Anda di halaman 1dari 9

Demam Berdarah Dengue Derajat IV

Oleh :
xxxxx
zzzzzzzzzzz
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.16, Tlp. (021) 56942061, Jakarta Barat
Daphine.2013fk558@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Demam dengue merupakan penyakit akut, dapat sembuh spontan, dan biasanya
berlangsung 5 hingga 7 hari, ditandai dengan demam, lesu, nyeri otot yang berat,
nyeri kepala, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, disebabkan oleh 4 tipe virus
dengue yang berbeda tetapi berkaitan secara antigen. Penyakit ini terjadi secara
epidemik dan sporadic di bagian dunia yang hangat atau panas termasuk Afrika Barat
dan Afrika Tengah, sebagian India, Asia Tenggara dan Asia Timur, Indonesia, Timur
laut Australia, Polinesia, Karibia, dan bagian utara Amerika Selatan. Ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi. Disebut juga break bone, dengue, atau
dengue fever. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan proses kelanjutan yang
serius dari dengue klasik, ditandai dengan manifestasi perdarahan seperti
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Karena itu perlu dilakukan tindakan
pencegahan yang pada prinsipnya menutup tempat perindukan nyamuk Aedes dan
tindakan pengobatan yang supuratif untuk pasien-pasien yang mengalami sakit DBD.
Kata Kunci: Demam, dengue, berdarah
Abstract
Dengue fever is an acute illness, may recover spontaneously, and usually lasts 5 to 7
days, characterized by fever, lethargy, severe muscle pain, headache, rash,
lymphadenopathy, and leukopenia, caused by dengue virus type 4 different but related
in antigen. This disease occurs in epidemic and sporadic in the warm or hot world
including West Africa and Central Africa, parts of India, Southeast Asia and East
Asia, Indonesia, northeastern Australia, Polynesia, the Caribbean, and northern
South America. Transmitted through the bite of an infected Aedes mosquito. Also
called a bone break, dengue, or dengue fever. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a
continuation of a serious process of classical dengue, characterized by hemorrhagic
1

manifestations such as thrombocytopenia and hemoconcentration. Therefore


necessary precautions in principle closed breeding places of Aedes and treatment of
suppurative action for patients experiencing dengue illness.
Keywords: fever, dengue, dengue
Pendahuluan
Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus
yang dibawa arthoropoda, ditandai dengan demam bifasik, myalgia atau atralgia,
ruam, leukopenia, dan limfadenopatik. Epidemic lazim ada pada daerah beriklim
sedang di Amerika, Eropa, Australia dan Asia sampai pada awal abad ke 20. Demam
dengue dan penyakit seperti dengue sekarang adalah endemic di Asia tropic, pulau
Pasifik Selatan, Australia Utara, Afrika tropic, Karibia dan Amerika Tengah dan
Selatan.
Isi
Definisi
Demam merupakan setiap penyakit yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
diatas normal; hal ini dapat disebabkan oleh stress fisiologik, seperti pada ovulasi,
sekresi hormone tiroid berlebihan, atau olah raga berat; oleh lesi system saraf pusat
atau infeksi mikroorganisme; atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang
atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia. Disebut juga pyreksia.
Demam

Dengue/DF

dan

demam

berdarah

dengue/DBD

(dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue syok syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm. Terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4x106.
2

Terdapat empat serotype virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus dan
seperti Yelloe fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kekelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan
ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapid dan babi.
Penelitian pada artropoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanan air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk
betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan
transmisi biakan virus dengue yaitu:
1. Vektor: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di
lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan
paparan terhada nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bendung positif.
3

Petekie, ekimosis atau purpura.


Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain.


Hematemesis atau melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : Efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada Tabel 1.

Patogenesis
Nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopictus membawa virus dengue
menggigit manusia. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala demam dengue.
Jika orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus yang berlainan akan
menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi pada seseorang yang telah
terinfeksi dengue pertama kali, mendaptkan infeksi berulang virus dengue lainnya.
Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain,
terutama ke system retikuoendothelial dan kulit serta bronkogen maupun hematogen.
Tubuh akan membentuk komplek virus berupa antibody dalam sirkulasi darah yang
mengakibatkan

aktivasi

system

komplemen

yang

berakibat

dilepaskannya

anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas pmbuluh darah meningkat. Akan

terjadi juga agregasi yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepas
trombosit factor 3 yang merangsang koagulasi intravascular. Terjadi aktivasi faktor
Hageman (faktor XII) akan menyebabkan pembekuan intravascular yang meluas dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, cikungunya dan leptospirosis, malaria
serebral dan sindrom syok dengue (SSD), yaitu seluruh kriteria diatas untuk DBD
disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan
darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin
dan lembab serta gelisah.
Malaria Serebral
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan protozoa, genus plasmodium
dan hidup intra sel, yang dapat bersifat akut atau kronik. Komplikasi malaria
umumnya disebabkan karena Plasmodium Falciparum dan sering di sebut Pernicious
manifestation. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat
yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. Falciparum dengan satu atau
lebih komplikasi sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih
dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus
dilakukan penilaian berdasar GCS (Glassgoww Coma Scale).
2. Asidemia/asidosis; pH darah <7,25 atau plasma bikarbonat <15 mmol/l kadar
laktat vena <> 5 mmol/l, klinis pernafasan dalam/respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <5 g/dl atau hematokrit <15%) pada keadaan parasit
>10.000/ul;

