Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENGGUNA

NAPZA

Untuk Memenuhi Salah Satu tugas Mata Kuliah

Keperawatan HIV/AIDS

Dosen Pembimbing : Lia Nurliawati, S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh :

Ananda Ega M (191FK03006) Revita Puspa S (191FK03084)


Ariani Sukmadiwanti (191FK03030) Rijan Apriana (191FK03145)
Muhammad Ramdani (191FK03001) Sri Dewi Mey A (191FK03037)
Nurwilitinisa (191FK03014) Sinta Anggraeni (191FK03022)
Dinar Agustian (191FK03142)
3A - Keperawatan (Kelompok 1)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatNya se-
hingga makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Pengguna NAPZA” dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk


menambah pengetahuan dan wawasan terhadap materi ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh


sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan makalah yang telah penulis buat.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah
senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Bandung, 20 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 2
2.1 Definisi ...................................................................................................................... 2
2.2 Rentang Respon ....................................................................................................... 3
2.3 Jenis – Jenis NAPZA ............................................................................................... 4
2.4 Penyalahgunaan NAPZA ........................................................................................ 5
2.5 Golongan NAPZA ................................................................................................... 6
2.6 Faktor Risiko ........................................................................................................... 9
2.7 Tanda Dan Gejala ................................................................................................. 12
2.8 Ciri – Ciri Pengguna NAPZA .............................................................................. 14
2.9 Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA ................................................................ 16
2.10 Penanggulangan NAPZA ...................................................................................... 16
2.11 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyalahgunaan NAPZA.............. 17
BAB IV ................................................................................................................................... 25
PENUTUP .............................................................................................................................. 25
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 25
4.2 Saran................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) bukan menjadi


masalah baru di negara kita. Melalui The World Program of Action for Youth on Drug,
badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan penyalahgunaan NAPZA se-
bagai salah satu dari sepuluh isu global utama yang berkaitan dengan kehidupan pemuda
yang harus mendapatkan perhatian dengan prioritas tinggi. Hal ini dilatarbelakangi oleh
adanya catatan kriminal dari berbagai negara di dunia bahwa penggunaan NAPZA dimu-
lai saat usia muda. PBB mencatat bahwa para pemuda di seluruh negara mengkonsumsi
NAPZA dengan frekuensi yang meninggi dan cara yang lebih berbahaya daripada yang-
dilakukan oleh usia lanjut (Amriel, 2008).
Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) (2012), jumlah remaja
yang menggunakan NAPZA sekitar 230 juta orang atau 5% dari jumlah populasi remaja
di dunia. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), provinsi Jawa Tengah sangat rentan
terhadap penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan hasil penelitian BNN dan Puslitkes
Universitas Indonesia pada tahun 2011 jumlah penyalahguna NAPZA di Jawa Tengah
mencapai 493.533 orang (BNN, 2013). Sepuluh kabupaten atau kota di Jawa tengah yang
rawan peredaran NAPZA adalah kota Semarang, Solo, kabupaten Banyumas, Cilacap,
Magelang, Sragen, Jepara, Batang, Pemalang, dan Wonosobo (Tvonenews, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Teori Penyalahgunaan Napza


2. Bagaimana Askep Pada Penyalahgunaan Napza

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori napza


2. Untuk memahami askep berhubungan dengan penyalahgunaan napza

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

A. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika,psikotropika dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis serta menimbulkan
ketergantungan (BNN,2004)
NAPZA adalah Zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak,
seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat
atau NAPZA lain yang di konsumsi (Kemenkes RI,2010)
Narkoba berasal dari bahasa Yunani dari kata Narke, yang
berarti beku, lumpuh, dan dungu. Menurut farmakologi medis yaitu
“Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa
nyeri yang berasal dari visceral dan dapat menibulkan efek stupor
(bengong masih sadar namum masih harus digertak) serta adiksi
(Derman Flavianus,2006:I)

B. Definisi penyalahgunaan NAPZA


Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis,paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya
sehinggamenimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi kare-
na efeknya “enak" bagi pemakai, NAPZA kemudian dipakai secara sa-
lah,yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nik-
mat.Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna

2
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan ke-
rusakan fisik (sumiati,2009)
Menurut Pasal 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 Ketergantungan
adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan atau dihentikan secara tiba tiba menimbulkan gejala fisik dan psi-
kis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai keja-
hatan tanpa korban (crime without victim)pengertia kejahatan tanpa
korban berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali,
akan tetapi si pelaku sebagai korban. Kejahatan yang secara krimi-
nologi diartikan sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui
keberadaannya. karena mereka dapat melakukan aksinya dengan san-
gat tertutup dan hanya diketahau orang orang tertentu oleh karena itu
sangat sulit memberantas kejahatan ini (Jimmy,2015)

2.2 Rentang Respon

Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ini berflu Rentang re-


spon gangguan penggunaan NAPZA ini berfluktuasi dari ktuasi dari kon-
disi yang ringan sampai yang berat, indikator rentang respon ini kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator rentang respon ini berdasarkan
perilaku yang ditampakan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat
adiktif sebagai berikut :
1. Respon adaptif
2. Respon maladaptive
3. Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan ketergan-
tungan

3
- Eksperimental : Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu dari remaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, ia bi-
asanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering pula dikatakan
taraf coba-coba.
- Rekreasional : Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan-
dengan teman sebaya. Misalnya pada waktu pertemuan malammingguan,
acara ulang tahun, Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama
teman-temannya.
- Situasional : Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakankebu-
tuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara un-
tuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi.Misalnya indi-
vidu menggunakan zat pada saat sedang konflik stress danfrustasi.
- Penyalahgunaan : Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudahmu-
lai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadipenyim-
pangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan,sosial :
pendidikan dan pekerjaan.
- Ketergantungan : Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandaidengan
adanya Toleransi dan Syndroma putus zat ; Suatu kondisi dimanaindividu
yang yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu
menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga
menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macamzat yang digunakan,
Sedangkan Toleransi ; suatu kondisi dari individuyang mengalami pen-
ingkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa di-
inginkannya.

2.3 Jenis – Jenis NAPZA

Jenis NAPZA

4
a) Heroin : Serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau
menekan nyeri dan juga depresan SSP.
b) Kokain : Di olah dari pohon Coca yang punya sifat halusinogenik..
c) Putau : golongan heroin, berbentuk bubuk. .
d) Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun
Cannabis yang dikeringkan, Konsumsi dengan cara dihisap seperti ro-
kok tetapi menggunakan hidung.
e) Shabu-shabu: kristal yang berisi methamphetamine, dikonsumsi
denganmenggunakan alat khusus yang disebut Bong kemudian diba-
kar.
f) Ekstasi: methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau
kapsul, mampu meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan
untuk aktivitasseksual dan aktivitas hiburan dimalam hari).
g) Diazepam,Nipam, Megadon : obat yang jika dikonsumsi secara ber-
lebih menimbulkan efek halusinogenik.
h) Alkohol : minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan eta-
nol, dengan kadar diatas 40 % mampu menyebabkan depresi susunan
saraf pusat, dalam kadar tinggi bisa memicu Sirosis hepatic, hepatitis
alkoholik maupun gangguan system persarafan.

2.4 Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat


patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya
sehinggamenimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan,
misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena
efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara
salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa
nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna

5
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
1) Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus
zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2) Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia
tidak mengalami gejala fisik.

2.5 Golongan NAPZA

NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 ten-


tang Narkotika).
1. NARKOTIKA : adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat me-
nyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, men-
gurangi sampaimenghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
a. Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan un-
tuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi ser-
tamempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan,
(Contoh: heroin/putauw, kokain, ganja).

6
b. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam ter-
api atautujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggimengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin,
petidin).
c. Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan,
ketergantungan (Contoh : kodein).
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan
I:
- Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
- Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
- Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
2. PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 ten-
tangPsikotropika).
PSIKOTROPIKA : adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas padaaktivitas
mental dan perilaku. PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-
golongan sebagai berikut :
a. PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya
dapatdigunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakandalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkansindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu,
LSD)
b. PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan
ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan

7
sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau
ritalin).
c. PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuanilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkansindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital,
Flunitrazepam).
d. PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuanilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengaki-
batkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam,
Fenobarbital,klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil
BK, pil Koplo,Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
- Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
- Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK,
DUM, Pilkoplo dan lain-lain.
- Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mush-
room.
3. ZAT ADIKTIF
ZAT ADIKTIF : adalah Suatu bahan atau zat yang apabila digunakan
dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan.
4. ZAT PSIKOAKTIF
ZAT PSIKOAKTIF : Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama
pada otak sehingga dapat menimbulkan perubahan pada : perilaku, emo-
si,kognitif, persepsi, kesadaran seseorang. Ada 2 jenis psikoaktif :
Bersifat Adiksi
- Golongan Opioida : Morfin, Heroin (Putaw), candu, Codein, Petidin
- Golongan Kanabis : Ganja (Mariyuana), minyak hassish - Golongan
Kokain : Serbuk kokain dan daun koka

8
- Golongan Alkohol : Semua minuman yang mengandung Ethyl alko-
hol: Brandy, bir, Wine, Whisky, Cognac, Brem, tuak, Anggur ortu
(AO),dsb.
- Golongan Sedatif Hipnotik : BK, Rohypnol, Magadon, Dumolid,
Nipam,
- Madrax
- Golongan MDA (Methylene Dioxy Ampethamine) : Ampetamine
- benzedrine, Dexedrine
- Golongan MDMA (Methylene dioxy meth Ampetahamine) : Extacy
- Golongan halusinogen : LSD, Meskaloin, Mushrom, Kecubung
- Gologan Solven dan inhalansia : Aica Aibon (Glue) Saceton, Thiner,
N2O
- Nikotine : tembakau
- Kafein: Kopi dan the
- Golongan lainnya.

2.6 Faktor Risiko

Menurut Soetjiningsih (2010), faktor risiko yang menyebabkan penya-


lahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, per-
gaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1) Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa
remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali
sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar
dizigot.

2) Lingkungan Keluarga

9
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan
terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang
ketat.Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu mencip-
takan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga men-
galami problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan
hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh
orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian.
Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya
adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluar-
ga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi
pagi dan pulang hingga larut malam. Kebanyakan diantara penya-
lahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasabiasa saja dengan
orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda
dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3) Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, te-
man kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2010) perkenalan pertama dengan
NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman ke-
lompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga
yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok
ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melain-
kan juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA,
dan yang menyebabkan kekambuhan (relapse).Bila hubungan orangtua
dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya
dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman

10
kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi si anak,
misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan
seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya. Marlatt dan Gordon (1980)
dalam penelitiannya terhadap para penyalahguna NAPZA yang kam-
buh, menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawari oleh
teman-temannya yang masih menggunakan NAPZA (mereka kembali
bertemu dan bergaul). Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan
yang seperti ini merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekam-
buhan. Proporsi pengaruh teman kelompok sebagai penyebab kekam-
buhan dalam penelitian tersebut mencapai 34%.
4) Karakteristik Individu
a) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini
secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh ling-
kungan, dan sedang mencari identitas diri serta senangmemasuki
kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pember-
antasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasion-
al menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia
adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Siregar (2004) proporsi penyalahguna NAPZA
tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun (54%).
b) Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara ber-
fikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan
keputusan dalam keluarga. Hasil penelitian Prasetyaningsih (2009)
menunjukkan bahwa pendidikan penyalahguna NAPZA sebagian

11
besar termasuk kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi
umum bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai
wawasan/pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak
yang lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi tingkat
pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang
NAPZA dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya,
karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk berkembang
menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
c) Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, karya-
wan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010)

2.7 Tanda Dan Gejala

a. Tanda-tanda di rumah :
- Hilangnya minat dalam aktifitas keluarga.
- Tidak patuh terhadap aturan keluarga.
- Hilang/berkurangnya rasa tanggung jawab.
- Bersikap kasar baik secara verbal maupun fisik.
- Menurun/meningkatnya nafsu makan secara tiba-tiba.
- Mengaku sering kehilangan barang atau uang.
- Tidak pernah pulang ke rumah tepat waktu.
- Tidak mengatakan kepada siapapun kemana mereka pergi.
- Terus-menerus meminta maaf terhadap segala perbuatannya.
- Menghabiskan banyak waktunya berdiam diri di dalam kamar bila
sedang di rumah.
- Sering berbohong mengenai aktifitas mereka.

