Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastroenteritis yang biasanya dikenal masyarakat dengan diare,
merupakan penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak lama.
Penyakit diare ini masih merupakan masalah kesehatan di negara
berkembang seperti di Indonesia dengan morbiditas dan mortalitas yang
masih tinggi.
Gastroenteritis ini dapat membawa penderita dalam keadaan
kekurangan cairan atau dehidrasi sehingga mengakibatkan kurang volume
cairan dan elektrolit, seperti yang kita ketahui 2/3 tubuh manusia terdiri dari
air, dan apabila seorang mengalami dehidrasi sudah pasti berpengaruh
terhadap tubuh, mulai dari yang paling ringan seperti, lemah, lesu
peningkatan suhu tubuh, penurunan kesadaran dan yang paling berat dapat
berujung kematian.Diseluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak
menderita diare setiap tahunnya dan 20% dari seluruh kematian pada anak
yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi
(Wong, 2008).
Gastroenteritis saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan,
jutaan kasus dilaporkan setiap tahun dan diperkirakan 4-5 juta orang
meninggal karena gastroenteritis akut. World health Organization (WHO)
memperkirakan empat milyar kasus terjadi didunia pada tahun 2000 dan 2,2
juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5
tahun (Adisasmito,2007).
Indonesia mencatat angka kejadian gastroenteritis atau diare sekitar
120-130 kejadian per 1000 penduduk, dan sekitar 60% kejadian tersebut
terjadi pada balita. Kejadian luar biasa setiap tahun terjadi sekitar 150
kejadian dengan jumlah kasus sekitar 20.000 orang dan angka kematian
sekitar 2%.

Penyebab utama kematian yang disebabkan oleh diare adalah


karena dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui feses. Dasar dari semua diare adalah gangguan transportasi,
2

larutan usus akibat perpindahan air melalui membrane usus


berlangsung pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran dan larutan secara
aktif maupun pasif, terutama natrium klorida dan glukosa. Dalam
tubuh individu yang sehat sekitar 69% dari barat badannya terdiri dari
air dan secara umum dianggap terdapat dalam dua kompartemen utama
yakni cairan intraselular dan ekstraselular. Kompartemen cairan
ekstraselular dapat dibagi lagi menjadi cairan interstisial dan
intravascular.

Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga


kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh adalah merupakan salah satu bagian homeostasis keseimbangan
cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai
cairan tubuh, cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut)
dan zat tertentu (zat terlarut). Elektolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
dalam larutan cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui
makanan dan minuman dan cairan intravena (IV) dan distribusi
kebagian seluruh tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
dari air tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu sama
lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh dengan yang
lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Elektrolit?
2. Apa sajakah yang termasuk dalam Pemeriksaan Elektrolit?
3. Bagaimana Penilaian status cairan dan elektrolit?
4. Bagaimanakah masalah klinis dari pemeriksaan elektrolit?
5. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
laboratorium?
6. Bagaimana prosedur pelaksanaan uji elektrolit?
7. Apakah definisi gastroenteritis?
8. Bagaimana Etiologi dari gastroenteritis?
9. Bagaimana Epidemiologi dari gastroenteritis?
10. Apakah faktor yang mempengaruhi proses terjadi
gastroenteritis?
3

11. Bagaimana manifestasi klinis gastroenteritis?


12. Apa sajakah pemeriksaan untuk klien Gastroenteritis?
13. Apa sajakah komplikasi dari gastroenteritis?
14. Bagaimanakah keseimbangan Asam Basa (metabolik
asidosis)?
15. Bagaimana penjelasan asuhan keperawatan teori dari
gastroenteritis?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui gambaran umum mengenai asuhan keperawatan pada klien
“gatroenteritis” .
2. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui definisi dari elektrolit.
2. Memahami dan mengerti yang termasuk dalam pemeriksaan
elektrolit.
3. Memahami dan mengetahui penilaian status cairan dn elektrolit.
4. Mengetahui dan memahami masalah klinis dari pemeriksaan
elektrolit.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium
pemeriksaan elektrolit.
6. Memahami dan mengerti prosedur-prosedur pelaksanaan uji
elektrolit.
7. Mengetahui definisi gastroenteritis.
8. Memahami etiologi dari gastroenteritis.
9. Mengetahui dan memahami epidemologi dari gastroenteritis.
10. Memahami dan mengerti faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
laboratorium.
11. Mengetahui manifestasi klinis gastroenteritis.
12. Memahami dan mengetahui pemeriksaan untuk klien gastroenteritis.
13. Memahami dan mengerti kompikasi dari gastroenteritis.
14. Memahami dan mengetahui keseimbangan asam basa (metabolic
asidosis) pada gastroenteritis.
15. Memahami dan mengetahui penjelasan asuhan keperawatan teori
dari gastroenteritis.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diare adalah tinja yang lunak atau cair sebanyak tiga kali atau lebih
dalam satu hari. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada anak
balita bisa didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar tiga
atau lebih, tinja konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya, sehingga
hal itu dianggap tidak normal oleh ibunya. Secara klinik, diare dibedakan
menjadi 3 macam yaitu, diare cair akut, disentri, dan diare persistensi.
Menurut sudibyo ( 2006), diare adalah buang air besar ( defekasi) dengan
tinja berbentuk cair, ( setengah padat), kandungan air lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/ 24 jam. Sedangkan menurut
hendrawanto ( 2002) dalam sipahatur (2008), diare adalah buang air
besar( defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal dari
keadaan normal yakni 100-200ml sekali dedikasi.
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi dan anak-anak.
Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali dalam satu hari , dan berlangsung selama dua hari atau lebih.
Terkadang orang tua bertanya-tanya apakah bayi mengalami diare. Pada
anak-anak konsisten tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini
karena frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa,
bisa sampai lima kali dalam satu hari. Frekuensi BAB pada anak balita belum
tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti pada hari umumnya.
Seorang ibu dapat mengetahui kapan anak nya terkena diare, dan tergantung
pada situasi anak ( sophia, 2009).

2.2 Klasifikasi

Menurut Mansjoer dkk, (2006) jenis diare terbagi dari 4 macam antara
lain :
5

1. Diare Akut.

Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari empat belas
hari umumnya kurng dari tujuh hari sehingga mengakibatkan dehidrasi
yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

2. Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari empat


belas hari secara terus-menerus sehingga mengakibatkan penurunan berat
badan dan gangguan metabolisme.

3. Diare Disentri
Diare disentri yang disertai darah dalam tinja. Akibat disentri
adalah Anorexia sehingga mengakibatkan penurunan berat badan dengan
cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pda mukosa.
4. Diare Masalah Lain
Anak yang menderita diare akut persisten mungkin juga disertai
penyakit lainnya seperti gangguan gizi, demam, dan penyakit lainnya.

2.3 Etiologi

Tingginya angka kematian akibat diare tersebut masih disebabkan oleh


beberapa faktor antara lain : karena kesehatan lingkungan yang belum
memadai, keadaan gizi yang belum memuaskan, kepadatan penduduk, sosial
ekonomi maupun pendidikan atau pengetahuan dan perilaku masyarakat
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare
ini (Depkes RI, 2003). Menurut Mansjoer dkk (2003), penyebab diare dapat
dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

1. Faktor infeksi.
1. Infeksi internal adalah infeksi pencernaan yang merupakan penyebab
diare pada anak disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella, dan E.
Coli.
2. Infeksi parentral adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti Otitis Media Akut yang banyak terdapat pada bayi dan anak
dibawah dua tahun.
2. Faktor Mal Absorbsi.
6

Malabsorbsi karbohidrat, disakarida (Intoransi, Laktosa Maltosa, dan


Subkorasa) dan monosakarida (Intoleransi Glukosa, Frugtosa, dan
Galaktosa) pada bayi dan anak yang terpenting dan terserang malabsorbsi
lemak dan protein.
3. Faktor Makanan.
Faktor makanan adalah seperti makanan beracun, basi dan alergi terhadap
makanan yang ia makan.
4. Faktor Psikologis.

Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak
namun sering terjadi).

5. Keracunan makanan

Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri) merupakan salah satu


penyebab terjadinya diare. Ketika enterotoksin terdapat pada makanan
yang dimakan, masa inkubasi sekitar satu sampai enam jam. Ada dua
bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan yang disebabkan
adanya toksin yaitu:

1. Staphylococcus

Hampir selalu S. Aureus, bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang


tahan panas. Kebanyakan pasien mengalami mual dan muntah yang
berat.

2. Bacillus cereus

2.4 Patofisiologi
Yang merupakan dampak dari timbulnya diare adalah :
1. Gangguan osmolitik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
diserap akan menyebabkan tekanan osmolitik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
7

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
Patogenesisnya :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4. Akibat toksin itu, terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan timbul
diare.

2.5 Manifestasi Klinik


Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair,
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah
kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus
dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya
asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. (Ngastiyah,
2007, Mansjoer dkk, 2006, Asnil dkk, 2003). Anak-anak yang tidak
mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-
keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia,
gangguan gizi, gangguan sirkulasi. (Asnil dkk, 2003).

1. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis.
2. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest bila diduga terdapat intoleransi glukosa.
3. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dan darah.

Dengan cara menentukan pH dan cadangan alkali (lebih tepat lagi


dengan pemeriksaan AGD menurut ASTRUP (bila mrmungkinkan).
8

3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.


4. Pemeriksaan elektrolit.
Terutama pada Na, K, Ca, dan Fosfor dalam serum (terutama pada
penderita diare yang disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duodenum.
Untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan
kuantitatif terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

2.6 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan (jenis cairan, cara pemberian dan jumalah).
1. Cairan Peroral
1. Dehidrasi ringan dan sedaang : cairal yang berisi NaCl, NaHCO3,
KG dan glukosa.
2. Diare akut dan kolera, umur > 6 bulan : kadar Na 90 Meq/L.
3. Dehidrasiringan/sedang, umur < 6 bulan : kadar Na 50-60 meq/L
formula lengkap sering disebut oralit.

Cairan sederhana hanya mengandung garam dan gula KnaCl dan


sukrosa atau air tajin yang diberi garam dan gula).
9

4. Cairan Parenteral

Garam yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien,


kadang-kadang tergantung kepada tersedianya cairan setempat.
Umumnya ringer laktat.

Cara memberikan cairan :


1. Belum ada dehidrasi.
Peroral sebanyak anak mau minum (ad libium) atau 1 gelas
tiap defekasi.
2. Dehidrasi ringan.
1. 1 jam pertama: 25-50 ml/Kg BB peroral (intragastrik)
2. Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari ad libitum
3. Dehidrasi sedang
1. 1 jam pertama: 50-100 ml/kg BB peroral/ intragastrik
(sonde).
2. Selanjutnya: 125 ml/kg BB/hari ad libitum.
4. Dehidrasi berat
1. Anak 1 bulan – 2 tahun BB 3 – 10 kg.
1. 1 jam pertama.

40 ml/kgBB/jam = 10 tts/kgBB/i (set infus


berukuran 1 ml = 15 tts) atau 13 tts/kg BB/ menit.

2. 7 jam berikutnya
12 ml/kg BB/ jam = 3 tts /kg BB/menit atau 4 tts/Kg
BB/menit.
3. 16 jam berikutnya.
125 ml/kg BB oralit peroral/ intragastrik. Bila anak
tidak mau minum teruskan dengan intravena 2 tts/kg
BB/menit (set infus 1 ml 15 tts). Atau 3 tts/kg
BB/menit (set infus 1 ml = 20 tts).
2. Anak : 2-5 tahun, BB 10-15 kg
1. 1 jam pertama.
30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/menit (1 ml = 15
tts) atau 10 tts/kgBB/menit (1ml = 20 tts)
2. 7 jam berikutnya.
10 ml/kgBB/jam atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml = 15
tts) atau 4 tts/kgBB/menit (1 ml = 20 tts).
3. 16 jam berikutnya.
10

125 ml/kgBB oralit peroral/ intragastrik. Bila anak


tidak mau minum teruskan dengan intravena 2 tts/kg
BB/menit (1ml = 20 tts).
3. Anak : 5-10 tahun, BB 15-25 kg
1. 1 jam pertama.
20 m/kgBB/jam atau 5 tts/kg BB/menit (1 ml = 15
tts) atau 7 tts/kg BB/menit (1 ml = 20 tts)
2. 7 jam berikutnya.
10 ml/kg BB/jam atau 2,5 tts/kg BB/menit (1 ml =
15 tts) atau 3 tts/kg BB/menit (1ml = 20 tts).
3. 16 jam berikutnya
105 ml/kgBB oraalit peroral. Bila anak tidak mau
minum diteruskan Dgaa intravena 1 tts/kgBB/menit
(1ml = 15 tts) atau 1 ½ tts/kgBB/menit (set infus 1
ml -20 tts).
4. Bayi baru lahir (Neonatus) BB 2-3 kg
Kebutuhan cairan :
125 ml + 10 ml + 25 ml = 250 mml/kgBB/24 jam.

Jenis cairan: 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian


NaHCO3 1 ½ %).

Kecepatan :
4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/i (1 ml =
15 tts) atau 8 tts/kgBBA (1 ml = 20 tts).
20 jam berikutnya :
150 ml/kg/BB/20 jaam atau 2 tts/kgBB/i (1 ml = 15 tts)
atau 2 ½ tts/kg BB/i (1 ml = 20 tts).
5. Bayi berat badan lahir rendah BB < 2 kg
Kebutuhan cairan : 250 ml/kgBB/24 jam
Jenis cairan : 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1 ½ %).
Kecepatan cairan = pada bayi baru lahir.
2. Pengobatan Dietatik (makanan)
Untuk anak < 1 tahun dan > 1 tahun dengan BB kurang 7 kg jenis
makanannya adalah :
1. Susu (ASI dan atau susu formula meengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, seperti : LLM Al miron.
2. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila
anak tidak mau minum susu.
3. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan.
11

Cara pemberian :

Hari pertama : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila diberi
ASI/susu formula tetapi diare masih sering, diberikan oralit
selang seling dengan ASI/susu khusus: 1 kali oralit.
Hari 2-4 : ASI/ susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : bila tal ada kelainan klien dipulangkan, kembali susu atau
makanan.
3. Obat-obatan
Prinsip : menggganti cairan yang hilang melalui tinja dengan/tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa/karbohidrat lain (gula,air, tajin, tepung beras, dll).
Obat yang diberikan adalah :
1. Obat anti sekresi.
Asetosal. Dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
Klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
2. Obat spasmolitik
Papaverin, ekstrak beladon, opium loperamid tidak digunakan pada
klien diare. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin charcoal tabonal
tidak bermanfaat mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
3. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidaak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Pada klien kolera diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg/kgBB/hari.
ATS diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA,
faringitis, bronkitis, bronkopneumoni.

2.7 Pathway
12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Identitas

Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak, frekuensi diare
untuk neonatus > 4 kaali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam
sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya diare pada anak ditinjau dari pola makan,
kebersihan, dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat pelaku kesehatan dan komunikasi dalam
pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat
berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu, dan orang) (Lab.
FKUI, 1988).

Keluhan Utama
Keluhan yang meembuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klinis
berupa BAB yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya (LAN
IKA, FKUA, 1984)
Riwayat Penyakit Sekarang
Paliatif, apakah yaang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah
dilakukan. Diare dapat dapat disebabkan oleh karena infeksi,
malabsorbsi, faktor makanan, dan faktor psikologis.
13

Kualitatif, gejala yang dilakukan akibat diare biasanya berak lebih dari 3
kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir, mules, muntah.
Kualitas, Bab konsistensi, Regonal, perut terasa mules, anus terasa basah.

Skala/keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan


aktivitas sehari-hari.

Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena
infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare
berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14 hari (Lab IKA FKUA, 1984).

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Infeksi parenteral seperti ISPA, Infeksi Saluran Kemih, OMA (Otitis Media
Acute) merupakan faktor predisposisi terjadinya diare (Lab IKA
FKUA,1984)
Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yaang
berhubungan dengan distribusi penularan.
2. Lingkungan rumah dan komunitas

Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang
mudah terkena kuman penyakit diare.

3. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ disungai dan cara bermain
anak yang kuraang higienis dapat mempermudah masuknya kuman
lewat Fecal-oral.

4. Persepsi keluarga

Kondisi lemah dan mencret yang berlebihaan perlu suatau keputusan


untuk penanganan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat
pengetahuan dan pengalaman dimiliki oleh anggota keluarga (orang
tua).

5. Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Nutrisi
14

Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene


berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah
ringan sampai jelek dan dapat terjadi hipoglikemua. Kehilangan
berat badan badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi.
Dietik pada anak < 1 tahun/> 1 tahun dengan berat badan< 7 kg
dapat diberikan ASI/susu formula dengan rendah laktosa, umur > 1
tahun dengan BB > 7 kg dapat diberikan makanan padat atau
makanan cair.

2. Pola Eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna fan bau) atau tanpa lendir, darah
dapat mendukung secara malroskopis terhadap kuman penyebab
dan cara penanganan lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output
terhadap lehilangan cairan lewat urine.
3. Pola Istirahat
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat depat terganggu
karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel.
4. Pola Aktivitas
Klien naampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Neurologi
1. Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang.
2. Inspeksi, keadaan umum klien yamg diamati mulai pertama kali
bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang,
ringan atau tidak tampak sakit. Keadaan diamati komposmentis,
apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
3. Palpasi, adakah parese, anestesia.
4. Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
5. Sistem penginderaan
6. Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang.
Inspeksi :
1. Kepala, kesimetrisan muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-),
warna dan distribusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada
neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
2. Mata, amati konjungtiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokot, miosis atau midiriasis. Pada
15

keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolemia reflek pupil (-),
mata cowong.
3. Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis
respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2, nampak
adanya pernafasan cuping hidung.
4. Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinan infeksi parenteral yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
Palpasi :
1. Kepala, ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan
untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maximal umur 2
tahun.
2. Mata, tekanan bola mata dapat menurun.
3. Telinga, nyeri tekan, mastoiditis.
5. Sitem Integumen
4. Subyektif, kulut kering
5. Inspeksi, kulit kering, sekresi sedikit, selaput mukosa kering
6. Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali
dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik= dehidrasi sedang dan > 2
detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988)
2. Sistem Kardiovaskuler
Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ictus cordis (-),
adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate
meningkat karena casodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun
sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan
nadi.
Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada
kasus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak
lebih dari 4-7 dan 10 cm je arah kiri dari garis midsternal pada ruang
interkostalis ke 4, 5 dan 8.
Auskultasi, pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan
sirkulasi,auskultasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan
lainnya. Kaji tekanan darah.
3. Sistem Pernafasan
Subyektif, sesak atau tidak
16

Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi, retraksi interkostal atau subcostal.


Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah
penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi

Palpasi, kaji adanya massa, nyeri tekan, kesemitrisan ekspansi, tacti


vremitus (-).
Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
4. Sistem Pencernaan
Subyektif, kelaparan, haus
Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendir atau darah. Kontur
permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesemitrisan abdomen.
Auskultasi, bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskop),
peristaltik usus meningkat (gurging) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
Perkusi, mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien
tidak membesar suara tympani.
Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemula darah, massa (-). Hepar
dan lien tidak teraba.
5. Sistem Perkemihan
Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor
menutup labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut (-), BAK
frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau
menggunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
Palpasi, adakah pembesaran scrotum, infeksi testis atau femosis.
6. Sistem Muskuloskeletal
Subyektif, lemah
Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, kekuatan otot.
Analisa Diagnosa
Data dasar adalah dasar untuk mengindividualiskan rencana asuhan
keperawatan, mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan
perawat untuk klien. Pengumpulan data harus berhubungan dengan
masalah kesehatan tertentu, dengan kata lain pengkajian harus relevan.
Perawat mengumpulkan data yang bersifat deskriptif, singkat dan lengkap
(Potter dan Perry, 2005).Pengumpulan data yang tidak akurat, tidak
17

lengkap, atau tidak sesuai mengarah pada identifikasi kebutuhan


keperawatan klien yang tidak tepat dan akibatnya diagnosa keperawatan
yang dibuat menjadi tidak akurat, tidak lengkap atau tidak sesuai.data yang
tidak akurat terjadi bila perawat tidak berhasil mengumpulkan informasi
yang relevan dengan area spesifik atau jika perawat tidak tertur atau tidak
terampildalam teknik pengkajian (Potter dan Perry, 2005).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes M (2000) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
yang mengalami diare adalah :
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan sekunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan diare.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan hiperperistalti,
diare lama, iritasi kulit atau jaringan.
4. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksi kuman
diare, kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebab penyakit.
5. Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan.
6. Risiko injuri kulit (area perianal) berhubungan dengan peningkatan
frekuensi diare.
7. Gangguan pola eliminasi diare BAB; diare berhubungan dengan proses
inflamasi usus.
8. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan orang tua tentang penyakit
anaknya.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.

3.3 Perencanaan dan Intervensi


1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan sekunder terhadap diare.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara
optimal.

Kriteria :

1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.


18

2. Tanda-tanda dehidrasi (-), turgor kulit elastis, membran mukosa basah,


haluaran urin terkontrol, mata tidak cowong dan ubun-ubun besar
tidak cekung.
3. Konsistensi BAB liat/lembek dan frekuensi 1 kali dalam sehari.
4. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit BJ urine 1,008-1,010,
BUN dalam batas normal.
5. BGA dalam batas normal.

Intervensi :

1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan (dehidrasi).

R/ Penurunan volume cairan bersirkulasi menyebabkan kekeringan


jaringan dan pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan terapi
pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.

2. Pantau intake dan out put.


R/ haluaran dapat melebihi masukan, yang sebelumnya tidak
mencukupi untuk mengkompensasi kehilangan cairan. Dehidrasi dapat
meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat haluaran tak adeguat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang BB setiap hari.
R/ Penimbangan BB harian yang tepat mendeteksi kehilangan cairan.
4. Penatalaksanaan rehidrasi :
Anjurkan keluarga bersama klien untuk meminum yang banyak (LGG,
oralit atau pedyalit 10 cc/kg BB/mencret.
R/ Kandungan Na, K dan glukosa dalam LGC, oralit dan pedyalit
mengandung elektrolit sebagai ganti cairan yang hilang secara peroral.
Bula menyebarkan gelombang udara dan mengurangi distensi.
5. Pemberian cairan parenteral (IV line) sesuai dengan umur dan penyulit
(penyakit penyerta).
R/ Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan sedang
yang kurang intakenya atau dehidrasi berat perlu pemberian cairan
cepat melalui IV line sebagai pengganti cairan yang telah hilang.
Kolaborasi :
Pemeriksaan serum elektrolit (Na, K, dan Ca serta BUN).R/ Serum
elektrolit sebagai koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. BUN
untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi)terutama dalam keadaan
19

sakit. Penjelasan yang diterima dapat membuka jalan pikiran untuk


mencoba dan melaksanakan apa yang diketahuinya
Kolaborasi :
Obat-obatan (antisekresi, antispasmolitik dan antibiotik).R/
Antisekresi berfungsi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit
untuk keseimbangannya. Antispasmolitik berfungsi untuk proses
absrobsi normal. Antibiotik sebagai antibakteri berspektrum luas
untuk menghambat endoktoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan diare.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam


diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

1. Nafsu makan baik.


2. BB ideal sesuai dengan umur dan kondisi tubuh.
3. Hasil pemeriksaan laborat protein dalam batas normal (3-5
mg/dalam).

Intervensi :

1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan yang


berserat tinggi, berlemak dan air panas atau dingin).
R/ Makanan ini dapat merangsang atau mengiritasi saluran usus.
2. Timbang BB setiap hari.
R/ Perubahan berat badan yang menurun menggambarkan
peningkatan kebutuhan kalori, protein, dan vitamin.
3. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu malam
dan bantu sesuai dengan kebutuhan.
R/ Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks dan
menyenangkan.
4. Diskusikan dan jelaskan tentang pentingnya makanan yang sesuai
dengan kesehatan dan peningkatan daya tahan tubuh.
R/ Makanan sebagai bahan yang dibutuhkan tubuh untuk proses
metabolisme dan katabolisme serta peningkatan daya tahan tubuh.
5. Kolaborasi
1. Dietetik.
20

Anak, 1 tahun/ > 1 tahun dengan BB < 7 kg diberi susu (ASI


atau formula rendah laktosa), makan setengah padat/makanan
padat.
R/ Pada diare dengan usu yang terinfeksi enzim laktose inaktif
sehingga intoleransi laktose.
Umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg diberi makan susu cair dan
padat.
R/ Makanan cukup gizi dan disesuaikan dengan kondisi
kesehatan.
2. Rehidrasi parenteral (IV line).
R/ Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan
sedang yang kurang intakenya atau dehidrasi berat perlu
pemberian cairan cepat melalui IV line sebagai pengganti
cairan yang telah hilang.
3. Supporatif (pemberian vitamin A).
4. R/ Vitamin merupakan bagian dari kandungan zat gizi yang
diperlukan tubuh terutama pada bayi untuk proses
pertumbuhan.

3. Risiko injuri kulit (area perianal) berhubungan dengan peningkatan


frekuensi diare.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan injuri kulit tidak terjadi.

Kriteria :
1. Integritas kulit utuh.
2. Iritasi tidak terjadi.
3. Kulit tidak hiperemia, atau iscemia.
4. Kebersihan peranal terjaga dan tetap bersih.
5. Keluarga dapat mendemonstrasikan dan melaksanakan perawatan
perianal dengan baik dan benar.
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga kebersihan di tempat
tidur.

R/ Kebersihan mencegah aktivitas kuman. Informasi yang adeguat


melalui metode diskusi dapat memberikan gambaran tentang
21

pentingnya kebersihan dan kesadaran partisipasi dalam peningkatan


kesehatan.

2. Libatkan dan demonstrasikan cara perawatan perianal bila basah


akibat diare atau kencing dengan mengeringkannya dan mengganti
pakaian bawah, serata alasnya.
R/ Kooperatif dan partisipasi sangat penting untuk peningkatan dan
pencegahan untuk mencegah terjadinya disintegrasi kulit yang tidak
diharapkan.
3. Menganjurkan keluarga untuk mengganti pakaian bawah yang basah.
R/ Kelembaban dan keasaman fecea merupakan faktor pencetus
timbulnya iritasi. Untuk itu, pengertian akan mendorong keluarga
untuk mengatasi masalah tersebut.
4. Lindungi area perianal dari iritasi dengan pemberian lotion.
R/ Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat dikurangi dengan
menjaga kebersihan dan pemberian lotion dari iritasi.
5. Atur posisi klien selang 2-3 jam.
R/ Posisi yang bergantian berpengaruh pada proses vaskularisasi
lancar dan mengurangi penekanan yang lama, sehingga mencegah
ischemia dan iritasi.

3.4 Evaluasi

Fase kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam proses


keperawatan, evaluasi umumnya merupakan penentuan dari efektivitas
rencana asuhan terhadap seorang pasien.

Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara


umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya
keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit
dalam batas normal, berat badn sesuai dengan tinggi badan atau tidak
ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain
sebagainya
22

BAB IV
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

4.1 Definisi Elektrolit

Elektrolit adalah partikel yang bermuatan listrik saat berada dalam larutan.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti bahwa konsentrasi tubuh total
(TBW) dan elektrolit normal di seluruh kompartemen tubuh, demikain juga
denagn distribusinya. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dihubungkan
dengan semua penyakit utama dan beberapa penyakit minor. Elektrolit bisa
berupa air, asam, basa atau berupa senyawa kimia lainnya. Elektrolit
umumnya berbentuk asam, basa atau garam. Beberapa gas tertentu dapat
berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu misalnya pada suhu tinggi
atau rendah. Elektrolit kuat identik dengan asam, basa, dan garam kuat.
Elektrolit merupakan senyawa yang berikatan ion dan kovalen polar.
Sebagian besar senyawa yang berikatan ion merupakan elektrolit sebagai
contoh ikatan ion NaClyang merupakan salah satu jenis garam yakni garam
dapur. NaCl dapat menjadi elektrolit dalam bentuk larutan atau lelehan atau
bentuk liquid dan aqueous. Sedangkan dalam bentuk solid atau padatan
senyawa ion tidak dapat berfungsi sebagai elektrolit.

1. Elektrolit Utama
Zat terlarut yang terdapat dalam caoran tubuh meliputi elektrolit dan
nonelektrolit. Nonelektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik. Nonelektrolt terdiri dari protein, urea,
glukosa, oksgen, karbondioksida dan asam-asam organik. Garam yang
terurai di dalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel yang
bermuatan, di sebut sebagai ion atau elektrolit-elektrolit. Elektrolit tubuh
mencakup natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, bikarbonat,
fosfat dan sulfat. Larutan elektrolit meghantarkan aliran listrik. Ion-ion yag
bermuatan positif disebut kation, dan yang bermuatan negative disebut
anion. Konsentrasi cairan elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi dari satu
bagian dengan bagian yang lainnya, dan dalam keadaan sehat mereka
harus berada pada bagian yang tepat dan dalam jumlah yang
23

tepat.Meskipun konsentrasi ion tiap bagian berbeda-beda, hukum netralitas


listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negative (dalam satuan
mili-ekuivalen) dalam setiap bagian. Mempertahankan muatan listrik yang
netral memiliki arti penting dalam menentukan perpindahan ion antara
ECF (Extracelluler Fluid) dan ICF (Intracelluler Fluid).dan pada ginjal.

4.2 Pemeriksaan Elektrolit Darah


1. Natrium (Na)
Adalah kation terdapat banyak pada cairan elektorlit ekstra seluluer,
mempunyai efek menahan air, berfungsi untuk :
1. Mempertahankan cairan tubuh.
2. Konduksi imupuls neuromuskuler.
3. Aktivitas enzim.
Nilai normal dalam serum :
Dewasa : 135-145 mEq/L, atau 135-145 mmol/L
Bayi : 134-150 mEq/L
Anak : 135-145 mEq/L
Dalam Urine : 40-220 mEq/L/24 jam
Klinis:
1. Penurunan natrium terdapat pada penderita muntah, diare, penghisapan
lambung, cedera jaringan, diet rendah garam, luka bakar, gagal ginjal,
penggunaan obat diuretik furosemid, thiazid dan manitol.
2. Peningkatan natrium terdapat pada penderita: dehidrasi, muntah, diare,
gangguan jantung kronis, hiperfungsi adrenal, gagal hepatik, intake Na
tinggi, dan penggunaan obat kortison, antibiotik, laksansia dan obat
batuk.
Makanan sumber natrium : garam dapur, corned beef, daging babi, ham,
ikan kaleng, keju, buah ceri, saus tomat, acar, minyak zaitun, kripik
kentang dan pepsicola.

2. Kalium (K)
Adalah elektrolit yang berada pada cairan vaskuler dan 90% dikeluarkan
melalui urime, rata-rata 40 mEq/L atau 25-120 mEq/24 jam walau input
kalium rendah. Berperan penting dalam pengaturan impuls neuromuskular
terutama denyut jantung.
24

Nilai normal :
Dewasa : 3,5-5,0 mEq/L, atau 3,5-5,0 mmol/L
Bayi : 3,6-5,8 mEq/L
Anak : 3,6-5,8 mEq/L
Klinis :
Hiperkalemia dapat terjadi apabila ada gangguan ginjal, oliguria, anuria,
infus KCl, perlukaan, metabolik asidosis dan penggunaan obat terutama
sefalosforin, heparin, epinefrin, histamin, isoniazid dan spironolakton.
Hiperkalemia dapat terjadi karena input kalium rendah dan ekskresi lewat
urine berlebihan, misalnya pada penyakit muntah, diare dehidrasi,
malnutrisi, diet ketat, trauma, luka pembedahan, dan penghisapan lambung,
DM asidosis, banyak makan permen, luka bakar, hiperaldosteron, alkalosis
metabolik dan penggunaan obat terutama diuretik, kortisone, estrogen,
insulin, litium karbonat dan aspirin. Kadar kalium serum < 2,5 mEq/L atau
lebih dari 7,0 mEq/L dapat menimbulkan kematian.
Makanan sumber kalium :Buah-buahan, sari buah, kacang-kacangan, buah
kering, sayuran, kopi, teh dan cola.

3. Klorida (Cl)
Merupakan anion yang banyak terdapat pada cairan ekstra seluler, tidak
berada dalam serum, berperan dalam keseimbangan cairan tubuh,
keseimbangan asam basa dan dengan natrium menentukan osmolalitas. Cl
sebagian besar terikat dengan Na dalam bentuk NaCl.
Nilai normal :
Dewasa : 95-105 mEq/L, atau 95-105 mmol/L
Bayi : 98-110 mEq/L
Anak : 95-110 mEq/L
Bayi baru lahir : 94-112 mEq/L
Klinis :
1. Penurunan kadar Cl dapat terjadi pada penderita muntah,
penghisapan lambung, diare, diet rendah garam, GE, kolitis,
isufisiensi adrenal, infeksi akut, luka bakar, alkalosis metabolik,
terlalu banyak keringat, gagal jantung kronis, asidosis respiratorik,
penurunan kadar kalium dan natrium dan dapat juga karena
penggunaan obat thiazid, diureti loop, dan bikarbonat.
25

2. Peningkatan klorid dapat terjadi pada penderita dehidrasi,


hiperfungsi adrenal, peningkatan Na, cedera kepala, decompensasio
cordis, infus NaCl, asidosis metabolik, gangguan ginjal dan dapat
juga karena obat amonium chlorid (OBH) , penggunaan kortison
dan asetazolamid.

4. Kalsium (Ca)
Merupakan elektolit yang berada pada serum dan berperan dalam
membentuk keseimbangan elektrolit, pencegahan tetani, dan dimanfaatkan
untuk mendeteksi adanya gangguan pada paratiroid dan tiroid.
Nilai normal :
Dewasa :
Serum : 4,5-5,5 mEq/L, atau 9-11 mg/dL atau 2,3-2,8 mmol/L
Urine : dalam 24 jam<150 mg (diet rendah Ca), 200-300 md (diet tinggi
Ca)
Anak : 4,5-5,8 mEq/L atau 9-11,5 mg/dL
Bayi : 5,0-6,0 mEq/L atau 10-12 mg/dL
Bayi baru lahir : 3,7-7,0 mEq/L atau 7,4-14,0 mg/dL
Klinis :
1. Penurunan Ca dalam serum dapat terjadi pada mal absorbsi
saluran cerna, kekurangan intake Ca dan vitamin D, hipotiroid, gagal
ginjal kronis, infeksi yang luas, luka bakar, pankreatis, alkoholisme,
diare, kehamilan dan dapat juga karena penggunaan obat laksansia,
kortison, gentamycin, antasid Mg, heparin, insulin, dan asetazolamid
(diamox).
2. Peningkatan kadar Ca terdapat pada hipertyroid,
malignancy pada tulang, paru-paru , payudara, kandung kencing dan
ginjal, hipervitamin D, imobilisasi lama, fraktur multiple, batu ginjal
dan olahraga berlebihan.

5. Magnesium (Mg)

Merupakan elektrolit ion + (kation), berada pada cairan ekstra seluler dan
sel menempati urutan terbanyak kedua, dieksresi melalui ginjal dan feses,
nerpengaruh pada peningkatan K, Ca dan protein yang berperan untukn
26

aktivasi neuromuskular dan enzim pada metabolisme hidrat arang dan


protein. Penurunan kadar Mg biasanya diikuti juga oleh penurunan ion
lain.
Nilai normal : 85-135 ml/min
Klinis :
1. Penurunan magnesium terdapat apada malnutrisi protein, malabsorbsi,
sirosis hati, alkoholime, hipoparatiroid,, hipoaldosteron, hipokalemia,
diare kronis, reseksi usus, dehidrasi dan karena penggunaan abat
diuretik, kalsium glukomnas, ampoterisin B, neomicin, dan insulin.
2. Peningkatan magnesium dalam darah terdapat pada penderita dehidrasi
berat, gangguan ginjal, leukemia limpasitik dan mielosistik, DM awal,
obat antasid terutama Mg dan Laksansia Mg.
Makanan sumber Mg :ikan laut, daging, sayuran hijau, buji-bijian dan
kacang-kacangan.

6. Posfor (P)
Merupakan anion phospat yang berada dalam darah seimbangan dengan
kadar kalsium yan diatur oleh hormon parathyroid.
Nilai normal :
Dewasa : 1,7-2,6 mEq/L, atau 2,5-4,5 mg/dL, atau 0,78-1,52
mmol/L-Unit SI
Bayi : 4,5-6,7 mg/dL
Anak : 4,5-5,5 mg/dL
Bayi baru lahir : 3,8-8,6 mg/dL
Klinis :
1. Penurunan kadar posfor terdapat pada kasus
kelaparan, malabsorbsi, hiperparatiroidisme, hiperkalsemia,
hipermagnesia, alkoholime, defisiensi vitamin D, asidosis DM,
miksedema, penghisapan lambung, muntah-muntah dan dapat juga
karena penggunaan obat antasid, epinefrin dan insulin.
2. Peningkatan kadar posfor terdapat pada
gangguan ginjal, hipotiroid, hipervitamin D, tumor tulang,
akromegali, chusing sindrom dan sarkoidosis.

4.4 Penilaian Status Cairan Dan Elektrolit


27

1. Anamnesis : Petunjuk untuk mengetahui ketidakseimbangan.


Penilaian dan diagnosis gangguan cairan dan elektrolit memerlukan
pemaahaman menyeluruh mengenani mekanisme fisiologis dan keadaan-
keadaan yang mungkin menyebabkan gangguan. Banyak penyakit dan
pengobatan yang menimbulkan gangguan cairan dan elektrolit. Selain itu,
banyak gagguan cairan dan elektrolit memberikan gejala-gejal yang tidak
khas atau samar. Oleh karean itu, diperlukan tingkat kecurigaan yang tingi
untuk dapat mengenalinya, terutama jika ketidakseimbangan masih daam
tahap awal atau ringan.
Metheny (2000) telah mengembangkan cara yang sangat baik sekali unutk
menilai status cairan dan elektrolit berdasarkan hubungan dan analisis dari
anamnesis, penialian data klinis dan tes laboratorium.
2. Penilaian Klinis
Setelah membuat hipotesis mengenai gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi, maka diperlukan pemantauan klinis
sistematik unutk tndak lanjut berdasrkan anamnesis dan untuk
menegakkan diagnosis. Pengamatan klinik sistematis juga penting untuk
memantau keadaan yang sedang terjadi dan juga respon terhadap
pengobatan. Namun, unutk mencapai hasil yang baik, pengamatan ini
harus direncanakan berdasarkan pemahaman tentang aspek keseimbangan
cairan dan elektrolit.
28

3. Nilai Laboratorium
Yang terakhir, gangguan yang hanya dapat dipastikan melalui data
laboratorium karena banyak gangguan cairan dan elektrolit tidak
memerikan gejala dan tanda yang khas. Namun demikian, perlu diingat
bahwa nilai laboratorium saja tidak cukup untuk menafsirkan adanya
gangguan cairan dan elektrolit karena nilai tersebut harus selalu dikaitkan
dengan anamnesis dan pengamatan klinis. Harus dilakukan pengamatan
kecenderungan yang terjadi pada pengukuran dan membandingkan dengan
nilai-nilai dasar pada pasien itu sendiri daripda menekankan pada satu niali
pengukuran yang menonjol saja.Untuk dapat memanfaatkan iali
laboratorium dengan baik diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang
patofisiologi dan keterbatasan setiap pemeriksaan.

4.5 Masalah Klinis


1. Hiponatermia
1. Pengertian : Keadaan konsentrasi natrium melebihi kadar normal yang
dapat disebabkan oleh Kehilangan pada gastrointestinal :
muntah,diare,pengisapan nasogastrik
2. Kehilangan pada ginjal : penyakit ginjal yang menyebabkan
kehilangan garam,diuretik,insufisiensi adrenal
3. Kehilangan pada kulit : keringat yang berlebihan,luka bakar
4. Psikogenik polidipsia
5. Sindrom ADH yang tidak tepat (SIADH)
6. Asupan garam yang berlebihan : asupan sejumlah besar larutan yang
mengandung garam
7. Sekresi aldosteron yang berlebihan
Kehilangan cairan yang berlebihan atau kadar natrium yang
berlebihan.
Penyebab :
Diabetes insipidus : kekurangan hormon antiduretik yang
menyebabkan rasa haus yang berlebih dan pengeluaran sejumlah besar
air kemih.
2. Hipokalemia
Pengertian : Ketidakseimbangan elektrolit yang beredar dalam cairan
ekstraseluler tidak adekuat
Penyebab :
1. Penggunaan diuretik yang terutama mengeluarkan natrium dari
tubuh.
29

2. Diare,muntah .
3. Alkalosis.
4. Sekresi aldosteron yang berlebihan.
5. Poliuria : produksi urin yang berlebihan.
6. Keringat yang berlebihan.
7. Penggunaan larutan intravena yang bebas kalium secara berlebih.
3. Hiperkalemia
Pengertian : Keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah melebihi
kadar normal.
Penyebab :
1. Gagal ginjal.
2. Defisit volume cairan.
3. Kerusakan sel yang berat (luka bakar,trauma).
4. Infus darah dalam waktu yang cepat.
5. Penggunaan diuretik yang mengandung sedikit kalium.
6. Asupan makanan yang mengandung kadar kalium.
4. Hipokalsemia
Pengertian : Menggambarkan penurunan pada jumlah total kalsium
serum dan atau kalsium terionisasi
Penyebab :
1. Pemberian transfusi darah yang berlebihan yang
mengandung sitrat.
2. Hipoalbuminemia : Suatu simtoma rendahnya kadar
albumin dalam serum darah akibat abnormalitas.
3. Hipoparatiroidisme : kekurangan kelenjar
paratiroid.
4. Defisiensi vitamin D.
5. Pankreatitis.
6. Alkalosis.
7. Gagal ginjal kronik.
8. Alkoholisme kronik.
5. Hiperkalsemia
Pengertian : Keadaan meningkatnya konsentrasi total kalsium serum dan
atau kalsium yang terionisasi
Penyebab :
1. Hiperparatitoidisme : kelebihan kelenjar
paratiroid.
2. Osteometastatis.
3. Penyakit paget : penyakit metabolisme pada
tulang, dimana tulang tumbuh secara tidak normal, menjadi lebih
besar dan lunak.
4. Osteoporosis.
5. Imobilisasi yanng lama.
6. Asidosis.
30

7. Diuretik Thiazide
6. Hipomagnesemia

Pengertian : Penurunan kadar serum magnesium terjadi dalam keadaan


malnutrisi dan malabsorpsi

Penyebab :

1. Asupan inadekuat : malnutrisi dan


alkoholisme
2. Absorpsi inadekuat dan kehilangan :
diare,muntah,drainase,nasogastrik,fistula,penyakit usus kecil
3. Kehilangan yang berlebihan yang
disebabkan oleh diuretik thiazide.
4. Kelebihan aldosteron.
5. Poliuria
7. Hipermagnesemi
Pengertian : Peningkatan kadar magnesium serum, yang dapat mendepresi
otot skeletal dan fungsi saraf
Penyebab :
1. Gagal ginjal.
2. Asupan magnesium oral dan
parenteral berlebihan.

4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Labolatorium


1. Faktor Diet
Makanan dan minuman dapat mempengaruhi hasil beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium baik langsung maupun tidak langsung,
misalnya pemeriksaan glukosa darah dan trigliserida. Pemeriksaan ini
dipengaruhi secara langsung oleh makanan dan minuman. Karena
pengaruhnya yang sangat besar, maka pada pemeriksaan glukosa darah,
pasien perlu dipuasakan 10 – 12 jam dan untuk pemeriksaan trigliserida,
pasien dipuasakan sekurang-kurangnya 12 jam sebelum pengambilan
darah.

2. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan baik secara oral maupun cara lainnya akan
menyebabkan respon tubuh terhadap obat tersebut. Disamping itu
pemberian obat secara intra muskular akan menimbulkan jejas pada otot,
31

sehingga menyebabkan enzim yang dikandung dalam otot tersebut akan


masuk ke dalam darah, yang selanjutnya dapat mempengaruhi hasil
beberapa pemeriksaan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium misalnya :
1. Diuretik, cafein
menyebabkan hampir seluruh pemeriksaan substrat dan enzim
dalam darah akan meningkat karena terjadi hemokonsentrasi,
terutama pemeriksaan hemoglobin, hitung jenis lekosit,
hematokrit, elektrolit. Pada urine akan terjadi pengenceran.
2. Tiazid mempengaruhi
hasil tes glukosa, ureum.
3. Kontrasepsi oral dapat
mempengaruhi hasil tes hormon, LED.
4. Morfin dapat
mempengaruhi hasil tes enzim hati (AST, ALT).
5. Dan sebagainya (lihat
pengaruh obat pada tes laboratorium).
3. Merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat pada kadar zat
tertentu yang diperiksa. Perubahan dapat terjadi dengan cepat hanya dalam
1 jam dengan merokok 1 – 5 batang dan akibat yang ditimbulkan adalah
peningkatan kadar asam lemak, epinefrin, gliserol bebas, aldosterondan
kortisol.Perubahan lambat terjadi pada hitung lekosit, lipoprotein, aktifitas
beberapa enzim, hormon, vitamin, petanda tumor dan logam berat.
4. Alkohol
Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perubahan cepat dan lambat
pada kadar analit. Perubahan cepat dapat terjadi dalam waktu 2 – 4 jam
setelah konsumsi alkohol dan akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar
glukosa, laktat, asam urat dan terjadinya asidosis metabolik. Perubahan
lambat berupa peningkatan aktifitas gamma glutamyl transferase (gamma-
GT), GOT, GPT, trigliserida, kortisol, dan MCV.
5. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik dapat menyebabkan shift volume antara kompartemen di
dalam pembuluh darah dan interstitial, kehilangan cairan karena
berkeringat, dan perubahan kadar hormon. Akibatnya akan terjadi
perbedaan besar antara kadar glukosa darah di arteri dan vena, serta terjadi
32

perubahan konsentrasi gas darah, asam urat, kreatinin, creatin kinase,


GOT, LDH, KED, hemoglobin, hitung sel darah, dan produksi urine.
6. Demam
Pada waktu demam akan terjadi :
1. Peningkatan
glukosa darah pada tahap permulaan, dengan akibat terjadi
peningkatan kadar insulin yang akan menyebabkan penurunan
glukosa darah pada tahap lebih lanjut.
2. Penurunan
kadar kolesterol dan trigliserida pada awal demam akibat terjadinya
peningkatan metabolisme lemak, dan terjadi peningkatan asam
lemak bebas dan benda-benda keton karena penggunaan lemak
yang meningkat pada demam yang sudah lama.
3. Meningkatkan
kemungkinan deteksi malaria dalam darah.
4. Meningkatkan
kemungkinan hasil biakan positif (pada kasus infeksi).
5. Terjadi reaksi
anamnestik yang akan menyebabkan kenaikan titer Widal.
7. Trauma
Trauma dengan luka perdarahan akan menyebabkan antara lain penurunan
kadar substrat maupun aktifitas enzim, termasuk juga hemoglobin,
hematokrit dan produksi urine. Hal ini terjadi karena terjadi pemindahan
cairan tubuh ke dalam pembuluh darah yang menyebabkan pengenceran
darah. Pada tingkat lanjut akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin
serta enzim-enzim yang berasal dari otot.
8. Variasi Circadian Rhythms
Dalam tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu dari waktu
ke waktu yang disebut variasi circadian rhythms. Perubahan kadar zat
yang dipengaruhi oleh waktu dapat bersifat linear (garis lurus) seperti
umur, dan dapat bersifat siklus seperti siklus harian (variasi diurnal), siklus
bulanan (menstruasi) dan musiman.Variasi diurnal yang terjadi antara lain:
1. Besi serum. Besi serum yang diambil pada sore hari akan lebih tinggi
kadarnya daripada pagi hari.
2. Glukosa. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari,
sehingga apabila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang hari, maka
hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan pada pagi hari.
33

3. Enzim. Aktifitas enzim yang diukur akan berfluktuasi disebabkan oleh


kadar hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.
4. Eosinofil. Jumlah eosinofil menunjukkan variasi diurnal, jumlahnya
akan lebih rendah pada malam hari sampai pagi hari daripada siang
hari.
5. Kortisol, kadarnya akan lebih tinggi pada pagi hari daripada pada
malam hari.
6. Kalium. Kalium darah akan lebih tinggi pada pagi hari daripada siang
hari.

Selain yang sifatnya harian, dapat terjadi fluktuasi kadar zat dalam tubuh
yang bersifat bulanan.Variasi siklus bulanan umumnya terjadi pada wanita
karena terjadi menstruasi dan ovulasi setiap bulan. Pada masa sesudah
menstruasi akan terjadi penurunan kadar besi, protein dan fosfat dalam
darah disamping perubahan kadar hormon seks. Demikian juga, pada saat
ovulasi terjadi peningkatan aldosteron dan renin serta penurunan kadar
kolesterol darah.

7. Umur
Umur berpengaruh terhadap kadar dan aktifitas zat dalam darah. Hitung
eritrosit dan kadar hemoglobin jauh lebih tinggi pada neonatus daripada
dewasa. Fosfatase alkali, kolesterol total dan kolesterol-LDL akan berubah
dengan pola tertentu sesuai dengan pertambahan umur.

8. Ras
Jumlah lekosit pada orang kulit hitam Amerika lebih rendah daripada
orang kulit putihnya. Demikian juga pada aktifitas creatin kinase. Keadaan
serupa juga dijumpai pada ras bangsa lain, seperti perbedaan aktifitas
amylase, kadar vitamin B12 dan lipoprotein.

9. Jenis Kelamin
Berbagai kadar dan aktifitas zat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kadar besi
serum dan hemoglobin berbeda pada wanita dan pria dewasa. Perbedaan
ini akan menjadi tidak bermakna lagi setelah umur lebih dari 65 tahun.
Perbedaan lain berdasarkan jenis kelamin adalah aktifitas CK dan
kreatinin.Perbedaan ini lebih disebabkan karena massa otot pria relatif
34

lebih besar daripada wanita. Sebaliknya, kadar hormon seks wanita,


prolaktin, dan kolesterol-HDL akan dijumpai lebih tinggi pada wanita.

10. Kehamilan
Bila pemeriksaan dilakukan pada wanita hamil, pada saat interpretasi hasil
perlu mempertimbangkan masa kehamilan wanita tersebut. Pada
kehamilan akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) yang dimulai pada
minggu ke-10 kehamilan dan terus meningkat sampai minggu ke-35
kehamilan.Volume urine akan meningkat 25% pada trimester ke-3.Selama
kehamilan akan terjadi perubahan kadar hormon kelenjar tiroid, elektrolit,
besi, ferritin, protein total, albumin, lemak, aktifitas fosfatase alkali, faktor
koagulasi dan kecepatan endap darah.Perubahan tersebut dapat disebabkan
karena induksi oleh kehamilan, peningkatan protein transport, hemodilusi,
peningkatan volume tubuh, defisiensi relative karena peningkatan
kebutuhan atau peningkatan protein fase akut.

4.5 Prosedur Uji Elektrolit


1. Kalsium
Sekitar 99% kalsium tubuh ditemukan di gigi. Tepat 1% kalsium total
dalam tubuh bersirkulasi dalam darah. Dari jumlah kalsium yang
bersirkulasi, 50% terikat dengan protein plasma dan 40% terionisasi, atau
dalam bentuk bebas. Pemeriksaan kadar kalsium serum mengukur jumlah
kalsium total dalam darah, dan pemeriksaan kalsium yang terionisasi,
menguku fraksi kalsium serum dalam bentuk terionisasi.
Tujuan :
1. Untuk menilai fungsi endokrin, metabolism kalsium, dan
keseimbangan asam-basa
2. Untuk mengarahkan terapi pada pasien gagal ginjal, transplantasi
ginjal, penyakit endokrin, keganasan, penyakit jantung dan
gangguan rangka
Persiapan Pasien :
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk
menentukan kadar kalsium darah
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melaksanakan
pungsi vena.
35

3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan


sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan sebelumnya.
Prosedur dan perawatan pascauji
1. Lakukan pungsi vena (tanpa turniket jika mungkin) dan kumpulkan
sampel dalam tabungberukuran 3 sampai 4 ml yang berisi activator
bekuan.
2. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai
perdarahan berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres hangat.
2. Klorida
Uji klorida digunakan untuk mengukur klorida dalam serum, suatu anion
cairan ekstraseluler yang utama. Klorida mempertahankan tekanan
osmotic darah, dan karenanya, membantu mempertahankan volume darah
dan tekanan arteri. Klorida diabsorpsi melalui usus dan diekskresikan
terutama oleh ginjal.
Tujuan :
Untuk mendeteksi ketidakseimbangan asam-basa (asidosis atau alkalosis)
dan membantu penilaian keadaan cairan dan keseimbangan kation-anion.
Persiapan pasien :
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menilai
kandungan klorida dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan sampel
darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melaksanakan pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan sedikit
tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan
dan cairan sebelumnya.
5. Beritahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-
obatan yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji.
Obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi.
Prosedur dan perawatan pascauji :
1. Lakukan pungsi vena (tanpa turniket jika mungkin) dan kumpulkan
sampel dalam tabungberukuran 3 sampai 4 ml yang berisi activator
bekuan.
36

2. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai


perdarahan berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi, berikan kompres hangat.
Perhatian :
1. Perlakuan sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis.

3. Magnesium
Uji magnesium digunakan untuk mengukur kadar magnesium dalam
serum, suatu elektrolit yang tidak hanya vital pada fungsi neuromuscular.
Magnesium juga membantu dalam metabolism intraseluler, mengaktifkan
banyak enzim esensial, dan memegaruhi metabolisme asam nukleat dan
protein. Magnesium juga membantu transport natrium dan kalium
melewati membrane sel, dan memengaruhi kadar kalsium intraseluler.
Sebagian besar magnesium ditemukan di tulang dan cairan intraseluler,
magnesium dalam jumlah yang kecil ditemukan di cairan ekstraseluler.
Magnesium diabsorpsi melalui usus halus dan diekskresikan di urin dan
tinja.
Tujuan :
1. Untuk menilai keadaan
elektrolit tubuh.
2. Untuk menilai fungsi
neuromuscular dan fungsi ginjal.
Persiapan pasien :
1. Jelaskan pasien bahwa uji ini
digunakan untuk menentukan kandungan magnesium dalam darah.
2. Perintahkan pasien untuk
tidak menggunakan garam kalsium (seperti susu magnesia atau
garam Epsom) selama sedikitnya 3 hari sebelum uji. Beri tahukan
bahwa dia tidak perlu membatasi makanan dan cairan.
3. Beri tahukan kepada pasien
bahwa uji tersebut membutuhkan sampel darah. Jelaskan kapan dan
siapa yang akan melaksanakan pungsi vena.
4. Jelaskan kepada pasien
bahwa ia mungkin mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat
pungsi dan turniket.
Prosedur dan perawatan pascauji :
37

1. Lakukan pungsi vena (tanpa


turniket jika mungkin) dan kumpulkan sampel dalam tabung
berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi activator bekuan.
2. Lakukan penekanan langsung
pada lokasi pungsi sampai perdarahan berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada
lokasi pungsi, berikan kompres hangat.

4. Fosfat
Uji fosfat digunakan untuk mengukur kadar fosfat dalam serum, suatu
anion utama dalam cairan intraseluler. Fosfat penting dalam penyimpanan
dan penggunaan energi, regulasi kalsium, fungsi sel darah merah,
keseimbangan asam-basa, pembentukan tulang, dan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Usus mengabsorpsi sebagian besar fosfat
dari sumber makanan, ginjal mengekskresikan fosfat dan berfungsi
sebagai suatu mekanisme pengaturan. Konsentrasi fosfat serum yang
abnormal biasanya lebih diakibatkan oleh ekskresi fosfat yang tidak
adekuat daripada ingesti atau absorbs fosfat yang tidak sempurna dari
sumber makanan.
Normalnya, kalsium dan fosfat memiliki hubungan yang berbanding
terbalik, bila salah satu meningkat, maka yang satunya akan menurun.
Tujuan
1. Untuk membantu diagnosis
penyakit ginjal dan ketidakseimbangan asam-basa.
2. Untuk mendeteksi gangguan
endokrin, tulang, rangka, dan kalsium.

Persiapan pasien
1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk mengukur
kadar fosfat dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan
sampel darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan
pungsi vena.Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin
mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan
turniket.
38

3. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi


makanan dan cairan sebelumnya.
4. Beritahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai
obat-obatan yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi
hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi.
Prosedur dan perawatan pascauji
1. Lakukan pungsi vena (tanpa
turniket jika mungkin) dan kumpulkan sampel dalam tabung
berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi activator bekuan.
2. Lakukan penekanan langsung
pada lokasi pungsi sampai perdarahan berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada
lokasi pungsi, berikan kompres hangat.
Perhatian
1. Perlakukan sampel dengan
hati-hati untuk mencegah hemolisis.

5. Kalium

Uji kalium digunakan untuk mengukur kadar kalium dalam serum,kation


intraseluler utama.Kalium membantu mempertahankan keseimbangan
osmotik seluler dan membantu mengatur aktivitas otot ,aktivitas enzim
dan keseimbangan asam-basa. Kalium juga mempengaruhi fungsi
ginjal.Tubuh tidak mempunyai metode yang efisien untuk
mempertahankan kalium ,sebab ginjal mengekspresi hampir semua
kalium yang ditelan bahkan ketika persediaan tubuh berkurang.Defisiensi
kalium dapat terjadi dengan cepat dan cukup sering. Asupan dari makanan
sedikitnya 40mEq/hari adalah penting.

Tujuan :

1. Untuk menilai tanda-tanda klinis kelebihan kalium


(hiperkalemia) atau deplesi kalium (hipokalemia).
2. Untuk memantau fungsi ginjal ,keseimbangan asam-
basa dan metabolisme glukosa.
3. Untuk menilai gangguan neuromuskular dan
endokrin.
39

4. Untuk mendeteksi penyebab terjadinya aritmia.

Persiapan pasien

1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menentukan


kandungan kalium dalam darah.
2. Beri tahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan sampel
darah .Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan fungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan
sedikit tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Beri tahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi
makanan dan cairan.
5. Beritahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-
obatan yang digunakan pasien yang mungkin mempengaruhi hasil
uji.Obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi.

Prosedur dan perawatan pascauji

1. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai perdarahan


berhenti.
2. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel dalam tabung berukuran
3 sampai 4 ml yang berisi aktivator bekuan.
3. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi ,berikan kompres hangat.
40

Perhatian

1. Ambil sampel secepatnya setelah pemakaian turniket karena


pengambilan yang terlambat dapat meningkatkan kadar kalium
dengan memungkinkan kalium intraseluler bocor ke dalam serum.
2. Perlakuan sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis.

6. Natrium
Uji natrium digunakan untuk mengukur kadar natrium dalam serum yang
berhubungan dengan jumlah air dalam .Natrium ,kation utama
ekstrasekuler mempengaruhi distribusi air tubuh ,mempertahankan
tekanan osmotik cairan ekstraseluler dan membantu fungsi
neuromuskuler.Natrium juga membantu mempertahankan keseimbangan
asam-basa dan mempengaruhi kadar klorida dan kalium.

Tujuan

Untuk menilai keseimbangan cairan-elektrolit dan keseimbangan asam-


basa serta menilai fungsi neuromuskular ,ginjal dan adrenal yang
berhubungan dengan keseimbangan tersebut.

Persiapan pasien

1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menentukan


kandungan natrium dalam darah.
2. Beritahukan kepada pasien bahwa uji tersebut membutuhkan sampel
darah. Jelaskan kapan dan siapa yang akan melakukan pungsi vena.
3. Jelaskan kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan sedikit
tidak nyaman akibat pungsi dan turniket.
4. Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan
dan cairan.
5. Beritahukan petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-obat
yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-
obatan tersebut mungkin perlu dibatas.

Prosedur dan perawatan pascauji

1. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel dalam tabung


berukuran 3 sampai 4 ml yang berisi aktivator bekuan
41

2. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai perdarahan


berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi ,berikan kompres hangat.

Perhatian

Perlakukan sampel dengan hati-hati untuk mencegah hemolisis.

7. Anion GAP

Konsentrasi kation dan anion total biasanya sama ,yang membuat serum
secara elektrik menjadi netral.Pengukuran anion gap antara kadar kation
dan anion yang diukur memberikan informasi mengenai kadar anion
(termasuk sulfat ,fosfat ,asam organik seperti badan keton dan asam laktat
dan protein) yang tidak secara rutin diukur dalam uji laboratorium. Pada
asidosis metabolik ,pengukuran anion gap dapat membantu
mengidentifikasi tipe asidosis dan penyebab yang mungkin. Uji lebih
lanjut biasanya diperlukan untuk menentukan penyebab spesifik dari
asidosis metabolik

Tujuan

1. Untuk membedakan tipe-tipe asidosis metabolik.


2. Untuk memantau fungsi ginjal dan nutrisi parenteral total.

Persiapan pasien

1. Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menentukan


penyebab asidosis.Beritahukan kepada pasien bahwa uji tersebut
membutuhkan sampel darah.Jelaskan kapan dan siapa yang akan
melakukan pungsi vena.
2. Kepada pasien bahwa ia mungkin mengalami perasaan sedikit tidak
nyaman akibat pungsi dan turniket.
3. Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan
dan cairan.
4. Beritahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-
obatan yang digunakan pasien yang mungkin memengaruhi hasil
uji.Obat-obatan tersebut mungkin perlu dibatasi
42

Prosedur dan perawatan pascauji

1. Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel dalam tabung berukuran 3


sampai 4 ml yang berisi aktivator bekuan.
2. Lakukan penekanan langsung pada lokasi pungsi sampai perdarahan
berhenti.
3. Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi ,berikan kompres hangat.
4. Perintahkan pasien untuk melanjutkan kembali obat-obatan yang
terputus sebelum uji

Perhatian : Perlakuan sampel dengan hati-hati untuk mencegah


hemolisis.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Gastroenteritis yang biasanya dikenal masyarakat dengan diare, merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak lama. Penyakit diare ini
masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang seperti di
Indonesia dengan morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi.Oleh karena
Gastroenteritis ini dapat membawa penderita dalam keadaan kekurangan
cairan atau dehidrasi sehingga mengakibatkan kurang volume cairan dan
elektrolit, seperti yang kita ketahui 2/3 tubuh manusia terdiri dari air, dan
apabila seorang mengalami dehidrasi sudah pasti berpengaruh terhadap tubuh,
mulai dari yang paling ringan seperti, lemah, lesu peningkatan suhu tubuh,
43

penurunan kesadaran dan yang paling berat dapat berujung kematian. Hal ini
dapat diketahui dan dicegah untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut
dengan pemeriksaan seperti Pemeriksaan tinja, Pemeriksaan gangguan
keseimbangan asam basa dan darahkadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal, Pemeriksaan elektrolit terutama pada Na, K, Ca, dan
Fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5.2 Saran
Dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan dalam hal
gastroenteritis, maka diperlukan pencegahan sedari dini. Namun pada klien
yang sudah mengalami penyakit gastroenteritis, maka perawat dan tim tenaga
kesehatan lain harus memperhatikan intervensi apa yang tepat dan sesuai
sehingga tidak terjadi komplikasi dan tujuan intervensi dapat tercapai dengan
baik.
44

DAFTAR PUSTAKA

Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, alih bahasa Andri Hartono,
dkk. Edisi Keenam. Jakarta : EGC

Kozier, B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses,


DanPraktik, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni. Edisi Ketujuh. Jakarta:
EGC.

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah 1 (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC.

Kee, Joyce Lefever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan


Diagnostik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai