Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIC FOOT ULCER (DFU)

Disusun Oleh:
Dyah Indrani
224291517091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2023
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Diabetic Foot Ulcer (DFU) adalah salah satu komplikasi diabetes mellitus
dimana ditemukan infesi, tukak dan atau ditruksi ke jaringan kulit yang paling
dalam dikaki akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer
(Roza et al, 2015).
Ulkus kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit diabetes
melitus berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan
kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan ataupun tanpa
infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau penyakit arteri perifer
pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan Doupis, 2012).
Diabetic Foot Ulcer (DFU) didefniskan sebagai erosi pada kulit yang meluas
dari lapisan dermis sampai jaringan yang lebih dalam, akibat dari bermacam-macam
fakto dan ditandai dengan ketidakmampuan jaringan yang luka untuk memperbaiki
diri tepat pada waktunya (Nur Aini dan Ledy, 2016).
Diabetic foot ulcer merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dari
diabetes mellitus yaitu luka dibawah pergelangan kaki. luka mengakibatkan lapisan
pelindung kulit rusak, jaringan dalam yang terinfeksi bakteri sehingga
menyebabkan amputasi ekstremitas bawah. (Clerici and Faglia, 2016; Yazdanpanah,
2015).

2. Etiologi
Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan suatu luka atau ulkus. Penyebab
terjadinya ulkus diabetic diawali dengan neuropati, angiopati, dan infeksi.
Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan sensai nyeri
sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Angiopati akan mengganggu aliran darah
kekaki dan penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak
tertentu. Penyebab lain adalah infeksi, merupakan komplikasi akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetic bisa menjadi gangrene kaki diabetic.
Penyebab gangrene pada penderita diabetes mellitus adalah bakteri anaerob, yang
tersering clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas gangrene
(Kartika, 2017).
Diabetic Foot Ulcer (DFU) pada dasarnya disebabkan oleh Neuropati, Iskemik
dan infeksi (Singh, et al, 2013).
a. Neuropati
Peningkatan gula darah dapat meningkatkan aldose reduktasse dan sorbitol
dehydrogenase dimana enzim-enzim tersebut mengubah glukosa menjadi
sorbitol dan fruktosa. Hal ini menyebabkan penurunan sensasi perifer dan
kerusakan inervasi saraf pada otot kaki.
b. Vaskulopati
Keadaan hiperglikemi mengakibatkan disfungsi dari sel-sel endotel dan
abnormalitas pada arteri perifer. Penurunan nitric oxide akan mengakibatkan
kontruksi pembuluh darah dan meningkatkan resiko aterosklerosis yang
akhirnya menimbulkan iskemia.
c. Immunopati
System kekebalan atau imunitas pada pasien Diabetes mellitus mengalami
gangguan sehingga memudahkan terjadinya infeksi pada luka. Selain
menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear, gula darah yang tinggi adalah
medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

3. Klasifikasi
Sistem klasifikasi Wagner
Grade 0 Tidak terdapat ulkus.
Grade 1 Ulkus superficial yang mengenai seluruh lapisan kulit tetapi
tidak mengenai jaringan dibawahnya.
Grade 2 Ulkus dalam, penetrasi ke dalam sampai ligament dan otot,
tetapi tidak mengenai tulang atau terdapat abses.
Grade 3 Ulkus dalam dengan selulitis atau abses, sering dengan
osteomyelitis.
Grade 4 Gangren yang terlokalisasi pada forefoot
Grade 5 Gangren yang mengenai seluruh kaki (melibatkan tumit atau
seluruh kaki pada tingkat yang tidak dapat disembuhkan).

Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka


adalah menilai warna dasar luka. System ini diperkenalkan dengan sebutan RYB
(Red, Yellow, Black) atau merah, kuning, hitam (Yunus, 2015).
a. Red/Merah: merupakan luka bersih, dengan banyak vaskulariasi, karena mudah
berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma dan perdarahan.
b. Yellow/Kuning: luka dengan warna dasar kuning atau kuning kehijauan adalah
jaringan nekrosis. Tujuan perawatannya adalah dengan meningkatkan system
autolysis debridement agar luka berwarna merah, absorb eksudate,
menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi kejadian infeksi.
c. Black/Hitam: luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan vaskulariasi. Tujuan adalah sama dengan warna dasar
kuning yaitu dasar luka menjadi merah.

4. Manifestasi klinis
Ulkus diabetes mellitus terjadi karena adanya komplikasi pada saraf neuropati
menjadi ulus neuropati karena gula darah yang tidak terkontrol. Tanda dan gejala
yang dappat diamati pada ulkus diabetikum diantaranya kulit kering, kalus, ada
deformitas kaki (charot’s foot), kehilangan sensasi, lokasi pada plantar kaki diatas
metatarsal, nyeri bervariasi tiap individu, denyut kaki ada atau menurun, tepi luka
tegas, ada nekrotik jika disertai iskemik dan eksudat moderat sampai banyak
(Wijaya, 2018).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
frontaine (Wijaya, 2013):
a. Stadium I: Asimptomatis atau gejala tidak khas (Kesemutan)
b. Stadium II: Timbul rasa nyeri saat kram pada tungkai ketika berjalan
c. Stadium III: Timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV: Menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia (Nekrosis, Ulkus)
Gejala klinis 5P yaitu Pain (nyeri), Palanes (kepucatan), parathesia (kesemutan),
pulse lesiness (denyut nadi tidak teraba), dan paralisys (lumpuh).
5. Patofisiologi

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis: gas subcutan, benda asing, asteomielitis.
b. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200mg/dl, gula darah puasa 120mg/dl
2) Urine
c. Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara benedct (reduksi). Hasil dapat dilihat memalui perubahan warna
urine (hijau , kuning, merah, dan merah bata).
d. Kultur pus, untuk mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman (Smeltzer& Bare, 2013)
7. Penatalaksanaan
Menurut Nur Aini (2016) Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus
diabetikum adalah penutupan luka regulasi glukosa darah perlu dilakukan. Hal ini
disebabkan fungsi leukosit terganggu pada pasien dengan hiperglikemia kronik.
Perawatan ulkus diabetikum meliputi hal berikut:
a. Debridemet
Debridemet menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridemet adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, kalus,
dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dan tepi luka
ke jaringan sehat. Debridemet meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan
yang membantu proses penyembuhan luka. Ketika infeksi telah merusak fungsi
kaki atau membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk
memungkinkan kontrol infeksi, dan penutupan luka selanjutnya.
b. Perawatan luka
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetikum yang optimal. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi,
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan
sel target. Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka
serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu
Debridemet (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.
c. Penatalaksaan medis
Pemberian obat hiperglikemik oral, injeksi insulin, debridement, neurotomi, dan
amputasi

8. Komplikasi
a. Makroangiopati: penyebab utama mortaktas dan mobilitas pada penderita
diabetes mellitus tipe 2. Komplikasi menyebabkan proliferasi otot polos pada
dinding pembuluh darah arteri dan mengurang pada pembentukan flak fibrosa.
b. Mikroangiopati: komplikasi mikroangiopati pada penderita diabetes mellitus
merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan, gagal ginjal terminal dan
berbagai macam kelaian syaraf.
9. Perawatan luka modern pada diabetic foot ulcer
a. Definisi
Modern dressing merupakan suatu bahan yang digunakan untuk menutupi luka
yang menggunakan istilah lembab (moist), memiliki tujuan agar dapat
mempercepat penyembuhan luka yang meliputi proses fibrinolisis,
pembentukan kapiler darah yang baru (angiogenesis), mencegah infeksi,
pembentukan sel baru berupa neutrofil, monosit, makrofag (Wijaya, 2018).
b. Fungsi
1) Autolisis Debridement: memiliki fungi sebagai autolisis debridemen yang
menghilangkan jaringan mati seperti slough dan nekrosis.
2) Antimikrobial: memiliki kandungan bahan aktif sebagai pengontrol bakteri
dengan cara membunuh dan mencegah multiplikasi mikroorganisme.
3) Absorbsi Eksudat dan odor: menyedot eksudat dan menghilangkan bau pada
luka. Eksudat itu merupakan cairan yang keluar dari luka mengandung
cairan elektrolit, air, nutrisi, protein, mediator inflamasi, enzim, sisa produk
sel (neutrofil, makrofag dan platelet).
4) Allow Granulation Growth Allow granulation growth: berfungsi sebaagai
balutan yang dapat mepercepat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi.
5) Avaoid Trauma: berfungsi sebagai pelindung serta pertahanan luka dari
benturan atau trauma.
c. Jenis balutan modern
1) Alginate dressings: merupakan dressing yang dapat menyerap cairan luka
dan dapat diberikan pada luka kering dengan lingkungan fisiologis lembab
untuk meminimalkan infeksi bakteri sehingga dapat meningkatkan re-
epitelisasi dan pembetukan jaringan granulasi (Blessing Aderibigbe and
Buhle Buyana, 2018).
2) Hydrocolloid dressings: terdiri dari lapisan dalam gel hidrofilik yang terbuat
dari gelatin, pektin, natrium karboksimetilselulosa dan polyisobutylene
berbentuk film, dressing ini digunakan sebagai autolisis debridemen serta
dapat mengurangi jumlah eksudat yang diproduksi oleh luka (Daunton et.al.,
2012).
3) Hidrogel dressings: bahan mudah dibentuk yang dapat menyerap cairan luka
yang berlebihan. Hidrogel memilik agen antimikroba dan mempercepat
proses penyembuhan luka. Hydrogel dressings ini telah mendapatkan
perhatian khusus karena kemampuan untuk mempertahankan kelembaban
lingkungan luka sifatnya lembut dan dapat mengontrol pengobatan luka
(Martin et al., 2013).
4) Foam dressing: dressing yang berupa busa dapat menarik ciaran ke dalam
ruang udara yang ada pada busa sehingga dapat mengembang. Busa ini
mengandung poliuretan hidrofilik, sedangkan pseudo-busa mengandung
bahan penyerap seperti viscose dan akrilat serat atau partikel dari
superabsorben polyacrylate dirancang untuk penanganan cairan (Aktin,
2015).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Nomer Rekam Medis (RM), Tanggal dan Jam Masuk Rumah Sakit
(RS), dan Diagnosa Medis.
b. Keluhan utama
Klien biasanya dengan keluhan menonjol yaitu badan terasa lemas, keluar
keringat dingin, pengelihatan kabur bahkan kesadaran menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit ini biasanya dominan adalah kadar gula darah turun kurang
dari 50-60 mg/dl disertai dengan kesadaran menurun.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan integritas jaringan.
b. Nyeri akut.
c. Risiko infeksi.
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
integritas keperawatan maka integritas 1. Monitor karakteristik luka.
jaringan kulit meningkat dengan kriteria 2. Monitor tanda-tanda infeksi.
hasil: 3. Lepaskan balutan secara perlahan.
1. Kerusakan lapisan kulit 4. Bersihkan dengan cairan pembersih.
menurun. 5. Berikan salep yang sesuai ke
2. nyeri menurun. kulit/lesi, jika perlu.
3. Kemerahan menurun. 6. Pasang balutan sesuai jenis luka.
4. Sensasi membaik. 7. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka.
8. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
9. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein.
10. Kolaborasi prosedur debridement
11. Kolaborasi pemberian antibiotik
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
keperawatan maka tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil: frekuensi nyeri
1. Keluhan nyeri berkurang 2. Identifikasi Skala nyeri
2. Meringis berkurang 3. Berikan teknik relaksasi
3. Gelisah menurun 4. Kontrol lingkungan yang nyaman
4. Frekuensi nadi membaik 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Tekanan darah membaik 6. Jelaskan penyebab nyeri
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
keperawatan maka Tingkat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Infeksi menurun dengan kriteria lokal dan sistemik.
hasil: 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
1. Kebersihan tangan kontak dengan pasien dan lingkungan
meningkat pasien.
2. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik
3. Kultur area luka membaik 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
4. Kadar sel darah putih 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
membaik benar.
6. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur & Ledy, M. A. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan
Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika
Alexiadou, K., & Doupis, J., (2012). Management of diabetic foot ulcers.Diabetes Therapy,
3(1), 6-15.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
Sonmezer, M.C., Tulek, N., Ozsoy, M., Erdinc, F., Ertem, G., (2015). Diabetic foot
infections: effective microorganisms and factors affecting the frequency of
osteomyelitis and amputation. Eur. Res. J. 1, 119.
Wijaya., 2018. Perawatan Luka Dengan Pendektan Multi Disiplin. Yogyakarta : IKAPI,
2018. DDC' 23 ; 617.

Anda mungkin juga menyukai