12
- Menemukan benda-benda, seperti kertas pembungkus rokok, pipa
hisap,gelas kecil, sisa-sisa serbuk maupun jarum suntik dan lain-
lainnya yang mencurigakan.
b. Tanda-tanda di sekolah/tempat kerja :
- Sering tiba-tiba pingsan di sekolah/tempat kerja.
- Acapkali bolos masuk sekolah/kerja.
- Kehilangan minat dalam kegiatan belajar.
- Tertidur di dalam kelas/saat bekerja.
- Buruk dalam penampilan sehari-hari.
- Tidak pernah mengerjakan tugas pekerjaan rumah.
- Tidak mematuhi bahkan menentang aturan sekolah/otoritas.
- Perilaku yang buruk di setiap kegiatan sekolah/pekerjaan.
- Penurunan konsentrasi, perhatian dan memori.
- Tidak pernah memberitahukan orang tua/wali jika ada pemanggi-
lan/pertemuan dengan guru.
c. Tanda-tanda kelainan fisik dan emosional :
- Teman/kelompok sering berganti-ganti.
- Pasangan/pacar yang juga sering berganti-ganti.
- Tercium bau-bauan aneh seperti bau alkohol, mariyuana, dan ro-
kok dari nafas atau badan.
- Perubahan perilaku dan mood yang tidak dapat dijelaskan.
- Sering melawan aturan, bersikap negatif, paranoid (ketakutan dan
curiga),destruktif (merusak), tampak cemas.
- Tidak pernah tampak kegembiraan seperti yang seharusnya.
- Selalu tampak lelah/hiperaktif yang berlebihan.
- Penurunan/peningkatan berat badan yang drastis.
- Kadang tampak depresi, mudah sedih dan tertekan.
- Seringkali menipu, berbohong atau kedapatan mencuri.
- Mengaku memerlukan uang/sebaliknya merasa punya uang lebih.

13
- Umumnya penampilannya kotor dan tidak terurus.Gejala yang
timbul diantaranya : bicara cadel, gerakan tidak terkoordi-
nir,kesadaran menurun, vertigo, dilatasi pupil, jalan sem-
poyongan,konjungtiva merah, nafsu makan bertambah, mullut ker-
ing, denyut jantungcepat, panik, curiga, banyak keringat, mual
muntah, halusinasi dan mengantuk. Dan jika putus zat maka gejala
yang terjadi sebagai berikut : gelisah, berkeringat, denyut jantung
cepat, tremor ditangan, mual muntah, kejangotot, cemas, agresif,
halusinasi, delirium, insomnia, pupil melebar,murung, depresi be-
rat dan ada tindakan bunuh diri.(Atau & bukan tanaman, baik
sintetis maupun bukan sintetis, 2010)

2.8 Ciri – Ciri Pengguna NAPZA

Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu


ataulebih zat yang tergolong NAPZA. Kecenderungan untuk menambah
dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang meningkat. Ketergan-
tungan psikis, yaitu apabila penggunaan NAPZA dihentikan akan men-
imbulkan kecemasan, depresi dan gejala psikis lain. Ketergantungan fisik,
yaitu apabila pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang
disebut gejala putus zat (withdrawalsyndrome). Withdrawal Syndrome ter-
lihat dari beberapa aktivitas fisik seperti orang yang mengalami sakaratul
maut, meronta, berteriak maupun melakukan aktivitas lain yang menun-
jukkan bentuk bahwa dia membutuhkan sebuah zat psikotropika.
Ciri-ciri Pengguna NAPZA
a. Ciri Fisik
- Berat badan turun drastis.
- Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman.
- Buang air besar dan air kecil kurang lancar.
- Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.

14
- Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada
bekasluka sayatan.
- Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan.
- Sering batuk-pilek berkepanjangan.
- Mengeluarkan air mata yang berlebihan.
- Mengeluarkan keringat yang berlebihan.
- Kepala sering nyeri, persendian ngilu.
b. Ciri emosi
- Sangat sensitif dan cepat bosan.
- Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang.
- Mudah curiga dan cemas.
- Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau ber-
bicara kasar kepada orang disekitarnya, termasuk kepada ang-
gota keluarganya. Ada juga yang berusaha menyakiti diri
sendiri.
1) Ciri Prilaku
- Malas dan sering melupakan tanggung jawab/tugas rutinnya.
- Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.
- Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di kamar,
toilet,gudang, kamar mandi, ruang-ruang yang gelap.
- Nafsu makan tidak menentu.
- Takut air, jarang mandi.
- Sering menguap.
- Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap
manis jika ada maunya, misalnya untuk membeli obat.
- Sering bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal keluar-
ga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam.
- Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun hilang
dijual.
- Suka berbohong dan gampang ingkar janji.

15
- Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
pekerjaan. (Hawari, 2009)

2.9 Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA menurut BNN (2009), meliputi:


1) Pencegahan primer Pencegahan primer atau pencegahan dini yang di-
tujukan kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas
yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk
melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat
waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA.
Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor
yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi
dengan baik.
2) Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok
atau komunitas yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan
pengobatan agar mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah men-
jadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan
rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahguna NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.

2.10 Penanggulangan NAPZA

1) Terapi

16
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifi-
kasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghen-
tikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi Klien ketergantungan putau
(heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami
gajala putus zat tidak diberiobat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala
putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi Putau atau heroin dapat disub-
stitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bu-
fremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-
hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya di-
azepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan
dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama
pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang
rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
2) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondi-
si para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti
sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat
tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara
wajar dalam kehidupannya sehari-hari.

2.11 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyalahgunaan


NAPZA

1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat : Mudah lelah, berkurangnya tolerensi
terhadap aktivitas biasanya, malaise

17
b. Sirkulasi : Takikardi, perubahan TTD postural, pucat dan
sianosis
c. Integritas ego : Alopesia, lesi cacat, menurunna berat badan,
putus asa, depresi, marah, menangis
d. Eliminas : Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan
abdominal, absesrektal
e. Makanan / cairan : Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk,
lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan
edema
f. Neurosensori : Pusing, kesemutan pada ekstremitas,
konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat
g. Nyeri / kenyamanan : Sakit kepala, nu]yeri pada pleuritis,
pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak
otot melindungi pada bagian yang sakit
h. Pernapasan : Batuk, produktif / non produktif, takipneu, dan
distres pernapasan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d inflamasi / kerusakan jaringan d.d keluhan nyeri,
perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot, dan
gelisah
b. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan intesinal d.d penurunan berat badan, penurunan
nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif,
kesenggangan untuk makan, peradangan rongga bukal
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d diare berat
d. Risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d proses infeksi dan
ketidakseimbangan muskuler ( melemahnya otot – otot
pernapasan)
e. Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi metabolisme d.d
kekurangan energi yang tidak berubah atau berlebihan,

18
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari –
hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk
berkonsentrasi.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri b.d inflamasi / Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Mengindikasikan
kerusakan jaringan d.d tindakan keperawatan, perhatikan lokasi, kebutuhan untuk
keluhan nyeri, pasien mampu intensitas, intervensi dan juga
perubahan denyut menontrol nyeri dengan frekuensi dan tanda – tanda
nadi, kejang otot, kriteria hasil : waktu. Tanda perkembangan
ataksia, lemah otot, 1. Keluhan hilang gejala non verbal komplikasi
dan gelisah 2. Menunjukkan misalnya gelisah, 2. Meningkatkan
ekspresi wajah takikardia, relaksasi dan
rileks meringis perasaan sehat
3. Dapat tidur atau 2. Instruksi klien 3. dapat mengurangi
beristirahat secara untuk menggunkan ansietas dan rasa
adekuat visualisasi atau sakit, sehingga
imajinasi, relaksasi persepsi akan
progresif, teknik intensitas rasa
napas dalam sakit
3. Dorong 4. Memberikan
pengungkapan penurunan nyeri /
perasaan tidak nyaman,
4. Berikan analgesik mengurangi
atau antipiretik demam. Obat yang

