant caries
 Perbedaan primer nampak pada perkembangan gigi (insisif mandibula) pada proses karies
dalam rampant caries, bertentangan dengan nursing caries

Gambar 8 Karies early childhood (Munksgaard, 2015)

19
Tabel 1. Klasifikasi karies early childhood. (Munksgaard, 2015)

Tabel 2. Perbedaan nursing caries dan rampant caries (Munksgaard, 2015)

20
b. Karies adolescent
 Tipe karies ini merupakan variasi dari rampant caries dimana gigi yang imun terhadap
pembusukan terlibat
 Karies ini juga dideskripsikan sebagai tipe yang menggali, dengan pembukaan enamel yang
kecil.

Gambar 9 Karies adolescent

c. Karies adult
 Dengan resesi dari gingiva dan terkadang fungsi saliva yang menurun karena atrofi, pada usia
55-60, puncak ketiga dari karies harus diamati
 Karies akar dan karies servikal seringkali ditemukan pada kelompok ini
 Terkadang juga berhubungan dengan denture clasp

21
Gambar 10 Karies adult (Munksgaard, 2015)

9. Berdasarkan karies yang sepenuhnya dihilangkan atau tidak, selama perawatan


Karies residual
 Residual karies merupakan karies yang tidak dihilangkan selama prosedur restorative, baik karena
kecelakaan, kelalaian, atau tidak disengaja
 Terkadang sejumlah kecil karies dentin akut yang dekat dengan pulpa ditutupi dengan material
penutup spesifik untuk menstimulasi deposisi dentin, mengisolasi karies dari pulpa.
10. Berdasarkan permukaan gigi yang harus direstorasi
 Pemanfaatan klinis yang meluas:
O untuk permukaan oklusal
M untuk permukaan mesial
D untuk permukaan distal
F untuk permukaan fasial
B untuk permukaan bukal
L untuk permukaan lingual
Beberapa kombinasi juga memungkinkan, seperti MOD –untuk permukaan mesio-okluso-distal.

22
11. Klasifikasi Black
a. Lesi kelas I
 Lesi yang dimulai dalam defek structural seperti pit, fissure, dan groove defektif

Lokasinya termasuk:

 Permukaan oklusal dari molar dan premolar


 Permukaan oklusal dan lingual dari molar dan premolar
 Permukaan lingual dari gigi anterior

Gambar 11 Lesi kelas I (Munksgaard, 2015)

b. Lesi kelas II
 Ditemukan pada permukaan proksimal dari molar dan premolar

Gambar 12 Lesi kelas II (Munksgaard, 2015)

23
c. Lesi kelas III
 Lesi ditemukan pada permukaan proksimal dari gigi anterior yang tidak melibatkan
penghilangan angle insisal

Gambar 13 Lesi kelas III (Munksgaard, 2015)


d. Lesi kelas IV
 Lesi ditemukan pada permukaan proksimal dari gigi anterior yang melibatkan angle insisal

Gambar 14 Lesi kelas IV (Munksgaard, 2015)

e. Lesi kelas V
 Lesi yang ditemukan pada gingiva permukaan facial dan lingual dari gigi anterior dan
posterior.

24
Gambar 15 Karies kelas V (Munksgaard, 2015)

f. Lesi kelas VI (modifikasi Simon)


 Lesi yang melibatkan titik cusp dan insisal edge gigi

Gambar 16 Karies kelas VI (Munksgaard, 2015)

12. Sistem WHO


Pada klasifikasi ini kedalaman dan bentuk lesi karies dibagi menjadi empat skala.
D1. Lesi enamel yang dapat dideteksi secara klinis dengan permukaan utuh (tanpa kavitasi)
D2. Kavitas yang dapat dideteksi secara klinis terbatas ke enamel
D3. Kavitas yang dapat dideteksi secara klinis dalam dentin
D4. Lesi yang meluas sampai ke pulpa.

25
13. Klasifikasi G.J. Mount dan Hume (1998)
 Sistem yang baru ini mendefinisikan tingkat dan kompleksitas kavitas dan pada waktu
bersamaan mendorong pendekatan konservatif terhadap pemeliharaan struktur gigi alami
 Sistem ini didesain untuk memanfaatkan kapasitas penyembuhan enamel dan dentin.

Tiga tempat lesi karies

 Site1 –pit dan fissure serta defek enamel pada permukaan oklusal dari gigi posterior atau
permukaan halus lain
 Site2 –enamel proksimal dengan segera di bawah area dalam kontak dengan gigi yang
bersebelahan
 Site3 –Servikal pada mahkota atau resesi gingiva, pada akar gigi yang terekspos

Empat ukuran lesi karies

 Size1 –keterlibatan minim dari perawatan dentin oleh proses remineralisasi


 Size2 –keterlibatan menengah pada dentin diikuti dengan preparasi kavitas, di support dengan
dentin dan tidak gagal di bawah beban oklusal
 Size3 –kavitas diperbesar melebih ‘sedang’. Struktur gigi yang tersisa diperlemah sampai
cusp atau incisal edge terbelah atau hampir terekspos pada bagian oklusal dan incisal. Kavitas
butuh diperbesar sehingga restorasi dapat didesain untuk menyokong dan melindungi struktur
gigi yang tersisa.
 Size4 –karies lebar dengan hilangnya sebagian besar struktur gigi terjadi.

Karies radiasi

 Mengacu pada bentuk rampant dari karies


 Tiga tipe defek karena radiasi
1. Lesi biasanya melingkari leher gigi. Amputasi mahkota dapat terjadi
2. Dimulai dari perubahan warna gigi menjadi cokelat sampai hitam.
3. Spot depression yang menyebar dari permukaan manapun.

26
Gambar 17 Karies radiasi (Munksgaard, 2015)

3. Karies terjadi bukan disebabkan karena suatu kejadian saja seperti penyakit menular
lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada
tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan menyatakan bahwa karies merupakan suatu penyakit
multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada
tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah faktor waktu (Harris and Christen, 1995).

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai


penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host,
agen, substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)

27
 Host
Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor host yaitu
gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan enamel yang terdapat pada
bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan enamel. Enamel
merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersifat rapuh dan memiliki struktur
sangat tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta dapat mengalami
kalsifikasi tinggi. Jika enamel pecah atau berlubang tidak dapat melakukan regenerasi
karena tidak memiliki sel.
Kandungan bahan organik dan anorganik enamel dapat mempengaruh kerentanan
permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat mengisi kurang lebih
97% bahan anorganik, apatit berperan terhadap penambahan resistensi enamel terhadap
serangan asam, sedangkan karbohidrat dapat mengurangi resistensi terhadap serangan
asam. 1% lainnya terdiri dari bahan organik yang tidak dapat larut air yaitu keratin, dan
dapat larut air yaitu mukopolisakarida. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam
proses terjadinya karies. Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi
terbentuknya suatu karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang memudahkan pelekatan
plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies
tersebut adalah (Edwina A.M., 1991):
a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit bukal molar dan pit
palatal insisif.
b. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak
c. Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak
pada pasien dengan resesi ginginva karena penyakit periodontium.
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.
Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies.
Saliva tersusun atas komponen organik dan anorganik. Komponen utama anorganik saliva
adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida,
dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak dan ureum
yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial. Komponen Ion
kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva mampu memineralisasi karies
yang masih dini. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada
ion flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak saliva juga

28
mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies
gigi yang tidak terkendali. Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah gusi.
Cairan celah gusi ini mengandung antibody yang didapat dari serum yang spesifik
terhadap S. mutans (Edwina A.M., 1991).

 Mikroorganisme
Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam rongga mulut. Plak
gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Plak merupakan lapisan lunak yang
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari kumpulan
mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak diawali dengan
absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut pelikel, perlekatan
bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan gigi dipengaruhi oleh jumlah
bakteri (Edwina A.M., 1991).
Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena
dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman
tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi
karena kemampuannya membuat polisakarida ekstras sel yang sangat lengket dari
karbohidrat makanan. Polisakarida ini terterutama terdiri dari polimer glukosa,
menyebabkan matriks plak gigi memiliki konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri-
bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Penebalan
plak yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi saliva dalam menetralkan pH.
Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan bakteri yang semakin banyak.
Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam dengan tersedianya karbohidrat yang
mudah meragi seperti sukrosa dan glukosa, menyebabkan pH plak akan menurun sampai
dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu
tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi dan dimulai proses karies
(Edwina A.M., 1991).

 Substrat
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada gigi
untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini
menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra
sel. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya.
Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna

29
secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang
rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat
oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan
menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi email. Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang
glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling
kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena sukrosa merupakan gula
yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama
(Edwina A.M., 1991).

 Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya
proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan
(demineralisasi) dan perbaikan (remineralisasi) yang silih berganti. Oleh karena itu, bila
saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian
sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Edwina
A.M., 1991).

Faktor predisposisi

a. Oral hygiene
Anak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk memperhatikan perilaku oral
hygiene sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Salah satu komponen pembentukan
karies adalah plak.Insidenskariesdapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara
efektif.Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang
dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur.Pemeriksaan gigi rutin ini dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.

b. Merokok
Nicotine yang dihasilkan oleh tembakau dalam rokok dapat menekan aliran saliva, yang
menyebabkan aktivitas karies meningkat.Dalam hal ini karies ditemukan lebih tinggi pada
perokok dibandingkan dengan bukan perokok.

