Anda di halaman 1dari 68

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas
menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebebkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (WHO, 2012)
Menurut International of Diabetic Federation (IDF, 2015) tingkat
prevelensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan negara menepati urutan ke-7
dengan penderita DM sejumlah 4,5 kuta penderita setelah India, Cina,
Amerika Serikat, Federasi Rusia, Jepang dan Brazil.
Di Indonesia, menurut Purwanti (2013), terdapat 1785 penderita DM
yang mengalami komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati
(7,3%), makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), luka kaki diabetik (15%).
Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan, maka tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan oleh penderita DM untuk mencegah timbulnya
komplikasi, yaitu dengan melakukan kontrol kadar gula darah, patuh dalam
diet rendah gula, pemeriksaan rutin gula darah, latuhan jasmani, konsumsi
obatt anti diabetik, dan prawatan kaki diabetik yang penting dilakukan oleh
penderita diabetes mellitus (Arisman, 2011).
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang telah disebutkan di atas
adalah ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik sebanyak (15%). Dan 855
merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes mellitus
(Clayton, 2006).
Dilihat bahwa sebagian besar kasus diabetes mellitus disertai
timbulnya luka terutama luka kaki, maka diperlukan pencegahan dan
penanganan yang benar dan tepat untuk penyembuhan luka sehingga mampu
mengurangi kasus amputasi dan meningkatkan morbilitas penderita diabetes
mellitus. Penanganan ulkus kaki diabetik salah satunya dilakukan dengan
2

menerapkan konsep perawatan luka modern. Konsep ini menggunakan


modern dressing dalam penerapannya.
Modern dressing sendiri memiliki kriteria,jenis dan fungsi tertentu
sesuai dengan kondisi luka.
Selain itu,Konsep perawatan luka modern diimplementasikan dalam
bentuk TIME MANAGEMENT. TIME MANAGEMENT mencakup antara
lain debridement, pengontrolan infeksi, menciptakan kelembapan yang sesuai
untuk luka serta melindungi tepi luka.
B. Rumusan Masalah
Tidak sedikit Rumah Sakit di Indonesia yang masih menggunakan balutan
konvensional, yaitu menggunakan kasa steril sebagai balutan utama balutan.
Setidaknya, baru 25 dari 1000 lebih Rumah Sakit, khususnya di Pulau Jawa
yang telah menerapkan manajemen perawatan luka modern. Konsep lembab
(Moist) pada perawatan luka modern diketahui sangat baik untuk
mempercepat repitalisasi, menjaga kelembapan akan menurunkan infeksi,
dasar luka yang lembab dapat merangsang pengeluaran growth factor yang
mempercepat proses penyembuhan luka sehingga penulis tertarik untuk
membuat laporan kasus manajemen perawatan luka modern pada kasus luka
kaki diabetes.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah observasi perawaatan luka modern, mahasiswa mampu mengetahui
dan memahami tentang perawatan luka ulkus kaki diabetik dengan
menggunakan konsep TIME MANAGEMENTserta Modern Dressing
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menilai perkembangan pada luka pasien ulkus kaki
diabetik setelah dilakukan TIME MANAGEMENT dan penggunaan
Modern Dressing.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Kaki Diabetik


1. Definisi
Ulkus/lukakaki diabetes adalah luka yang tejadi pada
penderitadiabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibata
diabetes melitus yang tdiak terkendali.Kelainan kaki diabetes dapat
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan
adanya infeksi (Tambunan, M, 2007 Dalam Maryunani, 2015).
Ulkus kaki merupakan terjadinya luka yang tersering pada penderita
diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi
terpotong kaki, blister/bullae atau kallus yang diikuti dengan penurunan
sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler (Black, 1998 Dalam Maryunani,
2015).
2. Tanda dan gejala/ gambaran klinis pada pemeriksaan ulkus diabetik
a. Tanda dan gejala
Menurut Fontain, tanda dan gejala klinik dibagi menurut beberapa
satadium, yaitu:
1) Stadium I:Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan
gringgingen.
2) Stadium II: Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih
pendek).
3) Stadium III: Nyeri saat istirahat.
4) Stadium IV: Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
(nekrosis, ulkus).
b. Tanda dan gejala/manifestasi klinis ulkus diabetik, juga dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Neuropati kaki klasik
2) Denyut melompat-lompat
3) Vena membesar
4

4) Kerusakan ujung saraf perifer


5) Hilangnya modalitas sensor
6) Otot intrinsic mengecil dan melemah
7) Refleks pergelangan kaki hilang
8) Deformitas, jari kaki mengerut, hilangnya lengkung kaki.
9) Peningkatan suhu kulit
10) Tidak berkeringat, kulit kering, pecah-pecah dan kapalan.
11) Osteoartropati charcot
12) Edema
13) Nekrosis (gangrene). (Maryunani , 2015).
3. Etiologi ulkus kaki diabetik
a. Terjadinya ulkus kaki diabetic (diabetic foot ulcers) juga dapat
dijelaskan sebagai beriku :
1) Kurangnya kontrol diabetes melitus selama bertahun-tahun sering
kali memicu terjadinya kerusakan syaraf dan/atau masalah sirkulasi
yang serius.
2) Kondisi tersebut dapat menimbulkan efek pembentukan luka pada
kaki.
b. Terdapat 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetic secara umum:
1) Neuropati
a) Neuropati diabetic merupakan kelainan urat syaraf akibat
diabetes melitus (DM) karena kadar gula dalam darah yang
tinggi yang bisa merusak urat syaraf penderita dan
menyebabakan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada
kaki,sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-
kadang tidak terasa.
b) Kerusakan syaraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya
kemampuan merasakan sakit, panas atau dingin.
c) Titik tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu
sempit menyebabkan kerusakan syaraf yang dapat mengubah
cara jalan pasien.
5

d) Kaki depan yang lebih banyak menahan berat badan rentan


terhadap luka tekan.
e) Dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala neuropati meliputi :
kesemutan, rasa panas, rasa tebalditelapak kaki, kram, badan
sakit semua terutama malam hari.
2) Angiopaty
a) Angiopati diabetic adalah penyempitan pembuluh darah pada
penderita diabetes.
b) Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes
melitus (DM) mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan
darah.
c) Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada
tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangrene
diabetic, yaitu luka pada kaki yang yang merah kehitaman dan
berbau busuk.
d) Adapun angipati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotic terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
e) Dengan kata lain, meningkatnya kadar gula darah dapat
menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembulih darah
arteri dan kapiler (makro/mikroangiopaty)
f) Hal yang menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen ke jaringan sehingga timbul risiko terbentuknya
nekrotik. (Maryunani , 2015).
4. System derajat/grade wagner untuk lesi kaki diabetik
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi
enam derajat Menurut Meggitt-Wagner (Wagner, 1981 dalam Sari, 2015)
yaitu :
a) Grade 0 : Belum ada luka pada kaki yang beresiko tinggi
b) Grade 1 : Luka superfisial
c) Grade 2 : luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih
dalam, namun tidak sampai pada tulang
6

d) Grade 3 : luka yang dalam, dengan selulitis atau formasi abses


e) Grade 4 : gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian
dengan kaki/forefoot
f) Grade 5 : gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada
daerah lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)

5. Manifestasi kelainan kaki diabetic


a) Derajat satu: normal,tidak terdapat kelainan
b) Derajat2: kaki resiko tinggi,deformitas,kelainan kuku,kuku kering,otot
hipotrofi.
c) Derajat3: kaki ulkus ulkus pada plantar,neuropai,kalus,ulkus dasaranya
otot.
d) Derajat 4: kaki infeksi,edema,kulit merah,infeksi,osteomilitis,gejala
sistemik.
e) Derajat 5 : kaki nekrosis/gangrene melibatkan kulit subkutis
f) Derajat 6: kaki yang yang tidak dapat diselamatkan ,nekrosis
luas,harus amputasi. (Maryunani , 2015).
7

6. Patofisiologi
Diabetes Mellitus

Pe Fibrinogen Makroangipati Mikroangiopati


Pe Reaktivitas Trombosit

Neuropati
Agregasi sel darah
merah meningkat

Atherosklerosis Autonomik Sensorik Motorik


Sensorik

Trombosis - Keringat Hilang sensasi


berkurang
- Kulit kering
- Kolaps sendi Trauma :
Vaskuler
- Titik tekan mekanis, Atropi
insusifiency
baru thermis, kimia otot

Hipoksia/ nekrosis
jaringan
Ulkus diabetik Infeksi

B. Tinjauan umum tentang luka


1. Definisi luka
Berikut merupakan beberapa definisi dari luka, yaitu antara lain:
a. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan (Agustina, 2009 Dalam Maryunani, 2015).
b. Luka adalah terputusnya kontinutitas jaringan akibat trauma (tajam
atau tumpul), kimia termal (panas atau dingin), listrik, radiasi
(Widhiastuti, 2008 Dalam Maryunani, 2015).
c. Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang menggangu proses
ombosisnormal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
selular
kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
8

kehilangan substansi jaringan. (InETNA, 2008 Dalam Maryunani,


2015).