bila

anemianya

hipokromik

dan

atau

miktositik

harus

dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati


lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12
ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3
mg/dl; 5). Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress
Syndrome).
5. Hipoglikemi: gula darah <40mg/dl; 7). Gagal sirkulasi atau syok: tekanan

sistolik <70mmHg (anak 1-5 tahun >50mmHg); disertai kerngat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa <100c; 8).
Terjadi kira-kira 2% pada penderitaan non-imun, walaupun demikian masih
sering dijumpai pula didaerah endemic seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi
Utara, Meluku dan Irian Jaya. Secara sporadic juga ditemui pada beberapa kota besar
di Indonesia umumnya sebagai kasus impor. Merupakan komplikasi yang paling
berbahaya dan memberikan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Penelitian di
Indonesia mortalitas berkisar 21,5%-30,5%. Gejala malaria serebral dapat ditandai
dengan koma yang tak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma
Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita
terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan
perubahan tingkah laki (penderita tidak mau berbicara). Dalam praktek keadaan ini
harus ditangani sebagai malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.
Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas
atau hipoglikemi membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku
kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada pemeriksaan
neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif, fundujkopi normal
atau dapat terjadi pendarahan. Papil edema jarang, reflex kornea normal pada orang
dewasa, sedangkan pada anal reflex dapat hilang. Reflek abdomen dan kremaster,
sedang Babinsky abdonrmal pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat
mengalami dekortikasi (lengan flexi dan tungkai ekstensi), deserebrasi (lengan dan
tungkai ekstensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering
disertai dengan hiperventilasi. Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang
pada anak-anak 1 hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasite sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan
sekuestrasi parasit. Akan tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak ada
perubahan cerebral blood flow, cerebrocascular resistance, ataupun cerebral
metabolic rate for oxygen pada penderita koma dibandingkan penderita yang telah
pulih kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebro-spinal (CSS) meningkat pada
malaria serebral yaitu >2,2 mmol/l(19,6mg/dl) dan dapat dijadikan indicator

prognosis; yaitu bila kadar laktat >6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Pada
pengukuran tekanan intracranial meningkat pada anak-anak (80%) sedangkan pada
penderita dewasa biasanya normal. Pada pemeriksaan CT scan biasanya normal,
adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus yang agonal. Pada malaria
serebral biasanya dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka
prognosa kematian lebih dari 75%.
Penatalaksanaan
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidfak terkendali walaupun telah diberikan tampon
hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi degan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kg BB /jam. Pada keadaan ini
jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti pada keadaan DBD tanpa syok
lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan
sessering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang seperti 46 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata (KID). Transfuse komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari
10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan
spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000 /mm3 disertai atau tanpa KID.
Obat antiviral untuk pengobatan belum ada. Pengobatan bersifat simptomatik
dan suportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam. Antipiretik atau spons
dingin harus digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh dibawah 40C (104F).
analgesic atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena
pengaruhnya pada hemostasis, aspirin tidak boleh digunakan. Penggantian cairan dan
elektrolit diperlukan bila ada deficit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus,
muntah/diare. Disamping itu dilakukan pula upaya pencegahan penularan ke individu
lain yang pada dasarnya adalah menutup tempat perindukan nyamuk dan menjaga
kebersihan.

Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak berbahaya.
Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia 1 4 tahun wajib diwaspadai
ensefalopati dengue karena merupakan golongan usia tersering terjadinya kejang
demam. Kegagalan dalam melakukan tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan
jalan menuju DSS (Dengue Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi,
hipotensi dan syok.
Prognosis
Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau
infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD (Halstead, 2011).
Keparahan terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain
sehingga dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di
tentukan juga oleh lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada sindroma syok
dengue (SSD). Prognosis baik jika diatasi maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat
buruk jika melebihi 90 menit. Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan
syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%.
Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan management awal dan intensif.
Kesimpulan
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang berbahaya, karena itu
perlu dilakukan tindakan pencegahan dan penanganan yang cepat bagi penderita
penyakit ini. Gejala yang khas penyakit ini juga bisa membantu mempercepat
penanganan pasien yang terkena virus dengue.

Daftar Pustaka
1. Dorland WAN. Kamus kedokteran Dorland. Ed. 31. Hal. 90-2. Jakarta: EGC;
2010. Hal 572-807.
2. Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio AWK, Karuniawati A, Santoso AUS,

Harun BMH. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.


Hal 424-39.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed. 15.
Vol. 2. Jakarta: EGC; 2000. Hal. 1132-35.
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Ed. 3. Jil. 1. Jakarta: Media Aesculapius; 1999. Hal 428-33.
5. Parasitologi kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011. Hal 18993
6. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi: ulasan bergambar. Ed. 2.
Jakarta: Widya Medika; 2010. Hal. 368-76.
7. Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Ed. 10. Jakarta: EGC; 2010. Hal
815-20
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed. 5. Jil. 2. Jakarta: InternaPublishing; 2009. Hal. 2773-828.

Anda mungkin juga menyukai