30
c. Xerostomia
Hiposalivasi dan gangguan fungsi saliva sangat mempengaruhi proses terjadinya
demineralisasi gigi. Produksi dan aliran saliva yang rendah akan meningkatkan retensi
bakteri penyebab karies, karena dalam saliva sendiri terdapat komponen antibacterial
yang menghambat pembentukan bakteri kariogenik.

d. Sindrom Sjorgen
Merupakan penyakit kronis yang menyerang kelenjar eksokrin.Tanda tandanya adalah
mata kering, mulut kering dan penyakit jaringan ikat dan kolagen. Disini akan dijumpai
karies yang cepat menjalar dan infeksi Candida.

e. Tingkat social ekonomi


Weinstein (1998) menjelaskan pada dasarnya masyarakan yang memiliki tingkat
kesejahteraan sosial dan ekonomi yang rendah cenderung mempunyai kesadaran akan
kebersihan gigi dan mulut yang rendah pula. Hal tersebut juga didukung karena
terbatasnya pengetahuan yang didapat serta terbatasnya keadaan ekonomi yang
memungkinkan untuk tidak mengunjungi dokter gigi di waktu yang telah dianjurkan.
Maka dari itu, peluang terserang karies akan lebih besar dibandingkan masyarakat yang
mempunyai tingkat sosial dan ekonomi yang tinggi.
f. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi akibat tidak
terkontrolnya kadar gula darah yang menyebabkan kadar glukosa glukosa dalam saliva
tinggi. Saliva dengan kadar glukosa tinggi menyebabkan peningkatan produksi asam
melalui proses fermentasi oleh bakteri dalam mulut sehingga menyebabkan demineralilasi
gigi.

4. Karies yang sudah mengenai pulpa merupakan salah satu port de entry bakteri penyakit
periodontal seperti Porphyromonas gingivalis selain melalui sulkus gingiva. Sehingga adanya
karies mempermudah Porphyromonas gingivalis menjangkau ligament periodontal dan
menyebabkan pelebaran space ligament periodontal.

5. Zona Karies enamel

Gejala Klinis
31
 Terlihat diskolorasi coklat atau hitam, terdptnya kavitas.
 Terasa adanya lubang dlm gigi dengan sentuhan lidahnya,atau sudah terasa nyeri.
 Karies sekalipun sudah sampai dentin, kadang-kadang tidak menimbulkan rasa nyeri, tapi
menimbulkan rasa nyeri yg lumayan derajatnya jika kemasukkan makanan yang manis atau
terangsang oleh panas atau dingin.
 Bila karies sudah sangat dekat dengan pulpa atau sudah menembusnya, timbul rasa nyeri yang
sangat parah pulpitis (sakit gigi yang paling sering).
 Pulpa yang terinflamasi secara kronik bisa tidak menimbulkan gejala atau gejala hanya ringan
saja.Pada pulpitis akut terasa sangat nyeri, sering dipicu oleh stimulus panas atau dingin dan nyeri
tidak dapat dirasakan dengan tepat pada gigi yang mana.

Makroskopis

Gejala paling dini suatu karies enamel yang terlihat secara makroskopik adalah suatu
bercak putih (white spot) terlihat sebagai lesi kecil,opak dan biasanya terletak sedikit kearah
seviks dari titik kontak. Kadang-kadang lesi ini dapat bewarna coklat, hal ini disebabkan materi
disekelilingnya yang terserap dalam pori-porinya Selain itu warna coklat dapat didapatkan dari
pigmen yang dimiliki oleh bakteri salah satunya adalah Streptococcus mutans.

Terdapat empat zona pada gambaran mikroskopik lesi permukaan halus yaitu Zona
Transulen, Zona Gelap, Badan Lesi dan Zona permukaan.

Zona 1: Lapisan Permukaan


Lapisan permukaan berkisar 20 hingga 100 μm . Ini lebih tipis pada lesi aktif dan lebih
tebal di yang tidak aktif. Studi kuantitatif dari lapisan permukaan menunjukkan demineralisasi
parsial setara dengan sekitar 1-10% kehilangan garam mineral tempat yang diambil dan volume
pori dari zona permukaan kurang dari 5%. Setelah menyerap dengan media seperti air yang
indeks biasnya kurang dibandingkan dengan enamel, meskipun zona bawah permukaan berpori
terlihat secara positif birefringent, zona permukaan mempertahankan birefringence negatif. Ini
zona permukaan yang relatif tidak terpengaruh juga dapat diidentifikasi pada microradiographs
sebagai demarkasi tajam dari daerah lesi radiolusen yang mendasarinya. Jadi zona permukaan,
ketika diperiksa oleh mikroskop polarisasi, telah didefinisikan sebagai zona birefringence
negatif, dangkal terhadap positif lesi badan birefringent . Ini adalah zona yang paling tidak
terpengaruh karena yang besar resistensi zona permukaan untuk dekalsifikasi karena tingkat yang

32
lebih besar mineralisasi dari permukaan (surface hypermineralized) dan peningkatan konsentrasi
fluoride di permukaan enamel dimana volume pori lebih sedikit dari 5%.