2. Klisifikasi luka
Luka diklasifikasi dengan berbagai macam cara diantaranya:
a. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1) Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.
2) Luka “partial thickness” : hilangnya jaringan kulit pada lapisan
epidermis dan lapisan bagian tas dermis.
3) Luka full thickness : jaringan kulit yang hilang pada lapisan
epidermis, dermis , fasia, tidak mengenai otot.
4) Luka mengenai otot, tendon dan tulang. (Maryunani , 2015)
b. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu
penyembuhan/waktu kejadianya, luka dapat dibagi menjadi luka akut
dan luka kronik:
1) Luka akut:
a) Luka baru, mendadak dan waktu penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkiraka.
b) Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
c) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penaganan dan dapatsembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Contohnya: luka sayat, luka bakar, luka
tusuk, crush injury.
d) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli
bedah. Contohnya: luka jahit dan skin graft.
e) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang
mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat proses
integritas fungsi dan anatomi secara terus menerus, sesuai
dengan tahap dan waktu yang normal.
9

2) Luka kronis
Pengantar:
a) Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen atau endogen.
b) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon abaik terhadap terapai dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
c) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana terjadi
ganggauan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifactor dari penderita.
d) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang gagal
melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.
Krakteristik luka kronik
a) Luka kronik disebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan
siklus aktivitas sel yang tidak mendukung penyembuhan.
b) Aktifitas proteolitik dapat tidak adekuat (melapaui periode
bermanfaat) sehingga berperan dalam kronisitas luka.
c) Kadar matrix metalloproteinase dan protease serine meningkat
dibandingkan cairan luka akut.
d) Kadar laktat pada luka kronik semakin menurun selama masa
penyembuhan.
e) Pada luka kronik, kadar albumin, protein total, dan glukosa
semakin meningkat menuju masa penyembuhan.
f) Beberpa spesies bakteri bertahan dalam luka kronik yang
lembab sehingga menghambat penyembuhan luka.
Contoh: leg ulcer/ulkus kaki, pressure sores/luka tekan/decubitus,
diabetic ulcer/luka diabetis, malignant ulcer/luka kanker, luka
bakar yang terinfeksi. (Maryunani , 2015).
10

c. Klasifikasi berdasarkan jenisnya


1) Luka memar
2) Luka abrasi/babras/lecet
3) Luka robek/laserasi/vulnus laseratum (lacerated wound)
4) Luka tususuk/punctur/vulnus pinctum (punctured wound)
5) Luka tembak
6) Luka gigitan
7) Luka avulsi
8) Luka hancur (Maryunani , 2015).
d. Klasifikasi berdasar tingkat kontaminasi terhadap luka
1) Luka bersih (clean wounds)
2) Luka bersih terkontaminasi (cleand-contamination wounds)
3) Luka terkontaminasi (contaminated wounds)
4) Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds). (Maryunani ,
2015).
e. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar/integritas
luka.
1) Luka tertutup (vulnus occlusum)
a) Luka tidak melampaui tebal kulit
b) Luka tanpa robekan pada kulit
c) Contoh: Bagian tubuh yang terpukul oleh benda benda tumpul,
terpelincir, keseleo, daya deselerasi kearah tubuh (fraktur
tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi, kontusio atau
memar.
2) Luka terbuka (vulnus apertum)
a) Luka melampau tebal kulit
b) Terlihata robekan pada kulit atau membrane mukosa.
c) Contoh: Trauma benda tajam atau tumpul (insisi bedah, pungsi
vena, luka tembak).
11

d) Robekan kulit memudahkan masuknya mokroorganisme,


terjadi kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka. Fungsi
bagian tubuh menurun. (Maryunani , 2015).

3. Jenis penutupan luka


Penyembuhan luka dapat dijelaskan sesuai dengan jenis/metode penutupan
pada penyembuhan luka berikut ini:
a. Primary Intention
1) Luka,dengan kedalaman luka full thickness ditutup dengan
menggunakan jahitan, staples, atau perekat/plester.
2) Luka yang ditutup dengan mendekatkan jaringan yang terputus
degan jahitan steples atau pelester.
3) Dengan berlalunya waktu, maka terjadi sitesis, siposisi dan saling
silang kolagen yang memeberikan kekuatan dan integritas
penyembuhan jaringan.
b. Secondary Intention
1) Luka, dengan kedalaman luka partial thickness atau full thickness,
dibiarkan terbuka agar penyembuhannya melalui deposisi jaringan
granulasi
2) Luka, yang penutupan lukanya terjadi bila luka berkontraksi secara
biologis.
3) Contoh yang paling jelas adalah luka stump amputasi yang
dibiarkan terbuka.
4) Kegagalan penutupan luka secara spontan akan menghasilkan luka
kronik.
c. Tertiary intention
1) Luka, dengan kedalaman full thickness dibiarkan terbuka untuk
mengupayakan debridement atau penurunan edema sampai kondisi
optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif.
2) Kondisi luka diapproximated/didekatkan
12

3) Jahitan, steples, dan plester digunakan untuk menutupan luka.


(Maryunani , 2015).

4. Tahap-tahap proses penyembuhan luka


Menurut Darwis, I (2004), setiap proses penyembuhan luka akan terjadi
melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan,
serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan
adanya morfologis tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
a. Fase inflamasi/eksudasi (tahap pembersihan): menghentikan
perdarahan dan memepersiapkan tempat luka menjadi bersih dari
benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
b. Fase poliferasi/Granulasi (tahap pembersihan): pembetukan jaringan
granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.
c. Fase maturase/diferensiasi (tahap epitelisiasi): memoles jaringan
penyembuhan yang telah menjadi lebih matang dan
fungsional.(Maryunani , 2015).

5. Stadium luka/tingkat luka


Stadium atau tingkat kedalaman dan luasnya luka dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
a. Stadium luka
1) Stadium I: luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2) Stadium II: luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada
jaringan epidermis dan bagian atas dermis.
3) Stadium III: luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan
sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak mengenai
otot.
4) Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
13

b. Tingkat luka
1) Tingkat I: kemerahan (perubahan warna), teraba hangat, bengkak
atau teraba lebih keras.
2) Tingkat II: luka lebih dalam melibatkan sebagian jaringan kulit.
3) Tingkat III: luka melibatkan seluruh jaringan kulit dan bagian
dibawahnya termasuk lemak tetapi tidak menembus fascia.
4) Toingkat IV: luka lebih dalam melibatkan otot atau tulang dan
jaringan di sekitarnya. (Maryunani , 2015).

6. Pengkajian warna dasar luka


a. Luka merah/red
1) Merupakan luka dengan dasar luka merah tua atau merah terang
dan selalu tampak lembab.
2) Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah.
3) Luka yang berwarna merah muda atau pucat adalah luka sehat pada
fase akhir proses penyembuhan luka.
4) Perawatan yang diberikan adalah dengan mempertahankan
lingkungan luka dalam suasana lembab, bersih serta melindunginya
dari trauma yang merusak.
b. Luka kuning/yellow
1) Luka dengan dasar luka berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kuning kehijauan, kuning pucat dapat merupakan luka keadaan
terkontaminasi, terinfeksi, pus, jenis pus, atau jenis nekrosis.
2) Dengan kata lain, yang kuning merupakan campuran dari jaringan
nekrotik yang berhidrasi, bakteri dan leokosit mati, dengan
jaringan fibrosa.
3) Luka yang mayoritas berwarna kuning ini disebut luka bernanah.
4) Nanah adalah jaringan nekrotik yang lembab, longgar dan
berserabut, yang biasanya berwarnah kuning.
14

5) Kondisi luka ini adalah luka yang terkontaminasi atau dapat pula
terinfeksi dan merupakan luka pada keadaan lembab dan jaringan
avaskularisasi.
6) Yang penting diperhatikan bahwa semua jenis luka kronis
merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi.
7) Luka terinfeksi juga dapat dinilai dengan adanya peningkatan
jumlah leukosit darah dalam tubuh dan peningkatan suhu tubuh.
8) Jaringan nekrotik yang berwarna kuning ini harus dibersihkan
sebelum perbaikan dan penyembuhan jaringan dapat terjadi.
c. Luka hitam/black
1) Adalah luka dengan dasar luka berwarna hitam, hitam kecoklatan,
hitam kehijauan. Sering disebut dengan nekrosis atau jaringan
mati.
2) Nekrosis berhasil dari Bahasa Yunani (mati) adalah nama yang
diberikan untuk sel dan jaringan hidup yang mati secara tidak
wajar.
3) Luka tertutup oleh jaringan nekrosis atau eschar, radiasi, yang
merupakan jaringan avaskularisasi yang tidak terdapat perdarahan.
4) Eschar tampak seperti jaringan berkulit kering, tebal, dan mungkin
hitam.
5) Jaringan yang mati (jaringan nekrotik) yang menghambat
peyembuhan luka.
6) Nekrosis merupakan kondisi yang irreversible. Berbeda dengan
apoptosis, yaitu pembersihan sel debris oleh fagosit dengan system
imun, secara umum lebih sulit dilakukan.
7) Jaringan nekrosis dapat berbentuk lunak atau dapat membetuk
jaringan parut.
8) Metode destruksi sel dengan neksrosis ini umunya tidak
mengirimkan sinyal ke fagosit terdekat untuk memakan sel yang
mati.tidak adaanya pemberian sinyal ini mempersulit system imun
15

untuk mencari dan mendaur ulang sel yang telh mati melalui
nekrosis dibandingkan sel yang mengalami apoptosis.
9) Pelepasan kandungan intra sel setelah kerusakan membrane sel
adalah penyebab inflamasi pada nekrosis
10) Jaringan nekrotik ini harus di bersihkan sebelum perbaikan dan
penyembuhan jaringan dapat terjadi
11) Penyebab nekrosis
a) Ada banyak sebab terjadinya nekrosis antara lain paparan
terhadap cedera yang cukup lama, infeksi, kanker, infark,
keracunan, dan inflamasi.
b) Nekrosisi dapat terjadi karena perawatan luka yang tidak
sempurna,neksrosi di sertai pelepasan enzim-enzim khusus
yang disimpan oleh lisosos,yang mampu mencerna komponen
sel atau seluruh sel itu sendiri.
c) Cedera yang dialami sel dapat merusak membrane lisosom,atau
dapat mencetuskan reaksi berantai yang tidak terorganisir yang
menyebabkan pelepasan enzim.
d) Tidak seperti asoptosis,sel yang mati akibat nekrosisdapat
melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat merusak sel
lain.neksrosis pada materi biopsy di hentikan dengan fiksasi
atau pembekluan.
e) Kerusakan pada salah satu system penting dalam sel
menyebabkan kerusakan sekunder pada system lain,yang di
sebut cascade of effects.(Maryunani , 2015).