19
narkotik. Gunakan dikontrol pasien
APD ( analgesic berdasarkan waktu
yang dikontrol 24 jam dapat
pasien ) untuk mempertahankan
memberikan kadar analgesia
analgesik 24 jam darah tetap stabil,
5. Lakukan tindakan mencegah
paliatif misal kekurangan atau
pengubahan posisi, kelebihan obst –
masase, rentang obatan
gerak pada sendi 5. Meningkatkan
yang sakit relaksasi atau
menurunkan
tegangan otot
2. Perubahan nutrisi yang Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Lesi mulut,
kurang dari kebutuhan tindakan hasil yang untuk mengunyah, tenggorokan dan
tubuh b.d gangguan diharapkan : perasa, dan esofagus dapat
intesinal d.d 1. Mempertahankan menelan menyebabkan
penurunan berat berat badan atau 2. Auskultasi bising disfagia,
badan, penurunan memperlihatkan usus penurunan
nafsu makan, kejang peningkatan berat 3. Sediakan makanan kemampuan klien
perut, bising usus badan yang yang sedikit tapi untuk mengolah
hiperaktif, mengacu pada sering berupa makanan dan
kesenggangan untuk tujuan yang makanan padat mengurangi
makan, peradangan diinginkan nutrisi, tidak keinginan untuk
rongga bukal 2. Mendemonstrasikan bersifat asam dan makan
keseimbangan juga minuman 2. Hopermotilitas
nitrogen positif, dengan pilihan saluran intestinal
bebas dari tanda – yang disukai klien umum terjadi dan

20
tanda malnutrisi 4. Berikan obat anti dihubungkan
3. Menunjukkan emetic misalnya dengan muntah,
perbaikan tingkat metoklopramid diare, yang dapat
energi mempengaruhi
pilihan diet atau
cara makan
3. Memenuhi
kebutuhan akan
makanan non
istitusional
mungkin juga
meningkatkan
pemasukan
4. Mengurangi
insiden muntah
dan meningkatkan
fungsi gester
3. Risiko tinggi Setalah dilakukan 1. Pantau pemasukan 1. Mempertahankan
kekurangan volume tindakan keperawatan oral dan keseimbangan
cairan b. diare berat diharapkan risiko tinggi pemasukan cairan cairan, mengurangi
kekurangan cairan sedikitnya 2.500 rasa haus, dan
dapat terjaga dengan ml/hari melembabkan
kriteria hasil : 2. Buat cairan mudah membrane mukosa
1. Mempertahankan diberikan pada 2. Meningkatkan
hidrasi dibuktikan pasien ; gunakan pemasukkan cairan
oleh membrane cairan yang mudah tertentu mungkin
mukosa lembab, ditoleransi oleh terlalu
TTV baik, keluaran klien dan yang menimbulkan
urine adekuat menggantikan nyeri untuk

21
secara pribadi elektrolit yang dikonsumsi karena
dibutuhkan, lesi pada mulut
misalnya Gatorade pada mulut
3. Kaji turgor kulit, 3. Indikator tidak
membrane mukosa langsung dari
dan rasa haus status cairan
4. Berikan obat – 4. Menurunkan
obatan anti diare jumlah dan
misalnya keenceran feses,
difenoksilat mungkin
(lomotil), mengurangi kejang
loperamid usus dan peristaltis
imodium,
paregoric
4. Risiko tinggi pola Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi 1. Memperkirakan
napas tidak efektif b.d tindakan keperawatan napas, tandai adanya
proses infeksi dan diharapkan paien daerah paru yang perkembangan
ketidakseimbangan mampu mengalami komplikasi atau
muskuler mempertahankan pola penurunan, atau infeksi pernapasan,
(melemahnya otot – napas efektif dan tidak kehilangan misalnya
otot pernapasan) mengalami sesak napas ventilasi, dan pneumoni
muculnya bunyi 2. Takipneu, sianosis,
adventisius. tidak dapat
Misalnya krekles, beristirahat, dan
mengi, ronki peningkatan napas,
2. Catat kecepatan menunjukkan
pernapasan, kesulitan
sianosis,peningkat pernapasan dan
an kerja adanya kebutuhan

22
pernapasan dan untuk
munculnya meningkatkan
dispnea, ansietas pengawasan atau
3. Tinggikan kepala intervensi medis
tempat tidur. 3. Meningkatkan
Usahakan pasien fungsi pernapasan
untuk berbalik, yang optimal dan
batuk, menarik mengurangi
napas sesuai aspirasi atau
kebutuhan infeksi yang
4. Berikan tambahan ditimbulkan
O2 yang karena atelektasis
dilembebkan 4. Mempertahankan
melalui cara yang oksigenasi efektif
sesuai misalnya untuk mencegah
kanula, mesker, atau memperbaiki
inkubasi atau krisis pernapasan
ventilasi mekanis
5. Intoleransi aktivitas Setalah dilakukan 1. Kaji pola tidur dan 1. Berbagai faktor
b.d penurunan tindakan keperawatan, catat perubahan dapat
produksi metabolisme intoleransi aktivitas dalam proses meningkatkan
d.d kekurangan energi dengan hasil yang berpikir atau kelelahan,
yang tidak berubah diharapkan : berperilaku termasuk kurang
atau berlebihan, 1. Melaporkan 2. Rencanakan tidur, tekanan
ketidakmampuan peningkatan energi perawatan untuk emosi, dan efek
untuk 2. Berpartisipasi menyediakan fase samping obat –
mempertahankan dalam aktivitas istirahat. Atur obatan
rutinitas sehari – hari, yang diinginkan aktivitas pada 2. Perencanaan akan
kelesuan, dan dalam tingkat waktu pasien membuat klien

23
ketidakseimbangan kemampuannya sangat berenergi menjadi aktif saat
kemampuan untuk 3. Dorong pasien energi lebih tinggi,
berkonsentrasi. untuk melakukan sehingga dapat
apapun yang memperbaiki
mungkin, misalnya perasaan sehat dan
perawatan diri, control diri
duduk dikursi,
berjalan, pergi
makan
4. Pantau respon
psikologis
terhadap aktifitas,
misal perubahan
TD, frekuensi
pernapasan dan
jantung
5. Rujuk pada terapi
fisik atau okupasi
(Yani et al., n.d.)

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut farmakologi medis yaitu “Narkotika adalah obat yang dapat


menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari visceral dan dapat
menibulkan efek stupor (bengong masih sadar namum masih harus digertak) serta
adiksi. Sedangkan Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis,paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial.
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus
dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan yang disebabkan adalah fisik dan psikologis ditandai dengan
adanya Toleransi dan Syndroma putus zat ; Suatu kondisi dimana individu yang
yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan
jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kum-
pulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan, Sedangkan Toleransi ;
suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk
mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

4.2 Saran

Banyaknya masalah yang muncul akibat dari penyalahgunaan napza, memer-


lukan penanganan yang baik dan benar juga penanganan yang tepat dan efektif
guna meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilan dalam perawat mem-
berikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami penyalahgunaan dan
ketergantungan zat yang mengakibatkan Klien harus menjalani rehabilitasi, adan-

25
ya pelatihan, magang dan sosialisasi asuhan keperawatan pada klien penya-
lahgunaan dan ketergantungan zat yang menjalani rehabilitasi.
Dalam upaya pencegahan yang dilakukan bukan hanya pemerintah penegak
hukum ataupun pelayanan kesehatan saja yang bertanggung jawab dalam hal ini,
namun diharapkan peran keluarga juga ikut dalam mengawasi dan juga
membimbing anggota keluarganya harus lebih baik, serta mau meluangkan sedikit
waktu untuk selalu berada disisi anggota keluarganya dalam kondisi apapun.
Selain itu juga masyarakat hendaknya selalu melakukan kegiatan yang positif dan
berguna agar tidak ada kasus penyalahgunaan napza.

26
DAFTAR PUSTAKA

Atau, N. adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman, & bukan tanaman, baik
sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Z. ini dapat mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. N. memiliki
daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. N. juga memil. (2010). Gambaran
Pelaksanaan Therapeutic Community Tahap Orientasi Pada Penyalahgunaan
Napza Di Ipwl Ypi Nurul Ichsan Al Islami Kab.Purbalingga. 2008, 11–29.
Hawari, D. (2009). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA.
Yani, A., Agustina, N. H., Samudra, B. Y., Anuwari, D., Setiawan, D., Amanda, D.
S., Apriyanti, D., & Neviana, E. (n.d.). MAKALAH KEPERAWATAN HIV /
AIDS “ Manajemen Kasus Dengan HIV / AIDS dan Penyalahgunaan Napza ”
Disusun Oleh : Kelompok 4. 21117029.

27

Anda mungkin juga menyukai