Gambar 18 Bagianlongitudinal dari gigi yang menggambarkan zona karies enamel. 1. Zona
permukaan; 2. Badan lesi; 3. zona gelap; 4.Translucent zone . ( E: Enamel; D: Dentin)

 Lapisan permukaan relatif kebal terhadap karies karena


hipermineralisasi(kontak fluoride dan kontak air liur lebih tinggi).
 Volume pori kurang dari badan lesi.
 Partial demineralisasi.

Zona 2: Badan Lesi


Zona ini terletak di bawah lapisan permukaan dan merupakan yang terbesar bagian dari
lesi baru jadi dalam fase demineralisasi . Dalam cahaya terpolarisasi, zona menunjukkan volume
pori 5% di ruang dekat pinggir ke 25% di pusat lesi utuh.
Ketika potongan memanjang diperiksa dalam quinoline dengan cahaya yang
ditransmisikan, badan lesi tampak relatif lebih transparan dibandingkan dengan enamel suara.
Zona ini, tidak seperti enamel biasa, adalah positif birefringent ketika diperiksa dalam air,
menunjukkan tingkat mineral yang signifikan rugi . Namun, striae dari Retzius di kawasan ini
ditandai dengan baik dan oleh karena itu ditingkatkan kontras dengan enamel suara. Daerah
interprismatic menyediakan akses ke inti batang (prisma), yang kemudian istimewa diserang .

33
Bakteri mungkin ada di zona ini jika ukuran pori cukup besar untuk mengizinkan masuknya
mereka. Studi menggunakan TEM dan SEM menunjukkan kehadirannya bakteri menyerang
antara batang enamel (prisma) di zona badan.
 Dalam fase demineralisasi, itu adalah zona terpanjang (zona gelap, atau zona 3, ini
terbesar dalam fase remineralisasi ).
 Pori-pori besar ( volume pori 5–25%).
 Biasanya bakteri masuk ke pori-pori.
 Striae dari Retzius ditandai dengan baik (striae dari Retzius adalah titik awal
masuknya karies ke batang / prisma inti dari enamel).

Zona 3: Zona Gelap


Zona gelap terletak di bawah badan lesi dan berdekatan / superfisial zona translusen. Zona
ini tampak berwarna coklat gelap di bagian tanah diperiksa dengan cahaya yang ditransmisikan
setelah imbibisi dengan quinoline . Cahaya terpolarisasi penelitian telah menunjukkan bahwa zona
gelap memiliki volume pori 2-4%. Zona gelap menunjukkan birefringence positif kontras dengan
negatif birefringence dari enamel suara. Oleh karena itu, sering disebut sebagai yang positif zona.
Efek-efek ini terbukti disebabkan oleh keberadaan pori-pori yang sangat kecil di zona selain pori-
pori besar relatif yang hadir dalam zona translusen.
Harus diingat bahwa karies adalah penyakit episodik dengan fase bergantian
demineralisasi dan remineralisasi. Remineralisasi eksperimental memiliki menunjukkan
peningkatan ukuran zona gelap dengan mengorbankan badan dari lesi. Ada juga hilangnya
struktur kristal di zona gelap, sugestif dari proses demineralisasi dan remineralisasi . Ukuran dari
zona gelap mungkin merupakan indikasi dari jumlah remineralisasi yang baru-baru ini terjadi.
Banyak pori-pori kecil memblokir transmisi cahaya (pori-pori udara / uap yang diisi lebih
kecil) membuat wilayah buram). Hilangnya struktur kristal menunjukkan proses demineralisasi
dan remineralisasi terjadi di zona ini.

Zona 4: Zona Translusen


Zona translusen terletak di dasar lesi enamel dan diakui sebagai zona perubahan dari
enamel normal. Hanya setengah lesi yang menunjukkan ini zona di depan mereka maju, yang
terlihat hanya ketika potongan longitudinal diperiksa dalam agen kliring memiliki indeks bias (RI)
identik. Di zona ini , pori-pori atau void terbentuk di sepanjang batas prisma (batang) enamel,
karena kemudahan penetrasi ion hidrogen selama proses karies . Ketika kekosongan area batas ini

34
diisi dengan quinoline, yang memiliki RI yang sama dengan enamel, fitur dari area tersebut
hilang.
Dengan menggunakan cahaya terpolarisasi telah ditunjukkan bahwa zona ini sedikit lebih
tinggi berpori dari enamel suara, memiliki volume pori 1% dibandingkan dengan 0,1% dalam
enamel. Tidak ada bukti kehilangan protein di zona translusen cahaya.
 Zona terdalam, mewakili bagian depan karies enamel.
 Pori-pori / void terbentuk sepanjang prisma enamel (batang) batas (karena
mudah penetrasi hidrogen ).
 Muncul tanpa struktur ketika dilihat dengan cahaya terpolarisasi
(karenanya translusen cahaya).

Karies Aktif Dentin


Proses karies setelah menginvasi enamel, mencapai persimpangan dentino- enamel (DEJ)
dan menyebar ke lateral. Penyebaran ke dentin adalah orthograde karena sifatnya histologi dan
mineralisasi. Kemajuan dan kecepatan karies pada dentin adalah ditandai dengan mengikuti lima
zona mulai dari pulp ke DEJ.