7. Persiapan dasar luka


a. Kerangka kerja (TIME)
1) Pengantar
Kerangka kerja TIME merupakan suatau pendekatan sistematis
yang bertujuan agar penyembuhan luka kronik dapat tercapai.
Konsep/kerangka kerja ini dikembangkan oleh International
16

Wound Bed Preparation Advisory Board, EWMA Wound Bed Prep


Editorial Advisory Board dan dipublikasikan oleh Falanga et al.,
2003.
Berikut ini merupakan kerangka kerja yang diperkenalkan oleh Dr.
Vincent Flanga (2003).
a) Kerangka kerja TIME yang diperkenalkan oleh Dr. Vincent
Flanga, merupakan singakatan berikut ini:
T Tissue manejement
I Inflammation and infection control
M Moisture balance
E Epithelial (edge) advancement.
b) Menurut kerangka kerja TIME, setiap luka kronik harus dinilai
adanya.
T Untuk tissue manejement = manejement jaringan (tidak
ada atau kurang).
I Untuk inflammation dan infection control =inflamasi dan
pengendalian infeksi.
M Untuk mointure balance = keseimbangan kelembaban
E Untuk epithelial (edge) advancement = perluasan epitel

8. Pencucian luka
a. Pengertian pencucian luka
Berukut ini adalah beberapa pengertian tentang pencucian luka/wound
cleansing:
1) Pencucian luka adalah mencuci dengan menggunakan cairan non-
toksik terhadap jaringan kulit/tubuh.
2) Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghidari kemungkinan
terjadinya infeksi.
17

3) Pencucian luka merupakan basis untuk proses penyembuhan luka


yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka luka
dalam kondisi bersih.
4) Menurut Barr, JE (2003), pengertian pencucian luka adalah sebagai
berikut:
a) Pencucian luka dalam defenisi yang lebih luas adalah proses
secara mekanis melepasakan antara jaringan dan bakteri,
debris, kontaminant, inflammation dan jaringan nekrotik pada
permukaan luka, kemudian mengangkat atau membuang
materi-materi dari permukaan luka.
b) Pada luka yang bergranulasi bersih, pencucian luka merupakan
proses menggunakan cairan dengan hati-hati untuk membuang
atau mengangkat debris – debris an-organic dan materi
inflamasi dari permukaan luka sebelum pemasangan balutan.
b. Tujuan Pencucian luka
Berikut ini adalah beberapa tujuan dari pentingnya pencucian luka
yaitu:
1) Memfalitasi /memudahkan proses fagositosis dengan
melonggarkan, melunakkan dan mengangkat jaringan mati, debris,
kontaminant, dan residu toksik dari permukaan luka
2) Memisahkan eschar (jaringan parut) dari jaringan fibrotic dan
jaringan fibrotic dari granulasi.
3) Mengangkat debris organic dan an-organik, dan materi inflamasi
dari permukaan luka.
4) Menurunkan bacterial load (jumlah bakteri) pada permukaan luka
dan mengurangi insiden infeksi luka dan klonisasi yang
berlebihan.
5) Memberikan rehidrasi permukaan pada luka untuk menyediakan
lingkungan yang lembab.
6) Meminimalkan trauma luka pada saat melepaskan material balutan
yang lengket.
18

7) Memfasilitasi/memudahkanpengkajian
lukadenganmengoptimalkan visualisasi pada permukaan luka.
8) Membersihkan dari balutan lama.
9) Membuang carian luka yang berlebihan.
10) Debridement jaringan nekrotik.
11) Mempersiapkan luka sebelum dibalut.
12) Dilakukan setiap ganti balutan
13) Psikologi: berih dan Nyman
c. Indikasi Pencucian Luka
Indikasi umum untuk mencuci luka, ditujukan pada luka dengan:
1) Infeksi luka.
2) Eksudat yang berlebihan.
3) Adanya benda asing, debris, eschar, atau slough/slaft.
4) Kebutuhan untuk mengurangi kontaminasi atau jaringan mati,
sebelum melakukan penjahitan, pada penyembuhan luka dengan
‘delayed primary intention’.
d. Komponen-komponen Pembersihan luka
Menurut Barr, JE (2003), beberapa hal yang harus diperhatikan
mengenai komponen – komponen dalam pencucian luka, adalah
sebagai berikut:
1) Pembersihan/pencucian luka depat dicapai dengan menggunakan
larutan pembersih yang tepat, jumlah yang tepat dan alat mekanis
yang adekuat untuk memberikan larutan tersebut pada luka.
2) Larutan pembersih harus aman dan efektif.
3) Volume larutan harus adekuat untuk membersihkan luka dengan
tepat.
4) Seperti dibicarakan secara umum, makinbesar luka, semakin besar
volume larutan yang diperlukan untuk mengangkat debris, bakteri
atau jaringan mati.
19

5) Kekuatan mekanis harus mampu untuk melepaskan ikatan natara


jaringan dan bakteri, debris dan jaringan nekrotik pada permukaan
luka dan kemudian membuangnya dari luka.
6) Penelitian klinis telah menunjukkan bahwa kekuatan mekasi 8-15
psi diperlukan untuk membersihkan luka secara tepat.
7) Luka pada fase proliferasi dengan dasar bersih dan bergranulasi
seharusnya dibersihkan secara lebih hati – hati dengan aliran
tekanan lebih rendah sehingga sel-sel yang masih tidak rusak.
e. Karakteristik Larutan Pencuci Luka Yang Ideal
Beberapa karakteristik larutan pencuci luka yang ideal antara lain:
1) Tidak toksik terhadap jaringan sehat
2) Efektif pada adanya material organic seperti darah, slough/slaft,
atau jaringan nekrotik.
3) Mampu untuk menurunkan jumlah mikroorganisme dari
permukaan kulit.
4) Hipoalergenik dan tidak menyebabkan reaksi sensitivitas.
5) Mudah didapat, cost-effective dan stabil/aman.
f. Tehnik Mencuci Luka
1) Pengantar
a) Dalam membersihkan luka, perluka diperhatikan Teknik
pencucian luka yan baik, yaitu: tidak boleh dengan menggosok
luka, tetapi dilakukan dengan irigasi lembut dengan tekanan
tidak terlalu kuat untuk membersihkan sisa – sisa jaringan
nekrotik atau eksudat dan untuk menghindari resiko perdarahan
pada jaringan yang rapuh (bila tekanan terlalu kencang).
b) Prinsif membersihkan luka adalah dari pusat luka ke arah luar
secara hati – hati atau dari luar dahulu, kemudian bagian dalam
dengan kassa yang berbeda.
c) Teknik pencucian luka yang sering diperkenalkan dengan
irigasi dan perendaman.
20

2) Irigasi
Pengertian irigasi dan hal – hal yang berkaitan dengan irigasi;
a) Irigasi merupakan metode/Teknik yang paling umum
digunakan untuk memberikan cairan /larutan pada permukaan
luka.
b) Irigasi adalah Teknik yang paling sering digunakan dan banyak
riset yang mendukung Teknik ini.
c) Luka – luka dengan nekrotik dan terinfeksi seharusnya
dibersihkan dengan tekanan tinggi, sementara itu luka yang
bergranulasi dibersihkan dengan irigasi bertekanan rendah.
Keuntungan Teknik Irigasi
a) Dengan Teknik tekanan yang cuckup dengan mengangkat
bakteri yang terkolonisasi.
b) Mengurangi terjadinya trauma.
c) Mencegah terjadinya infeksi silang.
g. Jenis cairan pencuci luka
1) Cairan normal saline (NaCl 0,9%)

Nacl 0,9% memiliki kandungan natrium dan klorida. Nacl


0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena
alas an ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium dan
klorida. Nacl 0,9% adalah konsentrasi normal dari natrium klorida
dan untuk alas an ini Nacl 0,9% disebut juga sebagai normalsalin.
Nacl 0,9% merupakan larutan isotonic aman untuk tubuh tidak
itritasi, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
21

kelembaban sekitar luka, dan membantu proses penyembuhan serta


mudah di dapat dan harga relative murah.
2) Chlorexidine gluconate & cetrimide (savlon)

a) Chlorexidine gluconate & cetrimide, dalam berbagai


konsentrasi (savlon) secara tradisional, digunakan untuk
membersihkan luka “kotor”.
b) Chlorexidine gluconate antiseptic dan disifeksi dengan
kandungan aqua dan alcohol.
c) Cetrimide: surfaktan yang mempunyai kandungan emulsi dan
detergent.
Keuntungan:
a) Efektif melawan bakteri gram negative dan gram positif.
b) Cetrimide mempunyai efek detergent yang berguna untuk
membersihkan debris dari luka.
c) Berguna untuk disinfeksi benda mati (alat kesehatan).
Kekurangan:
a) Semua kerugian yang ada pada chlorhexidine
b) Cetrimide sangat toksik terhadap fibroslat.
c) Bisa terjadi iritasi kulit hebat.
d) Dapat terkontaminasi dengan pseudomonas Aeruginosa
Rekomendasi: karena adanya efek toksik terhadapt cetrimide,
larutan ini tidak direkomendasikan untuk pencucian luka yang
rutin.
22

3) PHMB(Poly hexa methyl biguanide)

PHMB (poly hexa methyl biguanide) adalah membersihkan


luka serta sebagai melembabkan, pelumas dressing luka penyerap
dan membantu dalam penghapusan menyeluruh dari kotoran dan
puing-puing dari luka kronis, ulkus kulit lecet, bahkan ketika
permukaan sulit untuk mengakses (lipatan kulit yaitu celah dan
kantong luka) dan dapat digunakan untuk membersihkan dan
melembutkan lapisan luka.
4) Air mineral/ air matang
Air mineral atau air matang mampu membersihkan luka atau
kotoran yang menempel pada luka.
23

5) Herbal Astreingen
a. Rebusan Daun Sirih

Daun sirih mengandung fenol, yang memiliki peran sebagai


racun bagi mikroba dengan menghambat aktivitas enzimnya.
Katekol, pirogalol, quinon, eugenol, flavon dan flavonoid
merupakan termasuk golongan fenol dan mempunyai
kemampuan sebagian bahan antimikroba (Suliantari et al.,
2008), sedangkan menurut Mursito (2002) saponin dan tannin
pada daun sirih bersifat sebagaiantiseptik pada luka
permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya
digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan
infeksi pada luka serta flavanoid selain berfungsi sebagai
bakteriostatik juga berfungsi sebagai anti inflamasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Lutviandhitarani, dkk. (2015), disimpulkan bahwa rebusan
daun sirih (Piper betle L.) memiliki efektivitas yang sama
dengan antibiotik komersial penicillin-dihydrostreptomycin
dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Sehingga daun sirih dapat digunakan sebagai green antibiotic
24

alternatif dalam pengobatan mastitis yang murah tanpa


menimbulkan residu pada ternak dan resistensi
antibiotika(Lutviandhitarani, 2015)
b. Rebusan Daun Jambu Biji

