Anda di halaman 1dari 12

A.

PERFORASI GASTER
I. DEFINISI
Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus
mortilitas pada orang tua dapat mencapai sehingga 20 persen. Tanda dan gejala klasik seperti
nyeri epigastrium yang berat, rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara
bebas di bawah diafragma pada foto toraks, selalu mengarah kepada 80 % diagnosis pada
pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan jelas gejalanya (straightforward).13

II. ETIOLOGI
Non trauma  Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan
iskemia
 Spontan pada bayi baru lahir yang terimplikasi
syok dan stress ulcer.
 Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan
steroid : terutama pada pasien usia lanjut.
 Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik
 Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau
limfoma
 Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat
menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus
dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
Trauma  Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa
nasogastrik saat endoskopi.
 Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau
abdomen (misalnya tusukan pisau)
 Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini
lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk
trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat,
cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk
pengaman.
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG 3

1. Anatomi
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus
dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati,
pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke
rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada
letak tukak.

Gambar 6. Anatomi lambung (dikutip dari kepustakaan 9)

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang
sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura
mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum, juga
ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi
dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali
dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan
duodenum. Saluran limf dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar
paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal
embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran
embrional.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal
dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior
(sinistra) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet
anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus
untuk visera lain di perut dan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior.
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan
bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai
2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau
pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung
tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter
pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika berkontraksi
sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung. Sfingter pilorus
memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang
menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat
pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di
sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk
mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan
makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat
diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi
serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan
bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura
minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada
kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis
akut.

5
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan
bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan
lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-
partikel yang kecil, Mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung,
dan mendorongnya ke arah duodenum. Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar
yang menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan
mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah, dan saluran limfe. Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-
lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi lambung
sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat
orifisium kardia dan menyekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus
dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-
sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah pepsin dalam
suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik.
Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi
oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik
untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis
untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-
serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot,
serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut aferen
simpatis menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach)
dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di
lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka
atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura
minor dan major. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis
dannarteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum.
2. Fisiologi Lambung
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin.3
a. Fungsi motorik
 Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa
menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus
dan dirangsang oleh gastrin
 Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel- partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.
 Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang
dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh
emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan
hormonal, seperti kolesistokinin.
b. Fungsi pencernaan dan sekresi
 Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan karbohidrat dan
lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. Pepsin berfungsi memecah
putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). Asam garam (HCL) berfungsi
mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
 Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan
antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
 Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.
 Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
 Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai
barier dari asam lumen dan pepsin.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal.
Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat,
mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf
vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik
berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan
melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk
menyekresi HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum juga
dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptor- reseptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke
lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara
langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan
kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi.
Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus lambung
mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi
asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi
asam dan juga dapat merangsang pelepasan histamin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total
setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang
berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum
pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna
sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon
yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.
Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih
besar.
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus
mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung.
Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan
lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin, dan peptida penghambat gastrik
(Gastric-inhibiting peptide, GIP), semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada
pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu
1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal acid output, BAO)
dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi
lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan
asam. Tetapi, rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf
parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus
peptikum.

IV. PATOFISIOLOGI 3
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain
karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma
abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri
setelah perforasi gaster.
Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap
kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga
peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan
partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis
bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal
sampai peritonitis bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area
memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid
dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel,
hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke
area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

V. DIAGNOSIS
1. Manifestasi klinik 3
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami
perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung,
empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan,
menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan
nyeri seluruh perut.
Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia.
Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah
diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati
bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai
menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu
badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik
karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran antarperitoneum.

2. Pemeriksaan fisik 


Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal seperti luka,
abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan dan pergerakan perut saat
bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus
peptikum pasien tidak mau bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen
seperti papan. Palapasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen mengindikasikan suatu
peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti adonan roti mengindikasikan perdarahan intra
abdominal. Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum. Pada auskultasi :
bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu peritonitis difusa. Pemeriksaan rektal
dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat membantu menilai kondisi seperti
appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi 14
1. Foto polos abdomen
Posisi erect
 Sejumlah kecil udara bebas umumnya terlihat pertama di kuadran kanan atas sebagai
daerah radiolusen yang terletak di antara hemidiafragma kanan dan hepar.
 Volume sekecil 2 ml sudah dapat diidentifikasi.
 Gas juga dapat dilihat di bawah hemidiafragma kiri.
 Pasien harus dalam posisi tegak selama minimal 5 menit sebelum diambil untuk
memungkinkan udara bebas untuk menumpuk di bawah diafragma

Gambar 7. Foto polos abdomen posisi erect. Tampak udara bebas pada subdiafragma kanan
(tanda bintang putih)
Posisi dekubitus
 Pada pasien tidak mungkin dapat mempertahankan posisi tegak cukup lama.
 Dalam posisi ini, udara bebas akan terletak antara aspek lateral hepar dan diafragma.

2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada
kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini
khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
3. CT-scan
CT-scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen
murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini
perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi
masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan
terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak
jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam
mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi
dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas
tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik
untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara
melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan
kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang
membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat
diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan
adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan
sampai 95%.

VI. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya
sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan
pemberian antibiotik mutlak diberikan.3 Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak
ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap
bakteri gram-negatif dan anaerob.
Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan
penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum. Terapi konservatif diindikasikan
pada kasus pasien yang nontoksik dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan.15
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.3 Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan
kadar infeksi post operasi dan dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra
peritoneum dan septikemia.16,17
VII. KOMPLIKASI

Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:16


a. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
b. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat
terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
 Malnutrisi
 Sepsis
 Uremia
 Diabetes mellitu
 Terapi kortikosteroid
 Obesitas
 Batuk yang berat
 Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
c. Abses abdominal terlokalisasi
d. Kegagalan multiorgan dan syok septic :
 Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi
sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan
endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps
sirkuler.
 Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
- Hilangnya tonus vasomotor
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Depresi myokardial
- Pemakaian leukosit dan trombosit
- Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan
prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
- Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
 Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-
positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
e. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
f. Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan
sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi oleh mukosa gaster
g. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
h. Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium
postoperatif:
 Usia lanjut
 Ketergantungan obat
 Demensia
 Abnormalitas metabolik
 Infeksi
 Riwayat delirium sebelumnya
 Hipoksia
 Hipotensi Intra/postoperative

VIII. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka
prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik
terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam. Hasil terapi meningkat
dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.17 Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko
kematian:
- Usia lanjut
- Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
- Malnutrisi
- Timbulnya komplikasi

Anda mungkin juga menyukai