Zona 1: Zona Dentin Reaktif


Zona ini hadir di ujung pulpa paling banyak dari karies dentin. Karena iritasi dari produk-
produk bakteri, lemak-lemaknya masuk ke dalam serat Tomes. Ketika diwarnai dengan merah
Sudan; dua jenis lemak lipid yang terlihat di zona ini: satu dari produk bakteri dan lainnya
berasal dari pembubaran dentin intratubular . The peritubular dan dentin intertubular tetap utuh.

35
Gambar 19: Bagian tanah longitudinal dari gigi yang menggambarkan zona karies dentin. (1)
Zona degenerdentin reaktif, (2) Zona sklerosis dentin, (3) Zona dekalsifikasi , (4) Zona invasi bakteri,
(5) Zona dentin yang terdekomposisi

 Ditandai dengan adanya lapisan gumpalan lemak (noda merah dengan Sudan red
stain).
 Fat layer leads to impermeability of the dentinal tubules—trying to prevent further
invasion of carious lesion.
 Also favors sclerosis of dentin in zone 2.

Zona 2: Zona Sklerosis Dentin


Zona ini ditandai dengan pengendapan garam mineral di dentinal tubulus menuju
kalsifikasi dentin intratubular. Ini adalah reaksi dari tubulus dentinal vital dan pulpa vital untuk
menutup gigi yang sehat struktur dari yang sakit dan juga mencegah penetrasi lebih lanjut
mikroorganisme menjadi gigi sehat. Pembentukan sclerotic dentin adalah minimal dalam karies
yang berkembang cepat dan lebih jelas pada karies kronis.

 Kalsifikasi tubulus dentin sebagai reaksi pulpa vital menjadi karies invasi untuk
mencegah invasi mikroorganisme.
 Dentin sklerotik tampak putih dalam cahaya yang ditransmisikan.

Zona 3: Zona Demineralisasi Dentin


Ini adalah zona sempit yang mendahului invasi bakteri. Dentin peritubulus tidak ada di beberapa
area di bagian dalam zona ini; sedangkan, masih utuh bagian luar. Dalam dentin intertubular kolagen
biasanya hadir dan konten anorganik sebagian besar terlarut. Dekalsifikasi dimulai dinding lateral
tubulus yang mengarah ke distensi mereka saat mereka terisi dengan mikroba di zona berikutnya. Pada
tahap awal karies, ketika hanya sedikit saja tubulus terlibat, mikro-organisme dapat ditemukan
menembus ini tubulus sebelum ada bukti klinis proses karies - 'pelopor bakteri '. Pemeriksaan tubulus
individu telah menunjukkan bentuk yang hampir murni bakteri, yaitu satu tubul dapat diisi dengan cocci,
sedangkan tubulus yang berdekatan mungkin hanya berisi basil atau spirocheat.
Zona 4: Zona Invasi Bakteri
36
Di zona ini, invasi bakteri dari dentin yang didekalsifikasi dan utuh terjadi. Kelimpahan bakteri
hadir dalam lumens yang diperbesar dari tubulus dentinal atau dentin intratubular. Pada tahap awal,
bakteri asamogenik masuk kelimpahan dan dalam lapisan yang lebih dalam - bakteri proteolitik
menggantikan asidogenik bakteri Zona ini mendukung hipotesis bahwa inisiasi dilakukan oleh
acidogenic Bakteri dan perkembangannya adalah dengan yang proteolitik. Bakteri asamogenik
memanfaatkan karbohidrat sementara bakteri proteolitik memanfaatkan protein dentin untuk
metabolisme mereka. Bahkan dentin intertubular diserang oleh bakteri di lesi karies tingkat lanjut. Inner
peritubular dentin benar-benar tidak ada dan dentin peritubular luar hanya ada di beberapa bagian. Isi
anorganik dari dentin peritubular tidak ada tetapi tidak seluruhnya; sedangkan, serat kolagen hadir.
Kehadiran mikro-organisme; pada tahap awal hanya bakteri asamogenik dan dalam perkembangannya
bakteri proteolitik mendominasi.

Zona 5: Zona Destruksi atau Nekrosis


Karena invasi bakteri tubulus dentinal di zona 4, ada peningkatan diameter tubulus ini; yang
selanjutnya dipecah dan bersatu sehingga membentuk daerah-daerah penghancuran bulat telur-yang
dikenal sebagai pencairan fokus Miller. Juga, penebalan dan pembengkakan selubung Neumann kadang-
kadang dapat dicatat pada interval yang tidak teratur di zona ini.

Karies Akar
Gambaran klinis
Karies ini meliputi karies aktif yang terlihat pucat dan lunak, dan lesi yang berkembang lambat,
keras dan berwarna coklat tua.
Pemeriksaan radiografi
Pada pemeriksaan radiografi, tahap lesi awal yang berada di permukaan akar akan tampak sebagai
zona translusen, yang merupakan zona demineralisasi. Pada lesi juga sering nampak sklerosis tubuler,
yang hypermineralized.
Gambaran mikroskopis
Gambaran secara mikroskopis karies ini yaitu diawali dengan rusaknya Kristal hidroksi apatit, yang
disusul dengan rusaknya bagian tubulus dentin dan akan menyebar melalui serabut tom’s (tom’s fiber)
yang termineralisasi. Pada tahapan ini sementum diatasnya akan tampak seperti memisah sepanjang
garis inkrementalnya. Sehingga apabila lesi ini bersatu mengelilingi leher gigi, maka mahkota akan
lepas. Karie ini banyak terjadi pada orang dewasadengan gangguan jaringan periodontal yang rusak
(resesi gingiva).

37
6. Menurut Ingle klasifikasi penyakit pulpa dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu reversible
pulpitis, irreversible pulpitis (acute irreversible pulpitis, chronic irreversible pulpitis, dan
chronic hiperplastic pulpitis), dan necrosis pulp.

Reversible pulpitis adalah kondisi inflamasi ringan-sampai-sedang pada pulpa


yang disebabkan oleh stimulus yang merugikan. Reversible pulpitis dapat disebabkan
oleh agen yang dapat menyebabkan injuri pada pulpa. Adapun agen tersebut yaitu karies,

38
trauma, dentin yang terekspos pada leher gigi, perawatan restorasi baru, restorasi
rusak, stimulus kimia dari makanan manis atau asam atau iritasi dari bahan filling.
Apabila stimulusnya tidak dihentikan dan dirawat, pulpa akan terus terinflamasi dan
dapat berkembang menjadi kondisi irreversible. Irreversible pulpitis merupakan
kondisi inflamasi lanjutan apabila pulpa tidak ditangani saat kondisi reversible
pulpitis. Irreversible pulpitis dapat dibagi menjadi dua yaitu acute (adanya gejala sakit
terhadap suhu terutama pada dingin yang menetap, sharp atau dull, spontaneous atau
intermittent pain, localized atau diffuse atau referred pain) dan chronic (tidak adanya
gejala klinis namun inflamasi biasanya disebabkan karies, eskavasi karies, trauma, dan
lain-lain, dimana apabila dibiarkan gigi dapat menjadi symptomatic atau pulpa
menjadi nekrosis). Chronic Hyperplastic pulpitis atau polip pulpa adalah respon
proliferatif dari tereksposnya pulpa gigi sulung atau gigi permanen yang belum
sempurna.
Kelainan ini dicirikan dengan adanya perkembangan jaringan granulasi, yang
terkadang diselimuti oleh epitelium dan menyebabkan iritasi rendah jangka panjang
terutama saat mengunyah. Polip pulpa biasanya ditemukan pada dewasa muda dan
pada gigi geligi sulung dan permanen (mixed dentition). Necrotic pulp terjadi saat
persediaan darah ke pulpa tidak ada dan saraf pulpa menjadi tidak fungsional. Setelah
pulpa menjadi nekrosis, pulpa tidak akan memberi respon pada tes elektrik dan tes
dingin serta terkadang tidak ada rasa sakit (mati rasa), walaupun terkadang dapat
terasa sangat sakit pada stimulasi panas. Kondisi ini dapat berupa partial atau total,
tergantung pada bagian mana yang terkena inflamasi.

7. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara: Pertama, invasi
langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa
pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota. Kedua,
invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan
penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau
scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius
atau bakteremia transient. (Widodo, Trijoedani, 2005, Respons Imun Humoral
pada Pulpitis, Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 38.No. 2: 49 – 51)

39
Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang
menginfeksi gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen
dinding sel menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam
dari proses karies berperan secara tidak langsung dengan mengurai matriks dentin,
yang akan menimbulkan pelepasan molekul bioaktif untuk dentinogenesis
(pembentukan dentin tersier). Pemberian protein matriks dentin pada dentin atau
pulpa yang terbuka dapat menstimulasi pembentukan dentin tersier. Selain itu,
terdapat beberapa molekul lain yang dapat menstimulasi dentinogenesis reparative,
yaitu heparin-binding growth factor, transforming growth factor (TGF)-β1, TGF-β3,
insulin-like growth factors (IGF)-1 dan -2, growth factor yang berasal dari platelet,
dan angiogenic growth factor.
Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan
bukan pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi.
Kombinasi dari peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara
langsung Kristal mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin
merupakan perlawanan pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis.
Penurunan permeabilitas dentin ini terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan
penting dalam peningkatan pengendapan dalam dentin intratubuler adalah TGF-β1.
Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada
dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi
odontoblas yang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin
tersier ini disebut juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika terjadi
demineralisasi dentin awal di bawah lesi enamel yang tidak berkavitas.
Pada lesi karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalam
intensitas yang sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel
T, B -lineage cell , neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman
lesi pada gigi.Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk
mendatangkan respon imun pulpa.
Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi
kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit.
Sebagai sel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang
40
pertama kali bertempur dengan antigen asing dan memulai respon imun. Deteksi
patogen dilakukan dengan reseptor spesifik yang disebut pattern recognition receptors
(PRRs). Reseptor ini mengenali pola molekuler patogen (PAMPs) pada organisme
yang menginvasi dan memulai pertahanan host melalui aktivasi nuclear factor (NF)-
kB. Salah satu molekul pengenal PAMP adalah toll-like receptor family (TLRs).
Odontoblas telah terbukti dapat meningkatkan pengeluaran TLRs sebagai respon
terhadap produk bakteri.
Ketika TLR odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan
peptide antimikrobial diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel
imun efektor sebagai pembunuh bakteri secara langsung.
Odontoblas yang terstimulasi mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti, interleukin (IL)-8
yang berperan dengan pelepasan TGF-β1 dari karies dentin, hasil dari peningkatan jumlah sel
dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediator kemotaktik.

Dengan berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah odontoblas
meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen dan stimulasi limfosit
T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di seluruh bagian pulpa. Dengan
perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul dalam pulpa dan daerah subodontoblas,
kemudian meluas ke lapisan odontoblas, dan akhirnya bermigrasi ke tubulus. Terdapat dua jenis
sel dendrite yang berbeda dalam pulpa. CD11+ ditemukan dalam pulpa atau dentin border dan ke
pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada ruang perivascular dalam zona subodontoblas dan pulpa
dalam.

Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi odontoblas dan/atau aktivitas
dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga menghasilkan molekul
sebagai respon terhadap karies, yang menunjukkan kemampuan mengenali antigen. Odontoblas
juga mempunyai peran dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM, dan IgA
ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang mengalami
karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif mengirim antibody ke tempat infeksi.

Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka dapat
menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P, calcitonin gene-related peptide
(CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide dilepaskan dan

41
menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vascular. Stimulasi nervus
simpatetik seperti norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine triphospate (ATP) dapat
mengubah aliran darah pulpa.

Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur respon imun pulpa. Substansi P berperan
sebagai kemotaktik dan agen stimulasi untuk makrofag dan limfosit T. Hasil dari stimulasi ini
adalah peningkatan produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi mitosis limfosit dan produksi
sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang ditunjukkan dengan pengurangan
produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi limfosit. Substansi P dan CGRP dapat
menginisiasi dan menyebarkan respon penyembuhan pulpa. CGRP dapat menstimulasi produksi
bone morphogenic protein oleh sel pulpa. Hasilnya, hal ini menginduksi dentinogenesis tersier
(pembentukan dentin tersier).

8. Pulpitis Reversible

Histopatologi
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan-sampai-
sedang terbatas pada daerah di mana tubuli dentin terlibat,seperti misalnya karies dentin. Secara
mikroskopis, terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh
darah, ekstravasasi cairan edema, danadanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis
kompeten. Meskipun selinflamasi kronis menonjol, dapat dilihat juga sel inflamasi akut
Gejala-Gejala Klinis
 Pulpitis reversibel simptomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar.
 Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin daripada panas dan oleh udara
dingin.
 Tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya telah ditiadakan.

Pulpitis irreversibel
Histopatologi
Gangguan ini mempunyai tingkatan inflamasi kronis dan akutdi dalam pulpa. Pulpitis
irreversibel dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahayayang berlangsung lama seperti

42
misalnya karies. Bila karies menembus dentin dapatmenyebabkan respon inflamasi kronis. Bila
karies tidak diambil, perubahan inflamasidi dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika
kerusakan mendekati pulpa.
Gejala-Gejala Klinis
Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, suatu paroksisme rasa sakit dapat disebabkan oleh
hal-hal berikut :
 perubahan temperatur, terutama dingin;
 bahan makanan manis atau masam;
 tekanan makanan yang masuk ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah
atau pipi;
 sikap berbaring yang menyebabkan kongesti pembuluh darah pulpa.
 Rasa sakit biasanya tetap berlangsung meski penyebabnya dihilangkan, dan dapat datang
dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas.
 Pasien dapat melukiskan rasa sakit sebagai menusuk, tajam-menusuk, atau menyentak-
nyentak, dan umumnya adalah parah.
 Rasa sakit dapat sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan
pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal.
Gambaran Radiografi
Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang belum
diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang secara visual
tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan keterlibatan suatu tanduk pulpa.Suatu radiografi
dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah suatu tumpatan, atau suatu kavitas
dalam atau tumpatan mengancam integritas pulpa.Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, tes
termal dapat mendatangkan rasa sakit yang bertahan setelah penghilangan stimulus termal.Pada
tingkat belakangan, bila pulpa terbuka, dapat bereaksi secara normal.Hasil pemeriksaan untuk
tesmobilitas, perkusi dan palpasi adalah negatif.

