Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH
URETEROLITHIASIS (BATU URETER)

Oleh : Setyarini Dwi Rahyuni


224291517077

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JAKARTA
2022
A. KONSEP DASAR

1. Definisi/Pengertian
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan
urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan
diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus
ginjal menuju kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi
pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2003).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan
Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim,
2007). Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari
sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di
di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di
saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli
karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal
dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan
Suddarth,2003).

2. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemihkekurangan
penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu
terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asamurat, sistin
dan mineral struvit (Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium,
amonium dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di
dalam air kemih yang terinfeksi (Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari
yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter
atau lebih. Batuyang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria
dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam
air minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan
saluran kemih antara lain:
a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah
ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan
mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).
c. Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3:1
d. Ras
Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia
e. Keturunan
Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang
tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.
f. Air Minum
Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum
air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum
menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya
batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi yang
adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
i. Makanan
Jenis makanan tertentu berpengaruh pada pembentukan saluran kemih. Berikut
adalah pengaruh dari setiap komponen makanan.
1. Protein
Kebutuhan protein untuk hidup normal per hari 600 mg/kg berat badan, bila
berlebihan maka resiko pembentukan batu saluran kemih akan naik. Protein
hewan akan menurunkan keasaman (pH) air. Akibatnya reabsorpsi kalsium
dalam tubulus berkurang sehingga kadar kalsium air kemih naik. Keasaman
(pH) air penting sekali karena batu kalsium oksalat yang merupakan jenis
batu terbanyak terbentuk pada pH air kemih 5,2 (Menon, 2002 dan
Trinchieri, 2003). Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tidak
menurunkan pH dan menaikkan kalsium air kemih (Menon, 2002 dan
Parivar, 1996). Berdasarkan hal tersebut maka mengkonsumsi protein
hewani berlebihan tidak baik karena memudahkan timbul batu saluran
kemih.
2. Lemak
Konsumsi lemak berlebihan akan menaikkan kadar oksalat air kemih,
sehingga memudahkan timbulnya batu kalsium oksalat ginjal. Lemak
mengikat kalsium bebas di lumen usus dan mengandung asam arakidonat.
Hal ini menyebabkan penyerapan oksalat meningkat sehingga
menimbulkan kenaikan kadar oksalat air kemih. Selain itu konsumsi
lemak berlebihan dapat menaikkan adar kolesterol yang juga dapat
menimbulkan batu saluran kemih (Rose,1997) .
3. Buah
Sebagian besar buah merupakan alkali ash food yang penting untuk
mencegah timbulnya batu saluran kemih. Banyak jenis buah yang
mengandung sitrat terutaman golongan jeruk yang penting sekali untuk
mencegah timbulnya batu saluran kemih karena sitrat merupakan
inhibitor yang paling kuat. Pada penelitian jeruk nipis lebih banyak
kandungan sitratnya dibandingkan dengan jeruk lemon. Oleh karena itu,
konsumsibuah akan memperkecil kemungkinan terjadinya batu saluran
kemih (Iguchi, 1990).
4. Makanan suplemen
Makanan suplemen baik yang berbentuk padat maupun cair dapat
berpengaruh pada pembentukan batu saluran kemih. Suplemen yang
mengandung vitamin C dosis tinggi bila dikonsumsi jangka lama dapat
berbahaya sebab vitamin C akan diubah dalam tubuh menjadi
oksalat (Sja’bani, 2006). Kenaikan kadar oksalat berbahaya
karena akan meningkatkan batu kalsium oksalat. Suplemen yang
mengandung kalsium dosis tinggi yang disebutkan dapat mencegah
osteoporosis dapat berbahaya karena menimbulkan batu kalsium jika
dikonsumsi di luar waktu makan, dan tidak berbahaya bila dikonsumsi
di waktu sebelum atau sesudah makan.
5. Junk Food
Istilah junk-food diberikan kepada kelompok makanan ayam goreng,
burger, pizza yang menggunakan jenis dan cara masak tertentu.
Kelompok makanan ini dipandang dari segi kesehatan bermutu rendah
karena mengandung lemak dan protein hewan terlalu banyak dan serat
atau sayuran yang terlalu sedikit. Konsumsi berlebihan lemak dan
protein hewani serta kurangnya serat/sayuran dapat memicu terjadinya
batu salurankemih (Resnick, 1990).
3. Patofisiologi

1. Teori Intimatriks
Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing
memerlukanadanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakaridadan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan
agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urineseperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan
mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
(Muslim, 2007)Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah terbentuknya batu saluran kemi
4. Pathway

Faktor intrinsic: Faktor idiopatik: Faktor ekstrinsik:

- Herediter - Dehidrasi - Asupan air


- Umur - ISK - Diit
- Jenis kelamin - Obstruksi saluran perkemihan - Pekerjaan

Defisiensi kadar
magnesium, sifrat
prifosfor,
mukoprotein dan

Mual muntah Resiko kristalisasi mineral

Penumpukan kristal

Risiko tinggi kekurangan


volume cairan Pengendapan batu saluran kemih
berhubungan dengan mual
dan muntah.

Sumbatan saluran kemih Batu merusak dinding setempat

Spasme batu saat turun Hematuresis


dari ureter
BAK tidak tuntas
Nyeri

Perubahan pola
eliminasi urine
5. Manifestasi Klinis
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam
kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang
menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri
punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai
dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk
dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah
dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering
berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi
saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di
dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran
di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Menurut Fillingham dan Douglass (2000), ketika batu menghambat dari
saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri
mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul
mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam
dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini
akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung, pangkereas dan usus
besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar
biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering
merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada
laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri
terasa menyebar di bawah kandung kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan
Sudarth (2003)). Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5
sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm
biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara
spontan dan saluran urin membaik dan lancar.

6. Komplikasi
Komplikasi dapat timbul bila ukuran batu ureter sangat besar sehingga
mengambat aliran urine. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal
permanen, serta infeksi pada saluran kemih dan ginjal.
Selain itu, pengobatan untuk batu ureter, terutama yang berukuran besar, juga
dapat menimbulkan komplikasi, seperti:
 Cedera pada ureter
 Penyumbatan pada ureter
 Perdarahan
 Infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh melalui darah (bakteremia)

7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukanjenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi,
serta mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya
digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi konservatif,
medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
1. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan
Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan
terapi konservatif berupa (American Urological Association, 2005):
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α – blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi
(American Urological Association, 2005).
2. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih.
Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu
saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh
mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar
tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di
batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa
ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-
pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan
sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu
ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu
keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan,
dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi batu
ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan
serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
3. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter.Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat
tersebut.
4. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan
pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat memiliki peluang untuk dipecahkan
dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005). Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip
dari PCNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melaluiakses tersebut dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel,
atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau
dipecah. Keuntungandari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu
pasti dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua
karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL adalah
PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
5. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi
operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan
lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada
batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

8. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran


kemihadalah (American Urological Association, 2005) :

1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan,
abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine,
kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata
6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil
normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar
perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet
tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera,
infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl
perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal
(tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya
batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit
7. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan
derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat
urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan
abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
9. Pielogram retrograde
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi
intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24
jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total
merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya
riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung
kemih pada klien.

9. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan,
suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan kesehatan.
c. Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses
perjalananpenyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja yang
memperberat dan meringankan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu.
Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang
berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada
kaitannya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga.
Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita
osteoporosis,arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
d. Pola Fungsi Kesehatan.
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsianalkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat badan,
serta nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan
penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah.
3. Pola Eliminasi
Pengkajian gangguan pada pola eliminasi, perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
padapola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien batu ureter timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien.Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untukterjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
6. Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguankarena
keterbatasan dalam beraktivitas.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji adanya ketakutan akan tindakan operasi, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah .
8. Pola Sensori dan Kognitif
9. Pola Stres Adaptasi
Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada
sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit
untuk dilakukan perawatan. Kaji cara pasien untuk menangani stress
yang dihadapi.
10. Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum
berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk klien dengan batu ureter tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri

2. Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi

3. Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll

4. Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas


tambahan, dll
5. Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran

6. Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir,


keadaangigi, keadaan lidah
7. Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan
leher

8. Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu


pernapasan,adanya suara napas tambahan
9. Jantung: bunyi, pembesaran

10. Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada


perabaan,distensi
11. Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema

12. Alat kelamin : Kebersihan, kelainan

13. Anus : kebersihan, kelainan

10. Diagnosa Keperawatan


a) Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik (D.0077)

b) Retensi Urin b/d peningkatan tekanan uretra - Obstruksi (D.0050)

c) Risiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif/Statis Cairan Tubuh (D. 0142)
11. Intervensi Keperawatan
Daignosa
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Diagnosa (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Nyeri Akut D.0077 Setelah dilakukanpera- Observasi
b/d agen watan 1 x 24 jam maka  Identifikasi lokasi,
pencedera Tingkat Nyeri menurun karakteristik, durasi,
fisik dengan kriteriahasil: frekuensi, kualitas, intensitas
 Keluhan nyeri nyeri
menurun  Identifikasi skala nyeri
 Merigis menurun
 Sikap protektif Terapeutik:
menurun  Fasilitasi istirahat tidur
 Gelisah dan Edukasi :
kesulitan tidur
 Jelaskan strategi meredakan
menurun
nyeri
 Anoreksia, mual,
muntah menurun Kolaborasi:
 Ketegangan otot  Kolaborasi pemberian
dan pupil dilatasi analgetik, jika perlu
menurun
 Pola napsa dan
tekanan darah
membaik
Retensi Urin D.0050 Setelah dilakukan pera- Observasi
b/d watan 1 x 24 jam maka  Periksa kondisi pasien (mis,
peningkatan tingkat retensi urin dengan kesadarn, tanda tanda vital,
tekanan uretra kriteria hasil: daerah perineal, distensi
- Obstruksi  Sensasi berkemih kandung kemih,
meningkat inkontenesua urine, reflex
 Desakan berkemih berkemih)
(urgensi) menurun  Siapkan peralatan, bahan
 Berkemih tidak tuntas bahan dan ruangan tindakan
(hesistancy) menurun Terapeutik
 Volume residu urin  Bersihkan daerah perineal
menurun atau proposium dengan
cairan NaCl atau aquadest
 Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan prinsip
aseptic
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine
Kolaborasi
 Anjurkan menarik nafas saat
pemasangan kateter
Risiko Infeksi D.0142 Setelah dilakukan pera- Terapi Aktivitas
b/d Efek watan 1 x 24 jam tingkat Observasi:
Prosedur infeksi menurun dengan  Monitor tanda gejala
Invasif/Statis kriteria hasil: infeksi local dan
Cairan Tubuh  Kebersihan tangan sistematik
dan badan meningkat Terapeutik:
 Demam, kemerahan,  Berikan perawatan kulit
nyeri, dan bengkak areaedema
menurun  Pertahakan Teknik
 Periode malaise aseptikpada pasien
menurun berisiko tingi
 Periode menggigil, Edukasi:
letargi, dan  Jelaskan tanda dan
ganggauan kognitif gejalainfeksi
menurun  Ajarkan cara memeriksa
 Kadar sel darah putih kondisi luka atau luka
membaik operasi
Kolaborasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

12. Impelentasi
Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari suatu rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Fokus pada intervensi
keperawatan antara lain yaitu mempertahankan daya tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, menetapkan hubungan pasien
dengan lingkungannya, dan implementasi dengan mengukur tanda-tanda vital
pasien, ajarkan teknik relaksasi atau teknik distraksi untuk meredakan nyeri,
berikan therapy oksigenisasi dan edukasi asupan cairanoral.

13. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan pasien, keluarga pasien,
dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
pasien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ansari,A., Shamsodini,A., Younis,N., et al. (2005). Extracorporeal shock wave


lithotripsy monotherapy for treatment of patients with urethral and bladder
stone presenting with acute urinary retention. Journal Urology; 66(6):1169-
1171.
Al-Kohlany, KM., Shokeir,AA., Mosbah,A., Mohsen, T., Shoma,AM., Eraky,I, et al.
(2005). Treatment of complete staghorn stones : a prospective randomized
comparisonof open surgery versus percutaneous nephrolithotomy. J Urol; 173:
469 – 73.
American Urological Association. (2005). AUA Guideline on the Management of
Staghorn Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations.
Assimos, Dean G. and Holmes Ross. 2000. Role of diet in the therapy of
urolithiasis.Vol 27. 2:255-268. The Urologic Clinic of North America.
Badlani , GH. (2002). Campbell’s urology. In : Walsh PC.,eds. Saunders.
Barclay L and Lie D. 2005. Obesity and weight gain may increase the risk of kidney
stone. 293: 455-462 . JAMA
Brunner and Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jilid 2. Edisi Ketiga.
Jakarta: EGC
Gipson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Alih Bahasa,
Bertha Sugiarto. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Harris, Robert M. 2006. Rockwood & Grenn’s Fractures in Adults. Lippincott Williams
& Wilkins
Moore, K.L., A.M.R. Agur. 2002. Essensial Clinical Anatomy. Jakarta: Hipokrates.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai