BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas
menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebebkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (WHO, 2012)
Menurut International of Diabetic Federation (IDF, 2015) tingkat
prevelensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan negara menepati urutan ke-7
dengan penderita DM sejumlah 4,5 kuta penderita setelah India, Cina,
Amerika Serikat, Federasi Rusia, Jepang dan Brazil.
Di Indonesia, menurut Purwanti (2013), terdapat 1785 penderita DM
yang mengalami komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati
(7,3%), makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), luka kaki diabetik (15%).
Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan, maka tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan oleh penderita DM untuk mencegah timbulnya
komplikasi, yaitu dengan melakukan kontrol kadar gula darah, patuh dalam
diet rendah gula, pemeriksaan rutin gula darah, latuhan jasmani, konsumsi
obatt anti diabetik, dan prawatan kaki diabetik yang penting dilakukan oleh
penderita diabetes mellitus (Arisman, 2011).
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang telah disebutkan di atas
adalah ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik sebanyak (15%). Dan 855
merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes mellitus
(Clayton, 2006).
Dilihat bahwa sebagian besar kasus diabetes mellitus disertai
timbulnya luka terutama luka kaki, maka diperlukan pencegahan dan
penanganan yang benar dan tepat untuk penyembuhan luka sehingga mampu
mengurangi kasus amputasi dan meningkatkan morbilitas penderita diabetes
mellitus. Penanganan ulkus kaki diabetik salah satunya dilakukan dengan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6. Patofisiologi
Diabetes Mellitus
Neuropati
Agregasi sel darah
merah meningkat
Hipoksia/ nekrosis
jaringan
Ulkus diabetik Infeksi
2. Klisifikasi luka
Luka diklasifikasi dengan berbagai macam cara diantaranya:
a. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1) Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.
2) Luka “partial thickness” : hilangnya jaringan kulit pada lapisan
epidermis dan lapisan bagian tas dermis.
3) Luka full thickness : jaringan kulit yang hilang pada lapisan
epidermis, dermis , fasia, tidak mengenai otot.
4) Luka mengenai otot, tendon dan tulang. (Maryunani , 2015)
b. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu
penyembuhan/waktu kejadianya, luka dapat dibagi menjadi luka akut
dan luka kronik:
1) Luka akut:
a) Luka baru, mendadak dan waktu penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkiraka.
b) Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
c) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penaganan dan dapatsembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Contohnya: luka sayat, luka bakar, luka
tusuk, crush injury.
d) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli
bedah. Contohnya: luka jahit dan skin graft.
e) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang
mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat proses
integritas fungsi dan anatomi secara terus menerus, sesuai
dengan tahap dan waktu yang normal.
9
2) Luka kronis
Pengantar:
a) Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen atau endogen.
b) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon abaik terhadap terapai dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
c) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana terjadi
ganggauan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifactor dari penderita.
d) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang gagal
melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.
Krakteristik luka kronik
a) Luka kronik disebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan
siklus aktivitas sel yang tidak mendukung penyembuhan.
b) Aktifitas proteolitik dapat tidak adekuat (melapaui periode
bermanfaat) sehingga berperan dalam kronisitas luka.
c) Kadar matrix metalloproteinase dan protease serine meningkat
dibandingkan cairan luka akut.
d) Kadar laktat pada luka kronik semakin menurun selama masa
penyembuhan.
e) Pada luka kronik, kadar albumin, protein total, dan glukosa
semakin meningkat menuju masa penyembuhan.
f) Beberpa spesies bakteri bertahan dalam luka kronik yang
lembab sehingga menghambat penyembuhan luka.
Contoh: leg ulcer/ulkus kaki, pressure sores/luka tekan/decubitus,
diabetic ulcer/luka diabetis, malignant ulcer/luka kanker, luka
bakar yang terinfeksi. (Maryunani , 2015).
10
b. Tingkat luka
1) Tingkat I: kemerahan (perubahan warna), teraba hangat, bengkak
atau teraba lebih keras.
2) Tingkat II: luka lebih dalam melibatkan sebagian jaringan kulit.
3) Tingkat III: luka melibatkan seluruh jaringan kulit dan bagian
dibawahnya termasuk lemak tetapi tidak menembus fascia.
4) Toingkat IV: luka lebih dalam melibatkan otot atau tulang dan
jaringan di sekitarnya. (Maryunani , 2015).
5) Kondisi luka ini adalah luka yang terkontaminasi atau dapat pula
terinfeksi dan merupakan luka pada keadaan lembab dan jaringan
avaskularisasi.
6) Yang penting diperhatikan bahwa semua jenis luka kronis
merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi.
7) Luka terinfeksi juga dapat dinilai dengan adanya peningkatan
jumlah leukosit darah dalam tubuh dan peningkatan suhu tubuh.
8) Jaringan nekrotik yang berwarna kuning ini harus dibersihkan
sebelum perbaikan dan penyembuhan jaringan dapat terjadi.
c. Luka hitam/black
1) Adalah luka dengan dasar luka berwarna hitam, hitam kecoklatan,
hitam kehijauan. Sering disebut dengan nekrosis atau jaringan
mati.
2) Nekrosis berhasil dari Bahasa Yunani (mati) adalah nama yang
diberikan untuk sel dan jaringan hidup yang mati secara tidak
wajar.
3) Luka tertutup oleh jaringan nekrosis atau eschar, radiasi, yang
merupakan jaringan avaskularisasi yang tidak terdapat perdarahan.
4) Eschar tampak seperti jaringan berkulit kering, tebal, dan mungkin
hitam.
5) Jaringan yang mati (jaringan nekrotik) yang menghambat
peyembuhan luka.
6) Nekrosis merupakan kondisi yang irreversible. Berbeda dengan
apoptosis, yaitu pembersihan sel debris oleh fagosit dengan system
imun, secara umum lebih sulit dilakukan.
7) Jaringan nekrosis dapat berbentuk lunak atau dapat membetuk
jaringan parut.
8) Metode destruksi sel dengan neksrosis ini umunya tidak
mengirimkan sinyal ke fagosit terdekat untuk memakan sel yang
mati.tidak adaanya pemberian sinyal ini mempersulit system imun
15
untuk mencari dan mendaur ulang sel yang telh mati melalui
nekrosis dibandingkan sel yang mengalami apoptosis.
9) Pelepasan kandungan intra sel setelah kerusakan membrane sel
adalah penyebab inflamasi pada nekrosis
10) Jaringan nekrotik ini harus di bersihkan sebelum perbaikan dan
penyembuhan jaringan dapat terjadi
11) Penyebab nekrosis
a) Ada banyak sebab terjadinya nekrosis antara lain paparan
terhadap cedera yang cukup lama, infeksi, kanker, infark,
keracunan, dan inflamasi.
b) Nekrosisi dapat terjadi karena perawatan luka yang tidak
sempurna,neksrosi di sertai pelepasan enzim-enzim khusus
yang disimpan oleh lisosos,yang mampu mencerna komponen
sel atau seluruh sel itu sendiri.
c) Cedera yang dialami sel dapat merusak membrane lisosom,atau
dapat mencetuskan reaksi berantai yang tidak terorganisir yang
menyebabkan pelepasan enzim.
d) Tidak seperti asoptosis,sel yang mati akibat nekrosisdapat
melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat merusak sel
lain.neksrosis pada materi biopsy di hentikan dengan fiksasi
atau pembekluan.
e) Kerusakan pada salah satu system penting dalam sel
menyebabkan kerusakan sekunder pada system lain,yang di
sebut cascade of effects.(Maryunani , 2015).
8. Pencucian luka
a. Pengertian pencucian luka
Berukut ini adalah beberapa pengertian tentang pencucian luka/wound
cleansing:
1) Pencucian luka adalah mencuci dengan menggunakan cairan non-
toksik terhadap jaringan kulit/tubuh.
2) Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghidari kemungkinan
terjadinya infeksi.
17
7) Memfasilitasi/memudahkanpengkajian
lukadenganmengoptimalkan visualisasi pada permukaan luka.
8) Membersihkan dari balutan lama.
9) Membuang carian luka yang berlebihan.
10) Debridement jaringan nekrotik.
11) Mempersiapkan luka sebelum dibalut.
12) Dilakukan setiap ganti balutan
13) Psikologi: berih dan Nyman
c. Indikasi Pencucian Luka
Indikasi umum untuk mencuci luka, ditujukan pada luka dengan:
1) Infeksi luka.
2) Eksudat yang berlebihan.
3) Adanya benda asing, debris, eschar, atau slough/slaft.
4) Kebutuhan untuk mengurangi kontaminasi atau jaringan mati,
sebelum melakukan penjahitan, pada penyembuhan luka dengan
‘delayed primary intention’.
d. Komponen-komponen Pembersihan luka
Menurut Barr, JE (2003), beberapa hal yang harus diperhatikan
mengenai komponen – komponen dalam pencucian luka, adalah
sebagai berikut:
1) Pembersihan/pencucian luka depat dicapai dengan menggunakan
larutan pembersih yang tepat, jumlah yang tepat dan alat mekanis
yang adekuat untuk memberikan larutan tersebut pada luka.
2) Larutan pembersih harus aman dan efektif.
3) Volume larutan harus adekuat untuk membersihkan luka dengan
tepat.
4) Seperti dibicarakan secara umum, makinbesar luka, semakin besar
volume larutan yang diperlukan untuk mengangkat debris, bakteri
atau jaringan mati.
19
2) Irigasi
Pengertian irigasi dan hal – hal yang berkaitan dengan irigasi;
a) Irigasi merupakan metode/Teknik yang paling umum
digunakan untuk memberikan cairan /larutan pada permukaan
luka.
b) Irigasi adalah Teknik yang paling sering digunakan dan banyak
riset yang mendukung Teknik ini.
c) Luka – luka dengan nekrotik dan terinfeksi seharusnya
dibersihkan dengan tekanan tinggi, sementara itu luka yang
bergranulasi dibersihkan dengan irigasi bertekanan rendah.
Keuntungan Teknik Irigasi
a) Dengan Teknik tekanan yang cuckup dengan mengangkat
bakteri yang terkolonisasi.
b) Mengurangi terjadinya trauma.
c) Mencegah terjadinya infeksi silang.
g. Jenis cairan pencuci luka
1) Cairan normal saline (NaCl 0,9%)
5) Herbal Astreingen
a. Rebusan Daun Sirih
9. Debridement Luka
d. Defenisi
Debridement adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan
jaringan mati, jaringan infeksi dan benda asing dari dasar luka
sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi
baik(Arisanty,2014).
e. Teknik Debridement
Ada berbagai macam cara melakukan debridement yaitu dengan cara
chemical debridement, mechanical debridement, autolysis
debridement, conservative sharp wound debridement (CSWD, dan
surgical debridement(Arisanty,2014).
1) Chemical Debridement
Yaitu debridement yang menggunakan enzim dan biolysis.
Enzimatik debridement menggunakan tumbuhan seperti enzim
papain pada pepaya dan bromelain pada nanas. Sedangkan
biolysis menggunakan maggots (belatung).
2) Mechanical Debridement
27
Indikasi
(1) Untuk mendukung proses kelembaban
(2) Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi)
Kontraindikasi : Tidak dapat menyerap eksudat
2) Metcovazine
(a) Metcovazine Reguler
Indikasi .
a) Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua
jenis luka.
b) Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
36
Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang
granulasi merah, karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.
b. Hydrocolloid
Indikasi:
1) Luka dengan sedikit eksudat – sedang
2) Luka akut atau kronik
3) Luka dangkal
4) Jaringan granulasi
5) Abses
6) Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
37
c. Hydroactive gel
Indikasi:
1) Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
2) Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
3) Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
4) Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
Manajemen Eksudat (E)
a. Transparent film
Indikasi:
1) Dresing primer dan sekunder
2) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka
waktu yang pendek
3) Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga
bisa dipakai pada saat mandi
4) Luka insisi
38
b. Calcium alginate
Indikasi:
1) Luka dengan eksudat sedang- banyak
2) Menghentikan perdarahan minor
3) Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
4) Luka akut atau kronik
5) Luka yang dalam sehingga berlubang
c. Foam
Indikasi :
1) Digunakan pada luka full thickness
2) Luka dengan eksudat sedang-banyak
39
Indikasi
Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida
kompleks, seperti Iodoflex dan Iodosorb, yang dapat digunakan
sebagai antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat
menyerap eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap,
memungkinkan efek antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan
memerlukan lebih sedikit penggantian balutan pada luka. Efek
samping Cadexomer Iodine yaitu rasa nyeri seperti terbakar pada area
luka, kemerahan dan eczema. Studi mengenai keamanan Iodine
menunjukkan resiko minimal pada fungsi tiroid. Cadexomer
Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi dengan jumlah
eksudat sedang hingga basah. Kemampuannya untuk melepaskan ion
Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini dianjurkan untuk
digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan penggantian
balutan yang sering.
b. Hydrophobic
41
d. Kasa gulung
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
a. Nama : Tn “Y”
b. Umur : 57 Tahun
c. JenisKelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Betteng Gajah Tompobulu
e. Status Perkawinan : Kawin
f. Agama :Islam
g. Suku :Bugis
h. Pendidikan Terakhir : S-2
i. Tgl Pengkajian : 22 Juli 2019
j. SumberInformasi : Klien
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri
2. Riwayat Keluhan Utama :
Klien mengatakan memiliki luka pada kaki kiri diakibatkan karena
benturan pada teras rumah yang berkawat sehingga terjadi luka
padabulan mei 2019. Awal terjadinya luka pasien merawatnya sendiri
dirumah menggunakan sisa balutan sebelumnya. Riwayat luka pada
kaki yang sama pada tahun 2017dan dirawatdengan perawat khusus
perawatan luka. Klien telah melakukan perawatan luka di ETN
CENTER sebanyak 3 kali.
3. Riwayat Penyakit Masa Lalu :
Klien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus ± 10 tahun yang
lalu. Kien mengatakan tidak ada riwayat penyakit Gagal ginjal kronik.
4. Pemeriksaan Penunjang
GDS : 267 mg/dl (Kamis, 18 Juli 2019)
GDS :121 mg/dl (Ju’mat, 25 Juli 2019)
46
C. PENGKAJIAN LUKA
Senin,22 Juli 2019
1. Ukuran Luka
P : 1 cm x L : 1 cm= 1cm2 (two dimensia assesment)
2. Presentase Luka
Slough : 90 %
Granulasi : 10 %
Ju’mat, 25 Juli 2019
1. Ukuran Luka
P : 1 cm x L : 1 cm= 1 cm2 (two dimensia assesment)
2. Presentase Luka
Slough : 65 %
Granulasi : 35 %
47
2 Ukuran Luka diukur berdasarkan panjang dan lebarnya.Panjang Luka diukur berdasarkan 2 2
ukuran terpanjang dan lebarnya diukur berdasarkan ukuran terlebar yang tegak
lurus dari panjang luka yang diukur.Warna kemerah-merahan yang ada disekitar
48
luka tidak harus di ukur.Jika terdapat dua luka atau lebih yang penyebab dan
karakteristiknya sama maka “ukuran”luka tersebut merupakan jumlah dari
kesuluruhan luka yang yang diukur.Jika luka tidak bisa di ukur secara
akurat,seperti luka yang disertai dengan jaringan nekrotik atau bentuk luka yang
tidak beraturan,mka “S” harus ditambahkan setelah pemeriksaan.
0. utuh
1. ≤1 cm2
2. 1 cm2 < ≤ 4 cm2
3. 4 cm2 < ≤ 9 cm2
4. 9 cm2 < ≤ 16 cm2
5. 16 cm2 < ≤ 25 cm2
6. 25 cm2 < ≤ 36 cm2
7. 36 cm2 < ≤ 49 cm2
8. 49 cm2 < ≤ 56 cm2
9. ≥ 64 cm2
3 Penilaian ukuran Dibawah ini dijelas sistem penilaian luka kaki diabetes yang di pakai untuk 1 1
mengavaluasi proses penyembuhan.Silahkan ikuti instruksi cara perhitungan
berikut :
49
1. jika seluru ibu jari terluka,maka perhitungan ukuran adalah “1+ 1=2”
2. A-H :angka yang terdapat pada lingkaran yang merupakan nilai
relatif.Anggaplah bahwa angka 5 merupakan nilai maksimun atau jumlah dari
keseluruhan jari yang ada pada kaki, lalu berikan penilaian pada keseluruhan
jari dari 1 hingga 5 menurut hasil observasi anda.sebagai contoh,jika luka
meliputi keseluruhan jempol kaki dan meliputi 3/5 (60%)dari tulang metatarsal
pertama,penilaannya adalah “1+1+3=5” jika anda menemukan penurunann
penilaan sekitar 2/5 (40 %) dari tlang metatarsal pertama,maka hitunglah
dengan cara “1+1+2 =4”
3. Anda tidak perlu menilai warna kemerah-merahan (undermining) yang ada
disekitar luka
4. Nilai tdak boleh melampaui 50% keseluruhan luka yang di ukur
50
4 Peradangan/infeksi Osteomelitis dapat ditemukan berdasarkan hasil pengamatan klinis atau hasil 4 4
informasi catatan klinis
0 Tidak ada
1 Tanda-tanda peradangan (contohnya: hangat,kemerah-
merahan,bengkak,nyeri)
2 Tanda-tanda infeksi lokal(contohnya :indurasi, pus, bauh busuk)
3 Osteomelitis
4 Osteomelitis dan tanda-tanda infeksi lokal
5 Infeksi sistemik (demam,sepsis)
5 Perbandingan Berilah penilaian sesuai dengan perbandingan jaringan granulasi yang menutupi 5 3
jaringan granulasi luka.100 % merupakan keadaan semua luka yang di tutupi oleh jaringan
granulasi.Ketika luka dipisahkan dengan Epitalisasi selama proses
penyembuhan,perbandingan jaringan granulasi harus dinilai dari jumlah
keseluruhan area luka
0. tidak ada (granulasi tidak bisa dinilai karena luka tersebut tela sembuh atau
sudah terlalu dangkal)
1. 76 -100 %
2. 51 -75 %
51
3. 26 -50 %
4. 11 -25 %
5. 5 ≤ 10%
6 Jaringan nekrotik Jaringan nekrotik :jika terdapat berbagai jenis jaringan nekrotik,maka kondisi yang 1 1
a. Jenis jaringan dominanlah yang harus dipilih
nekrotik 0 Tidak ada
1 Jaringan nekrotik yang berwarnah putih,kuning dan/abu –abu
2 Jaringan nekrotik yang berwarnah hitam
3 Ganggren
b. Perbandingan Berikanlah penilaian sesuai dengan perkiraan perbandingan jaringan nekrotik yang 0 0
jaringan menutupi ulkus yang harus berhubungan dengan semua jenis jaringan
nekrotik nekrotik100% adalah keadaan seluruh luka yang ditutupi oleh jaringan
nekrotik.Jika ulkus terdiri atas beberapa luka,maka ulkus tersebut harus dinilai
secara keseluruhan
0 tidak ada
1 ≤ 10%
2 11 -25 %
52
3 26 -50 %
4 51 -75 %
5 76 -100 %
c. Perbandingan Slough merupakan jaringan nekrotik yang lunak.Diberikan penilaian yang sesuai 5 4
slough dengan perkiraan perbandingan slough yang menutupi ulkus.100% erupakan
keadaan dari keseluruhan luka yang ditutupi oleh slough.Jika luka ulkus terdiri atas
beberapa luka, maka luka tersebut dinilai secara keseluruhan
0 tidak ada
1 ≤ 10%
2 11 -25 %
3 26 -50 %
4 51 -75 %
5 76 -100 %
7 Maserasi Maserasi merupakan kerusakan pada kulit disekitar luka yang disebabkan oleh 2 2
karena kelembaban/eksudat secara terus-menerus.Kulit disekitar luka dibatasi
sebagian area maserasi sepanjang 2 cm dari sekeliling tepi luka
0 Tidak ada
1 Sedikit :hanya pada sekitar tepi luka saja
53
Tepi Luka
Wound
Area Maserasi
Ket :
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 98
Semakin tinggi skor menunjukkan semakin parah luka
55
E. IMPLEMENTASI
Senin,22 Juli 2019
FOTO LUKA
SENIN, 22 JULI 2019
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. Y (57 tahun) telah menderita Diabetes Mellitus ± 10 tahun. Akibat
penyakit tersebut klien mengalami luka kaki diabetik. Saat ini, klien memiliki
luka pada kaki kiri yang terjadi ± 2 bulan yang lalu akibat benturan. Klien
melakukan kunjungan di ETN CENTRE sebanyak 3 kali.
Perawatan luka yang dilakukan metode Modern Dressing dan
Implementasi TIME MANAGEMENT. Modern Dressing merupakan tehnik
perawatan luka dengan menciptakan kondisi lembab pada luka, menggunakan
balutan semi oclusive, full oclusive dan impermeable dressing sedangkan TIME
MANAGEMENT merupakan penyiapkan dasar luka (Wound Bed Preparation)
agar luka dapat sembuh secara optimal sesuai dengan perinsip perawatan luka
yang lembab.Adapun bagian dari TIME MANAGEMEN yaitu Tissue
management,Inflammation and Infection control,Moisture balance dan Epithelial
advancement
Pada klien Tn. Y TIME MANAGEMENT yang pertama dilakukan pada
perawatan luka klien adalah Tissue Management, Tissue mananagement
(Manajemen Jaringan) yang dilakukan adalah teknik CSWD (Conservative Sharp
Wound Debridement), Mechanical debridement & Autolysis Debridement.
CSWD (Convervative Sharp Wound Debridement) yang dilakukan pada
luka klien untuk mengangkat slough dengan menggunakan gunting, pinset dan
kasa steril. Mekanikal debridement digunakan untuk mengangkat biofilem pada
luka, karena menggunakan pinset dan kassa steril. Autolisis debridement
dilakukan pada luka karena masih terdapat slough mengeras.Teknik ini di dukung
oleh penggunaan zinc cream thopikal (epitel wound zalf).
CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement), teknik ini
menggunakan benda tajam untuk mengangkat atau menghilangkan jaringan mati
(Slough), misalnya gunting, pincet serta kasa dan dilakukan tanpa berdarah
(Arisanty, 2013).
Mechanical Debridement juga dilakukan pada luka klien. Teknik ini
menggunakan kasa dan pinset. Teknik Mechanical Debridement ini menggunakan
60
kasa dan pincet untuk membersihkan sisa kotoran pada luka klien agar
memudahkan pertumbuhan granulasi baru. (Bettes-Jensen, Barbara. M 2017
diakses oleh Wahyuni, 2018).
Pada lukaklienjuga terjadi autolysis debridement. menurut Wahyuni
(2018), Autolysis debridement adalah pengangkatan jaringan mati sendiri oleh
tubuh dengan menciptakan kondisi lembab pada luka. Luka hitam dan kuning
akan melunak dan mudah diangkat, bahkan hilang diserap oleh absorbent
dressing. Tubuh mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang berperan penting
selama proses autolysis berlangsung. Pada luka klien, juga digunakan zinc
thopycal therapy (Epitel Wound zalf) untuk mendukung autolysis debridement.
Management ke 2 yang dilakukan adalah Infection control, Infection
Control /Inflamation antara lain dilakukan pencucian luka, ozonisasidan
penggunaan antimicrobial dressing yaitu Hidrofobik (Cutimrd sorbact)
Infection/inflamation control yaitu kegiatan mengatasi perkembangan
jumlah kuman pada luka.Semua luka yang terkontaminasi, namun tidak selalu ada
infeksi (Arisanty I. P., 2013).
Pada luka klien, untuk mengontrol infeksi/inflamasi dilakukan pencucian
luka. Pencucian luka menggunakan air mineral dan sabun khusus luka. Teknik
pencucian luka di mulai dari area kulit sekitar luka, kasa yang telah di gunakan
dibuang dan selanjutnya di lakukan pencucian pada jaringan luka, selanjutnya
luka di bilas dengan air mineral hingga bersih dan dikeringkan dengan kasa.
Tujuan dan pentingnya pencucian luka yaitu untuk menghilangkan debris organic
dan inorganic, kontaminan dan bakteri, jaringan mati dan kelebihan eksudat, serta
meningkatkan kenyamanan klien
Tujuan dari mencuci luka adalah melunakkan dan mengangkat jaringan
mati, debris, kontaminant, dan residu toksik dari permukaan luka, memisahkan
eschar (jaringan parut) dari jaringan fibrotic dan jaringan fibrotic dari granulasi,
mengangkat debris organic dan an-organik, dan materi inflamasi dari permukaan
luka, mengurangi insiden infeksi luka dan klonisasi yang berlebihan, memberikan
rehidrasi permukaan pada luka untuk menyediakan lingkungan yang lembab,
meminimalkan trauma luka pada saat melepaskan material balutan yang lengket,
61
mencuci luka, karena aman untuk diminum, juga aman untuk jaringan granulasi
pada luka klien.
Setelahpencucian luka, dilakukan ozonisasi. Adapun teknik ozonisasi
adalah suatu metode ozonisasi dengan menggunakan kantong ozon dan
membungkus ulkus pada kaki dan memompa aliran gas ozon ke dalam kantong
ozon, adapun kenggulan ozon adalah memiliki sifat anti kuman, anti virus dan anti
bakteri, sehingga ozon tersebutlah yang nantinya akan membunuh kuman-kuman,
bakteri atau virus yang berada pada luka si klien. Ozon juga akan menumbuhan
kembali jaringan-jaringan yang baru atau regenerasi sel kulit baru.
Terapi ozon yang juga dikenal dengan sebutan tritomikoxigen dan
trioxygen memiliki multi efek terhadap penyembuhan luka, yakni melepaskan
oksigen-oksigen baru yang telah terbukti memiliki kemampuan bakterisidal dan
merangsang enzim antioksidan.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dialkukan oleh Megawati dan
Firdaus, (2016), tentang Efektifitas Modifikasi Balutan Modern Dan Terapi Ozon
Terhadap Penyembuhan Ulkus Diabetikum Di Wocare Clinic Bogor mengatakan
bahwa Penggunaan modifikasi modern dressing dan terapi ozon lebih efektif
terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan penggunaan modern dressing
saja pada pasien dengan ulkus diabetikum.
Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Wainstein et al, 2011 dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang berjudul
efektifitas terapi ozon-oksigensebagai penanganan Diabetic Foot Ulcer (n=34),
menyebutkan bahwa pada kelompok eksperimen lukanya lebih cepat menutup
dibandingkan dengan kelompok control (p=0,03). Penelitian lain yang
menggunakan terapi ozon untuk ulkus diabetikum adalah penelitian (Sanchez et
al, 2005, dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang berjudul efektifitas terapi ozon
pada pasien diabeticfoot (n=101), dimana hasil dari penelitiannya menunjukkan
reduksi luas area luka yang signifikan pada kelompok eksperimen (2,66±0,33
cm2/hari) dibandingkan pada kelompok yang diberikan antibiotik saja (1,21±0,01
cm2/hari).
63
Hal ini dikuat oleh hasil penelitian yang dialakukan oleh Widodo, Tulus
Rahayu, Susilo, Cipto, Kurniawan Hendra, (2016), tentang Pengaruh Terapi
Ozone Bagging Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum Di
Rumah Luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten Jember mengatakan bahwa
ada pengaruh terapi ozone bagging terhadap penyembuhan luka pasien ulkus
diabetikum Di Rumah Luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten Jember dengan
nilai P Value = 0,011 atau p <0,05
Setelah itu luka dibilas dan dikompres dengan menggunakan cairan
PHMB (Poly hexa methyl biguanide) (stero-bac) selama ± 15 menit.
Selain dilakukan pencucian, untuk mengontrol infeksi/inflamasi, juga
dilakukan pembilasan dan pengompresan menggunakan cairan pencuci luka yang
mengandung PHMB (Poly hexa methyl biguanide). Pembilasan dengan
menggunakan cairan PHMB (sterobac) bertujuan untuk membersihkan dan
melembutkan lapisan luka, sedangkan pengompresan bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi, melembabkan jaringan kulit pada luka dan membantu
penyembuhan luka debridement. pengompresan dilakukan selama ± 15 menit.
Cairan PHMB (Poly hexa methyl biguanide) sterobac berfungsi untuk
membersihkan, dan melembabkan jaringan kulit pada luka akut dan kronis,
membantu proses penyembuhan, mencegah terjadinya infeksi pada luka akut dan
kronis, membantu penyembuhan luka debridement, menghilangakan rasa sakit
pada saat penggantian perban (Georgina, Casey, 2015).
Sifat cairan betaine polyhexanide (PHMB) yang mengandung betaine
polyhexanide (PHMB) mampu mengurangi tegangan permukaan luka dari biofilm
dan efek antiseptik (Seipp, et al. 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Heri Kristanto (2016), tentang
Perbandingan Kebutuhan Cairan dan Pembiayaan Dalam Proses Perawatan Ulkus
Kaki Diabetes Melitus dengan Metode Pencucian Luka 13 PSI Dan 7 PSI yang
menyatakan bahwa penerapan kompres PHMB dengan irigasi 13 PSI dan 7 PCI
sangat menentukan dalam mengendalikan infeksi dan membantu pertumbuhan
jaringan.
64
Epitel wound zalf dioleskan pada area luka dan sekitar luka mengandung:
Lanolin, Zinc oxicide, Metronidazole, Vit. A dan Vit. E yang berfungsi untuk
membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis luka. memberikan
suasana lembab serta mendukung autolysis debridemet. Mempercepat terjadinya
proses sintesis kolagen, sehingga pembentukan jaringan granulasi sangat cepat,
dan mempercepat proses pembentukan epitelisasi (Isam Cahaya Indonesia).
Lanolin Ekstrak Kulit Domba yang memiliki sifat pengemulsi dan bergizi,
Dapat menyerap beberapa kali beratnya dalam air Terutama cocok untuk kondisi
kulit kering dan bersisik serta kulit pecah-pecah.Zinc Oxicide untuk membantu
Proses Autolisis dan Membantu Pembentukan Jaringan Fibroblast dan
pembentukan Jaringan Granulasi.Metronidazole mampu Netralisir kuman Aerob
dan Mengihilangkan Bau.Vit A dan VIT E Mempercepat pembentukan Epitilisasi
dan Membuat kulit menjadi lembut.VCO mendukung proses kelembaban dan
membuat kulit menjadi halus. (Isam Cahaya Indonesia).
Setelah zinc thopycal therapi (epitel wound zalf) dioleskan dan kasa steril
dipasang. Selanjutnya, dilakukan fiksasi balutan dengan menggunakan kasa
gulung, cohesive bandage dan adhesive tape (hipafix).
Pada lukadigunakan Adhesive tape (hipafix) sebagai penopang atau
pengerat dressing sebelumnya atau sebagai fiksasi dressing (Arisanty I. , 2014).
Pada lukadigunakan congesive bandage. Congesive bandage (elastumol)
berfungsi sebagai fiksasi pembalut luka, terutama pada bagian tubuh yang sering
bergerak dan menekuk dan pada persendian.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kunjungan pertama Tn. “Y” datang ke ETN CENTER dengan
keadaan verban nampak basah sampai dressing tersier akibat merembesnya
eksudat, jenis eksudat purulent.Setelah balutan di buka klien memiliki luka
pada selah antara digiti 3 dan 4.Luka klien berada pada grade 4 yaitu luka
sampai tulang.GDS nya 267 mg/dl,serta riwayat Diabetes Melitus klien yang
sudah ±10 tahun.
Penerapan Time Mangement yang dilakukan pada Ny “DJ” yaitu
Tissue Management menggunakan Autolisis,Mechanical Debridement dan
CSWD (Conservative Sarp Wound Debridement ) untuk mengangkat jaringan
mati pada luka.Infection /Inflamasi control menggunakan Antimikrobial
dressing yang berfungsi mengikat bakteri serta pencucian luka untuk
melunakkan dan membersihkan jaringan mati pada luka.Moist Balance yang
digunakan kasa steril yang berfungsi menyerap cairan luka sehingga luka
tetap dalam keadaaan lembab serta menutup luka agar tetap bersih.Sedangkan
epitelisal advancement menggunakan Epitel Wound Zalf untuk mempercepat
pembentukan epitelisasi.
Setelah dilakukan perawatan luka sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal
22 Juli 2019 dan 25 Juli 2019 pada luka kaki diabetes Tn. “Y”,ada perubahan
dari segi persentasi dasar luka yaitu pada perawatan pertama luka dengan
slough 90%,granulasi 10%. Sedangkan pada perawatan kedua Slough 65%,
Granulasi 35%.
67
DAFTAR PUSTAKA
Arisanty, I. P. (2013). Konsep dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.
Arisman. (2011). Diabetk Mellitus Dalam: Arisma, Ed Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetik Mellitus dan Dyslipidemia. Jakarta: EGC.
Purwanti, O.S. 2013. Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Kaki pada
Pasien Diabetes Mellitus di RSUD DR.Moewardi Surakarta, Prosiding
Seminar Ilmiah nasional, ISSN: 2338-2694,
http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/view/2763,
Wahyuni, E. T. (2018). Laporan Akhir Case Study Pada Perawatan Luka Tn. "S"
Dengan Ulkus Kaki Diabetik Di Rumah Perawatan Luka ETN CENTER.
Makassar: STIKes Mega Rezky Makassar.
68