Pulpitis Hiperplastik Kronis


Histopatologi
Secara histopatologis, permukaan polip pulpa ditutup epithelium skuamasi yang bertingkat-
tingkat. Polip pulpa gigi sulung lebih mungkin tertutup oleh epithelium skuamasi yang

43
bertingkat-tingkat/berstrata daripada polip pulpa gigi permanen.Epithelium semacam itu dapat
berasal dari gingival atau dari selepithelial mukosa atau lidah yang baru saja mengalami
deskuamasi.Jaringan didalam kamar pulpa sering berubah menjadi granulasi, yang menonjol dari
pulpa masuk ke dalam lesi karies.Jaringan granulasi adalah jaringan penghubung vaskuler, muda
dan berisi neutrofil PMF, limfosit, dan sel-sel plasma.Jaringan pulpa mengalami inflamasi
kronis. Serabut saraf dapat ditemukan pada lapisan epithelial
Gejala-Gejala Klinis
Pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai gejala, kecualiselama mastikasi,bila tekanan
bolus makanan menyebabkan rasa tidak menyenangkan.

Gambaran Radiografi
Radiografi umumnya menunjukkan suatu kavitas besar yang terbuka dengan pembukaan
kamar pulpa. Gigi bereaksi lemah atau sama sekali tidak terhadap tes termal, kecuali jika
digunakan dingin yang ekstriem, seperti etil klorida. Diperlukan lebih banyak arus daripada gigi
normal untuk mendapatkan suatu reaksi dengan menggunakan tester pulpa listrik.

Pulpitis Reversibel Pulpitis Irreversibel

Gambaran Radiografi Periapikal X-Ray menunjukkan Mengalami penebalan/normal


ligamen periodontalnya normal, pada ligamen periodontal
tidak mengalami pelebaran

44
Gambar 20 Pulpitis Reversible
A: tanduk pulpa molar mandibula yang terbuka secara mekanik dengan tanda pulpitis
reversible, ditutup dengan agregat mineral trioksid
B: tidal ada metamorfosis kalsifik dalam kamar pulpa radiograf dan pada pemeriksaan
klinik terlihat respons pulpa yang normal

Gambar 21 Pulpitis Akut (Reversible)

45
Gambar 22. A. Pulpa yang terkena biasanya mengalami karies yang luas. Biasanya
ditemukan pada mahkota yang karies pada pada pasien muda
B. Pulpanya tetap vital dan berproliferasi dari tempat terbukanya. Terlihat adanya epitel
permukaan dan jaringan ikat dibawahnyaa yang terinflamasi

Gambar 23. Nekrosis pulpa, degenerasi pembuluh darah (panah biru), sel
nukleus (panah merah), dan kumpulan saraf (panah putih) (H.E., original
magnification 400x)

46
DAFTAR PUSTAKA

AAE. American Association of Endodontists  : Glossary of Endodontic Terms. 8th


ed. American Association of Endodontists; 2012:10.
Cohen S, Hargreaves KM. Cohen’s Pathways of the Pulp. 10th ed. Mosby, Inc; 2011
Grossman LI. Grossman’s Endodontic Practice. 12th ed. (Chandra BS, Krishna VG,
eds.). New Delhi: Wolters Kluwer Health; 2010.
Edwina A.M. Kidd dan Sally Joyston-Bechal. 1991. Dasar dasar karies. Alih Bahasa, Narlan
Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta : EGC

Harris, N.O.,Christen., A.G., 1995. Primary Preventive Dentistry 4th edition.


Connencticut Apletton & Lange 1-37
Ingle JI, Bakland LK, Baumgertner JC. Ingles’s Endodontics. 6th ed. BC Decker Inc; 2008.
Jumal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 - September 2013, Vol. 7, No. 2, PERAN MAKANAN
TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI
Kawai, K., and Urano, M. 2001. Adherence of Plaque Component to Different Restorative
Materials, J Op Dent, 26, page 396-400.

Kidd, A. M., Joyston., Bechal, S. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya,
Penerjemah : Narlan Sumawinata, EGC, Jakarta.
Munksgaard, Blackwell. 2015. Dental Caries: The Disease and It’s Clinical Management 1st

ed. New Jersey: Wiley.

Regina, R. A. 2007. The Effect of Mouthwash Containing Cetylpyrydinium Chloride on Salivary


Level of Streptococcus mutans, J PDGI, 57(1), page 19-24.
Robert P. Langlais. Atlas bewarna lesi mulu yang sering ditemukan. Alih Bahasa, Titi Suta. Ed.
4. Jakarta : EGC, 2013.
Samaranayake L. Essentials microbiology for dentistry. 3rd ed. London: Elsevier, 2007: 268.

Steinberg, D., and Eyal, S. 2002. Early Formation of Streptococcus sobrinus Biofilm on Various
Dental Restorative Materials, J of Dent (30), page 47- 51.
Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endondonsia, edisi 3 (Alih Bahasa: drg.
Narlan Sumawinata, SpKG). Jakarta: EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai