BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare adalah tinja yang lunak atau cair sebanyak tiga kali atau lebih
dalam satu hari. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada anak
balita bisa didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar tiga
atau lebih, tinja konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya, sehingga
hal itu dianggap tidak normal oleh ibunya. Secara klinik, diare dibedakan
menjadi 3 macam yaitu, diare cair akut, disentri, dan diare persistensi.
Menurut sudibyo ( 2006), diare adalah buang air besar ( defekasi) dengan
tinja berbentuk cair, ( setengah padat), kandungan air lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/ 24 jam. Sedangkan menurut
hendrawanto ( 2002) dalam sipahatur (2008), diare adalah buang air
besar( defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal dari
keadaan normal yakni 100-200ml sekali dedikasi.
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi dan anak-anak.
Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali dalam satu hari , dan berlangsung selama dua hari atau lebih.
Terkadang orang tua bertanya-tanya apakah bayi mengalami diare. Pada
anak-anak konsisten tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini
karena frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa,
bisa sampai lima kali dalam satu hari. Frekuensi BAB pada anak balita belum
tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti pada hari umumnya.
Seorang ibu dapat mengetahui kapan anak nya terkena diare, dan tergantung
pada situasi anak ( sophia, 2009).
2.2 Klasifikasi
Menurut Mansjoer dkk, (2006) jenis diare terbagi dari 4 macam antara
lain :
5
1. Diare Akut.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari empat belas
hari umumnya kurng dari tujuh hari sehingga mengakibatkan dehidrasi
yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Diare Persisten
3. Diare Disentri
Diare disentri yang disertai darah dalam tinja. Akibat disentri
adalah Anorexia sehingga mengakibatkan penurunan berat badan dengan
cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pda mukosa.
4. Diare Masalah Lain
Anak yang menderita diare akut persisten mungkin juga disertai
penyakit lainnya seperti gangguan gizi, demam, dan penyakit lainnya.
2.3 Etiologi
1. Faktor infeksi.
1. Infeksi internal adalah infeksi pencernaan yang merupakan penyebab
diare pada anak disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella, dan E.
Coli.
2. Infeksi parentral adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti Otitis Media Akut yang banyak terdapat pada bayi dan anak
dibawah dua tahun.
2. Faktor Mal Absorbsi.
6
Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak
namun sering terjadi).
5. Keracunan makanan
1. Staphylococcus
2. Bacillus cereus
2.4 Patofisiologi
Yang merupakan dampak dari timbulnya diare adalah :
1. Gangguan osmolitik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
diserap akan menyebabkan tekanan osmolitik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
7
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
Patogenesisnya :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4. Akibat toksin itu, terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan timbul
diare.
1. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis.
2. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest bila diduga terdapat intoleransi glukosa.
3. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dan darah.
2.6 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan (jenis cairan, cara pemberian dan jumalah).
1. Cairan Peroral
1. Dehidrasi ringan dan sedaang : cairal yang berisi NaCl, NaHCO3,
KG dan glukosa.
2. Diare akut dan kolera, umur > 6 bulan : kadar Na 90 Meq/L.
3. Dehidrasiringan/sedang, umur < 6 bulan : kadar Na 50-60 meq/L
formula lengkap sering disebut oralit.
4. Cairan Parenteral
2. 7 jam berikutnya
12 ml/kg BB/ jam = 3 tts /kg BB/menit atau 4 tts/Kg
BB/menit.
3. 16 jam berikutnya.
125 ml/kg BB oralit peroral/ intragastrik. Bila anak
tidak mau minum teruskan dengan intravena 2 tts/kg
BB/menit (set infus 1 ml 15 tts). Atau 3 tts/kg
BB/menit (set infus 1 ml = 20 tts).
2. Anak : 2-5 tahun, BB 10-15 kg
1. 1 jam pertama.
30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/menit (1 ml = 15
tts) atau 10 tts/kgBB/menit (1ml = 20 tts)
2. 7 jam berikutnya.
10 ml/kgBB/jam atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml = 15
tts) atau 4 tts/kgBB/menit (1 ml = 20 tts).
3. 16 jam berikutnya.
10
Kecepatan :
4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/i (1 ml =
15 tts) atau 8 tts/kgBBA (1 ml = 20 tts).
20 jam berikutnya :
150 ml/kg/BB/20 jaam atau 2 tts/kgBB/i (1 ml = 15 tts)
atau 2 ½ tts/kg BB/i (1 ml = 20 tts).
5. Bayi berat badan lahir rendah BB < 2 kg
Kebutuhan cairan : 250 ml/kgBB/24 jam
Jenis cairan : 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1 ½ %).
Kecepatan cairan = pada bayi baru lahir.
2. Pengobatan Dietatik (makanan)
Untuk anak < 1 tahun dan > 1 tahun dengan BB kurang 7 kg jenis
makanannya adalah :
1. Susu (ASI dan atau susu formula meengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, seperti : LLM Al miron.
2. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila
anak tidak mau minum susu.
3. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan.
11
Cara pemberian :
Hari pertama : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila diberi
ASI/susu formula tetapi diare masih sering, diberikan oralit
selang seling dengan ASI/susu khusus: 1 kali oralit.
Hari 2-4 : ASI/ susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : bila tal ada kelainan klien dipulangkan, kembali susu atau
makanan.
3. Obat-obatan
Prinsip : menggganti cairan yang hilang melalui tinja dengan/tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa/karbohidrat lain (gula,air, tajin, tepung beras, dll).
Obat yang diberikan adalah :
1. Obat anti sekresi.
Asetosal. Dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
Klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
2. Obat spasmolitik
Papaverin, ekstrak beladon, opium loperamid tidak digunakan pada
klien diare. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin charcoal tabonal
tidak bermanfaat mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
3. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidaak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Pada klien kolera diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg/kgBB/hari.
ATS diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA,
faringitis, bronkitis, bronkopneumoni.
2.7 Pathway
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak, frekuensi diare
untuk neonatus > 4 kaali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam
sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya diare pada anak ditinjau dari pola makan,
kebersihan, dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat pelaku kesehatan dan komunikasi dalam
pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat
berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu, dan orang) (Lab.
FKUI, 1988).
Keluhan Utama
Keluhan yang meembuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klinis
berupa BAB yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya (LAN
IKA, FKUA, 1984)
Riwayat Penyakit Sekarang
Paliatif, apakah yaang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah
dilakukan. Diare dapat dapat disebabkan oleh karena infeksi,
malabsorbsi, faktor makanan, dan faktor psikologis.
13
Kualitatif, gejala yang dilakukan akibat diare biasanya berak lebih dari 3
kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir, mules, muntah.
Kualitas, Bab konsistensi, Regonal, perut terasa mules, anus terasa basah.
Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena
infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare
berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14 hari (Lab IKA FKUA, 1984).
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang
mudah terkena kuman penyakit diare.
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ disungai dan cara bermain
anak yang kuraang higienis dapat mempermudah masuknya kuman
lewat Fecal-oral.
4. Persepsi keluarga
2. Pola Eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna fan bau) atau tanpa lendir, darah
dapat mendukung secara malroskopis terhadap kuman penyebab
dan cara penanganan lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output
terhadap lehilangan cairan lewat urine.
3. Pola Istirahat
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat depat terganggu
karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel.
4. Pola Aktivitas
Klien naampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Neurologi
1. Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang.
2. Inspeksi, keadaan umum klien yamg diamati mulai pertama kali
bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang,
ringan atau tidak tampak sakit. Keadaan diamati komposmentis,
apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
3. Palpasi, adakah parese, anestesia.
4. Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
5. Sistem penginderaan
6. Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang.
Inspeksi :
1. Kepala, kesimetrisan muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-),
warna dan distribusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada
neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
2. Mata, amati konjungtiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokot, miosis atau midiriasis. Pada
15
keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolemia reflek pupil (-),
mata cowong.
3. Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis
respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2, nampak
adanya pernafasan cuping hidung.
4. Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinan infeksi parenteral yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
Palpasi :
1. Kepala, ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan
untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maximal umur 2
tahun.
2. Mata, tekanan bola mata dapat menurun.
3. Telinga, nyeri tekan, mastoiditis.
5. Sitem Integumen
4. Subyektif, kulut kering
5. Inspeksi, kulit kering, sekresi sedikit, selaput mukosa kering
6. Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali
dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik= dehidrasi sedang dan > 2
detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988)
2. Sistem Kardiovaskuler
Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ictus cordis (-),
adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate
meningkat karena casodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun
sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan
nadi.
Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada
kasus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak
lebih dari 4-7 dan 10 cm je arah kiri dari garis midsternal pada ruang
interkostalis ke 4, 5 dan 8.
Auskultasi, pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan
sirkulasi,auskultasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan
lainnya. Kaji tekanan darah.
3. Sistem Pernafasan
Subyektif, sesak atau tidak
16
Kriteria :
Intervensi :
Kriteria :
Intervensi :
Kriteria :
1. Integritas kulit utuh.
2. Iritasi tidak terjadi.
3. Kulit tidak hiperemia, atau iscemia.
4. Kebersihan peranal terjaga dan tetap bersih.
5. Keluarga dapat mendemonstrasikan dan melaksanakan perawatan
perianal dengan baik dan benar.
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga kebersihan di tempat
tidur.
3.4 Evaluasi
BAB IV
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Elektrolit adalah partikel yang bermuatan listrik saat berada dalam larutan.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti bahwa konsentrasi tubuh total
(TBW) dan elektrolit normal di seluruh kompartemen tubuh, demikain juga
denagn distribusinya. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dihubungkan
dengan semua penyakit utama dan beberapa penyakit minor. Elektrolit bisa
berupa air, asam, basa atau berupa senyawa kimia lainnya. Elektrolit
umumnya berbentuk asam, basa atau garam. Beberapa gas tertentu dapat
berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu misalnya pada suhu tinggi
atau rendah. Elektrolit kuat identik dengan asam, basa, dan garam kuat.
Elektrolit merupakan senyawa yang berikatan ion dan kovalen polar.
Sebagian besar senyawa yang berikatan ion merupakan elektrolit sebagai
contoh ikatan ion NaClyang merupakan salah satu jenis garam yakni garam
dapur. NaCl dapat menjadi elektrolit dalam bentuk larutan atau lelehan atau
bentuk liquid dan aqueous. Sedangkan dalam bentuk solid atau padatan
senyawa ion tidak dapat berfungsi sebagai elektrolit.
1. Elektrolit Utama
Zat terlarut yang terdapat dalam caoran tubuh meliputi elektrolit dan
nonelektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik. Nonelektrolt terdiri dari protein, urea,
glukosa, oksgen, karbondioksida dan asam-asam organik. Garam yang
terurai di dalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel yang
bermuatan, di sebut sebagai ion atau elektrolit-elektrolit. Elektrolit tubuh
mencakup natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, bikarbonat,
fosfat dan sulfat. Larutan elektrolit meghantarkan aliran listrik. Ion-ion yag
bermuatan positif disebut kation, dan yang bermuatan negative disebut
anion. Konsentrasi cairan elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi dari satu
bagian dengan bagian yang lainnya, dan dalam keadaan sehat mereka
harus berada pada bagian yang tepat dan dalam jumlah yang
23
2. Kalium (K)
Adalah elektrolit yang berada pada cairan vaskuler dan 90% dikeluarkan
melalui urime, rata-rata 40 mEq/L atau 25-120 mEq/24 jam walau input
kalium rendah. Berperan penting dalam pengaturan impuls neuromuskular
terutama denyut jantung.
24
Nilai normal :
Dewasa : 3,5-5,0 mEq/L, atau 3,5-5,0 mmol/L
Bayi : 3,6-5,8 mEq/L
Anak : 3,6-5,8 mEq/L
Klinis :
Hiperkalemia dapat terjadi apabila ada gangguan ginjal, oliguria, anuria,
infus KCl, perlukaan, metabolik asidosis dan penggunaan obat terutama
sefalosforin, heparin, epinefrin, histamin, isoniazid dan spironolakton.
Hiperkalemia dapat terjadi karena input kalium rendah dan ekskresi lewat
urine berlebihan, misalnya pada penyakit muntah, diare dehidrasi,
malnutrisi, diet ketat, trauma, luka pembedahan, dan penghisapan lambung,
DM asidosis, banyak makan permen, luka bakar, hiperaldosteron, alkalosis
metabolik dan penggunaan obat terutama diuretik, kortisone, estrogen,
insulin, litium karbonat dan aspirin. Kadar kalium serum < 2,5 mEq/L atau
lebih dari 7,0 mEq/L dapat menimbulkan kematian.
Makanan sumber kalium :Buah-buahan, sari buah, kacang-kacangan, buah
kering, sayuran, kopi, teh dan cola.
3. Klorida (Cl)
Merupakan anion yang banyak terdapat pada cairan ekstra seluler, tidak
berada dalam serum, berperan dalam keseimbangan cairan tubuh,
keseimbangan asam basa dan dengan natrium menentukan osmolalitas. Cl
sebagian besar terikat dengan Na dalam bentuk NaCl.
Nilai normal :
Dewasa : 95-105 mEq/L, atau 95-105 mmol/L
Bayi : 98-110 mEq/L
Anak : 95-110 mEq/L
Bayi baru lahir : 94-112 mEq/L
Klinis :
1. Penurunan kadar Cl dapat terjadi pada penderita muntah,
penghisapan lambung, diare, diet rendah garam, GE, kolitis,
isufisiensi adrenal, infeksi akut, luka bakar, alkalosis metabolik,
terlalu banyak keringat, gagal jantung kronis, asidosis respiratorik,
penurunan kadar kalium dan natrium dan dapat juga karena
penggunaan obat thiazid, diureti loop, dan bikarbonat.
25
4. Kalsium (Ca)
Merupakan elektolit yang berada pada serum dan berperan dalam
membentuk keseimbangan elektrolit, pencegahan tetani, dan dimanfaatkan
untuk mendeteksi adanya gangguan pada paratiroid dan tiroid.
Nilai normal :
Dewasa :
Serum : 4,5-5,5 mEq/L, atau 9-11 mg/dL atau 2,3-2,8 mmol/L
Urine : dalam 24 jam<150 mg (diet rendah Ca), 200-300 md (diet tinggi
Ca)
Anak : 4,5-5,8 mEq/L atau 9-11,5 mg/dL
Bayi : 5,0-6,0 mEq/L atau 10-12 mg/dL
Bayi baru lahir : 3,7-7,0 mEq/L atau 7,4-14,0 mg/dL
Klinis :
1. Penurunan Ca dalam serum dapat terjadi pada mal absorbsi
saluran cerna, kekurangan intake Ca dan vitamin D, hipotiroid, gagal
ginjal kronis, infeksi yang luas, luka bakar, pankreatis, alkoholisme,
diare, kehamilan dan dapat juga karena penggunaan obat laksansia,
kortison, gentamycin, antasid Mg, heparin, insulin, dan asetazolamid
(diamox).
2. Peningkatan kadar Ca terdapat pada hipertyroid,
malignancy pada tulang, paru-paru , payudara, kandung kencing dan
ginjal, hipervitamin D, imobilisasi lama, fraktur multiple, batu ginjal
dan olahraga berlebihan.
5. Magnesium (Mg)
Merupakan elektrolit ion + (kation), berada pada cairan ekstra seluler dan
sel menempati urutan terbanyak kedua, dieksresi melalui ginjal dan feses,
nerpengaruh pada peningkatan K, Ca dan protein yang berperan untukn
26
6. Posfor (P)
Merupakan anion phospat yang berada dalam darah seimbangan dengan
kadar kalsium yan diatur oleh hormon parathyroid.
Nilai normal :
Dewasa : 1,7-2,6 mEq/L, atau 2,5-4,5 mg/dL, atau 0,78-1,52
mmol/L-Unit SI
Bayi : 4,5-6,7 mg/dL
Anak : 4,5-5,5 mg/dL
Bayi baru lahir : 3,8-8,6 mg/dL
Klinis :
1. Penurunan kadar posfor terdapat pada kasus
kelaparan, malabsorbsi, hiperparatiroidisme, hiperkalsemia,
hipermagnesia, alkoholime, defisiensi vitamin D, asidosis DM,
miksedema, penghisapan lambung, muntah-muntah dan dapat juga
karena penggunaan obat antasid, epinefrin dan insulin.
2. Peningkatan kadar posfor terdapat pada
gangguan ginjal, hipotiroid, hipervitamin D, tumor tulang,
akromegali, chusing sindrom dan sarkoidosis.
3. Nilai Laboratorium
Yang terakhir, gangguan yang hanya dapat dipastikan melalui data
laboratorium karena banyak gangguan cairan dan elektrolit tidak
memerikan gejala dan tanda yang khas. Namun demikian, perlu diingat
bahwa nilai laboratorium saja tidak cukup untuk menafsirkan adanya
gangguan cairan dan elektrolit karena nilai tersebut harus selalu dikaitkan
dengan anamnesis dan pengamatan klinis. Harus dilakukan pengamatan
kecenderungan yang terjadi pada pengukuran dan membandingkan dengan
nilai-nilai dasar pada pasien itu sendiri daripda menekankan pada satu niali
pengukuran yang menonjol saja.Untuk dapat memanfaatkan iali
laboratorium dengan baik diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang
patofisiologi dan keterbatasan setiap pemeriksaan.
2. Diare,muntah .
3. Alkalosis.
4. Sekresi aldosteron yang berlebihan.
5. Poliuria : produksi urin yang berlebihan.
6. Keringat yang berlebihan.
7. Penggunaan larutan intravena yang bebas kalium secara berlebih.
3. Hiperkalemia
Pengertian : Keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah melebihi
kadar normal.
Penyebab :
1. Gagal ginjal.
2. Defisit volume cairan.
3. Kerusakan sel yang berat (luka bakar,trauma).
4. Infus darah dalam waktu yang cepat.
5. Penggunaan diuretik yang mengandung sedikit kalium.
6. Asupan makanan yang mengandung kadar kalium.
4. Hipokalsemia
Pengertian : Menggambarkan penurunan pada jumlah total kalsium
serum dan atau kalsium terionisasi
Penyebab :
1. Pemberian transfusi darah yang berlebihan yang
mengandung sitrat.
2. Hipoalbuminemia : Suatu simtoma rendahnya kadar
albumin dalam serum darah akibat abnormalitas.
3. Hipoparatiroidisme : kekurangan kelenjar
paratiroid.
4. Defisiensi vitamin D.
5. Pankreatitis.
6. Alkalosis.
7. Gagal ginjal kronik.
8. Alkoholisme kronik.
5. Hiperkalsemia
Pengertian : Keadaan meningkatnya konsentrasi total kalsium serum dan
atau kalsium yang terionisasi
Penyebab :
1. Hiperparatitoidisme : kelebihan kelenjar
paratiroid.
2. Osteometastatis.
3. Penyakit paget : penyakit metabolisme pada
tulang, dimana tulang tumbuh secara tidak normal, menjadi lebih
besar dan lunak.
4. Osteoporosis.
5. Imobilisasi yanng lama.
6. Asidosis.
30
7. Diuretik Thiazide
6. Hipomagnesemia
Penyebab :
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan
menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu
pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot,
31
Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam tubuh
yang bersifat bulanan.Variasi siklus bulanan umumnya terjadi pada wanita
karena terjadi menstruasi dan ovulasi setiap bulan. Pada masa sesudah
menstruasi akan terjadi penurunan kadar besi, protein dan fosfat dalam
darah disamping perubahan kadar hormon seks. Demikian juga, pada saat
ovulasi terjadi peningkatan aldosteron dan renin serta penurunan kadar
kolesterol darah.
7. Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung
eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus daripada
dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol-LDL akan berubah
dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.
8. Ras
Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada
orang kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan
serupa juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti perbedaan aktifitas
amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein.
9. Jenis Kelamin
Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi
serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan
ini akan menjadi tidak bermakna lagi setelah umur lebih dari 65 tahun.
Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas CK dan
kreatinin.Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif
34
10. Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat interpretasi hasil
perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada
kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang dimulai pada
minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke-35
kehamilan.Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3.Selama
kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid, elektrolit,
besi, ferritin, protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor
koagulasi dan kecepatan endap darah.Perubahan tersebut dapat disebabkan
karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi,
peningkatan volume tubuh, defisiensi relative karena peningkatan
kebutuhan atau peningkatan protein fase akut.
3. Magnesium
Uji magnesium digunakan untuk mengukur kadar magnesium dalam
serum, suatu elektrolit yang tidak hanya vital pada fungsi neuromuscular.
Magnesium juga membantu dalam metabolism intraseluler, mengaktifkan
banyak enzim esensial, dan memegaruhi metabolisme asam nukleat dan
protein. Magnesium juga membantu transport natrium dan kalium
melewati membrane sel, dan memengaruhi kadar kalsium intraseluler.
Sebagian besar magnesium ditemukan di tulang dan cairan intraseluler,
magnesium dalam jumlah yang kecil ditemukan di cairan ekstraseluler.
Magnesium diabsorpsi melalui usus halus dan diekskresikan di urin dan
tinja.
Tujuan :
1. Untuk menilai keadaan
elektrolit tubuh.
2. Untuk menilai fungsi
neuromuscular dan fungsi ginjal.
Persiapan pasien :
1. Jelaskan pasien bahwa uji ini
digunakan untuk menentukan kandungan magnesium dalam darah.
2. Perintahkan pasien untuk
tidak menggunakan garam kalsium (seperti susu magnesia atau
garam Epsom) selama sedikitnya 3 hari sebelum uji. Beri tahukan
bahwa dia tidak perlu membatasi makanan dan cairan.
3. Beri tahukan kepada pasien
bahwa uji tersebut membutuhkan sampel darah. Jelaskan kapan dan
siapa yang akan melaksanakan pungsi vena.
4. Jelaskan kepada pasien
bahwa ia mungkin mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat
pungsi dan turniket.
Prosedur dan perawatan pascauji :
37
4. Fosfat
Uji fosfat digunakan untuk mengukur kadar fosfat dalam serum, suatu
anion utama dalam cairan intraseluler. Fosfat penting dalam penyimpanan
dan penggunaan energi, regulasi kalsium, fungsi sel darah merah,
keseimbangan asam-basa, pembentukan tulang, dan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Usus mengabsorpsi sebagian besar fosfat
dari sumber makanan, ginjal mengekskresikan fosfat dan berfungsi
sebagai suatu mekanisme pengaturan. Konsentrasi fosfat serum yang
abnormal biasanya lebih diakibatkan oleh ekskresi fosfat yang tidak
adekuat daripada ingesti atau absorbs fosfat yang tidak sempurna dari
sumber makanan.
Normalnya, kalsium dan fosfat memiliki hubungan yang berbanding
terbalik, bila salah satu meningkat, maka yang satunya akan menurun.
Tujuan
1. Untuk membantu diagnosis
penyakit ginjal dan ketidakseimbangan asam-basa.
2. Untuk mendeteksi gangguan
endokrin, tulang, rangka, dan kalsium.
Persiapan pasien
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk mengukur
kadar fosfat dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin
mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan
turniket.
38
5. Kalium
Tujuan :
Persiapan pasien
Perhatian
6. Natrium
Uji natrium digunakan untuk mengukur kadar natrium dalam serum yang
berhubungan dengan jumlah air dalam .Natrium ,kation utama
ekstrasekuler mempengaruhi distribusi air tubuh ,mempertahankan
tekanan osmotik cairan ekstraseluler dan membantu fungsi
neuromuskuler.Natrium juga membantu mempertahankan keseimbangan
asam-basa dan mempengaruhi kadar klorida dan kalium.
Tujuan
Persiapan pasien
Perhatian
7. Anion GAP
Konsentrasi kation dan anion total biasanya sama ,yang membuat serum
secara elektrik menjadi netral.Pengukuran anion gap antara kadar kation
dan anion yang diukur memberikan informasi mengenai kadar anion
(termasuk sulfat ,fosfat ,asam organik seperti badan keton dan asam laktat
dan protein) yang tidak secara rutin diukur dalam uji laboratorium. Pada
asidosis metabolik ,pengukuran anion gap dapat membantu
mengidentifikasi tipe asidosis dan penyebab yang mungkin. Uji lebih
lanjut biasanya diperlukan untuk menentukan penyebab spesifik dari
asidosis metabolik
Tujuan
Persiapan pasien
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gastroenteritis yang biasanya dikenal masyarakat dengan diare, merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak lama. Penyakit diare ini
masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang seperti di
Indonesia dengan morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi.Oleh karena
Gastroenteritis ini dapat membawa penderita dalam keadaan kekurangan
cairan atau dehidrasi sehingga mengakibatkan kurang volume cairan dan
elektrolit, seperti yang kita ketahui 2/3 tubuh manusia terdiri dari air, dan
apabila seorang mengalami dehidrasi sudah pasti berpengaruh terhadap tubuh,
mulai dari yang paling ringan seperti, lemah, lesu peningkatan suhu tubuh,
43
penurunan kesadaran dan yang paling berat dapat berujung kematian. Hal ini
dapat diketahui dan dicegah untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut
dengan pemeriksaan seperti Pemeriksaan tinja, Pemeriksaan gangguan
keseimbangan asam basa dan darahkadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal, Pemeriksaan elektrolit terutama pada Na, K, Ca, dan
Fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan dalam hal
gastroenteritis, maka diperlukan pencegahan sedari dini. Namun pada klien
yang sudah mengalami penyakit gastroenteritis, maka perawat dan tim tenaga
kesehatan lain harus memperhatikan intervensi apa yang tepat dan sesuai
sehingga tidak terjadi komplikasi dan tujuan intervensi dapat tercapai dengan
baik.
44
DAFTAR PUSTAKA
Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, alih bahasa Andri Hartono,
dkk. Edisi Keenam. Jakarta : EGC
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah 1 (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.