Daun jambu biji (Psidium guajavs L.) mengandung antara


lain tanin,minyak atsiri, flavonoid, ursolic, oleanolic, karoten,
avicularin, guaijaverin, Vitamin B1, B2, B3 dan vitamin C
(Ajizah, 2004) dalam (Azizah, 2008).
Daun jambu biji terbukti mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Ini artinya, rebusan daun jambu biji mempunyai sifat
antidiare terutama yang disebabkan oleh infeksi. Komponen
aktif dalam daun jambu biji yang diduga memberikan khasiat
adalah zat tanin yang cukup tinggi Purwiyatno, 2006 dalam
(Azizah, 2008).
Menurut Ajizah (2004) dalam (Azizah, 2008), bahwa
minyak atsiri dan etanol kemungkinan dalam menghambat
pertumbuhan dan mematikan bakteri yaitu dengan
mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding
sel, sehingga membran atau dinding sel tersebut tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.
25

c. Rebusan Daun Sambiloto

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jamaluddin


(2018), tentang Efektivitas Penggunaan Ekstrak Sambiloto
(Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap Bau Pada Luka
Diabetes Mellitus Stage III Dan IV Di Rumah Perawatan Luka
Bone Wound Care Centre Kabupaten Bone yang menyatakan
bahwa ada pengaruh penggunaan ekstrak daun sambiloto terhadap
pengurangan derajat bau pada pasien DM.
Berdasarkan hasil penelitian, yang dilakukan oleh
(Prapanza dan Marianto, 2003 dalam Jamaluddin, 2018), tanaman
sambiloto mengandung berbagai zat aktif yang sangat berguna bagi
tubuh. Berikut ini dijelaskan beragam kandungan bahan aktif di
dalam daun, batang, bunga, dan akar tanaman sambiloto:
1. Zat andrographolid. Zat ini menghasilkan rasa pahit yang luar
biasa pada sambiloto. Umumnya zat ini mengandung racun.
2. Alkane, keton, aldehid, asam kersik, dan damar.
3. Kalium yang berfungsi meningkatkan jumlah urine sekaligus
membantu mengeluarkannya.
4. Kalsium dan natrium.
5. Minyak asiri (essential oil) yang bermanfaat sebagai
antiradang.
6. Laktone yang berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik
karena mengandung neoandrographolid,andrographolid,
deoksiandrographolid, 14–deoksi-11, dan 12
didehidroandrographolid.
26

7. Flavonoid yang antara lain berfungsi untuk mencegah dan


menghancurkan
penggumpalan darah.
Hal ini dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh (Lihardo Sinaga, 2015 dalam Jamaluddin, 2018), tentang
“Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis Paniculata) Dalam
Mengendalikan Pertumbuhan Bakteri” Uji aktifitas antimikroba
dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur ditunjukkan
oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran disekitar
kertas cakram yang kemudian dapat dihitung diameter
penghambatnya. Terbentuknya area bening disebabkan karena
adanya senyawa antimikroba pada ekstrak daun sambiloto sehingga
pertSumbuhan bakteri dan jamur terhambat.

9. Debridement Luka
d. Defenisi
Debridement adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan
jaringan mati, jaringan infeksi dan benda asing dari dasar luka
sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi
baik(Arisanty,2014).
e. Teknik Debridement
Ada berbagai macam cara melakukan debridement yaitu dengan cara
chemical debridement, mechanical debridement, autolysis
debridement, conservative sharp wound debridement (CSWD, dan
surgical debridement(Arisanty,2014).
1) Chemical Debridement
Yaitu debridement yang menggunakan enzim dan biolysis.
Enzimatik debridement menggunakan tumbuhan seperti enzim
papain pada pepaya dan bromelain pada nanas. Sedangkan
biolysis menggunakan maggots (belatung).
2) Mechanical Debridement
27

Menggunakan kasa atau pingset atau irigasi dengan tekanan


tinggi. Tekhnik ini sudah jarang digunakan, namun masih
digunakan pada luka dengan biofilm.
3) Autolysis Debridement
Tubuh memiliki enzim proteolitik yang berperan dalam
pembersihan. Proses pembersihan ini dapat terjadi pada suasana
lembab. Dengan suasana lembab pada luka maka dapat
mendukung proses autolysis.
4) Conservative Sharp Wound Debridement (CSWD)
CSWD merupakan tindakan mengangkat jaringan mati yang tidak
mudah berdarah dan tidak menimbulkan rasa sakit sehingga tidak
memerlukan anastesi, dengan menggunakan kasa, pingset, dan
gunting. CSWD dikenal juga dengan istilah nekrotomi, dan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tersertifikasi khusus.
5) Surgical Debridement
Merupakan tindakan pembedahan yang hanya boleh dilakukan
oleh dokter bedah, jaringan yang diangkat berupa jaringan mati
maupun jaringan sehat yang cenderung rusak.

10. Cairan luka (eksudat)


a. Definisi
1) Eksudat adalah istilah generic yang di gunakan
untukmengidentifikasi yang dihasilkan dari luka.( Thomas et
al.,1997dalamMaryunani, 2015).
2) Eksudat merupakan “balsam” alami yaitu zat penyembuh
(Paracelsus,1493-1541 dalam Maryunani, 2015)
b. Hal-hal yang perlu di pahami berkaitan dengan eksudat:
1) Luka sehat kan menimbulkan sedikit kelembaban yang tampak
pada permukaannya,sedangkan pada luka kroniktidak dapat di
prediksi.
28

2) Kebocoran eksudat luka kronik dapat menyebabkan degradasi


enzimatikdari kulit sehat yang terpapar atau dasar luka serta
maserasi yang mediasi eksudat.
3) Sebaliknya, diketahui bahwa pembentukan keropeng kering
menghambat penyembuhan luka sempurna,sedangkan lingkungan
dengan kelembaban optimal mempercepat penyembuhan luka
4) Cairan tersebut banyak terjadi pada keadaan luka yang banyak
terdapat lapisan slough/slaft
5) Slough terbentuk ketika sel-sel mati.terdiri dari fibrinogen dan ous
yang terdapat bakteri,terkumpul didasar luka
6) Jaringan fibrosa tampak lunak,berwarna kekuningan-krem yang
terdiri dari sejumlah leukosit
7) Dalam mengkaji eksudat,perlu diperhatikan: tipe/ jenis, jumlah,
warna, konsistensi, bau, kulit sekitar dan infeksi luka
c. Pelepasan eksudat
1) Pelepasan eksudat luka terjadi sebagai akibat vasodilatasi selama
awal inflamasi fase penyembuhan yang di pengaruhi oleh
mediatorinflamasi sepertihistamin dan bradykinin.
2) Eksudat tampak sebagai cairan serosa di dasar luka dan merupakan
bagian dari penyembuhan luka normal pada luka akut.
3) Bila luka menjadi kronik dengan inflamasi abnormal dan perissten
atau bila terjadi infeksi .eksudat berubah secara kuantitatif dan
kualitatif.
4) Pada luka kronik,eksudat mengandung enzim proteolitikdan
komponen lain yang tidak di temukan oda luka akut.
5) Jenis eksudat ini memiliki kemampuan untuk mendegradasi faktor
pertumbuhan dan kulit tepi luka serta merupakan predisposisi
untuk inflamasi. (Maryunani , 2015).
29

11. Tipe/jenis eksudat


a) Berdasarkan Warna eksudat
Kode Istilah Berbentuk

0 Serous Cairan jernih (normal) tipis


1 Bloody Tipis merah cerah
2 Hemoserous Cairan serosa disertai darah
3 Cairan banyak mengandung darah dan
Sanguineous
kental
4 Cairan berwara merah pucat hingga pink
Serosanguineous
tipis
5 Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu
Purulent
berwarna kuning
6 Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu
Foul Purulent
berwarna hijau

b) Berdasarkan Jumlah eksudat


Kode Istilah Bentuk
0 Tidak ada Dasar luka kering
eksudat
1 Dasar luka lembab, memproduksi
sekitar <2ml eksudat per hari
Eksudat sedikit (bergantung pada ukuran luka),
keluaran eksudat mengenai <25%
balutan
2 Dasar luka basah, memproduksi sekitar
2-5 ml eksudat per hari (bergantung
Eksudat sedang
pada ukuran luka), keluaran eksudat
mengenai 25% balutan
3 Eksudat banyak Dasar luka jenuh, memproduksi sekitar
30

5-10 ml eksudat per hari (bergantung


pada ukuran luka), keluaran eksudat
mengenai 25-75 % balutan
4 Dasar luka “banjir”, memproduksi
Eksudat sangat sekitar >10 ml per hari (bergantung
banyak pada ukuran luka), keluaran eksudat
mengenai >75% balutan hingga keluar
5 Infeksi Infeksi atau kolonisasi kritis

c) Berdasarkan Bau (odour)


Kode Bau (odour)
0 Tidak ada bau
1 Bau tercium saat membuka balutan
2 Bau tercium saat rembesan keluar
3 Bau tercium mulai jarak satu tangan dari pasien
Bau tercium saat petugas memasuki kamar tempat pasien
4
berada
Bau tercium saat petugas memasuki ruangan di beberapa
5
kamar tempat pasien di rawat

12. Infeksi pada luka


a. Pengertian
1) Infeksi pada luka merupakan gangguan serius terhadap proses
penyembuhan luka.
2) Infeksi pada luka adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang
berkaitan dengan reaksi jaringan (Westaby, 1995 Dalam
Maryunani, 2015).
b. Cara mengidentifikasi tanda-tanda infeksi
1) Kejadian infeksi dapat di indentifikasikan dengan adanya tanda-
tanda infeksi secara klinis, penigkatan suhu tubuh dan jumlah
hitungan leukosit yang menigkat; atau
31

2) Infeksi pada luka dapat diperhatikan, dengan:


a) Adanya proses inflamasi
b) Cairan eksudat
c) Baerbau tidak sedap
3) Tanda infeksi local yang khas adalah;
a) Kemerahan
b) Bengkak
c) Hipertermi
d) Nyeri
e) Fungsi terbatas
4) Tanda-tanda klinis kritikal klonisasi atau infeksi local:
penyembuhan luka terhambat, bau, jaringan granulasi abnormal,
nyeri meningkat dan eksudat berlebihan.
5) Hasil kultur infeksi: mikroorganisme sudah bereplikasi > 105 per
gram jaringan. (Maryunani , 2015).
13. Terapi ozon pada luka ulkus kaki dibetik
Terapi ozon yang juga dikenal dengansebutan tritomikoxigen dan
trioxygenmemiliki multi efek terhadap penyembuhanluka, yakni
melepaskan oksigen-oksigenbaru yang telah terbukti memilikikemampuan
bakterisidal dan merangsangenzim antioksidan. Hal ini dikuat oleh hasil
penelitian yang dialkukan olehMegawati dan Firdaus, (2016), tentang
Efektifitas Modifikasi Balutan Modern Dan Terapi OzonTerhadap
Penyembuhan Ulkus DiabetikumDi Wocare Clinic Bogor mengatakan
bahwa Penggunaan modifikasi modern dressing dan terapi ozonlebih
efektif terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan penggunaan
modern dressing saja pada pasiendengan ulkus diabetikum. Penelitian ini
juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Wainstein et al, 2011
dalam Megawati & Firdaus, 2016), yangberjudul efektifitas terapi ozon-
oksigensebagai penanganan Diabetic Foot Ulcer(n=34), menyebutkan
bahwa pada kelompokeksperimen lukanya lebih cepat
menutupdibandingkan dengan kelompok control(p=0,03). Penelitian lain
32

yang menggunakanterapi ozon untuk ulkus diabetikum adalahpenelitian


(Sanchez et al, 2005, dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang
berjudulefektifitas terapi ozon pada pasien diabeticfoot (n=101), dimana
hasil dari penelitiannyamenunjukkan reduksi luas area luka yangsignifikan
pada kelompok eksperimen(2,66±0,33 cm2/hari) dibandingkan pada
kelompok yang diberikan antibiotik saja(1,21±0,01 cm2/hari).

C. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing


1. Pengertian modern dressing
Modern dressing teknik perawatan luka dengan menciptakan kondisi
lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi
occlusive, fullocclusive dan impermeable dressing berdasarkan
pertimbangan biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).
2. Konsep manejemen luka modern/terkini
Konsep manejeman atau penyembuhan luka dewasa ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat dengan beberapa fungsi kerja umum
maupun spesifik, serat menciptakan kelembababn pada area dan sekitar
luka.Beberapa fungsi kerja manejemen atau perawatan luka yang modern
saat ini, mencakup:
a. Mengoptimalkan kerja dari neurotrofil, makrofag, fibrablast, protease
(enzyme debinder), growth factors.
b. Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung syaraf karena
kondisi luka dalam keadaan lembab)
c. Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh, lebih
sedikit jaringan kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya
mikroorganisme).
d. Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantian
balutan luka.
e. Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
f. Mengurangi pencemaan udara pada saat penggantian balutan
33

g. Menjaga luka pada temperaturoptimum agar penyembuhan luka lebih


cepat
h. Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari sehingga mengurangi
frekuensi penggantian balutan. (Maryunani , 2015).
3. Tujuan pemilihan balutan luka
Tujuan utama memasang balutan luka adalah untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan lika. Tidak ada balutan
yang sesuai untuk setia luka atau setiap orang. Oleh karena itu,pemilihan
balutan harus ditentukan setelah mengkaji kebutuhan individu dan luka.
Pemahaman tentang fisologi penyembuhan luka dan berbagai macam
balutan serta cara kerjanya diperlukan agar dapat diperoleh penyembuhan
yang optimal.
Adapun tujuan pemilihan balutan dan alasan mengapa balutan
diperlukan,antara lain :
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan yaitu
dengan mempertahankan kelembaban.
b. Membuang jaringan mati,benda asing dan partikel dari luka
c. Melindungi luka dan jaringan sekitarnya.
d. Mampu mengontrol kejadian infeksi/ melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri
e. Mencegah dan mengelola infeksi klinis pada luka
f. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung – ujung
syarf
g. Mempertathankan temperature pada luka
h. Mengontrol dan mencegah perdarahan
i. Memberikan kompresi terhadap perdarahan atau statis vena
j. Menampung cairan/eksudat
k. Memobilisasi bagian tubuh yang ter-injury/mengalami trauma
l. Meningkatkan kenyamanan
m. Mengurangi stress pada pasien dan keluarganya dengan melakukan
penutupan luka. (Maryunani , 2015).
34

4. Kriteria balutan yang ideal


Balutan luka yang ideal seharusnya memenuhi hal-hal berikut ini :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mengangkat eksudat yang berlebihan
c. Mengupayakan pengangkatan eksudat dan benda asing tanpa
menimbulkan trauma terhadap jaringan baru
d. Memungkinkan pertukaran gas (bila diperlukan)
e. Memberikan insulasi thermal.
f. Memberikan barrier (penghalang) terhadap pathogen
g. Tidak meningkatkan thermal
h. Tidak menyebabkan sensitivitas atau reaksi alergi
i. Melindungi terhadap trauma mekanis,misalnya tekanan gesekan atau
pergesera
j. Mudah dalam pemasangan/pemakainnya
k. Nyaman dipakai
l. Dapat berdaptasi pada bagian-bagian tubuh
m. Tidak meganggu fungsi tubuh
n. Cost-effective. (Maryunani , 2015).
5. Prinsip pemilihan balutan luka
Menurut Hartman (1999) dan Ovington (1999), pada dasarnya prinsip
pemilihan balutan yang akan digiunakan untuk membalut luka harus
memenuhi kaidah-kaidah berikut ini :
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (mengabsorbsi)
b. Kemampuan balutan untuk megangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka
d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengankut atau
pendistribusian antibiotic keseluruh bagian tubuh. (Maryunani , 2015).
35

6. Jenis-jenis Modern Dressing Pada perawatan Luka


Manajemen Warna Dasar Luka (W)
a. Zinc Tophycal Therapy
1) Epitel Zalf

Indikasi
(1) Untuk mendukung proses kelembaban
(2) Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi)
Kontraindikasi : Tidak dapat menyerap eksudat
2) Metcovazine
(a) Metcovazine Reguler

Indikasi .
a) Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua
jenis luka.
b) Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
36

c) Menghindari trauma saat buka balutan.


d) Untuk luka dengan warna dasar luka: hitam, kuning, hijau,
merah.
e) Bahan dasar: Zinc, Vaselin, Chitosan
(b) Metcovazine Red

Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang
granulasi merah, karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.
b. Hydrocolloid

Indikasi:
1) Luka dengan sedikit eksudat – sedang
2) Luka akut atau kronik
3) Luka dangkal
4) Jaringan granulasi
5) Abses
6) Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
37

c. Hydroactive gel

Indikasi:
1) Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
2) Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
3) Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
4) Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
Manajemen Eksudat (E)
a. Transparent film

Indikasi:
1) Dresing primer dan sekunder
2) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka
waktu yang pendek
3) Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga
bisa dipakai pada saat mandi
4) Luka insisi
38

b. Calcium alginate

Indikasi:
1) Luka dengan eksudat sedang- banyak
2) Menghentikan perdarahan minor
3) Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
4) Luka akut atau kronik
5) Luka yang dalam sehingga berlubang
c. Foam

Indikasi :
1) Digunakan pada luka full thickness
2) Luka dengan eksudat sedang-banyak
39

d. Low Adherent (LA)

Jenis terapi topical yang berupa tumpukan bahan balutan yang


tebal, di dalamnya terdapat kapas yang berdaya serat sedikit sampai
sedang dan mencegah trauma pada saat pergantian balutan karena
terdapat film pada permukaan balutan dan dan direkomendasikanpada
luka yang eksudat sedikit hingga sedang tetapi tidak dapat membunuh
kuman dan jamur, contoh produk cutisorb LA, dan melolin (Arisanty,
2014).
Kasa steril adalah kasa yang sudah disterilkan digunakan untuk
menutup luka. Kasa steril adalah kain kasa yang bebas dari kuman-
kuman penyakit. Penggunaan kasa steril yaitu untuk membersihkan
luka, menutup luka membalut luka.
Indikasi
1) Menyerap eksudat sedikit,sedang hingga banyak
2) Mencegah trauma
3) Tidak melengket pada luka
4) Bahan dasar: Fleece (80% Viscose/katun, 20% Polyester fiber)
40

Manajemen Infeksi (I)


a. Cadexomer iodine

Indikasi
Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida
kompleks, seperti Iodoflex dan Iodosorb, yang dapat digunakan
sebagai antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat
menyerap eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap,
memungkinkan efek antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan
memerlukan lebih sedikit penggantian balutan pada luka. Efek
samping Cadexomer Iodine yaitu rasa nyeri seperti terbakar pada area
luka, kemerahan dan eczema. Studi mengenai keamanan Iodine
menunjukkan resiko minimal pada fungsi tiroid. Cadexomer
Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi dengan jumlah
eksudat sedang hingga basah. Kemampuannya untuk melepaskan ion
Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini dianjurkan untuk
digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan penggantian
balutan yang sering.
b. Hydrophobic
41

Menggunakan prinsip fisik interaksi hidrofobik. Dressing yang


dilapisi dengan turunan asam lemak (DACC) memberi mereka sifat-
sifat yang sangat hidrofobik. Dalam lingkungan lembab luka yang
terinfeksi, bakteri yang tertarik dan menjadi ireversibel terikat. Oleh
karena itu, mengangkat juga menghilangkan bakteri pada luka
(Arisanty, 2014).
Indikasi:
1) Mengikat bakteri dan mencegah perkembangbiakan
Kontraindikasi : Tidak dapat menyerap eksudat
c. Silver (Ag)

Silver mempunyai spectrum luas terhadap bakteri, yang bekerja


pada sintesis dinding sel bakteri, aktivitas ribosom dan transkripsi,
juga mempunyai aktivitas terhadap jamur. Contohnya Aquacel Ag.
Aquacel Ag adalah pembalut luka primer terbuat dari natrium
karboksimetilselulosa (NaCMC) mengandung 1,3 perak dalam bentuk
ionic. NaCMC ini diproduksi sebagai serat tekstil dan disajikan dalam
bentuk bulu untuk kemasan luka berlubang dan sebagai datar non-
wound pad untuk aplikasi untuk luka terbuka yang lebih besar. Dan ini
berfungsi balutan sekunder dan pada kondisi tertentu menjadi balutan
primer. Direkomendasikan dasar luka merah, dapat menyerap eksudat
sedang, banyak, hingga sangat banyak.
Dengan adanya ion natrium dari eksudat luka, ion oerak dilepaskan
dari NaCMC untuk mengarahkan efek antimikroba berkelanjutan
terhadap berbagai organisme termasuk staphylococcus aureus resisten
42

methilcillin (MRSA), dan vankomisin tahan entercoccus (VRE),


sehingga mencegah colonisasi bakteri dan memberikan penghalang
antimikroba untuk melindungi luka.
Macam-macam Dressing Fiksasi
a. Adhesive tape

Adhesive tape, dressing penutup luka lebar yang berperekat dan


terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat hypoallergic, tembus
udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus sinar X. Indikasi :
1) Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit
2) Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing
3) Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi
4) Cocok untuk semua jenis kulit
43

b. Crepe Bandage/Elastis Verband

Adalah perban elastis yang digunakan untuk mengikat atau


membebat area persendian baik di kaki maupun tangan akibat
cidera.Tujuannya adalah mencegah serta mengurangi pergerakan pada
area yang cedera tersebut supaya mempercepat penyembuhan dan
mengurangu rasa sakit.
c. Orthopedic wool (kapas gulung)

Adalah kapas gulung orthopedic perban yang biasa digunakan


untuk mengikat / membebat area kaki maupun tangan.Biasa digunakan
pasca-operasi luka, atau digunakan untuk tujuan lain sesuai dengan
instruksi dari dokter.
44

d. Kasa gulung

Adalah perban yang digunakan untuk mengikat atau membebat


area kaki atau tangan yang terdapat luka/cedera.Tujuannya adalah
mencegah serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera untuk
membantu penyembuhan dan mengurangu rasa sakit pada luka.
45

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
a. Nama : Tn “Y”
b. Umur : 57 Tahun
c. JenisKelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Betteng Gajah Tompobulu
e. Status Perkawinan : Kawin
f. Agama :Islam
g. Suku :Bugis
h. Pendidikan Terakhir : S-2
i. Tgl Pengkajian : 22 Juli 2019
j. SumberInformasi : Klien
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri
2. Riwayat Keluhan Utama :
Klien mengatakan memiliki luka pada kaki kiri diakibatkan karena
benturan pada teras rumah yang berkawat sehingga terjadi luka
padabulan mei 2019. Awal terjadinya luka pasien merawatnya sendiri
dirumah menggunakan sisa balutan sebelumnya. Riwayat luka pada
kaki yang sama pada tahun 2017dan dirawatdengan perawat khusus
perawatan luka. Klien telah melakukan perawatan luka di ETN
CENTER sebanyak 3 kali.
3. Riwayat Penyakit Masa Lalu :
Klien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus ± 10 tahun yang
lalu. Kien mengatakan tidak ada riwayat penyakit Gagal ginjal kronik.
4. Pemeriksaan Penunjang
GDS : 267 mg/dl (Kamis, 18 Juli 2019)
GDS :121 mg/dl (Ju’mat, 25 Juli 2019)
46

C. PENGKAJIAN LUKA
Senin,22 Juli 2019
1. Ukuran Luka
P : 1 cm x L : 1 cm= 1cm2 (two dimensia assesment)
2. Presentase Luka
 Slough : 90 %
 Granulasi : 10 %
Ju’mat, 25 Juli 2019
1. Ukuran Luka
P : 1 cm x L : 1 cm= 1 cm2 (two dimensia assesment)
2. Presentase Luka
 Slough : 65 %
 Granulasi : 35 %
47

D. FORMAT PENGKAJIAN DFUAS VERSI BAHASA INDONESIA


Nama Observer : Isma hajar Nama responden : Tn ”Y”
Usia : 24 Tahun Usia : 57 Tahun
Pendidikan Terakhir : S1 Jenis kelamin : Laki-Laki
Pengalaman Merawat Luka : - Alamat : Betteng Gajah Tompobulu
Kompetensi yang dimiliki : - No. Tlp : 081241788675
No Variabel Penjelasan Skor Luka
22/7/2019 25/7/2019
1 Kedalaman Kedalaman luka harus diukur pada bagian luka yang terdalam.Jika luka tersebut 4 4
menjadi dangkal,maka bagian terdalamlah yang di ukur
0. Menyatu
1. Lapisan luar/epidermis
2. Subkutan/dermis
3. Tendon
4. Jaringan fascia,otot dan tendon

2 Ukuran Luka diukur berdasarkan panjang dan lebarnya.Panjang Luka diukur berdasarkan 2 2
ukuran terpanjang dan lebarnya diukur berdasarkan ukuran terlebar yang tegak
lurus dari panjang luka yang diukur.Warna kemerah-merahan yang ada disekitar
48

luka tidak harus di ukur.Jika terdapat dua luka atau lebih yang penyebab dan
karakteristiknya sama maka “ukuran”luka tersebut merupakan jumlah dari
kesuluruhan luka yang yang diukur.Jika luka tidak bisa di ukur secara
akurat,seperti luka yang disertai dengan jaringan nekrotik atau bentuk luka yang
tidak beraturan,mka “S” harus ditambahkan setelah pemeriksaan.
0. utuh
1. ≤1 cm2
2. 1 cm2 < ≤ 4 cm2
3. 4 cm2 < ≤ 9 cm2
4. 9 cm2 < ≤ 16 cm2
5. 16 cm2 < ≤ 25 cm2
6. 25 cm2 < ≤ 36 cm2
7. 36 cm2 < ≤ 49 cm2
8. 49 cm2 < ≤ 56 cm2
9. ≥ 64 cm2

3 Penilaian ukuran Dibawah ini dijelas sistem penilaian luka kaki diabetes yang di pakai untuk 1 1
mengavaluasi proses penyembuhan.Silahkan ikuti instruksi cara perhitungan
berikut :
49

1. jika seluru ibu jari terluka,maka perhitungan ukuran adalah “1+ 1=2”
2. A-H :angka yang terdapat pada lingkaran yang merupakan nilai
relatif.Anggaplah bahwa angka 5 merupakan nilai maksimun atau jumlah dari
keseluruhan jari yang ada pada kaki, lalu berikan penilaian pada keseluruhan
jari dari 1 hingga 5 menurut hasil observasi anda.sebagai contoh,jika luka
meliputi keseluruhan jempol kaki dan meliputi 3/5 (60%)dari tulang metatarsal
pertama,penilaannya adalah “1+1+3=5” jika anda menemukan penurunann
penilaan sekitar 2/5 (40 %) dari tlang metatarsal pertama,maka hitunglah
dengan cara “1+1+2 =4”
3. Anda tidak perlu menilai warna kemerah-merahan (undermining) yang ada
disekitar luka
4. Nilai tdak boleh melampaui 50% keseluruhan luka yang di ukur
50

4 Peradangan/infeksi Osteomelitis dapat ditemukan berdasarkan hasil pengamatan klinis atau hasil 4 4
informasi catatan klinis
0 Tidak ada
1 Tanda-tanda peradangan (contohnya: hangat,kemerah-
merahan,bengkak,nyeri)
2 Tanda-tanda infeksi lokal(contohnya :indurasi, pus, bauh busuk)
3 Osteomelitis
4 Osteomelitis dan tanda-tanda infeksi lokal
5 Infeksi sistemik (demam,sepsis)

5 Perbandingan Berilah penilaian sesuai dengan perbandingan jaringan granulasi yang menutupi 5 3
jaringan granulasi luka.100 % merupakan keadaan semua luka yang di tutupi oleh jaringan
granulasi.Ketika luka dipisahkan dengan Epitalisasi selama proses
penyembuhan,perbandingan jaringan granulasi harus dinilai dari jumlah
keseluruhan area luka
0. tidak ada (granulasi tidak bisa dinilai karena luka tersebut tela sembuh atau
sudah terlalu dangkal)
1. 76 -100 %
2. 51 -75 %
51

3. 26 -50 %
4. 11 -25 %
5. 5 ≤ 10%

6 Jaringan nekrotik Jaringan nekrotik :jika terdapat berbagai jenis jaringan nekrotik,maka kondisi yang 1 1
a. Jenis jaringan dominanlah yang harus dipilih
nekrotik 0 Tidak ada
1 Jaringan nekrotik yang berwarnah putih,kuning dan/abu –abu
2 Jaringan nekrotik yang berwarnah hitam
3 Ganggren

b. Perbandingan Berikanlah penilaian sesuai dengan perkiraan perbandingan jaringan nekrotik yang 0 0
jaringan menutupi ulkus yang harus berhubungan dengan semua jenis jaringan
nekrotik nekrotik100% adalah keadaan seluruh luka yang ditutupi oleh jaringan
nekrotik.Jika ulkus terdiri atas beberapa luka,maka ulkus tersebut harus dinilai
secara keseluruhan
0 tidak ada
1 ≤ 10%
2 11 -25 %
52

3 26 -50 %
4 51 -75 %
5 76 -100 %

c. Perbandingan Slough merupakan jaringan nekrotik yang lunak.Diberikan penilaian yang sesuai 5 4
slough dengan perkiraan perbandingan slough yang menutupi ulkus.100% erupakan
keadaan dari keseluruhan luka yang ditutupi oleh slough.Jika luka ulkus terdiri atas
beberapa luka, maka luka tersebut dinilai secara keseluruhan
0 tidak ada
1 ≤ 10%
2 11 -25 %
3 26 -50 %
4 51 -75 %
5 76 -100 %

7 Maserasi Maserasi merupakan kerusakan pada kulit disekitar luka yang disebabkan oleh 2 2
karena kelembaban/eksudat secara terus-menerus.Kulit disekitar luka dibatasi
sebagian area maserasi sepanjang 2 cm dari sekeliling tepi luka
0 Tidak ada
1 Sedikit :hanya pada sekitar tepi luka saja
53

2 Sedang sekitar : area luka


3 Berat :melebihi luka yang dan disekitar kulit
Luas terlebar maserasi di ukur dari tepi luka (cm)

Tepi Luka

Wound

Area Maserasi

8 Tipe tepi luka Tipe tepi luka 5 5


0 Tidak ada tepi luka (epitelisasi sempurna)
1 Tepi luka yang menyatu (tidak ada bagian khusus)
2 Tipe luka berwarnah merah muda
3 Hiperkerotosis atau lining
4 Tepi luka berwarna merah
5 Tepi luka tidak atau belum berbentuk
54

9 Tunneling Tunneling :rongga/area luka harus di ukur pada titik terpanjang 0 0


0 tidak ada
1 ≤ 2 cm
2 2cm < ≤ 4cm
3 4cm < ≤ 8cm
4 8 cm
Total skor 29 26

Ket :
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 98
Semakin tinggi skor menunjukkan semakin parah luka
55

E. IMPLEMENTASI
Senin,22 Juli 2019

No Tanggal Time Management Keterangan


Implementasi
1. 22/07/2019 A. Tissue Management 1. CSWD (Conservative
(manajemen Jaringan) Sharp Wound
Debridement)
2. Mechanical Debridement
3. Autolysis Debridement

B. Infection / Inflamation 1. Mencuci luka dengan air


Control (Manajemen mineral dan sabun
Infeksi dan Inflamation) pencuci luka
(woundclean,PT.Isam
Cahaya Indonesia).
2. Melakukan terapi
adjuvant pada luka (ozon)
selama 10 menit
3. Mengompres luka dengan
PHMB/Poly Hexa Methyl
Biguanide selama 15
menit(Stero-Bac,
PT.Sterindo Medika)
4. Menggunakan hidrofobik
dressing (Cutimed
Sorbact)

C. Moisture Balance 1. Menggunakan Kassa


Manajemen Pengaturan Steril untuk mengabsorb
kelembaban Luka) eksudat
56

D. Epitelitation 1. Menggunakan Zinc cream


Advancement Thopical Therapy (epitel
Management wound Zalf, PT.Isam
(Manajemen tepi luka) Cahaya Indonesia)
57

Ju’mat, 25 Juli 2019

No Tanggal Time Management Keterangan


Implementasi
1. 25/07/2019 A. Tissue Management 1. CSWD (Conservative Sharp
(manajemen Wound Debridement)
Jaringan) 2. Mechanical Debridement
3. Autolysis Debridement
B. Infection / 1. Mencuci luka dengan air
Inflamation Control mineral dan sabun pencuci
(Manajemen Infeksi luka (wound clean, PT. Isam
dan Inflamation) Cahaya Indonesia).
2. Mengompres luka dengan
PHMB/Poly Hexa Methyl
Biguanide selama 15 menit
(Stero-Bac, PT. Sterindo
Medika)
3. Melakukan terapi adjuvant
pada luka (ozon) selama 10
menit
4. Menggunakan hidrofobik
dressing (Cutimed Sorbact)
C. Moisture Balance 1. Menggunakan Kassa Steril
Manajemen untuk mengabsorb eksudat
Pengaturan
kelembaban Luka)
D. Epitelitation 1. Menggunakan Zinc cream
Advancement Thopical Therapy (epitel
Management wound Zalf, PT.Isam
(Manajemen tepi Cahaya Indonesia)
luka)
58

FOTO LUKA
SENIN, 22 JULI 2019

JU’MAT, 25 JULI 2019


59

BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. Y (57 tahun) telah menderita Diabetes Mellitus ± 10 tahun. Akibat
penyakit tersebut klien mengalami luka kaki diabetik. Saat ini, klien memiliki
luka pada kaki kiri yang terjadi ± 2 bulan yang lalu akibat benturan. Klien
melakukan kunjungan di ETN CENTRE sebanyak 3 kali.
Perawatan luka yang dilakukan metode Modern Dressing dan
Implementasi TIME MANAGEMENT. Modern Dressing merupakan tehnik
perawatan luka dengan menciptakan kondisi lembab pada luka, menggunakan
balutan semi oclusive, full oclusive dan impermeable dressing sedangkan TIME
MANAGEMENT merupakan penyiapkan dasar luka (Wound Bed Preparation)
agar luka dapat sembuh secara optimal sesuai dengan perinsip perawatan luka
yang lembab.Adapun bagian dari TIME MANAGEMEN yaitu Tissue
management,Inflammation and Infection control,Moisture balance dan Epithelial
advancement
Pada klien Tn. Y TIME MANAGEMENT yang pertama dilakukan pada
perawatan luka klien adalah Tissue Management, Tissue mananagement
(Manajemen Jaringan) yang dilakukan adalah teknik CSWD (Conservative Sharp
Wound Debridement), Mechanical debridement & Autolysis Debridement.
CSWD (Convervative Sharp Wound Debridement) yang dilakukan pada
luka klien untuk mengangkat slough dengan menggunakan gunting, pinset dan
kasa steril. Mekanikal debridement digunakan untuk mengangkat biofilem pada
luka, karena menggunakan pinset dan kassa steril. Autolisis debridement
dilakukan pada luka karena masih terdapat slough mengeras.Teknik ini di dukung
oleh penggunaan zinc cream thopikal (epitel wound zalf).
CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement), teknik ini
menggunakan benda tajam untuk mengangkat atau menghilangkan jaringan mati
(Slough), misalnya gunting, pincet serta kasa dan dilakukan tanpa berdarah
(Arisanty, 2013).
Mechanical Debridement juga dilakukan pada luka klien. Teknik ini
menggunakan kasa dan pinset. Teknik Mechanical Debridement ini menggunakan
60

kasa dan pincet untuk membersihkan sisa kotoran pada luka klien agar
memudahkan pertumbuhan granulasi baru. (Bettes-Jensen, Barbara. M 2017
diakses oleh Wahyuni, 2018).
Pada lukaklienjuga terjadi autolysis debridement. menurut Wahyuni
(2018), Autolysis debridement adalah pengangkatan jaringan mati sendiri oleh
tubuh dengan menciptakan kondisi lembab pada luka. Luka hitam dan kuning
akan melunak dan mudah diangkat, bahkan hilang diserap oleh absorbent
dressing. Tubuh mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang berperan penting
selama proses autolysis berlangsung. Pada luka klien, juga digunakan zinc
thopycal therapy (Epitel Wound zalf) untuk mendukung autolysis debridement.
Management ke 2 yang dilakukan adalah Infection control, Infection
Control /Inflamation antara lain dilakukan pencucian luka, ozonisasidan
penggunaan antimicrobial dressing yaitu Hidrofobik (Cutimrd sorbact)
Infection/inflamation control yaitu kegiatan mengatasi perkembangan
jumlah kuman pada luka.Semua luka yang terkontaminasi, namun tidak selalu ada
infeksi (Arisanty I. P., 2013).
Pada luka klien, untuk mengontrol infeksi/inflamasi dilakukan pencucian
luka. Pencucian luka menggunakan air mineral dan sabun khusus luka. Teknik
pencucian luka di mulai dari area kulit sekitar luka, kasa yang telah di gunakan
dibuang dan selanjutnya di lakukan pencucian pada jaringan luka, selanjutnya
luka di bilas dengan air mineral hingga bersih dan dikeringkan dengan kasa.
Tujuan dan pentingnya pencucian luka yaitu untuk menghilangkan debris organic
dan inorganic, kontaminan dan bakteri, jaringan mati dan kelebihan eksudat, serta
meningkatkan kenyamanan klien
Tujuan dari mencuci luka adalah melunakkan dan mengangkat jaringan
mati, debris, kontaminant, dan residu toksik dari permukaan luka, memisahkan
eschar (jaringan parut) dari jaringan fibrotic dan jaringan fibrotic dari granulasi,
mengangkat debris organic dan an-organik, dan materi inflamasi dari permukaan
luka, mengurangi insiden infeksi luka dan klonisasi yang berlebihan, memberikan
rehidrasi permukaan pada luka untuk menyediakan lingkungan yang lembab,
meminimalkan trauma luka pada saat melepaskan material balutan yang lengket,
61

memudahkan pengkajian luka dan memberikan rasa nyaman pada klien.


(Maryunani, 2015).
Pada proses pencucian luka, menggunakan air mineral dan sabun khusus
luka.Sabun luka yang digunakan mengandung NaCl, Ekstrak daun sirih,
Texapone dan air mineral. NaCl merupakan larutan isotonik aman yang untuk
tubuh tidak teriritasi, melindungi jaringan granulasi dari kondisikering, menjaga
kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan.ekstrak daun sirih
dapat dapat membantu mempercepat penyembuhan luka. Texapon
(NaCl2H25SO4) nama kimia dari sodium laurin sulfat (SLS) merupakan
surfaktan. Berbentuk gel yang mempunyai fungsi sebagai pengangkat kotoran
serta air mineral atau air matang mampu membersihkan luka atau kotoran yang
menempel pada luka. Air mineral yang digunakan untuk membilas atau
membersihkan luka setelah diberi sabun luka dapat digunakan untuk mencuci luka
dan membersihkan kotoran dan benda asing di area luka (dr. Adisaputra
Ramadhinara)
Sebagai pencuci luka untuk mengangkat kotoran dan jaringan mati pada
luka, dan komposisi NaCl, Extra Daun Sirih dan Texaphone serta Air Mineral.
Extra daun siri berfungsi sebagai anti septik serta penghilang bauh, dan
sirih mengandung tamin, flavonoid, politenol, dan saponen, daun sirih salah satu
tumbuhan obat Indonesia yang mudah di budidayakan. Dapat menjadi alternatif
dalam mengatasi infeksi yang terjadi pada luka kaki DM. (Amalia, 2009)
Texaphone bahan yang menghasilkan busa. Texapone merupakan nama
dagang dari senyawa kimia Sodium Lauryl Sulfate (SLS).Texapone mempunyai
bentuk berupa gel dengan warna bening yang berfungsi mengangkat kotoran dan
jaringan mati yang bersifat minyak. (Damayanti, 2008)
Nacl berfungsi sebagai pengental sabun yang masih berupa air (Roland
W.Kartika, 2015)
Air sebagai pelarut universal yang melarutkan banyak zat kimia (Roland
W.Kartika, 2015)
Air mineral atau air matang mampu membersihkan luka atau kotoran yang
menempel pada luka (Arisanty I. P., 2013). Air mineral dapat dilakukan untuk
62

mencuci luka, karena aman untuk diminum, juga aman untuk jaringan granulasi
pada luka klien.
Setelahpencucian luka, dilakukan ozonisasi. Adapun teknik ozonisasi
adalah suatu metode ozonisasi dengan menggunakan kantong ozon dan
membungkus ulkus pada kaki dan memompa aliran gas ozon ke dalam kantong
ozon, adapun kenggulan ozon adalah memiliki sifat anti kuman, anti virus dan anti
bakteri, sehingga ozon tersebutlah yang nantinya akan membunuh kuman-kuman,
bakteri atau virus yang berada pada luka si klien. Ozon juga akan menumbuhan
kembali jaringan-jaringan yang baru atau regenerasi sel kulit baru.
Terapi ozon yang juga dikenal dengan sebutan tritomikoxigen dan
trioxygen memiliki multi efek terhadap penyembuhan luka, yakni melepaskan
oksigen-oksigen baru yang telah terbukti memiliki kemampuan bakterisidal dan
merangsang enzim antioksidan.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dialkukan oleh Megawati dan
Firdaus, (2016), tentang Efektifitas Modifikasi Balutan Modern Dan Terapi Ozon
Terhadap Penyembuhan Ulkus Diabetikum Di Wocare Clinic Bogor mengatakan
bahwa Penggunaan modifikasi modern dressing dan terapi ozon lebih efektif
terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan penggunaan modern dressing
saja pada pasien dengan ulkus diabetikum.
Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Wainstein et al, 2011 dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang berjudul
efektifitas terapi ozon-oksigensebagai penanganan Diabetic Foot Ulcer (n=34),
menyebutkan bahwa pada kelompok eksperimen lukanya lebih cepat menutup
dibandingkan dengan kelompok control (p=0,03). Penelitian lain yang
menggunakan terapi ozon untuk ulkus diabetikum adalah penelitian (Sanchez et
al, 2005, dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang berjudul efektifitas terapi ozon
pada pasien diabeticfoot (n=101), dimana hasil dari penelitiannya menunjukkan
reduksi luas area luka yang signifikan pada kelompok eksperimen (2,66±0,33
cm2/hari) dibandingkan pada kelompok yang diberikan antibiotik saja (1,21±0,01
cm2/hari).
63

Hal ini dikuat oleh hasil penelitian yang dialakukan oleh Widodo, Tulus
Rahayu, Susilo, Cipto, Kurniawan Hendra, (2016), tentang Pengaruh Terapi
Ozone Bagging Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum Di
Rumah Luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten Jember mengatakan bahwa
ada pengaruh terapi ozone bagging terhadap penyembuhan luka pasien ulkus
diabetikum Di Rumah Luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten Jember dengan
nilai P Value = 0,011 atau p <0,05
Setelah itu luka dibilas dan dikompres dengan menggunakan cairan
PHMB (Poly hexa methyl biguanide) (stero-bac) selama ± 15 menit.
Selain dilakukan pencucian, untuk mengontrol infeksi/inflamasi, juga
dilakukan pembilasan dan pengompresan menggunakan cairan pencuci luka yang
mengandung PHMB (Poly hexa methyl biguanide). Pembilasan dengan
menggunakan cairan PHMB (sterobac) bertujuan untuk membersihkan dan
melembutkan lapisan luka, sedangkan pengompresan bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi, melembabkan jaringan kulit pada luka dan membantu
penyembuhan luka debridement. pengompresan dilakukan selama ± 15 menit.
Cairan PHMB (Poly hexa methyl biguanide) sterobac berfungsi untuk
membersihkan, dan melembabkan jaringan kulit pada luka akut dan kronis,
membantu proses penyembuhan, mencegah terjadinya infeksi pada luka akut dan
kronis, membantu penyembuhan luka debridement, menghilangakan rasa sakit
pada saat penggantian perban (Georgina, Casey, 2015).
Sifat cairan betaine polyhexanide (PHMB) yang mengandung betaine
polyhexanide (PHMB) mampu mengurangi tegangan permukaan luka dari biofilm
dan efek antiseptik (Seipp, et al. 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Heri Kristanto (2016), tentang
Perbandingan Kebutuhan Cairan dan Pembiayaan Dalam Proses Perawatan Ulkus
Kaki Diabetes Melitus dengan Metode Pencucian Luka 13 PSI Dan 7 PSI yang
menyatakan bahwa penerapan kompres PHMB dengan irigasi 13 PSI dan 7 PCI
sangat menentukan dalam mengendalikan infeksi dan membantu pertumbuhan
jaringan.
64

Adapun tindakan lain yang digunakan untuk menangani infeksi adalah


penggunaan hidrofobik (Cutimed Sorbact), Hidrofobik merupakan pengikat
bakteri dan mencegah perkembangbiakan bakteri (Maryunani, A,2015).
Dressing yang dilapisi dengan turunan asam lemak (DACC) memberi
mereka sifat-sifat yang sangat hidrofobik. Dalam lingkungan lembab luka yang
terinfeksi, bakteri yang tertarik dan menjadi ireversibel terikat. Oleh karena itu,
mengangkat juga menghilangkan bakteri pada luka (Arisanty, 2014)
Moisture Balance Management pada perawatan luka klien bertujuan untuk
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembabpan,
mendukung penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi balutan yag
akan digunakan (Arisanty I. P., 2013).
Mempertahankan atau menciptakan kelembapan ideal padaa luka klien
dengan menggunakankasa steril.Kasa sterile pada luka klien berfungsi untuk
menutup luka. Kasa steril adalah kain kasa yang bebas dari kuman-kuman
penyakit. Penggunaan kasa steril yaitu untuk membersihkan luka, menutup luka
membalut luka (Arisanty I. , 2014).
Manajemen perawatan luka yang terakhir adalah Ephitalitation
Advancement Management (manajemen tepi luka).
Ephitalitation Advancement Management (manajemen tepi luka)
merupakan Tepi luka yang siap melakukan proses penutupan (epitalisasi) adalah
tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka dan lunak (Arisanty
I. P., 2013).
Zinc thopycal therapy yang digunakan dalam Ephitalitation Advancement
Management adalah epitel wound zalf. Zinc Thopical therapy ini dioleskan agak
tebalbertujuan untuk melindungi tepi luka dan kulit sekitar luka dari kerusakan
akibat kontaminasi cairan luka. Sedangkan pada hari keduadioleskan agak tipis
dengan tujuan agar tepi luka tidak terlalu basah akibat banyaknya salep yang
dioleskan. Pada kondisi basah, tepi luka dapat mengalami kerusakan. Tepi luka
yang sehat yaitu tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka
dan lunak (Arisanty I. P., 2013).
65

Epitel wound zalf dioleskan pada area luka dan sekitar luka mengandung:
Lanolin, Zinc oxicide, Metronidazole, Vit. A dan Vit. E yang berfungsi untuk
membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis luka. memberikan
suasana lembab serta mendukung autolysis debridemet. Mempercepat terjadinya
proses sintesis kolagen, sehingga pembentukan jaringan granulasi sangat cepat,
dan mempercepat proses pembentukan epitelisasi (Isam Cahaya Indonesia).
Lanolin Ekstrak Kulit Domba yang memiliki sifat pengemulsi dan bergizi,
Dapat menyerap beberapa kali beratnya dalam air Terutama cocok untuk kondisi
kulit kering dan bersisik serta kulit pecah-pecah.Zinc Oxicide untuk membantu
Proses Autolisis dan Membantu Pembentukan Jaringan Fibroblast dan
pembentukan Jaringan Granulasi.Metronidazole mampu Netralisir kuman Aerob
dan Mengihilangkan Bau.Vit A dan VIT E Mempercepat pembentukan Epitilisasi
dan Membuat kulit menjadi lembut.VCO mendukung proses kelembaban dan
membuat kulit menjadi halus. (Isam Cahaya Indonesia).
Setelah zinc thopycal therapi (epitel wound zalf) dioleskan dan kasa steril
dipasang. Selanjutnya, dilakukan fiksasi balutan dengan menggunakan kasa
gulung, cohesive bandage dan adhesive tape (hipafix).
Pada lukadigunakan Adhesive tape (hipafix) sebagai penopang atau
pengerat dressing sebelumnya atau sebagai fiksasi dressing (Arisanty I. , 2014).
Pada lukadigunakan congesive bandage. Congesive bandage (elastumol)
berfungsi sebagai fiksasi pembalut luka, terutama pada bagian tubuh yang sering
bergerak dan menekuk dan pada persendian.
66

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kunjungan pertama Tn. “Y” datang ke ETN CENTER dengan
keadaan verban nampak basah sampai dressing tersier akibat merembesnya
eksudat, jenis eksudat purulent.Setelah balutan di buka klien memiliki luka
pada selah antara digiti 3 dan 4.Luka klien berada pada grade 4 yaitu luka
sampai tulang.GDS nya 267 mg/dl,serta riwayat Diabetes Melitus klien yang
sudah ±10 tahun.
Penerapan Time Mangement yang dilakukan pada Ny “DJ” yaitu
Tissue Management menggunakan Autolisis,Mechanical Debridement dan
CSWD (Conservative Sarp Wound Debridement ) untuk mengangkat jaringan
mati pada luka.Infection /Inflamasi control menggunakan Antimikrobial
dressing yang berfungsi mengikat bakteri serta pencucian luka untuk
melunakkan dan membersihkan jaringan mati pada luka.Moist Balance yang
digunakan kasa steril yang berfungsi menyerap cairan luka sehingga luka
tetap dalam keadaaan lembab serta menutup luka agar tetap bersih.Sedangkan
epitelisal advancement menggunakan Epitel Wound Zalf untuk mempercepat
pembentukan epitelisasi.
Setelah dilakukan perawatan luka sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal
22 Juli 2019 dan 25 Juli 2019 pada luka kaki diabetes Tn. “Y”,ada perubahan
dari segi persentasi dasar luka yaitu pada perawatan pertama luka dengan
slough 90%,granulasi 10%. Sedangkan pada perawatan kedua Slough 65%,
Granulasi 35%.
67

DAFTAR PUSTAKA
Arisanty, I. P. (2013). Konsep dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.

Arisanty, I. (2014). Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.

Arisman. (2011). Diabetk Mellitus Dalam: Arisma, Ed Buku Ajar Ilmu Gizi
Obesitas, Diabetik Mellitus dan Dyslipidemia. Jakarta: EGC.

Azizah, N. N. (2008). Jambu Biji Penghasil AntiBakteri.

Clayton. (2006). Tinjauan Umum Perawatan Luka. Jakarta: Penerbit Mitra


Wacana Medika.

International of Diabetic Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas Sixth


Edition. darihttp://www.idf.org/sites/default/file/atlas-poster-
2015_EN.pdf.

Kristanto, Heri. (2016). Perbandingan Kebutuhan Cairan Dan Pembiayaan


Dalam Proses Perawatan Ulkus Kaki Diabetes Melitus Dengan Metode
Pencucian Luka 13 Psi Dan 7 Psi. Volume 4, No. 1. 57-63

Lutviandhitarani, G., Harjanti, D. W., & Wahyono, F. (2015). Green Antibiotic


Daun Sirih (Piper betle l.) Sebagai Pengganti Antibiotik Komersial untuk
Penanganan Mastitis.

Maryunani , A. (2015). Perawatan luka Modern Terkini Dan Terlengkap. In


Media .

Purwanti, O.S. 2013. Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Kaki pada
Pasien Diabetes Mellitus di RSUD DR.Moewardi Surakarta, Prosiding
Seminar Ilmiah nasional, ISSN: 2338-2694,
http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/view/2763,

Wahyuni, E. T. (2018). Laporan Akhir Case Study Pada Perawatan Luka Tn. "S"
Dengan Ulkus Kaki Diabetik Di Rumah Perawatan Luka ETN CENTER.
Makassar: STIKes Mega Rezky Makassar.
68

Widodo, Tulus Rahayu., Susilo, Cipto., Kurniawan, Hendra. (2016). Pengaruh


Terapi Ozone Bagging Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus
Diabetikum Di Rumah Luka Nirmala Kecamatan Puger Kabupaten
Jember

Word Health Organisattion (WHO). (2012). Defenition, Diagnosis and


classification of Diabetes Mellitus and its Complications.

Anda mungkin juga menyukai